Makalah Etika Bisnis Tentang Fraud [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Etika Bisnis Tentang Fraud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ini manusia dihadapkan pada banyak pilihan, dimana setiap pilihan tersebut mengandung arti yang berbeda-beda, tujuan yang berbeda-beda, dan tentunya hasil yang berbeda-beda pula. Pengharapan manusia selalu bisa berada pada tingkat perubahan yaitu kemajuan. Namun untuk mendapatkan kemajuan itu tentunya bukanlah suatu cara yang mudah dan sederhana, semua itu harus dilalui dengan segala proses dan tahap demi tahap. Disinilah kita akan melihat bagaimana proses tersebut berlangsung, apakah ia berjalan berdasarkan aturan atau menyalahi aturan yang berlaku misalnya dengan timbulnya suatuFraud (kecurangan yang disengaja). 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang ada berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut: 1) Apa yang dimaksud dengan Fraud? 2) Bagaimana hubungan Fraud dalam etika bisnis? 3) Apa saja bentuk-bentuk Fraud dalam etika bisnis? 4) Apa yang menyebabkan terjadinya tindakan Fraud? 5) Bagaimana hubungan tindakan Fraud dengan etika bisnis? 1.3 Tujuan 1) 2) 3) 4) 5)



Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: Untuk dapat mengetahui gambaran tentang tindakan Fraud. Untuk mengetahui hubungan Fraud dengan etika bisnis. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran dalam etika bisnis. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan Fraud. Untuk mengetahui keterkaitan tindakan Fraud dengan etika bisnis.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Fraud Fraud (kecurangan) merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara disengaja dan dilakukan untuk tujuan pribadi atau tujuan kelompok, dimana tindakan yang disengaja tersebut telah menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu atau institusi tertentu. Dalam kata Fraud itu sendiri dapat diartikan dengan berbagai makna yang terkandung didalamnya seperti: - Kecurangan - Kebohongan - Penipuan



-



Kejahatan Penggelapan barang-barang Manipulasi data-data Rekayasa informasi Mengubah opini publik dengan memutarbalikan fakta yang ada Menghilangkan barang bukti secara sengaja Untuk mengetahui lebih dalam tentang Fraud ada beberapa pendapat para ahli yang telah mendefinisikan tentang Fraud ini, menurut Joel G. Siegel dan Jae K. Shim bahwa: “Fraud (kecurangan) merupakan tindakan yang disengaja oleh perorangan atau kesatuan untuk menipu orang lain yang menyebabkan kerugian. Khususnya terjadi misrepresentation(penyajian yang keliru) untuk merusak, atau dengan maksud menahan data bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan keputusan yang terdahulu”. Dan lebih jauh Joel G. Siegel dan Jae K. Shim mencontohkan tentang pemegang buku yang memalsukan catatan agar dapat mencuri uang. Adapun menurut Howard R. Davia bahwa: “the world of Fraud may be defined as a vast aggregation of all the Fraud that has occured in any given time frame.” Lebih jauh Howard R. Davia mengatakan bahwa kata Fraud dapat dikelompokkan pada tiga group yaitu: Group 1: Fraud that has been exposed and is in the public domain; Group 2: Fraud that has been discovered by entities, but details have not been made public; dan Group 3: Fraud that has not been detected. Dalam Black’s Law Dictionary dijelaskan bahwa: (Kecurangan adalah istilah umum, mencakup berbagai ragam alat seseorang, individual, untuk memperoleh manfaat terhadap pihak lain dengan penyajian yang palsu. Tidak ada aturan yang tetap dan tampak kecuali dapat ditetapkan sebagai dalil umum dalam mendefinisikan kecurangan karena kecurangan mencakup kekagetan, akal (muslihat), kelicikan dan cara-cara yang tidak layak/wajar untuk menipu orang lain. Batasan satu-satunya mendefinisikan kecurangan adalah apa yang membatasi kebangsatan manusia). Sehingga dapat ditarik berbagai kesimpulan dari pendapat di atas bahwa tindakanFraud (kecurangan) tersebut merupakan sesuatu yang disebabkan oleh keinginan seseorang yang teraplikasi dalam bentuk perilakunya untuk melakukan suatu tindakan yang menyalahi aturan.



2.2 Hubungan Etika Bisnis dan Fraud Ada hubungan yang erat antara etika bisnis dan Fraud. Bahwa segala sesuatu tindakan yang bersifat Fraud bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etika. Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa Fraud merupakan bentuk tindakan kejahatan yang bersifat disengaja, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. 2.3 Bentuk-bentuk Fraud







 



   











Kecurangan pada prinsipnya mempunyai banyak sekali bentuknya. PerkembanganFraud adalah sejalan dengan semakin banyaknya aktivitas kehidupan. Bahwa tindakan Fraudtelah merasuki pada berbagai sektor baik private sector maupun dalam ruang lingkup aktivitas pemerintahan. Untuk mencegah timbulnya kecurangan maka jalan yang terbaik adalah dengan memahami apa dan bagaimana saja bentuk-bentuk kecurangan itu. Sukrisno Agoes mengatakan bahwa kekeliruan dan kecurangan bisa terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu: Intentional error Kekeliruan bisa disengaja dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri dalam bentuk window dressing (merekayasa laporan keuangan supaya terlihat lebih baik agar lebih mudah mendapat kredit dari bank) dan check kiting (saldo rekening bank ditampilkan lebih besar sehingga rasio lancar terlihat lebih baik). Unintentional error Kecurangan yang terjadi secara tidak disengaja (kesalahan manusiawi), misalnya salah menjumlah atau penerapan standar akuntansi yang salah karena ketaktahuan. Collusion Kecurangan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang dengan cara bekerjasama dengan tujuan untuk menguntungkan orang-orang tersebut, biasanya merugikan perusahaan atau pihak ketiga. Misalnya, di suatu perusahaan terjadi kolusi antara bagian pembelian, bagian gudang, bagian keuangan, dan pemasok dalam pembelian bahan atau barang. Kolusi merupakan bentuk kecurangan yang sulit dideteksi, walaupun pengendalian intern perusahaan cukup baik. Salah satu cara pencegahan yang banyak digunakan dilarangnya pegawai yang mempunyai hubungan keluarga (suami-istri, adik-kakak) untuk bekerja di perusahaan yang sama. Intentional misrepresentation Memberi saran bahwa sesuatu itu benar, padahal itu salah, oleh seseorang yang mengetahui bahwa itu salah. Negligent misrepresentation Pernyataan bahwa sesuatu itu salah oleh seseorang yang tidak mempunyai dasar yang kuat untuk menyatakan bahwa hal itu benar. False promises Sesuatu janji yang diberika tanpa keinginan untuk memenuhi janji tersebut. Employe Fraud Kecurangan yang dilakukan pegawai untuk menguntungkan dirinya sendiri. Hal ini banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari offie boy yang memainkan bon pembelian makanan sampai pegawai yang memasukkan pengeluaran pribadi untuk keluarganya sebagai biaya perusahaan. Management Fraud Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen sehingga merugikan pihak lain, termasuk pemerintah. Misalnya manipulasi pajak, manipulasi kredit bank, kontraktor yang menggunakan cost plus fee. Organized crime



Kejahatan yang terorganisasi, misalnya pemalsuan kartu kredit, pengiriman barang melebihi atau kurang dari yang seharusnya di mana si pelaksana akan mendapat bagian 10%.  Computer crime Kejahatan dengan memanfaatkan teknologi komputer, sehingga si pelaku bisa mentransfer dana dari rekening orang lain ke rekeningnya sendiri.  White collar crime Kejahatan yang dilakukan orang-orang berdasi (kalangan atas), misalnya mafia tanah, paksaan secara halus untuk merger, dan lain-lain. Bagi seorang auditor dalam melaksanaakan tugas yang dibebankan kepadanya maka tentunya ia akan mengikuti beberapa prosedur dan langkah-langkah yang dapat membuat kerjanya itu berlangsung secara sistematis. Lebih jauh Arens & Loebbecke menambahkan bahwa auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten. Suatu kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan dari hasil suatu proses akuntansi yaitu dilihat dari: - Pertama: peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif; - Kedua: anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen; dan - Ketiga: prinsip akuntansi yang diterima umum di Indonesia. Secara umum dapat kita pahami bahwa suatu perusahaan mempunyai ciri berbeda dalam menerapkan setiap konsep manajemen yang ia miliki. Hal ini bisa terjadi karena faktor dimana setiap perusahaan memperkerjakan individu yang berlainan latar belakangnya, mulai dari latar belakang pendidikan (education), budaya (culture), agama (religion), sosial (social), paham politik (ism of politic), dan lain sebagainya. 2.4 Sebab-sebab Terjadinya Fraud Pada umumnya Fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara bersama, yaitu: 1. Insentif atau tekanan untuk melakukan Fraud 2. Peluang untuk melakukan Fraud 3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan Fraud. Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga Fraud: 1. Opportunity Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian internal di organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu atau kelompok yang sebelumnya tidak memiliki motif untuk melakukan Fraud. 2. Pressure Pressure atau motivasi pada seseorang atau individu akan membuat mereka mencari kesempatan untuk melakukan Fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul karena masalah keuangan pribadi, sifat-sifat buruk seperti munculnya sikap suka berfoya-foya dengan sering berbelanja barang-barang mewah, sering ke diskotik, berjudi, terlibat narkoba, dan faktor tidak nyaman dalam keluarga seperti merasa selalu ditekan. 3. Rationalization Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktivitasnya yang mengandung Fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan



tetapi adalah suatu yang memang merupakan hak nya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan Fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan Fraudtersebut.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Secara umum, Fraud adalah sebuah istilah umum dan luas, serta mencakup semua bentuk kelicikan/tipu daya manusia, yang dipaksakan oleh satu orang untuk mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain dengan memberikan keterangan-keterangan palsu dan telah dimanipulasi. Tidak ada ketentuan dan keharusan untuk menyeragamkan definisi dari Fraud itu sendiri. Fraud juga mengandung pengertian sebagai kejutan, tipuan, kelicikan, dan cara-cara yang tidak sah terhadap pihak yang ditipu. Batasan pendefinisian Fraud adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidakjujuran manusia. Mengendalikan suasana kerja yang baik adalah merupakan tanggung jawab pimpinan disertai kerjasama dengan anggota organisasi tersebut, lingkungan pengendalian merupakan salah satu unsur yang harus diciptakan dan dipelihara agar timbul perilaku positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerja, melalui beberapa cara yaitu penegakan integritas dan etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif dan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. Bagaimana cara mengatasi Fraud adalah tugas bersama dari suatu organisasi pemerintahan dan sistem pengawasan internalnya. Pengenalan akan kecurangan dan dampaknya menjadi hal yang penting untuk diketahui seluruh staf pegawai hingga manajemen puncak. 3.2 Saran Alangkah baiknya manusia dapat mengontrol diri dan mempunyai bekal keimanan yang kuat sehingga tindakan pelanggaran atau Fraud yang dapat menimbulkan kerugian bagi suatu organisasi/perusahaan tidak terjadi. Selain itu pihak perusahaan juga sebaiknya memberikan kesejahteraan yang cukup kepada para karyawan, menerapkan peraturan-peraturan yang disepakati oleh para anggota sehingga tindakan para anggota organisasi/perusahaan dapat terarah dengan baik, serta pihak perusahaan tidak memberikan peluang kepada para anggota untuk melakukan tindakan pelanggaran/Fraud serta pihak organisasi/perusahaan untuk berlaku tegas dalam menindak pelaku-pelaku pelanggaran/Fraud agar tidak berkelanjutan sehingga kerugian dapat diminimalisir bahkan tidak terjadi.



DAFTAR PUSTAKA Fahmi Irham, 2013, Etika Bisnis Teori, Kasus dan Solusi Januari, Bandung, Alfabeta hlm.155 https://arezky125.wordpress.com/ : diakses pada tanggal 30 September 2016 http://malbunwis.blogspot.com/2010/06/analisa-dan-cara-mengatasi-Fraud.html : diakses pada tanggal 30 September 2016



TINDAKAN FRAUD SEBAGAI PELANGGARAN ETIKA DUNIA KERJA || MATERI MATA KULIAH ETIKA PROFESI DAN ANTI KORUPSI iwan faizal



05:01:00



No comments:



TINDAKAN FRAUD SEBAGAI PELANGGARAN ETIKA DUNIA KERJA Created by: 1. Iwan Faizal A. Pengertian Fraud Menurut Wikipedia dan Ensiklopedia bebas, “Fraud is an intentional deception made for personal gain or to damage another individual”, “Fraud adalah suatu bentuk penipuan yang disengaja/direncanakan demi keuntungan dan kemakmuran pribadi/perseorangan atau untuk merusak/mengganggu kehidupan dan kekayaan orang lain”. Secara umum, Fraud adalah sebuah istilah umum dan luas, serta mencakup semua bentuk kelicikan/tipu daya manusia , yang dipaksakan oleh satu orang, untuk mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain dengan memberikan keterangan-keterangan palsu dan telah dimanipulasi. Tidak ada ketentuan dan keharusan untuak menyeragamkan definisi dari Fraud itu sendiri. Fraud juga mengandung pengertian sebagai kejutan, tipuan,kelicikan, dan cara-cara yang tidak sah terhadap pihak yang ditipu. Batasan pendefinisian Fraud adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidakjujuran manusia.



B. Jenis-jenis Fraud Tindak kecurangan atau fraud digolongkan ke dalam beberapa bagian, yaitu: 1. Employee fraud (kecurangan pegawai)



Kecurangan yang dilakukan oleh pegawai/karyawan dalam suatu organisasi kerja. 2. Management fraud (kecurangan manajemen) Kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan menggunakan laporan keuangan/transaksi keuangan sebagai sarana kecurangan, biasanya dilakukan untuk mencurangi pemegang kepentingan (stakeholders) yang terkait dengan organisasinya.



3. Customer fraud (kecurangan pelanggan) Kecurangan yang dilakukan oleh konsumen/pelanggan, kontraktor/konsultan terhadap satuan kerja proyek.



misalnya



kecurangan



oleh



pihak



4. E-commerce fraud (kecurangan melalui internet) Kecurangan yang dilakukan akibat adanya transaksi melalui internet, misalnya sistem jual beli online yang menjual barang tidak sesuai dengan apa yang dipromosikan.



C. Faktor Penyebab Terjadinya Fraud 1. Tekanan Tekanan adalah situasi dimana seseorang meyakini bahwa mereka merasa perlu untuk melakukanFraud. Tekanan ini misalnya karena kondisi kesulitan ekonomi seorang karyawan yang mendorong karyawan melakukan fraud. Faktor kesejahteraan karyawan harus menjadi perhatian penting dari manajemen untuk mengikis dorongan atau motivasi karyawan untuk melakukan fraud. Memang tidak ada jaminan bahwa seorang pekerja yang sejahtera tidak akan melakukan tindak kecurangan, namun diharapkan dengan adanya kesejahteraan yang diberikan pihak manajemen kepada para karyawannya akan meningkatkan motivasi mereka untuk memberikan hasil terbaik bagi perusahaan. 2. Peluang Peluang adalah situasi dimana seseorang meyakini bahwa adanya kesempatan atau kondisi yang menjanjikan keuntungan jika melakukan tindakan kecurangan dan tidak akan terdeteksi oleh korban. Peluang dapat mendorong kemungkinan seorang karyawan melakukan fraud bahkan disaat karyawan tersebut tidak memiliki tekanan sama sekali. Karna pada prinsipnya, kejahatan terjadi tidak hanya karena niat dari pelakunya, akan tetapi karena adanya peluang dan kesempatan untuk melakukan kejahatan tersebut. Sitem kerja, mekanisme kerja yang longgar, bahkan hubungan kekeluargaan yang sangat akrab dalam satu perusahaan dapat mendorong karyawan untuk berpikir bahwa ada peluang untuk melakukan kecurangan tanpa terdeteksi oleh pihak manajemen. Seringkali yang melakukan kecurangan adalah karyawan yang paling dipercaya dan bekerja paling lama di perusahaan tersebut. Hal ini dikarenakan mereka telah mengetahui alur kerja perusahan dan celah-celah yang kemungkinan bisa dimanfaatkan untuk melakukan



kecurangan. Penipuan yang jarang terbongkar merupakan penipuan yang dilakukan oleh orang yang paling kita percaya. 3. Rasionalisasi Rasionalisasi adalah suatu bentuk pemikiran yang menjadikan seseorang melakukan fraud merasa bahwa sikap curang tersebut dapat diterima. Hal yang seperti ini dapat terjadi jika tidak adanya penegakan hukum yang tegas atau terjadi pembiaran dalam melakukan fraud.



D. Langkah Pencegahan Fraud Fraud harus dapat dikontrol dan dijaga, sehingga tidak semakin berkembang dan merugikan organisasi atau perusahaan tersebut. Berikut adalah beberapa langkah pencegahan fraud: 1. Know your customer & know your employee Fraud sangat mungkin dilakukan atas adanya kerjasama pelanggan dan karyawan. Karena hal itu, sangat penting bagi perusahaan untuk menerapkan kebijakan “know your customer & know your employee”. Hal ini dapat dilakukan dengan memiliki database profil pelanggan dan karyawan dengan selengkaplengkapnya dan melakukan crosscheck. Dengan demikian, kita lebih bisa mengetahui siapa pekerja dan pelanggan kita. 2. Melakukan mutasi dan rotasi karyawan Potensi kecurangan yang dilakukan oleh karyawan yang sudah terlalu lama berada dalam satu unit kerja tertentu dapat dikatakan relatif tinggi. Hal ini bisa terjadi karena karyawan yang sudah lama tersebut memiliki pengetahuan terhadap pola kerja, sistem kerja dan celah-celah dari kebijakan dan sistem yang diterapkan. Ditambah lagi kebiasaan para junior (karyawan baru) yang tidak berani untuk menegur para senior yang melakukan kecurangan. Atas dasar inilah, diperlukan adanya mutasi dan rotasi karyawan dalam suatu perusahaan. 3. Memberikan reward & punishment yang tegas Jika reward dan punishment tidak diterapkan dengan tegas, potensi terjadinya kecurangan akan cukup besar. Jika reward tidak secara adil diterapkan maka akan mendorong karyawan menjadi demotivasi dan akan melakukan sejumlah pembenaran untuk melakukan kecurangan. Dan jikapunishment tidak diberikan secara tegas, maka akan mendorong pembenaran bagi yang lain untuk melakukan kecurangan. 4. Menjamin kesejahteraan bagi setiap karyawan Motivasi untuk bekerja dengan baik dan jujur selalu berasal dari imbalan yang setimpal. Oleh itu, perusahaan dituntut untuk memberikan upah/gaji yang distandarkan pemerintah bahkan diatas standar tersebut. Dengan demikian, diharapkan akan menciptakan suasana kerja yang jujur dan kondusif dan meminimalisir celah kecurangan. 5. Meningkatkan pengendalian intern perusahaan.



Agar tidak dicurangi oleh para karyawan, perusahaan harus mengendalikan total keseluruhan dalaman perusahaan. Mulai dari siapa yang bekerja dan siapa yang memberikan pekerjaan. Penegakan aturan dan kondisi karyawan harus selalu diperhatikan.



E. Hukum Tentang Fraud Di Idonesia, hukum tentang penipuan diatur dalam pasal 378 KUHP yang merumuskan sebagai berikut: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat maupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diacam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”. Sedangkan, jika dijerat menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), maka pasal yang dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 miliar (Pasal 45 ayat (2) UU ITE). Lebih jauh, simak artikel Pasal Untuk Menjerat Pelaku Penipuan Dalam Jual Beli Online. Untuk pembuktiannya, APH bisa menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, di samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bunyi Pasal 5 UU ITE: (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Sebagai catatan, beberapa negara maju mengkategorikan secara terpisah delik penipuan yang dilakukan secara online (computer related fraud) dalam ketentuan khusus cyber crime. Sedangkan di Indonesia, UU ITE yang ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “Penipuan”. Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini bersifat general/umum dengan titik berat perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada “kerugian” yang diakibatkan perbuatan tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan konsumen. Perbedaan prinsipnya dengan delik penipuan pada KUHP adalah unsur “menguntungkan diri sendiri” dalam Pasal 378 KUHP tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan konsekuensi hukum bahwa diuntungkan atau tidaknya pelaku penipuan, tidak menghapus unsur pidana atas perbuatan tersebut dengan ketentuan perbuatan tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi orang lain.



F. Kesimpulan Fraud merupakan suatu tindakan penipuan/kecurangan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi/kelompok dengan cara merugikan orang lain/kelompok lain. Lahirnya tindakan kecurangan dalam dunia kerja sering diakibatkan oleh tekanan, kesempatan dan penegakan hukum yang tidak tegas. Tindakan fraud dapat dihindari dengan beberapa langkah yang salah satunya adalah dengan menegakkan hukum secara tegas dan pengawasan intern dalam suatu organisasi/perusahaan terkait. Hukum yang mengatur masalah penipuan di Indonesia tertuang dalam pasal 378 KUHP dan dikeembangkan untuk bentuk penipuan secara elektronik dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)



“Dikutip dari berbagai sumber”



KECURANGAN DALAM BERBISNIS ETIKA BISNIS Wira Aji Respati 4EA17 19213337 Teori Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban dan aspek teknik. Apabila keempat asepk tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan



f.



Kecurangan (Fraud) sebagai suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana,fraud adalah penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong, menipu, menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan disini adalah merubah asset/kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak wajar untuk kepentingan dirinya. Fraud dapat dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari luar perusahaan. Fraud umumnya dilakukan oleh orang dalam perusahaan (internal fraud) yang mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan. Yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) sangat luas dan ini dapat dilihat pada butir mengenai kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan (keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah: a. Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation) b. dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present) c. fakta bersifat material (material fact) d. dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly) e. dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi. Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation) g. yang merugikannya (detriment). Pada umunya tujuan didirikannya bisnis atau perusahaan bukan sekedar keuntungan oriented semata, tetapi secara keseluruhan tujuan didirikannya perusahaan mencakup : 1. Keuntungan 2. Pengadaan barang atau jasa 3. Kesejahteraan pemilik faktor produksi serta masyarakat 4. Full employment 5. Eksistensi perusahaan dalam jangka panjang 6. Perkembangan atau pertumbuhan 7. Prestise serta prestasi Fungsi etika bisnis diantaranya adalah dapat mengurangi dana yang diakibatkan dari pencegahan yang kemungkinan terjadinya friksi atau perpecahan, baik dari intern perusahaan itu sendiri maupun ekstern. Selain itu, dalam penerapan etika bisnis ini juga berfungsi untuk membangkitkan motivasi pekerja agar terus meningkat, melindungi prinsip dalam kebebasan berdagang atau berniaga, serta dapat meciptakan keunggulan dalam bersaing. ANALISIS :



Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu? Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab. Lain halnya pendapat para kritikus pada pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu. Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu. Kita mengetahui bahwa Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orangorang yang ada di dalam organisasi. Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran perusahaan besarpun berani untuk mmengambil tindakan kecurangan untuk menekan biaya produksi produk. Mereka hanya untuk mendapatkan laba yang besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya . dalam kasus HIT sengaja menambahkan zat diklorvos untuk membunuh serangga padahal bila dilihat dari segi kesehatan manusia, zat tersebut bila dihisap oleh saluran pernafasan dapat menimbulkan kanker hati dan lambung.



Dan walaupun perusahaan sudah meminta maaf dan juga mengganti barang dengan memproduksi barang baru yang tidak mengandung zat berbahaya tapi seharusnya perusahaan jugamemikirkan efek buruk apa saja yang akan konsumen rasakan bila dalam penggunaan jangka panjang. Sebagai produsen memberikan kualitas produk yang baik dan aman bagi kesehatan konsumen selain memberikan harga yang murah yang dapat bersaing dengan produk sejenis lainnya. Penyelesaian Masalah yang dilakukan PT.Megasari Makmur dan Tindakan Pemerintah Pihak produsen (PT. Megasari Makmur) menyanggupi untuk menarik semua produk HIT yang telah dipasarkan dan mengajukan izin baru untuk memproduksi produk HIT Aerosol Baru dengan formula yang telah disempurnakan, bebas dari bahan kimia berbahaya. HIT Aerosol Baru telah lolos uji dan mendapatkan izin dari Pemerintah. Pada tanggal 08 September 2006 Departemen Pertanian dengan menyatakan produk HIT Aerosol Baru dapat diproduksi dan digunakan untuk rumah tangga (N0. RI. 2543/9-2006/S).Sementara itu pada tanggal 22 September 2006 Departemen Kesehatan juga mengeluarkan izin yang menyetujui pendistribusiannya dan penjualannya di seluruh Indonesia. Sumber : http://nildatartilla.wordpress.com/2013/02/09/contoh-kasus-pelanggaran-etikabisnis-oleh-pt-megasari-makmur/



PELANGGARAN ETIKA BISNIS DAN KECURANGANKECURANGAN DALAM BISNIS Posted: March 3, 2014 in Uncategorized



0 1.ETIKA BISNIS



Etika bisnis merupakan refleksi dari moralitas dalam berbisnis. Hal ini meliputi baik dan buruk, terpuji dan tercela, boleh dan tidak dilakukan dari perilaku manusia dalam berbisnis. Selama perusahan memiliki produk yang berkualitas dan berguna bagi masyarakat serta dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumber daya manusia



dan lain sebagainya, tapi tidak mempunyai etika dalam berbisnis maka kekurangan ini akan menjadi bom waktu yang sangat merugikan bagi perusahaan tersebut.



Bisnis merupakan suatu unsur mutlak perlu dalam masyarakat modern. Disisi lain bisnis merupakan fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.



Menurut Joel G. Siegel dan J.K. Shim fraud (kecurangan) adalah untuk merupakan tindakan yang disengaja oleh perorangan atau kesatuan untuk menipu orang lain dan menyebabkan kerugian. Khususnya terjadi (misrepresentation) penyajian yang keliru untuk merusak, dengan maksud menahan data bahan yang diperlukan untuk pelaksaanaan keputusan terdahulu Jadi dapat disimpulkan fraud (kecurangan) merupakan sesuatu yang disebabkan oleh keinginan seseorang yang teraplikasi dalam bentuk perilakunya untuk melakukan suatu tindakan yang menyalahi aturan. Hubungan antara etika bisnis dan fraud (kecurangan) bahwa segala sesuatu tindakan yang menyalahi aturan dan dikategorikan sebagai pelanggaran etika (ramdharetta, 2013).



Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah : 1.Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil. 2.Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain). 3.Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masingmasing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya. 4.Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif. 5.Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.



Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana perusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya memiliki kekuatan yang lebih terutama mengenai bidang SDM, Manajemen, Modal dan Teknologi. Ada mitos bahwa bisnis dan moral tidak ada hubungan. Bisnis tidak dapat dinilai dengan nilai etika karena kegiatan pelaku bisnis, adalah melakukan sebaik mungkin kegiatan untuk memperoleh keuntungan. Sehingga yang menjadi pusat pemikiran mereka adalah bagaimana memproduksi, memasarkan atau membeli barang dengan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Perilaku bisnis sebagai suatu bentuk persaingan akan berusaha dengan berbagai bentuk cara dan pemanfaatan peluang untuk memperoleh keuntungan.



2. ETIKA SECARA UMUM







· Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk







· Tidak memicu konflik SARA







· Tidak mengandung pornografi







· Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.







· Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.







· Tidak plagiat. 3. ETIKA PARIWARA INDONESIA (EPI) (Disepakati Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI, antara lain :



Tata Krama Isi Iklan



1. Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.



2. Bahasa:



(a) Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.



(b) Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“.



(c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.



(d) Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.



3. Tanda Asteris (*) : Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.



4. Penggunaan Kata “Satu-satunya” : Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.



5. Pemakaian Kata “Gratis” : Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.



6. Pencantum Harga : Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.



7. Garansi : Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.



8. Janji Pengembalian Uang (warranty) :



(a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang.



(b) Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.



9. Rasa Takut dan Takhayul : Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.



10. Kekerasan : Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.



11. Keselamatan : Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.



12. Perlindungan Hak-hak Pribadi : Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.



13. Hiperbolisasi : Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.



14. Waktu Tenggang (elapse time ): Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.



15. Penampilan Pangan :



Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.



16. Penampilan Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitamputih. (d) Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.



17. Kesaksian Konsumen (testimony) : (a) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.(b)



Kesaksian konsumen harus



merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebihlebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut. (d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa. 18. Anjuran (endorsement) : (a) Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.



19. Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. (b) Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.



20. Perbandingan Harga : Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.



21. Merendahkan : Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.



22. Peniruan : (a) Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b) Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.



23. Istilah Ilmiah dan Statistik : Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.



24. Ketiadaan Produk : Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.



25. Ketaktersediaan Hadiah : Iklan



tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih



ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama. 26. Pornografi dan Pornoaksi : Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.



27. Khalayak Anak-anak : (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “Bimbingan Orang tua” atau simbol yang bermakna sama