Makalah Fraktur KMB III Kel 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“MAKALAH FRAKTUR”



Nama Kelompok 1 : 1. Meri



(193210019)



2. Eka Amelia (193210012) 3. Moh.Iqbal



(193210022)



PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG 2021/2022



KATA PENGATAR Assalamualaikumwr.wb. Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas tentang “Gangguan Fraktur” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kami. Dengan dibuatnya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu, kami juga berharap untuk para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita. Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terbatas, sehingga saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk khalayak masyarakat maupun bagi kami pribadi. Wassalamu’alaikum.wr.wb.



Jombang, 03 Oktober 2021



Penyusun



DAFTAR ISI Cover KATA PENGATAR.................................................................................................................i DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1 1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1 1.2 Tujuan......................................................................................................................2 1.3 Rumusan Masalah....................................................................................................3 BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................................4 2.1 Definisi.....................................................................................................................4 2.2 Klasifikasi..................................................................................................................4 2.3 Etiologi.....................................................................................................................7 2.4 Manifestasi Klinis......................................................................................................9 2.5 Patofisiologi............................................................................................................10 2.6 PATHWAY...............................................................................................................11 2.7 Pemeriksaan Diagnostik.........................................................................................12 2.8 Penatalaksanaan....................................................................................................12 2.9 Komplikasi..............................................................................................................20 BAB III PENUTUP..............................................................................................................21 3.1 Kesimpulan.............................................................................................................21 3.2 Saran......................................................................................................................21 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................22



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2014). Dikehidupan sehari hari yang semakin padat dengan aktifitas masingmasing manusia dan untuk mengejar perkembangan zaman, manusia tidak akan lepas dari fungsi normal musculoskeletal terutama tulang yang menjadi alat gerak utama bagi manusia, tulang membentuk rangka penujang dan pelindung bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya otototot yang menggerakan kerangka tubuh,. namun dari ulah manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat terganggu karena mengalami fraktur. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Mansjoer, 2015). Fraktur Cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian pergelangan kaki. Pada beberapa rumah sakit kejadien fraktur cruris biasanya banyak terjadi oleh karena itu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan trauma musculoskeletal pada fraktur cruris akan semakin besar sehingga di perlukan pengetahuan mengenai anatomi, fisiologi, dan patofisiologi tulang normal dan kelainan yang terjadi pada pasien dengan fraktur cruris (Depkes RI, 2015). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas



1



2



bawah sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi. 2 Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada tulang. Penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi factor lain seperti proses degeneratif dan osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur (Depkes RI, 2011). Kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja merupakan suatu keadaan yang tidak di inginkan yang terjadi pada semua usia dan secara mendadak. Angka kejadian kecelakaan lalu lintas di kota Semarang sepanjang tahun 2011 mencapai 217 kasus, dengan korban meninggal 28 orang, luka berat 40 orang, dan luka ringan sejumlah 480 orang ( Polda Jateng, 2011). Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor patologik,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur akan bertambah dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler nekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed union, non union atau bahkan perdarahan (Price, 2015). Berbagai tindakan bisa dilakukan di antaranya rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Meskipun demikian masalah pasien fraktur tidak bisa berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah atau post operasi. Fenomena yang ada di rumah sakit menunjukan bahwa pasien di rumah sakit mengalami berbagai masalah keperawatan diantaranya nyeri, kerusakan mobilitas, resiko infeksi, cemas, bahkan gangguan dalam beribadah. Masalah tersebut harus di antisipasi dan di atasi agar tidak terjadi komplikasi. Peran perawat sangat penting dalam perawatan pasien pre dan post operasi terutama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. 1.2 Tujuan 1. Jelaskan definisi Fraktur! 2. Sebutkan klasifikasi Fraktur!



3



3. Sebutkan etiologi Fraktur! 4. Jelaskan manifestasi klinis Fraktur! 5. Sebutkan patofisilogi Fraktur! 6. Sebutkan patway Fraktur! 7. Sebutkan pemeriksaan diagnostik Fraktur! 8. Bagiamana penatalaksanaan pada Fraktur? 9. Bagaimana komplikasi Fraktur 1.3 Rumusan Masalah 1. Mengetahui definisi Fraktur 2. Mengetahui klasifikasi Fraktur 3. Mengetahui etiologi Fraktur 4. Mengetahui manifestasi klinis Fraktur



5. Mengetahui patofisiologi Fraktur 6. Mengetahui patway Fraktur 7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Fraktur 8. Mengetahui penatalaksanaan pada Fraktur 9. Mengetahui komplikasi pada fraktur



1



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menetukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada beberapa keadaan trauma muskuloskeletal, fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal ini terjadi apabila di samping kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan tulang disertai pula fraktur persendian tersebut. 2.2 Klasifikasi Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi jenis, klasifikasi klinis, dan klasifikasi radiologis. 1. Klasifikasi penyebab a. Fraktur traumatik Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur. b. Fraktur patologis Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunan densitas.



2



3



Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis. c. Fraktur stress Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu. 2. Klasifikasi jenis



1



2



3



4



6



a. Fraktur tetutup b. Fraktur terbuka c. Fraktur kompresi d. Fraktur stress e. Fraktur avulasi f. Greenstick fracture (fraktur lentur atau salah satu tulang patah sedang sisi lainnya membengkok) g. Fraktur transversal h. Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen) i. Fraktur impaksi (sebagaian fragmen tulang masuk ke dalam tulang lainnya). 3. Klasifikasi klinis Manifestasi dari kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Klinis yang didapatkan akan memberikan gambaran pada kelainan tulang. Secara umum keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:



4



a. Fraktur tertutup (close fracture) Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. b. Fraktur terbuka (open fracture) Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam (from witbin) atau dari luar (from without). c. Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union, non-union, serta infeksi tulang 4. Klasifikasi radiologis Klasifikasi fraktur berdasarkan penilaian radiologis yaitu penilaian lokalisasi/letak fraktur meliputi : diafisial, metafisial, intraartikular, dan fraktur dengan dislokasi. Estimasi penilaian pada konfigurasi atau sudut patah dari suatu fraktur dapat dibedakan. Jenis Fraktur transversal



Deskripsi Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya



Fraktur kuminutatif



dikontrol dengan bidai gips. Serpihan-serpihan atau terputusnya



keutuhan



jaringan di mana terdapat lebih dari dua fragmen Fraktur oblik



tulang Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit



Fraktur segmental



diperbaiki. Dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari



5



suplai



darahnya.



Fraktur



semacam



inisulit



ditangani. Biasanya, satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh dan Fraktur impaksi



mungkin memerlukan pengobatan secara bedah. Fraktur impaksi atau kompresi. Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang yang berada di antaranya, seperti satu vertebra ini dapat didiagnosis dengan radiogram, pandangan lateral dari tulang punggung menunjukkan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada



Fraktur spiral



satu atau beberapa vertebra. Timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur ini khas pada cedera terputar sampai tulang patah. Yang menarik adalah bahwa jenis fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.



2.3 Etiologi Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor. Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2013)



6



Menurut Carpenito (2000:47) adapun penyebab fraktur antara lain: 1. Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2. Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. 3. Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.



7



Menurut (Doenges, 2000:627) adapunpenyebab fraktur antara lain: 1. Trauma Langsung Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur 2. Trauma Tak Langsung Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian kekerasan. 3. Fraktur Patologik Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan metabolik). 2.4 Manifestasi Klinis a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untung meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tegap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas normal. Ekstermitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. c) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya kontraksi otot yang melekan diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain 2.5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).



8



d) Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat). e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Tidak semua tanda gejala fraktur tersebut terjadi pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada fraktur linear fisur atau fraktur impikasi (permukaan patahan tulang pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluh mengalami cedera pada daerah tersebut. (Bunner & Shuddarth) f) Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan kerusakan saraf. Denyut nadi dibagian distal fraktur harus utuh dan sama dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadi disebelah distal dapat menandakan sindrom kompartemen walaupun adanya denyut nadi tidak menyingkirkan gengguan ini. (Corwin) 2.5 Patofisiologi ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosteum serta pembuluh darah di dalam korteks, sumsum tulang, dan jaringan lunak di sekitarnya akan mengalami disrupsi. Hematoma akan terbentuk di antara kedua ujung patahan tulang serta di bawah peroisteum, dan akhirnya jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut. Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang menyebabkan sel sel dari jaringan lunak di sekitarnya serta dari rongga sumsum tulang akan menginvasi darah fraktur dan aliran darah ke seluruh tulang akan mengalami peningkatan, sel sel osteoblast di dalam peroisteum, endosteum, dan sumsum tulang akan memproduksi osteoid (tulang muda dari jaringan kolagen yang belum mengalami klasifikasi, yang juga disebut



9



kalus). Osteoid ini akan mengeras di sepanjang permukaan luar korpus tulang dan pada kedua ujung patahan tulang. Sel sel osteoklast mereabsorbsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel sel osteoblast membangun kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi menjadi osteosit (sel sel tulang yang matur). 2.6 PATHWAY Trauma langsung



Trauma tidak langsung



Akibat tarikan otot



Fraktur Pergeseran fragmen tulang



Diskontinuitas tulang



Deformitas Pergeseran fragmen tulang



Gg. Fungsi ekstremitas



Hambatan mobilitas fisik



Spasme otot Peningkatan tekanan kapiler Pelepasan histamin Protein plasma hilang Edema



Laserasi kulit



Putus vena/arteri Laserasi kulit



Putus vena/arteri Laserasi kulit



Nyeri Akut



Kerusakan fragmen tulang



Perubahan jaringan sekitar



Pergeseran fragmen tulang



Trauma langsung



Penekanan pembuluh darah



Kerusakan integritas kulit Resiko infeksi



Tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari kapiler Melepaskan katekolamin Metabolisme asam laktat Bergabung dengan trombosit Emboli Menyumbat pembuluh darah



Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer



10



perdarahan Laserasi kulit



Kehilangan volume Resikocairan syok (hipovolemi) Laserasi kulitkulit Laserasi



2.7 Pemeriksaan Diagnostik Diagnosis fraktur ditegakan berdasarkan: 1. Riwayat cedera traumatik dan hasil pemeriksaan fisik, termasuk palpasi secara perlahan-lahan dan upaya pasien yang dilakukan dengan hati hati untuk menggerakan bagian tubuhnya disebelah distal lokasi cedera. 2. Foto rongten bagian tubuh yang dicurigai mengalami fraktur dan sendi di atas serta di bawah tempat fraktur (untuk memastikan diagnosis); sesudah reposisi dilakukan, untuk memastikan kelurusan atau alignment tulang. (Kowalak, 2012) Pemeriksaan penunjang 1. X-ray: menentukan lokasi/ luasnya fraktur 2. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler 4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan leukosit sebagai respon terhadapp peradangan 5. Kretinin : trauma otot meningkat beban kretinin untuk klirens ginjal 6. Profil koalgulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati. (Apley, A. Graham, 1995. Nurarif, Aminhuda, 2016) 2.8 Penatalaksanaan



11



1. Penatalaksanaan Kedaruratan Bila dicurigai adannya fraktur, penting untuk melakukan imobilisasi bagian tubuh segera sebelum klien dipindahkan bila klien mengalami cedera, sebelum dapat pembidaian, ekstermitas harus disangga diatas sampai dibawah tempat patahan untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri yang terjadi karena fraktur sangat berat dapat dikurangi dengan menghindari fragmen tulang daerah yang cedera diimbolisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, dan kemudian dibebat dengan kencang namun tetap harus memperhatikan nadi perifer. Imbolisasi tulang panjang ekstermitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ekstermitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstermitas yang cedera. Luka ditutup dengan pembalut steril (bersih) untuk mencegah kontaminasi jaringan lebih dalam pada luka terbuka. Jangan sekali-kali menggunakan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka atau menembus kulit. Evaluasi klien dengan lengkap. Pakaian dilepas dengan lembut, diawali dibagian tubuh yangs sehat dan dilanjutkan pada sisi yang cedera. Pakaian mungkin harus dipotong pada sisi yang cedera. Ekstermitas sebisa mungkin jangan sampai digerakan untuk mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Pertolongan pertama pada penderita patah tulang diluar rumah sakit adalah sebagai berikut. 1. Jalan napas Bila penderita tak sadar, jalan napas dapat tersumbat karena lidahnya sendiri yang jatuh kedalam faring, sehingga menutup jalan napas atau



12



adanya sumbatan lendir, darah, muntahan atau benda asing. Untuk mengatasi keadaan ini, penderita dimiringkan sampai tengkurap. Rahang dan lidah ditarik ke depan dan bersihkan faring dengan jari-jari. 2. Perdarahan pada luka Cara yang paling efektif dan paling aman adalah dengan meletakan kain yang bersih (kalau bisa steril) yang cukup tebal dan dilakukan penekanan dengan tangan atau dibalut dengan verban yang cukup menekan. Torniket sendiri mempunyai kelemahan dan bahaya. Kalau dipasang terlalu kendur menyebabkan perdarahan vena berlebihan. Kalau dipasang terlalu kuat dan terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan syaraf dan pembuluh darah. Dalam melakukan penekanan atau pembebatan pada daerah yang mengalami perdarahan, harus diperhatikan denyurt nadi perifer, serta pengisian kapiler untuk mencegah terjadinya kematia jaringan. 3. Syok Pada suatu kecelakaan kebanyakan soyk yang terjadi adalah syok hemoragik. Syok bisa terjadi bila orang kehilangan darahnya 30% dari volume darahnya. Pada fraktur femur tertutup orang dapat kehilangan darah 10000-1500 cc. Empat tanda syok yang dapat terjadi setelah trauma adalah sebagai berikut. a. Denyut nadi lebih dari 100 x/menit. b. Tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg. c. Wajah dan kuku menjadi pucat atau sianotik. d. Kulit tangan dan kaki dingin. Gejala-gejala lain dapat berupa sakit (bukan gejala yang dominan), otot-otot menjadi lunak, timbul rasa haus, pernafasan menjadi cepat dan dalam, serta kesadaran normal, apatis atau koma. Paling baik untuk mengatasi syok karena perdarahan adalah diberikan darah (transfuse darah), sedangkan cairan lainya seperti plasma, dextran,



13



dan lain-lain kurang tepat larena tidak ada sel darah yang sangat diperlukan untuk transportasi oksigen. 4. Fraktur dan dislokasi Fraktur dan dislokasi dari anggota gerak harus dilakukan imobilisasi sebelum penderita dibawa kerumah sakit. Guna bidai selain untuk imobilisasi atau mengurangi sakit, juga untuk mencegah kerusakan jaringan lunak yang lebih parah. Pada fraktur/dislokasi servikal dapat dipergunakan gulungan kain tebal atau bantalan pasir yang diletakan disebelah kanan dan kiri kepala. Pada tulang belakang cukup diletakkan di alas keras. Fraktur/ dislokasi didaerah bahu atau lengan atas cukup diberikan sling (mitella). Untuk lengan bawah dapat dipakai papan dan bantalan kapas. Fraktur femur atau dislokasi sendi panggul dapat dipakai Thomas splint atau papan panjang dipasang yang dari aksila papan ditambah bantalan kapas dari pangkal paha sampai pedis. Untuk trauma di daerah pedis dapat dipakai bantalan pedis. 2. Prinsip penanganan fraktur Prinsip



penanganan



pengembalian



fungsi



fraktur serta



meliputi



kekuatan



reduksi,



normal



imobilisasi,



dengan



dan



rehabilitasi.



(smeltzer,2002). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya. Pada



kebanyakan



kasus,



reduksi



tertutup



dilakukan



dengan



mengembalikan fragmen tulang ke posissinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.



14



Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimbolisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imbolisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna datau eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna. Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan



mempertahankan



reduksi



dan



imbolisasi.



Panntau



status



neurovaskuler, latihan isometric, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. 3. Empat (R) pada Fraktur Istilah empat R pada fraktur disampaikan oleh Price (1995), yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Rekognisi menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian dirumah sakit, Riwayat kecelakaan , derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan, dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri, menentukan apakah ada kemungkinan fraktur dan apakah perlu dilakukan pemeriksaan spesifiik untuk mencari adanya fraktur. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. Fraktur tertutup pada tulang panjang sering ditangani dengan reduksi tertutup. Untuk evaluasi awal biasanya dapat dilaksanakan pemasangan bidai – gips dan untuk mengurangi nyeri selama tindakan, klien dapat diberi narkotika intravena sedatif atau blok syaraf local. Retensi, sebagai aturan



15



umum, maka gips yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan dibawah fraktur. Bila kedua sendi posisinya membentuk sudut longitudinal tulang patah, maka koreksi angulasi dan oposisi dapat dipertahankan, sekaligus mencegah perubahan letak rotasional. 4. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan segera. Penundaan waktu dalam memberikan pertolongan akan mengakibatkan komplikasi infeksi karena adanya pemaparan dari lingkungan luar. Waktu yang optimal untuk melaksanakan tindakan sebelum 6-7 jam sejak kecelakaan, disebut golden period. Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat (Pusponegoro A.D., 2007), yaitu: Derajat 1 : Terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini didapat dari tusukan fragmen – fragmen tulang dari dalam. Derajat 2 : Luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit subkutis. Kadang – kadang ditemukan adanya benda – benda asing disekitar luka. Derajat 3 : Luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat 2. Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot – otot saraf tepi. Pada luka derajat 1 biasanya tidak mengalami kerusakan kulit, sehingga penutupan kulit dapat ditutup secara primer. Namun pada derajat 2, luka lebih besar dan bila dipaksakan menutup luka secara primer akan terjadi tegangan kulit. Hal ini akan menggangu sirkulasi bagian distal. Sebaiknya luka diberikan terbuka dan luka ditutup setelah 5 – 6 hari (delayed primary suture). Unutk fiksasi tulang karena derajat 2 dan 3 paling baik menggunakan fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna yang paling sering dipakai



16



adalah Judet, Roger Anderson,dan Methyl Methacrylate. Pemakaian gips masih dapat diterima, bila peralatan tidak ada. Namun, kelemahan pemakaian gips adalah perawatan yang lebih sulit. Salah satu tindakan untuk fraktur terbuka yaitu dilakukan debridement. Debridemen bertujuan untuk membuat keadaan luka yang kotor menjadi bersih, sehingga secara teroritis fraktur tersebut dapat dianggap fraktur tertutup. Namun secara praktis hal tersebut tidak pernah tercapai. Tindakan debridement dilakukan dalam anastesi umum dan selalu harus disertai dalam pencucian luka dengan air steril/ NaCl yang mengalir. Pencucian ini memegang peranan penting untuk membersihkan kotoran – kotoran yang menempal pada tulang. Pada fraktur terbuka tidak boleh dipasang torniket, hal ini penting untuk menentukan batas jaringan yang vital dan nekrotik. Daerah luka dicukur rambutnya, dicuci dengan deterjen yang lunak (missal Physohex), sabun biasa dengan sikat lamanya kira – kira 10 menit, dan dicuci dengan air mengalir. Dengan siraman air mengalir diharapkan dapat terangkat mengikuti aliran air. Tindakan pembedahan berupa eksisi pinggir luka, kulit, subkutis, fasia, dan pada otot – otot nekrosis yang kotor. Fragmen tulang yang kecil dan tidak mempengaruhi stablitas tulang dibuang. Fragmen yang cukup besar tetap dipertahankan. 5. Perawatan Pasien Fraktur Tertutup Pasien dengan fraktur tertutup (sederhana) harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengambilan kekuatan penuh dan mobilitas mungkin memerlukan sampai berbulan – bulan. Pasie diajari bagaimana mengontrol pembengkakan dan nyeri sehubungan dengan fraktur dan trauma jaringan lunak. Mereka didorong untuk aktif dalam batas imobilisasi fraktur. Tirah baring diusahakan



seminimal



mungkin.



Latihan



segara



dimulai



untuk



17



mempertahankan kesehatan otot yang sehat dan untuk meningkatkan kekuatan otot yang diperlukan untuk pemindahan dan untuk menggunakan alat bantu (mis. Tongkat, walker). Pasien diajari mengenai bagaimana menggunakan alat tersebut dengan aman. Perencanaan dilakukan untuk membantu pasien menyesuaikan lingkungan rumahnya sesuai kebutuhan dan bantuan keamanan pribadi, bila perlu. Pengajaran pasien meliputi perawatan diri, informasi obat – obatan. Pemantauan kemungkinan potensial masalah, dan perlunya melanjutkan supervise perawatan kesehatatan.



2.9 Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi: 1. Deformitas dan disfungsi permanen jika tulang yang fraktur tidak bisa sembuh (nonunion) atau mengalami kesembuhan yang tidak sempurna (malunion) 2. Nekrosis aseptik (bukan disebabkan oleh infeksi)pada segmen tulang akibat gangguan sirkulasi 3. Syok hipovolemik akibat kerusakan pembuluh darah (khususnya pada fraktur tulang femur) 4. Sindrom kompartemen. 5. Batu ginjal akibat deklasifikasi yang disebabkan oleh immobilisasi yang lama 6. Emboli lemak akibat disrupsi sumsum tulang atau aktivitas sistem saraf simpatik pascatrauma (yang dapat menimbulkan disstres pernafasan atau sistem saraf pusat) (Kowalak, 2012)



18



19



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2011) atau setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2011). Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat diantaranya: kolum femoris, trokhanter, batang femur, suprakondiler, kondiler, kaput. (Watson,2012). Fraktur panggul adalah fraktur salah satu bagian dari trauma multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul.(Hoppenfeld & Murthy, 2013). 3.2 Saran Patah tulang bisa terjadi pada siapa saja. Patah tulang juga dapat menganggu aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, penulis meghimbau bagi semua para pembaca agar rawat dan jaga tulang kita. Kita bisa membiarkan tubuh untuk bergerak bebas serta melakukan fungsi didalam tubuh.



DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J. 2012. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3 Revisi. Jakarta. EGC. Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif, dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. Nurarif, Amin Huda. NANDA NIC NOC. 2015 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis, Edisi Revisi. Jakarta. EGC.



21