Makalah Fraud Dan Korupsi - Kelompok 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AUDIT INVESTIGASI DAN AKUNTANSI FORENSIK “FRAUD DAN KORUPSI”



OLEH : FETRILIA VIOLANDA RATNA PUTRI NILAM KUSUMA YAYA FADIAH



A1C016 A1C017132 A1C017162



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MATARAM 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Fraud dan Korupsi. Kami berterima kasih kepada Dosen mata kuliah Audit Investigasi & Akuntansi Forensik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNRAM yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Fraud dan Korupsi . Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.



Mataram, Maret 2020



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................................i DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1 A. Latar Belakang ............................................................................................................1 B. Rumusan Masalah........................................................................................................2 C. Tujuan...........................................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3 A. Fraud Dalam Perundangan Kita.................................................................................... 3 B. Fraud Dalam KUHP...................................................................................................... 3 C. Fraud Tree..................................................................................................................... 4 D. Akuntansi Forensik Dan Jenis Fraud............................................................................ 5 E. Apakah Manfaat Dari Fraud Tree................................................................................. 6 F. Fraud Triangle............................................................................................................... 6 G. Pertanyaan-Pertanyaaan Tentang Korupsi.................................................................... 7 H. Korupsi Tinjauan Sosiologis...................................................................................... 10 I. Korupsi Tinjauan Sosiologis Menurut Aditjondro..................................................... 11 BAB III PENUTUP............................................................................................................... 12 KESIMPULAN...................................................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 13



ii



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didalam suatu perusahan pasti terdapat bagian bagian perusahaan, bagian bagian ini dibedakan dengan devisi. Semakin banyaknya devisi didalam perusahaan, maka semakin besar prosentasi terdapat kecurangan, baik didalam devisi itu sendiri atau dengan devisi lain bahkan antar perusahaan. Secara umum kita mengetahui bahwa “Management is responsible for establishing, Maintaining and monitoring a well-balanced control environment in the Corporation". Mungkin banyak diantara kita sudah mengetahui bahwa pada Februari 1997, ASB (Auditing Standards Board) mengeluarkan Statement on Auditing Standards (SAS) Nomor 82 yang berjudul Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. Guna mengklarifikasi tanggung jawab auditor dalam mendeteksi dan melaporkan kecurangan (fraud) yang terjadi dalam laporan keuangan. Kongkritnya tampak pada kalimat berikut ini: Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Kata kuncinya adalah keyakinan memadai. Tingkat keyakinan ini jelas subjektif sifatnya namun apakah yang dimaksud dengan Fraud itu pada tingkat minimal tertentu haruslah merupakan kesepakatan bersama. Berikut ini adalah sedikit gambaran tentang Fraud. Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Korupsi di Indonesia merupakan suatu hal yang banyak menarik perhatian baik media, masyarakat, akademisi sampai praktisi. Hampir di setiap lini pemerintahan selalu diwarnai dengan korupsi. Korupsi menjelma menjadi budaya dan menjadi praktek yang dilakukan secara bersama-sama. Beruntung negeri ini memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberantas Korupsi. Namun begitu banyaknya kasus Korupsi di negeri ini membuat KPK layaknya sebilah pisau yang mencoba menebang pohon. Komisi pemberantasan korupsi adalah lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. “Kekuasaan manapun”yang dimaksud disini adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislative, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apapun. KPK dientik dengan tujuan



2



meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. B. RUMUSAN MASALAH Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu berkaitan dengan Fraud dan Korupsi. Adapun rumusan masalah ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1.



Apa itu Fraud dalam Perundangan Kita?



2.



Apa itu Fraud dalam KUHP ?



3.



Apakah yang dimaksud dengan fraud Tree ?



4.



Apakah manfaat dari Fraud Tree ?



5.



Akuntansi Forensik dan Jenis Fraud ?



6.



Apa saja Fraud Triangle ?



7.



Apa saja pertanyaan-pertanyaaan tentang korupsi ?



8.



Apakah yang dimaksud dengan korupsi tinjauan sosiologis ?



9.



Apakah yang dimaksud dengan korupsi tinjauan sosiologis menurut Aditjondro ?



C. TUJUAN Secara khusus makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Audit Investigasi dan Akuntansi Forensik secara umum sama dengan adanya rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka dengan membaca makalah ini kita dapat : 1.



Memahami Fraud dalam Perundangan Kita



2.



Untuk mengetahui Fraud dalam KUHP



3.



Untuk mengetahui fraud Tree itu seperti apa



4.



Mengetahui Akuntansi Forensik dan Jenis Fraud



5.



Untuk mengetahui manfaat dari Fraud Tree



6.



Mengetahui fraud triangel



7.



Untuk mengetahui pertanyaan-pertanyaaan tentang korupsi



8.



Untuk megetahui korupsi tinjauan sosiologis



9.



Untuk mengetahui korupsi tinjauan sosiologis menurut Aditjondro



BAB II



2



PEMBAHASAN A.



FRAUD DALAM PERUNDANGAN KITA



Pengumpulan dan pelaporan statistik tentang kejahatan di suatu negara dapat dilakukan sesuai dengan klasifikasi kejahatan dan pelanggran (tindak pidana) menurut ketentuan perundang-undangan negara tersebut. Atau, kalau pengumpulan dan pelaporan statistik ini dilakukan oleh lembaga internasional seperti PBB, Interpol, CIA, dan lain-lain, mereka membuat template berisi definisi dari bermacam-macam jenis kejahatan (Types of Crime) dan meminta negara peserta mengolah ulang datanya dengan template tersebut atau lembaga internasional itu sendiri yang mengolahnya. B.



FRAUD DALAM KUHP



Fraud atau yang sering dikenal dengan istilah kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak dibicarakan di Indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan atau kelompoknya. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) misalnya menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud seperti: 1. Pasal 362 tentang Pencurian (definisi KUHP: “mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hokum”); 2. Pasal 368 tentang Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP: “dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang”); 3. Pasal 372 tentang Penggelapan (definisi KUHP: “dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan”); 4. Pasal 378 tentang Perbuatan Curang (definisi KUHP: “dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang”); 5. Pasal 396 tentang Merugikan Pemberi Piutang dalam Keadaan Pailit; 6. Pasal 406 tentang Menghancurkan atau Merusakkan Barang (definisi KUHP: “dengan sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain”);



2



7. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 yang secara khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999). Di samping KUHP juga ada ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur perbuatan melawan hukum yang termasuk dalam kategori fraud, seperti undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, berbagai undang-undang perpajakan yang mengatur tindak pidana perpajakan, undang-undang tentang pencucian uang, undang-undang perlindungan konsumen, dan lain-lain. C.



FRAUD TREE (POHON FRAUD)



Secara skematis, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja. Occupational fraud tree ini mempunyai tiga cabang utama, yakni corruption,asset misappropriation, dan fraudulent statements. 1. Corruption Istilah korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana korupsi, dan bukan empat bentuk seperti yang digambarkan dalam ranting-ranting yaitu : conflicts of interest, bribery, illegal gratuities, economics extortion.  Conflicts of interest atau benturan kepentingan sering kita jumpai dalam berbagai bentuk, di antaranya bisnis pelat merah atau bisnis pejabat (penguasa) dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis sekalipun.  Bribery atau penyuapan merupakan bagian yang akrab dalam kehidupan bisnis dan politik di Indonesia.  Klickbacks (secara harafiah berarti “tendangan balik”) merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana si penjual “mengikhlaskan” sebagian dari hasil penjualannya. Klickback berbeda dengan bribery. Dalam bribery pemberinya tidak “mengorbankan” suatu penerimaan. 



Bid Rigging merupakan permainan dalam tender.



 Illegal gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan. 2. Asset Misappropriation Asset Misappropriation atau “pengambilan” asset secara illegal dalam bahasa seharihari disebut mencuri. Namun, dalam istilah hukum, “mengambil” asset secara illegal (tidak sah, atau melawan hukum) yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi asset tersebut, disebut menggelapkan. Istilah pencurian, dalam fraud tree disebut larceny. Istilah penggelapan dalam bahasa Inggrisnya adalah



2



embezzlement. Dalam fraud tree ACFE, kelihatannya istilah larceny dipergunakan sebagai sinonim dari embezzlement. Oleh karena ada istilah-istilah hukum yang khas untuk perbuatan “mencuri”, maka untuk menerjemahkan misappropriation menggunakan istilah penjarahan. Asset Misappropriation dalam bentuk penjarahan cash atau cash misappropriation dilakukan dalam tiga bentuk: Skimming, Larceny, dan Fraudulent disbursements. Klasifikasi penjarahan kas dalam tiga bentuk disesuaikan dengan arus uang masuk. 



Skimming, uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan.







Larceny, uang sudah masuk ke perusahaan dan kemudian baru dijarah.







Fraudulent disbursements, sekali uang arus sudah terekam dalam sistem atau sering disebut penggelapan uang.



Pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah (Fraudulent disbursements) sebenarnya satu langkah lebih jauh dari pencurian. Sebelum tahap pencurian, ada tahap perantara yaitu sebagai berikut: a. Billing schemes b. Payroll schemes c. Expense reimbursement schemes d. Check tampering e. Register disbursement 3. Fraudulent Statements Jenis fraud ini sangat dikenal para auditor yang melakukan general audit (opinion audit). Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan keuangan. Fraud ini berupa salah saji (misstatements baik overstatements maupun understatements). Cabang dari ranting ini ada dua yaitu sebagai berikut: 1. Menyajikan asset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya (asset/revenue overstatements) 2. Menyajikan asset atau pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya (asset/revenue understatements) D.



AKUNTANSI FORENSIK DAN JENIS FRAUD



Dari ketiga cabang fraud tree diatas, yakni Corruption, Asset Misappropriation, Fraudulent Statements, akuntan forensik memusatkan perhatian pada dua cabang pertama. Mengapa? Cabang Fraudulent Statements menjadi pusat perhatian dalam audit atas laporan keuangan. Oleh karena itu, akuntan forensik hampir tidak menyentuh fraud yang menyebabkan laporan keuangan (general audit atau opinion audit). Oleh karena itu, akuntan



2



forensik atau audit investigatif hampir tidak menyentuh fraud yang menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan, dengan dua pengecualian. 1. Ketika “regulator” seperti Bappepam, Securities and Exchange Commision, atau Financial Services Authority (OJK, Otoritas Jasa Keuangan) mempunyai dugaan kuat bahwa laporan audit suatu kantor akuntan publik mengandung kekeliruan yang serius (atau kantor akuntan publik yang bersangkutan mengakui hal tersebut). 2. Ketika Fraudulent Statements dilakukan dengan pengolahan data secara elektronis, terintegrasi, dan besar-besaran atau penggunaan computer yang dominan dalam penyiapan laporan. E.



MANFAAT FRAUD TREE



Fraud tree yang dibuat ACFE sangat bermanfaat. Fraud Tree memetakan fraud dalam lingkungan kerja. Peta ini membantu akuntan forensik mengenali dan mendiagnosis fraud yang terjadi. Ada gejala-gejala “penyakit” fraud dalam auditing dikenal sebagai red flags. Dengan memahami gejala-gejala ini dan menguasai teknik-teknik audit investigatif, akuntan forensik dapat mendeteksi fraud tersebut. Akuntan forensik yang memeriksa tindak pidana korupsi perlu membuat Pohon Tindak Pidana Korupsi. F.



FRAUD TRIANGLE



Dalam perkembangan selanjutnya fraud triangle atau segi tiga fraud, seperti terlihat dalam gambar di bawah. PERCEIVED OPPORTUNITY



FRAUD TRIANGL E PRESSURE



RATIONALIZATION



Sudut pertama dari segi tiga itu diberi judul pressure yang merupakan perceived nonshareable financial need. Sudut keduanya, perceived opportunity. Sudut ketiga, rationalization. Ketiga konsep ini dibahas di bawah. a. Pressure Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu tekanan (pressure) yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai kebutuhan keuangan yang mendesak, yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain. Konsep yang penting disini adalah tekanan yang menghimpit hidupnya (berupa kebutuhan akan uang), padahal ia tidak bias berbagi (sharing) dengan orang lain. Konsep ini dalam bahasa inggris disebut perceived nonshareable financial need.



2



Menurut Cressey menemukan bahwa non-shareable problems yang dihadapi orang yang diwawancarainya timbul dari situasi yang dapat dibagi enam kelompok : 1. Violation Of Ascribed Obligation 2. Problems Resulting from Personal Failure 3. Business Reversals 4. Physical Isolation 5. Status Gaining 6. Employer-employee Relations Keenam kelompok situasi yang disebutkan Cressey pada dasarnya berkaitan dengan upaya memperoleh status lebih tinggi atau mempertahankan status yang sekarang dipunyai. Dengan kata lain, non-shareable problems mengancam status orang itu, atau merupakan ancaman baginya untuk meningkat ke status yang lebih tinggi dari statusnya pada saat pelanggaran terjadi. b. Perceived Opportunity Adanya non-shareable financial problem saja, tidaklah akan menyebabkan orang melakukan fraud. Persepsi ini, perceived opportunity, merupakan sudut kedua dari fraud triangle. Cressey berpendapat ada dua komponen persepsi tentang peluang ini yaitu general information dan technical skill atau keahlian. c. Rationalization Sudut ketiga fraud triangle adalah rationalization (rasionalisasi) atau mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Ratinalization diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya yang melawan hukum untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya. G.



PERTANYAAN-PERTANYAAAN TENTANG KORUPSI



Bagian ini di sarikan dari tulisan JACOP SVENSSON, seorang senior ekonomis pada depelopment research group, world bank SVENSSON membahas 8 pertanyaan mengenai korupsi antara lain : 1. Apa sesungguhnya korupsi itu? 2. Negara manakah yang paling korupsi ? 3. Apa ciri-ciri umum Negara yang mempunyai tingkat korupsi tinggi? 4. Berapa besarnya korupsi ? 5. Apakah gaji lebih tinggi untuk para birokrat akan menekan korupsi ?



2



6. Apakah persaingan dapat menekah korupsi ? 7. Mengapa akhir-akhir ini begitu sedikit upaya yang berhasil mengurangi korupsi ? 8. Apakah korupsi berdampak negative terhadap pertumbuhan ? Pertanyaan pertama Korupsi umumnya di definisi penyalahgunaan jabatan di sector pemerintahan untuk keuntungan pribadi. Korupsi yang di definisikan seperti itu misalnya penjualan kekayaan Negara secara tidak sah oleh pejabat, kickbacks dalam pengadaan di sektor pemeribntahan penyuapan dan pencurian dana-dana pemerintah. Korupsi atau lebih tepat penyuapan,tidak sama dengan rent seeking, sekalipun istilah ini sering digunakan dengan makna yang sama. Rent seeking adalah upaya menikmati rent dalam segala bentuk, umumnya dengan restu pemerintah. (tollisson 1997). Contoh kenikmatan hasil tol dari jalan yang di bangun Negara dengan utang negara. Pemberian suap secara teknis merupakan transfer dari pemberi ke penerima suap. Pertanyaan kedua Kajian mengenai pengukuran korupsi antarnegara knack dan keefeer (1995) dan Mauro (1995) di dasarkan atas indikator korupsi yang di himpun oleh perusahan-perusahaan yang berkecimpung dalam usaha mengukur resiko. Diantaranya, International Country Risk Guide (ICRG) adalah paling popular karena ia meliputi kurun waktu dan Negara. Bentuk yang kedua adalah indeks yang menunjukkan rata-rata dari berbagai peringkat oleh sumber-sumber yang menghimpun data mengenai persepsi adanya korupsi. Diantarnya paling populer adalah Corruption Perception Index (CPI) Kaufman kraay dan mastruzzi (2003) menghasilkan ukuran yang melengkapi ukuran tersebut diatas yaitu Control of Corruption (CoC) Kesimpulannya ketiga indikator tersebut mencerminkan hal serupa. Metodologi agregasi data diantara ketiga indikator itu hanya berbeda tipis. Korelasi sederhana antara CoC sejak (2002) dan CPI (2003) adalah 0,97. Sedangkan korelasi antara CoC atau CPI dan sector dari ICRG sejak (2001) adalah 0,75. Ketiga indeks ini dalam ilmu statistik dikenal sebagai ordinal indices. Pertanyaan ketiga Ada teori-teori yang dapat melihat ciri-ciri umum Negara korup dari peranan lembagalembaga. Teori ini dapat dipilah menjadi 2 kelompok besar. Kelompok teori pertama memandang mutu lembaga dan karenanya juga korupsi dibentuk oleh faktor-faktor ekonomi. Secara singkat, perkembangan lembaga-lembaga merupakan respons terhadap tingkat pendapatan Negara. Pandangan yang terkait diberikan oleh human capital theory, yang melihat perkembangan dalam human capital dan penghasilan



2



menyebabkan perkembangan dalam kelembagaan. (Lipset, 1960; Glaeser, La Porta, Lopez-de Silanes dan Shleifer, 2004) Kelompok teori kedua menekankan peran lembaga-lembaga secara lebih langsung. Teoriteori ini sering kali memandang lembaga-lembaga sebagai pantang menyerah (persistent) dan bawaan (inherited) Pertanyaan keempat Svensson (2003) misalnya menyampaikan surveinya pada sejumlah perusahaan di Uganda. Sekalipun survey itu sudah disesuaikan beberapa kali untuk mendorong responden (para manager di perusahaan yang disurvei) memberikan jawaban yang sesungguhnya mengenai penyuapan, namun pelaporan yang tidak benar (karena rasa khawatir) masih terjadi. Sekalipun demikian, survey menggambar keadaan yang suram mengenai kewiraswataan di Negara yang berkembang paling cepat di kawasan sub sahara Afrika dalam 10-15 tahun terakhir. Lebih 80% perusahaan pelaporkan bahwa mereka yang menghindari membayar suap, memilih untuk tidak berurusan dengan sektor publik. Ini berarti bahwa sektor publik tidak selamanya mendapatkan barang dan jasa terbaik. Korupsi juga merajalela dalam bidang pengadaan barang dan jasa. Olken (2003, 2004) menemukan bahwa 29% dari dana yang dialokasikan untuk pembuatan jalan ray dan 18% dari dana yang dialokasikan untuk subsidi beras untuk orang miskin (raskin ) dikorupsi. Pertanyaan kelima Secara historis ini dialami swedia. Swedia yang sekarang dikenal sebagai Negara paling tidak korup dalam survey lintas Negara dianggap sebagai Negara paling korup di Eropa pada abad 17-18. Kenaikan gaji negeri swedia yang dibarengi dnegan kebijakan deregulasi dikemukakan sebagai penyebab timbulnya admistrasi Negara yang dijual dan kompeten pda akhir abad 19 ( lindbeck, 1975). Dasar teoritis dari gagasan untuk merekomendasi kebijakan menaikkan gaji pegawai negeri dating dati bakker (1994). Mereka menunjukkkan bahwa dengan menaikkan gaji pegawai negeri di atas gaji resmi kita dapat memastikan dengan bahwa pegawai akan berprilaku jujur. Namun bila masalah korupsinya tidak diselesaikan dan penegakan hukum tetap lemah yang terjadi adalah tingkat korupsi justru akan meningkat (mmookherjee dan png, 1995) Pertanyaan keenam Ketika ada pesaingan yang kuat, peserta tender akan berusaha menekan harga jual mereka sekuat mungkin sehingga tidak tersedia dana untuk menyogok pejabat . dalam kenyataannya, hubungan antara laba perusahaan dan korupsi sangat komplek,dan secara analitis tidak terlalu jelas . Yang menyebabkan begitu kuat antara kuropsi dengan regulasi pasar adalah kewenangan yang di punyai birokrat. Para pejabat seringkali mengeluarkan aturan yang menghambat masukknya pesaing supaya mereka bias korupsi ( de soto,1989; sheifer dan Visnhy, 1993).



2



Jadi deregulasi bias mengurangi korupsi bukan karena ia meningkatkan pesaingan melainkan karena ia mengurangi kewenangan birokrat. Pertanyaan ketujuh Gebrakan-gebrakan sebenarnya berasumsi semakin banyak dan semakin baik penegakan hukum semakin besar korupsi bias di basmi. Padahal di banyak Negara miskin, lembaga hukum dan keungannya lemah. Menambah sumber daya kepada lembaga bukan merupakan jawabannya, contoh ketika unit ellite dari kepolisian Rusia di lengkapi dengan persenjataan mutakhir untuk memerangi kejahatan yang dilakukan kelompok polisi elite itu adalah menjual persenjataan kemapia dengan harga yang lebih tinggi. Sampai hari ini tersedia sedikit bukti yang menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pemantau korupsi diguyur dengan dan sumber daya lainnya mereka akan berhasil menekan korupsi hanya Hongkong dan Singapura yang bias membuktikannya.di keua Negara ini peningkatan sumber daya di barengi dengan pemberdayaan yang hebat dari lembaga-lembaga anti korupsi mereka. Pertanyaan kedelapan Dalam kebanyakan teori yang menghubungkan korupsi dengan pertumbuhan ekonomi yang lambat, sedangkan korup itu sendiri bukanlah biaya sosial terbesar. Kerugian korupsi adalah, korupsi melahirkan perusahaan yang tidak efisien dan alokasi talenta (SDM), teknologi dan modal justru menjauhi penggunaannya yang produktif bagi masyarakat. Para pengusaha yang baik menjauhi sektor publik. Jika mereka dipaksa untuk berkongsi dengan birokrasi yang korup prilaku mereka akan menjadi “tembak dan lari” (hit and run). Kajian fisman (2001) menunjukkan adanya perusahaan yang hidup dari korupsi dan kolusi dengan pejabat Indonesia dan dari rent seeking melalui hubungan mereka dengan penguasa. H.



KORUPSI-TINJAUAN SOSIOLOGIS



Dari kasus-kasus korupsi yang sekitar 1970-1980an yang dilaporkan Prof. Alatas kita dapat menyimpulkan : 1. Tipologi korupsi tidak banyak berubah. Beberapa diantaranya merupakan penyakit kekanak-kanakan alias mencuri terang-terangan 2. Bahkan pemainnya masih yang itu-itu saja (meskipun sudah berganti nama) seperti bankbank BUMN yang menjadi Bank mandiri atau BNI , Pertamina, distributor Pupuk, ABRI (TNI) dll 3. Gebrakan membawa sukses sesaat seperti terlihat dalam hasil kerja Komisi Empat, Opstib, Obstibpus, dan lain-lain.



2



I.



KORUPSI TINJUAN SOSIOLOGI ADITJONDRO



Ada beberapa kesimpulan yang dibuat aditjondro mengenai korupsi kepresidenan di Indonesia yang perlu diketahui akuntan forensik : 1. Bentuk oligarki berkaki tiga (Istana, Tangsi dan Partai Penguasa) yang melanggangkan dan mewariskan korupsi kepada pemerintah penerus 2. Oligarki yang dipimpin oleh istri (Nyonya Tien Soeharto) atau suami (Taufiq Kiemas) presiden atau spouse-led oligarchi. Aditjondro menambahkan bahwa itulah sebabnya sejumlah penulis mengingatkan Taufiq Kiemas, suami Megawati Soekarno putri untuk menarik pelajaran dari kasus Mike Arroyo (suami Gloria Macapagal Arroyo) dan dari Asif zardari (suami Benazir bhutto) 3. Oligarki dan jejaring bisnis dan politik yang membentengi kepentingan mantan penguasa dengan segala cara “memindahkan kekayaan”.



2



BAB III PENUTUP KESIMPULAN Fraud atau yang sering dikenal dengan istilah kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak dibicarakan di Indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan atau kelompoknya. Ada tiga cabang fraud tree, yakni Corruption, Asset Misappropriation, Fraudulent Statements, akuntan forensik memasatikan perhatian pada cabang Fraudulent Statements dalam audit atas laporan keuangan. Oleh karena itu, akuntan forensic hampir tidak menyentuh fraud yang menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan, dengan dua pengecualian. Dengan adanya Fraud Tree membantu akuntan forensic mengenali dan mendiagnosis fraud yang terjadi. Ada gejala-gejala penyakit fraud dalam auditing dikenal sebagai red flags (indikasi). Dengan memahami gejala-gejala ini dan menguasai teknik-teknik audit investigative, akuntan forensic dapat mendeteksi fraud tersebut. Akuntan forensik yang memeriksa tindak pidana korupsi perlu membuat Pohon Tindak Pidana Korupsi. Akuntansi forensic banyak berurusan dengan fraud termasuk jenis fraud yang dikenal dengan korupsi. Kerangka teoritis diperlukan untuk memahamu gejala-gejala dari penyakit korupsi. Termasuk didalamnya, mengenai kebijakan apa yang mempunyai peluang untuk berhasil (atau gagal) dan kenapa. Sebagai kerangka teoritis, temuan baru ini bermunculan untuk makin menegaskan temuan lama. Oleh karena itu, akuntan forensic yang menekuni masalah kurupsi perlu memutahirkan pengetahuannya dengan kerangka teoritis yang baru.



2



DAFTAR PUSTAKA Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta : Salemba Empat.



2