Makalah Gerontik Muskuloskeletal Jadi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Mobilitas dan aktivitas adalah hal yang vital bagi kesehatan total lansia sehingga



perawatan harus banyak memiliki pengetahuan dalam pengkajian dan intervensi muskuloskeletal. Penyakit muskuloskeletal bukan merupakan suatu konsekwensi penuaan yang dapat dihindari dan karenanya harus dianggap sebagai suatu proses penyakit spesifik, tidak hanya sebagai akibat penuaan. Dalam pengejaran promosi kesehatan, perawat dapat membantu orang lain mengatasi dan menunda efek perubahan postur tubuh, penurunan mobilitas, potensial cedera dan ketidaknyamanan yang secara normal menyertai penuaan. Perawat yang paling terpercaya adalah mereka yang meningkatkan kesehatan mereka sendiri dan melakukan latihan yang teratur, postur tubuh, dan diet yang benar setiap hari dalam kehidupan mereka sendiri. Kedua, ketika merawat lansia dengan masalah muskuloskeletal, perawat harus mempunyai suatu pemahaman tentang masalah muskuloskeletal yang umum terjadi yang mempengaruhi lansia dan suatu kemampuan untuk membedakan antara “keluhan rematik” dan keluhankeluhan lain yang memerlukan evaluasi yang lebih seksama dan perlu dirujuk. Pengetahuan tentang osteoporosis, osteoartritis, penyakit inflamasi pada sendi, dan fraktur sangat diperlukan untuk membantu mencegah komplikasi dan memperkecil dampaknya. Asuhan keperawatan harus didasarkan pada kepercayaan bahwa pemeliharaan mobilitas merupakan hal yang kritis untuk kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup. Perawat juga mengajarkan kepada orang lain tentang kerentanan lansia karena perpaduan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan usia dan kemungkinan adanya faktor iatrogenik yang terjadi pada lansia yang dirawat dirumah sakit karena gangguan mobilitas mereka. 1.2.



Tujuan a. Mengetahui Perubahan normal dan masalah pada sistem muskuloskeletal, b. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada lansia dengan masalah pada sistem muskuloskeletal.



BAB 2. PEMBAHASAN 2.1 Perubahan normal sistem muskuloskeletal pada lansia Perubahan normal muskuloskeletal terkait usia pada lansia termasuk penurunan tinggi badan, retribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekuatan sendi-sendi. secara spesifik tergambar dalam tabel berikut ini. N



Perubahan normal terkait usia



o 1.



Penurunan



tinggi



Implikasi klinis



badan Postur tubuh bungkuk dengan penampilan



progresif yang disebabkan oleh barrel-chest penyempitan



diskus



2.



intervertebrata Kekakuan rangka tulang dada Peningkatan resiko jatuh



3.



pada keadaan mengembang Penurunan produksi tulang Peningkatan resiko fraktur



4.



kortikal dan trabekular Penurunan massa otot dengan Kontur tubuh yang tajam, pengkajian status



5.



kehilangan lemak subkutan hidrasi sulit , penurunan kekuatan otot Waktu untuk kontraksi dan Perlambanan waktu untuk bereaksi



6.



relaksasi muskular memanjang Kekakuan ligamen dan sendi



Peningkatan resiko cedera



a. Sistem Skeletal Penurunan progresif dalam tinggi badan adalah hal yang universal terjadi di antara semua ras dan pada kedua jenis kelamin dan terutama ditujukan pada penyempitan diskus intervertebral dan penekanan pada kolumna spinalis. Bahu menjadi lebih sempit dan pelvis menjadi lebih lebar, ditujukan oleh peningkatan diameter anteroposterior dada. Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masasa otot tubuh mengalami penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk mempertajam kontur tubuh dan memperdalam cekungan disekitar kelopak mata, aksila, bahu, dan tulang rusuk. Tonjolan tulang (vertebra, krista iliaka, tulang rusuk, skapula) menjadi lebih menonjol.



Jenis tulang termasuk jenis tulang kortikal dan trabelukar, dan masing-masing mempunyai suatu peran strukural yang berbeda. Daerah yang memiliki dampak besar akibat tekanan yang terjadi dari berbagai arah mengandung pola tulang trabelukar. Fungsi utama tulang kortikal adalah sebagai perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan lengkungan. Proses penyerapan kalsium dari tulang untuk mempertahankan kadar kalsium darah yang stabil dan penyimpanan kembali kalsium darah yang stabil dan penyimpanan kembali kalsium untuk membentuk tulang baru dikenal kalsium untuk membentuk tulang baru dikenal sebagai remodelling (pembentukan kembali). Proses remodelling ini terjadi sepanjang rentang kehidupan manusia. Kecepatan absorbsi tidak berubah dengan penambahan usia. Kecepatan formasi tulang baru mengalami perlambatan seiring dengan penambahan usia, yang menyebabkan hilangnya massa total tulang pada lansia. b. Sistem Muskular Kekuatan muskular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan suatu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Perubahan gaya hidup dan penurunan penggunaan sistem neuromuskular adalah penyebab utama untuk kehilangan kekuatan otot. Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah serabut otot dan atrofi secara umum pada organ dan jaringan tubuh. Regenari jaringan otot melambat dengan penambahan usia, dan jaringan atrofi digantikan oleh jaringan fibrosa. Perlambatan, pergerakan yang kurang aktif dihubungkan dengan perpanjangan waktu kontraksi otot, periode laten, dan periode relaksasi dari unit motor dalam jaringan otot. Sendiu-sendi seperti pinggul, lutut, siku, pergelangan tangan, leher, dan vertebrata menjadi sedikit fleksi pada usia lanjut. Peningkatan Fleksi disebabkan oleh perubahan dalam kolumna vertebralis, ankilosis (kekakuan) ligamen dan sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot, dan perubahan degeneratif sistem ektrapiramidal. c. Sendi Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat, dan pembentukan tulang dipermukaan sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan



penyambung meningkat secara progresif yang jika tidak dipakai lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sebdi, dan deformitas. 2.2 Masalah muskuloskeletal yang umum terjadi pada lansia 1) Osteoporosis a. Patofisologi Adalah suatu kondisi penurunan masa tulang secara keseluruhan, merupakan suatu keasaan tidak mampu berjalan atau bergerak, sering merupakan penyakit tulang yang menyakitkan yang terjadi dalam proporsi epidemik. Walaupun osteoporosis paling sering ditemukan pada wanita., pria juga beresiko untuk mngelami osteoporosis. Hilangnya substansi tulang menyebabkan tulang tulang menjadi lemah secara mekanis dan cenderung untuk mneglami fraktur, baik fraktur spontan maupun fraktur akibat trauma minimal. Ketika kemampuan menahan berat badab normal menurun atau gangguan mobilitas, akan terjadi osteoporosis karen atulang yang jarang yang digunakan. Aktivitas osteoklasik reabsorbsi tulang dan pelepasan kalsium dan fosfoir kemudian dipercepat. b. Manifestasi Klinis Fraktur –fraktur primer yang paling sering ditemukan pada klien dengan ostoeporosis adalah fraktur vertebra, fraktur tulang panggul, dan fraktur lengan bawah. Fraktur ini terjadi salah satunya akibat dari stress cedera yang berulangulang atau akibat trauma akut, yang mungkin memperberat mikro-fraktur ini. Sebagai konsekwensinya tidak diketaui secara pasti faktor apa yang memulai terjadinya fraktur panggul . c. Insiden Perkembangan osteoporosis sering dimulai pada usia muda dan dipengaruhi oleh perubahan endrokin dan metabolisme juga oleh efek pada tulang yang berhubungan dengan usia dan terkait jenis kelamin, ras dan hereditas. Wanita pascamenopouse yang langsing berkulit putih pang peka terhadap osteoporosis.



2) Osteoartritis



a.



Patofisologi Osteoartritis (disebut juga penyekit degeneratif sendi, hipertrofi artritis, artritis senescent, dan osteoatrosis) adalah gangguan yang berkembang secara lambat, tidak simetris, da noninflamasi yang terjadi pada sendi-sendi ynag dapat digerakkan, khususnya pada sendi yang menahan berat tubuh. Osteoartritis ditandai oleh degenerasi kartilago sendi dan oleh pembentukan tulang baru pada bagian pinggir sendi dan oleh pembentukan tulang baru pada bagian pinggir sendi. Kerusakan pada suatu peran dalam perkembangan osteoartritis. Perubahan degeneratif menyebabakan kartilagonyang secara normal halus, putih, tembus cahaya, menjadi buram dan kuning, dengan permukaan yang kasar dan area malacia (pelunakan). Ketuka lapisan kartilago menjadi lebih tipis, permukaan tulang tumbuh semakin dekat satu sama lain. Inflamasi sekunder dari membran sinovial mungkin mengikuti. Pada saat permukaan sendi menipiskan kartilago, tulang subkondrial meningkat kepadatannya dan menjadi sklerosis.



b. Manifestasi Klinis Nyeri, kekakuan, hilangnya gerakan, penurunan fungsi, dan deformitas sendi secara khas dihubungkan dengan tanda-tanda inflamasi seperti nyeri tekan, pembengkakan, dan kehangatan. Klien mungkin positif mempunyai riwayat trauma, penggunaan sendi berlebihan, atau penyakit sendi sebelumnya. Pada awalnya, nyeri terjadi bersama dengan gerakan, kemudian nyeri dapat juga terjadi pada saat istirahat. Pemerikasaan menunjukan adanya daerah nyeri tekan krepitus, berkurangya rentang gerak, seringnya pembesaran tulang, dan tandatanda inflamasi pada saat tertentu. Peningkatan rasa nyeri diiringi oleh kehilangan fingsi secara progresif. Keseluruhan koordinasi dan postur tubuh mungkin terpengaruh sebagai hasil dari nyeri dan hilangnya mobilitas. Nodus heberden. walaupun tidak terbatas pada lansia merupakan manifestasi osteoartritis yang sering terjadi. Pertumbuhan berlebihan dari tulang yang reaktif terletak pada bagian distal sendi-sendi interfalang. Nodus heberden merupakan pembengkakan yang dapat dipalpasi yang sering dihubungkan dengan fleksi dan deviasi lateral dari bagian distal tulang jari. Nodus ini mungkin menjadi nyeri tekan, merah, dan bengkak, sering dimulai dari saru jari menyebar ke jari yang



lain. Pada umumnya tidak ada kehilangan fungsi, tetapi klien sering merasa tertekan senagai akibat dari perubahan bentuk terjadi. c.



Artroplasti Adalah rekontruksi atau penggantian sendi. Prosedur pembedahan ini dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri, meningkatkan atau mempertahankan rentang gerak, dan memperbaiki kondisi deformitas yang diakibatkan oleh osteoartritis, AR, atau nekrosis avaskular. Antroplasti dapat berupa penggantian sbagian sendi pembedahan untuk membentuk kembali tulangs endi, pembedahan untuk membentuk kembali tulang sendi, atau perhgantian untuk membentyuk kembali tulang sendi, atau pergantian sendi secara total. Penggantian antriplasti tersedia untuk siku, bahu, pinggul, lutut, pergelangan kaki, dan sendi-sendi falang jari. Rekontruksi pinggul sering digunakan untuk pengobatan klien dengan AR, aoteoartritis, dan fraktur pinggul. Sakit yang tidak berkurang sebagai akibat dari kerusakan yang berat pada sendi lutut merupakan indikasi utama atroplasti lutut. Senagian atau seluruh sendi lutut mungkin diganti dengan suatu alat prostetik metal dan plastik. Dalan 2 sampai 5 hari setelah operasi. Klien diinstruksikan untuk melakukan latihan pengaturan kuadrisep dan menaikkan kaki secara lurus. Ketika pembalut luka yang besar ukurannya telah dilepaskan, latihan fleksi aktif dimulai. Latihan menahan beban dimulai segera setelah klien dapat mengunanak walker atau tongkat.



3) Artritis Reumatoid a. Patofisologi Penyakit inflamasi artikular yang paling sering terjadiu pada lansia, AR, adalah suatu penyakit kronis, sistemik, yang secara khas berkembang perlahanlahan dan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada sendi –sendi diartodial dan struktur yang berhubungan. AR sering disertai dengan noduklnodul reumatoid, artritis, neuropati, skleritis, perikarditis, limfadenopati dan splenomegali, AR ditandai oleh periode-periode remisi dan bertambah parahnya penyakit.



b. Manifestasi Klinis Pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok. Kelompok 1 adalah AR klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian bersar terlibat. Terdapat faktor rematoid, dan nodula-nodula reumatoid sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif. Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi kriteria dari American Rheumatologic Assiciation untuk AR karena mereka mempunyai radang sinovitis yang terus menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari. Kelompok 3, sinovitis terutama mempengaruhi bagian proksimal sendi, bahu, dan panggul, awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada pagi hari . pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunann kekuatan genggaman, dan sindrom carpel tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednison dosis rendah atau agen inflamasi dan memiliki prognosis yang baik. Jika tidak diistirahatkan, AR akan berkembang menjadi empat tahap: 1. Terdapat radang sendi pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi cairan sinovial dan kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada yang bersifat merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada 2. Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Kjlien mungkinm emgalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi. 3. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adaya kerusakan kartilago dan tulang. 4. Ketika jaringan fibrosa mengalami klasifikasi, ankilosis tulanhg dapat mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti nodula-nodula mungkin terjadi.



2.3 Fraktur yang sering terjadi akibat osteoporosis 1). Fraktur Kompresi Vertebrata Suatu gejala osteoporosis yang sering dijumpai adalah sakit punggung, akibat fraktur kompresi vertebrata. Nyeri akut pada bagian tengah sampai bagian bawah vertebra torasika selama aktivitas harian rutin mungkin merupakan gejala yang paling awal terjadi. Fraktur kompresi ini dapat terjadi setelah trauma minimal, seperti melepas kancing, pada bagian punggung, membuka jendela, atau bahkan merapikan tempat tidur. Fokus dari perawatan untuk fraktur kompresi akut adalah mengurangi gejala sesegera mungkin dengan tirah baring pada posisi apapun yag mampu memberikan kenyamanan maksimum. Relaksan otot, seperti panas dan analgesik dapat digunakan jika ada indikasi. Sedikit dapat mngurangi spasme otot yang sering menyertai fraktur-fraktur ini. Segera setelah rasa nyeri berkurang, klien perlu mencoba untuk bangun dari tempat tidur secara perlahan-lahan dan dengan bantuan. Latihan yang dilakukan dengan pengawasan untuk memperbaiki deformitas postural dan meningkatkan tonus otot sangat bermanfaat bagi klien. Berenang, walaupun bukan merupakan latihan menahan berat, dapat mempertahankan fleksibilitas dan mungkin merupakan cara yang paling efektif bagi klien dengan penyakit yang telah terbentuk. Klien harus diajarkan tentang cara mencegah ketegangan punggung dengan menghindari gerakan berputar atau pergerakan yang kuat atau membungkuk secara mendadak. Tindakan untuk menjaga keamanan yang berhubungan dengan cara mengangkat dan membawa barang-barang perlu dijelaskan. 2). Fraktur Panggul Klien lansia biasanya mengalami cedera ini karena jatuh. Walaupun hanya 3% dari semua fraktur adalah fraktur panggul, tipe cedera ini diperhitungkan menimbulkan 5-20% kematian diantara lansia akibat fraktur. Fraktuir panggul adalah hal yang tidak menyenangkan karena fraktur tersebut dapat juga menyebabkan cedera intrabdomen yang serius, seperti laserasi kolon, paralisis ileum, perdarahan intrapelvis, dan ruptur uretra serta kandung kemih.



3). Fraktur Pinggul Walaupun fraktur tulang belakang yang mengarah pada deformitas dan fraktur panggul menyebabkan disfungsi tubuh, tetapi fraktur pinggullah yang sangat berat mempengaruhi kualitas hidup dan manantang kemampuan bertahan hidup pada lansia. Holborook melaporkan bahwa 1-20 pasien yang berusia lebih dari 65 tahun yang baru saja dirawat dirumah sakit mengalami penyembuhan dari fraktur panggul. Bahkan ditangan ahli yang terbaik, 40% dari klien yang mengalami fraktur panggul tidak dapat bertahan hidup 2 tahun setelah cedera ini.



BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian Pengkajian keperawatan memfokuskan pada bagaimana perubahan yang berhubungan dengan usia mempengaruhi status fungsional lansia dan termasuk hal-hal berikut ini: a) Tinggi badan, berat badan, postur tubuh, dan gaya berjalan memberikan data dasar yang dapat mengindikasikan adanya kerusakan otot, obesitas atau edema. b) Aktivitas dan pola istirahat, dulu dan sekarang. Seotang yang tidak pernah berolahraga atau keikutsertaan dalam aktivitas mungkin memiliki kesukaran dalam aktivitas mungkin memiliki kesukaran dalam memulai suatu latihan program latihan usia lanjut, terutama jika aktivitas tersebut sulit atau mnyekitkan. c)



Pengkajian diet termasuk asupan kalsium dan vitamin D. Obesitas dan malnutrisi dapat mempengaruhi mobilitas dan kekuatan otot. Obesitas dan malnutrisi dapat mempengaruhi mobilitas dan kekuatan otot. Obesitas menjadi faktor predisposisis bagi lanisa untuk mengalami ketodakstabilan ligamen, terutama pada daerah punggung bagian bawah dan sendi-sendi lain yang menahan berat tubuh.



d) Pengobatan, termasuk obat-obatan yang dijual bebas dan pengobatan sendiri dirumah, dapat membuat lansia dapat lebih udah mengalami keracuan obat dan efek samping obat. e)



Kombinasi mobilitas, kekuatan, keseimbangan menentukan kemampuan fungsional pelayana tersebut. Pengkajian mengikutsertakan aspek mobilitas dan kemampuan fungsional.



f)



Cedera pada masa lalu, dapat mengindikasikan adanya kondisi osteoporosis. Riwayat nyeri sendi, kekakuan, kelemahan, atau keletihan sering dihubungkan dengan adanya oateoartritis atau AR.



g) Pertanyaan spesifik tentang praktek keamanan klien ketika mereka berhubungan dengan lingkungan pekerjaan. Pengaturan tempat tinggal, keamanan dari berbagai bahaya dan alat bantu untuk membantu dirumah. Rekreasi dan olahraga harus diminta opada klien untuk mengidentifikasi masalah dan pendidikan kesehatan klien. h) Pengkajian fisik. Adanya kifosis atau skoliosis harus dicatat. Kifosis yang berat dapat mengganggu fungsi pernapasan dan kardiovaskular. Adanya nyeri tekan diatas prosesus spinosus dapat diduga adanya suatu fraktur vertebral. Sendi-sendi



diperiksa selanjutnya, terutama sekali sendi-sendi pada tangan. Osteoartritis pada sendi-sendi interfalang distal pada tangan dan lutur umum terjadi. Pertumbuhan tulang yang berlebihan pada bagian distal interfalangel disebut nodus heberden. Keterbatasan rotasi eksternal pada pinggul dapat merupakan suatu tanda awal dari keterlibatan osteoartritis. Rentang gerak semua sendi harus dikaji. AR pada tangan cenderung untuk mempengaruhi bagian proksimal sendi-sendi interfalangel. Bengkak yang terlihat pada sendi-sendi reumatoid bukanlah tulang, tetapi lebih pada pembengkakan sinovial dan jaringan lunak. Mungkin terdapat deviasi ulnar pada tangan dibagian sendi-sendi metakarpofalang, juga adanya kecenderungan sendi-sendi untuk mengalami subluksasi (dislokasi parsial yang berhubungan dengan ketidakstabilan). Nyeri dan kekakuan sendi pada pagi hari dapat berlangsung selama beberapa jam pada klien dengan AR, sedangkan klien dengan osteoartritis akan terbebas dari rasa nyeri dalam waktu cepat setelah menggerakkan sendi-sendi yang sakit. 3.2 Diagnosa 1. Resiko Jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, terutam ektremitas dan lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya). 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan kekuatan otot. 3. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran b/d perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum Potensial cedera fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh. 4. Nyeri akut sehubungan dengan spasme otot/imobilisasi. 5. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kekuatan sendi yang menurun. 3.3 Intervensi 1. Resiko Jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, terutam ektremitas dan lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya) Tujuan: klien dapat meminimalkan resiko jatuh dengan latihan kekuatan otot dan modifikasi lingkungan. Aktivitas dapat berjalan dengan baik dan lancar. a.



Anjurkan lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan keselamatan



b.



Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi



c.



Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur jika tidur



d.



Bila mengalami masalah fisik, misalnya rematik, latih klien untuk menggunakan alat bantu berjalan



e.



Bantu klien ke kamar mandi, terutama untuk lanjut usia yang menggunakan obat penenang/diuretik



f.



Gunakan kacamata bila berjalan atau melakukan sesuatu



g.



Usahakan ada yang menemani jika bepergian.



h.



Tempatkan klien diruangan khusus dekat kantor sehingga mudah diobservasi bila lanjut usia tersebut dirawat



i.



Ditempat tidur, kaki pasien menyentuh lantai, posisi lutut 90° , salah satu pagar tempat tidur terbuka, posisi tempat tidur rendah apabila tidak sedang didampingi



j.



Letakkan bel dibawah bantal dan ajarkan cara menggunakannya



k.



Letakkan meja kecil dekat tempat tidur agar lanjut usia dapat menempatkan alat yang selalu digunaknnya



l.



Penataan ruangan harus bebas untuk lalu lalang



m. Upayakan lanta bersih, rata, ltidak licin, dan tidak basah n.



Kunci semua peralatan yang beroda yang digunakan lanjut usia



o.



Pasang pegangan kamar mandi



p.



Hindari lampu yang redup dan menyilaukan sebaiknya gunakan lampu 70-100 watt



q.



Usahakan tidak ada perbedaan yang mencolok



r.



Jika pindah dari ruangan yang terang ke gelap, ajarkan klien untuk memjamkan mata sesaat



s.



Gunakan sandal/sepatu yang beralas karet



t.



Bebaskan tangga dari benda, gantungan, karpet



u.



Gunakan perabot yang penting saja di ruang lanjut usia.



2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan kekuatan otot Tujuan: Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan a. Perahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan b. Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin



c. Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan d. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu. Berikan obat-obatan. 3. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum Tujuan: mengungkapan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan. a. Dorong pengungkapan mengenai masalah proses penyakit dan harapan masa depan b. Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek seksual c. Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan dan ketergantungan e. Perhatikan



perilaku



menarik



diri,



perasaan



menyangkal



atau



terlalu



memperhatikan perubahan/ bentuk tubuh. f. Susun batasan tentang perilaku maladaptiv, bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping g. Ikut sertakan pasien dalam rencana tindakan keperawatan dan membuat jadwal aktifitas h. Rujuk pada konseling psikiatri i. Berikan obat-obat sesuai petunjuk. 4. Nyeri akut sehubungan dengan spasme otot/imobilisasi Tujuan: Nyeri hilang dengan kriteria: Rilek; mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/ istirahat dengan tepat. a. Pertahankan bagian yang sakit dengan tirah baring b. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terluka c. Hindari penggunaan sprei/bantal plastik di bawah ekstremitas dalam gips d. Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki



e.



Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyaman, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0 – 10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal



f.



Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera



g. Jelaskan prosedur sebelum memulai h. Beri obat sebelum perawatan aktivitas i.



Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif



j.



Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan-pijatan punggung, perubahan posisi



k.



Dorong/ajari teknik manajemen nyeri, latihan nafas dalam, sentuhan teraupeti selidiki keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba.



5. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kekuatan sendi yang menurun. Tujuan: Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas fisik dengan kriteria: mampu melakukan aktivitas. a.



Kaji derajat immobilitas yang dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan memperhatikan persepsi pasien terhadap immobilisasi.



b.



Dorong partisipasi pada aktivitas terapiotik atau relaksasi. Pertahankan rangsangan lingkungan, contoh; radio, TV, barang milik pribadi, jam, kalender, kunjungan keluarga atau teman



c.



Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit



d.



Dorong penggunaan latihan isometric mulai dengan tungkai yang tak sakit



e.



Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter/ tangan yang sesuai



f.



Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan menstabilkan fraktur tungkai bawah



g.



Instruksikan/dorong menggunakan trapeze dan “Pasca posisi” untuk fraktur tungkai bawah



h.



Bantu.dorong perawatan diri/ kebersihan (contoh; mandi, mencukur)



i.



Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tingkat, sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas,



j.



Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing



k.



Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/nafas dalam



l.



Auskultasi bising usus. Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi runin. Tempatkan pada pispot, bila mungkin, atau menggunakan bedpan fraktur. Berikan privasi



m.



Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000 – 3000 ml/hari termasuk air asam/jus



n.



Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Pertahankan Penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama



o.



Tingkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan pembentukan gas



p.



Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi spesialis



q.



Lakukan program defekasi (pelunak feses, edem, lakstif) sesuai indikasi



r.



Rujuk ke perawat spesialis psikiatrik klinikal/ahli terapi sesuai indikasi



Selain dari intervensi diatas juga ada beberapa pencegahan yang digunakan dalam keperawatan dalam menangani masalah muskuloskeletal pada lansia, diantaranya: a)



Pencegahan primer Dasar dari terapi pencegahan terletak pada mengoreksi faktor resiko yang diketahui untuk terjadinya kehilangan tulang dan masalah yang dihubungkan dengan beberapa gangguan osteoporosis. Faktor terjadinya osteoporosis 1. wanita 2. Lanjut usia 3. Ras kulit putih atau asia 4. Rangka tubuh yang kecil dan tipis 5. Riwayat keluarga positif 6. Asupan kalsium yang rendah 7. Menopouse awal (sebelum usia 45 tahun) 8. Gaya hidup monoton 9. Nuliparitas 10. Merokok 11. Kafein atau alkhohol yang berlebihan 12. Asupan protein tinggi 13. Asupan fosfat yang tinggi



14. Pengobatan tertentu, ketika digunakan dalam waktu yang lama (dosis tinggi glukokortiroid, fenitoin, pengobatan tiroid lebih dari lebih dari 2 butir 15. Penyakit-penyakit



endokrin (hipertiroid, penyakit chusing, akromegali,



hipogonadisme, hiperparatiroid) Faktor terkait usia yang dapat meningkatkan terjadinya kehilangan unsur-unsur tulang, yang terdiri dari penurunan hormon, dan perubahan diet dan gaya hidup, merupakan hal penting karena efek dari kehilangan tulang yang terjadi sepanjang kehidupan adalah kumulatif. 1.



Estrogen Estrogen memainkan peran utam dalam memperhatikan intregritas tulang pada



wanita. Kehilangan unsur-unsur tulang terjadi bila kadar estrogen terjadi secara cepat selama 5-10 tahun setelah menopouse. Pria juga berhadapan dengan resiko mengalami kehilangan tulang karena kemunduran fungsi hormonal seiring pertambahan usia. Laju penurunan kadar hormon pada pria ini tidak sedramatis daripada yang dihubungkan dengan menopouse pada wanita. Penelitian terbaru mengidentifikasi bahwa sebagian besar wanita lanjut usia tidak menggunakan terapi sulih estrogen (Estrogen Replacement Therapy [ERT]) karena mereka percaya bahwa mereka tidak memerlukan terapi tersebut, mereka takut efek samping yang tidak diinginkan ERT, atau mereka percaya bahwa pengobatan akan merugiakan diri mereka. Peran perawatt mempunyai suatu peran kunci untuk dimainkan dalam memberikan pendidikan kesehatan pada wanita lanjut usia mengenai keuntungankeuntungan ERT dan perannya dalam pencegahan efek menyakitkan dan melumpuhkan dari kehlangan tulang diusia tua. 2.



Diet Kebiasaan makan yang dilakukan sepanjang hidup mempengaruhi maturista masa



tulang. Nutrisi yang seimbang dengan asupan kalsium dan vitamin D yang adekuat sangat penting untuk mempertahankan struktur dan intregitas tulang pada semua usia. Kemampuan saluran gastrointestinal lansia untuk mengabsorbsi dan menggunakan diet kalsium menunjukkan suatu kemunduran yang jelas. Oleh karena itu, rekomendasi



terbaru untu asupan kalsium bagi lansia adalah antara 1000-1500 mg/hari. saran untuk peningkatan asupan kalsium dalam diet harus kreatif dan sederhana No 1.



Tips Tambahkan susu tanpa bubuk lemak pada hampir setiap apapun. Setiap sendok



2.



teh susu memberi 33 mg kalsium Makan gandum panas untuk sarapan. Ini akan meningkatkan asupan kalsium



3. 4. 5.



dan menambah serat dalam diet Makan tahu Memakan ikan yang ada tulangnya mengandung jumlah kalsium yang tinggi Mengkonsumsi suplemen kalsium dengan penggunaan yang rata sepanjang hari dan digunakan bersama sedikit susus atau yogurt. Minum beberapa tablet kalsium sebelu tidur karena lebih banyak kalsium yang hilang pada malam hari dibandingkan pada siang hari. suplemen kalsium mungkin menyebabkan iritasi lambung dan harus dikonsumsi bersama makanan. 3.



Olahraga Perawat memberikan dampak yang berarti pada kualitas hidup dan disabilitas yang



berhubungan dengan penyakit kronis pada sistem muskuloskeletal dengan cara memberi dorongan dan mengajarkan suatu program kebugaran dan latihan yang efektif dan aman No 1.



Program latihan Olahraga yang tepat dapat meningkatkan mobilitas, kekuatan otot, dan ketahanan. Semakin besar kemungkinan untuk mengalami kehilangan kekuatan



2.



dan fleksibilitas otot Beri dorongan kepada klien untukberjalan santai. Namun setiap jenis olahraga dari latihan rentang gerak pasif sampai berenang dan aerobik, dapat dilakukan bergantung pada tingkat kebugaran dan kemampuan fungsional klien. Beberapa



3.



olahraga menahan beban harus dilakukan sehari-hari. Instruksikan kepada klien untuk menghindari kelelahan dan memelihara



4.



keseimbangan yang tepat antara istirahat dan olahraga Beri dorongan untuk menggunakan alat bantu untuk menghemat energi,



5.



menurunkan stress sendi dan tulang, dan meningkatkan keselamatan Ciptakan rumah dan lingkungan sekitarnya yang aman dari kecelakaan. Bnayak buku-buku swabantu dan pelayanan komunitas yang tersedia bagi klien dan



6.



keluarga untuk memperoleh bantuan Kaji diet klien untuk membantu mempertahankan nutrisi yang tepat



menurunnya



berat



badan



sambil



7.



Tekankan perlunya menyertakan kalsium dan mineral serta vitamin yang lain. Tentukan pemahaman klien tentang pengobatan, efek samping dan interaksinya



8.



dengan makanan-makanan tertentu Jika dianjurkan oleh dokter, instruksikan klien untuk menggunakan estrogen, progestrin, atau kombinasi hormon, seperti yang diprogramkan. Olahraga terbukti dapat menunda perubahan proses fisiologis yang biasanya terjadi pada proses penuaan muskuloskeletal; penurunan kekuatan dan fleksibilitas, peningkatan kerentanan terhadap cedera, peningkatan lemak tubuh, peningkatan kelenturan struktur sendi , dan ostoeporosis. Olahraga dapat melindungi lansia dari jatuh dan terutama terhadap efek yang merusak akibat fraktur tulang pinggul. b)Pencegahan sekunder 1.Osteoporosis Pencegahan melalui screening pada lansia dengan masalah muskuloskeletal khususnya khususnya dengan masalah osteoporosis. Lansia yang tinggal di institusi yang mengalami gangguan mobilitas, terutama sangat rentan karena osteoporosis meningkat dengan cepat dari hari ke tiga sampai dari imobilisasi dan mencapai puncaknya selama minggu kjelima atau keenam. Namun dengan ambulasi, mineral tulang disimpan kembali dengan kecepatan hanya 1% setiap bulannya, tekankan pentingnya pencegahan kehilangan awal. 2.Osteoartritis Penatalakasanaan gangguan kronis ini dimulai dengan menemukannuya aktifitas kehidupan sehari-hari yang mungkin ikut berperan terhadap tekanan sehari-hari yang mungkin ikut berperan terhadap tekanan pada sendi yang sakit, memberikan alat bantu kepada klien untuk mengurangi beban berat pada sendi yang sakit, mengajarkan klien menggunakan alat bantu ini, dan merencanakan penatakansanaan nyeri yang sesuai. Jika fisioterapi dan alat dan nyeri telah melumpuhkan, operasi penggantian sendi mungkin diindikasikan 3.Artritis Rematoid Penanganan medis bergantung bpada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat dan termasuk dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk



menghilangkan nyeri dengan menggunakan agen antiinflamsi, obat yang dipilih adalah aspirin. Namun, kurang dari 12 tablet per hari, yang dapat menyebabkan gejala sistem gastrointestinal dan sistem saraf pusat. Obat antiinflamasi non steroid sangat bermanfaat, tetapi dianjurkan untuk menggunakan dosis yang direkomendasikan oleh pabrik dan pemantauan efek samping secara hati-hati sangat perlu dilakukan. Terapi kortikosteroid yang diinjeksikan melalui sendi apapun tidak boleh diulangi lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan numumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6 minggu. Penatakansanaan keperawatan menekankan pemahaman klien tentang sifat alami AR kronis dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda untuk memantau untuk mencegah deformitas sendi. Suatu program aktivitas dan istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada sendi. c)Pencegahan tersier Tanggung jawab perawat yang utama dalam melakukan rehabilitasi adalah pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga. Dalam pendidikan kesehatan klien, hal yang penting diingat adalah lansia mungkin mempunyai berbagai diagnosis yang secara kronis mempengaruhi beberapa sitem organ tubuh. Oleh karena itu, suatu rencana menyeluruh yang berpusat pada kekuatan klien dan tujuan pribadi untuk kembali ke tingkatan kemandirian klien sebelumnya juga semua perawatan kesehatan yang diperlukan sangat penting. Menejer kasus geriatrik atau perencana pemulangan pasien merupakan aset yang tidak ternilai untuk lansia yag sedang mengalami proses penyembuhan fraktur. 3.4 Implementasi 1. Resiko Jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, terutam ektremitas dan lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya) a. Menganjurkan lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan keselamatan b. Melatih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi c. Membiasakan lansia menggunakan pengaman tempat tidur jika tidur d. Melatih klien untuk menggunakan alat bantu berjalan, Bila mengalami masalah fisik, misalnya rematik, Bantu klien ke kamar mandi, terutama untuk lanjut usia yang menggunakan obat penenang/diuretik



e. Menganjurkan klien kacamata bila berjalan atau melakukan sesuatu f. Mengusahakan ada yang menemani klien jika bepergian. g. Menempatkan klien diruangan khusus dekat kantor sehingga mudah diobservasi bila lanjut usia tersebut dirawat h. Mengatur posisi klien ditempat tidur, kaki pasien menyentuh lantai, posisi lutut 90° , salah satu pagar tempat tidur terbuka, posisi tempat tidur rendah apabila tidak sedang didampingi i. Meletakkan bel dibawah bantal dan ajarkan cara menggunakannya j. Meletakkan meja kecil dekat tempat tidur agar lanjut usia dapat menempatkan alat yang selalu digunaknnya k. Menata ruangan bebas untuk lalu lalang l. Mengupayakan lantai bersih, rata, ltidak licin, dan tidak basah m. Mengunci semua peralatan yang beroda yang digunakan lanjut usia n. Memasang pegangan kamar mandi o. Menganjurkan klien untuk menghindari lampu yang redup dan menyilaukan sebaiknya gunakan lampu 70-100 watt p. Mengusahakan tidak ada perbedaan yang mencolok q. Mengajarkan klien untuk memjamkan mata sesaat, Jika pindah dari ruangan yang terang ke gelap dan menggunakan sandal/sepatu yang beralas karet r. Membebaskan tangga dari benda, gantungan, karpet s. Menggunakan perabot yang penting saja di ruang lanjut usia. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan kekuatan otot a. Mempertahankan klien pada posisi istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan b. Membantu klien dalam bergerak dengan bantuan seminimal mungkin c. Memotivasi klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan d. Menyediakan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu. Berikan obat-obatan 3. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum



a. Membantu klien pengungkapan mengenai masalah proses penyakit dan harapan masa depan b. Mendiskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek seksual c. Mendiskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan d. Mengakui dan menerima perasaan berduka, bermusuhan dan ketergantungan e. Memperhatikan perilaku menarik diri, perasaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan/ bentuk tubuh. f. Menyusun



batasan



tentang



perilaku



maladaptiv,



bantu



pasien



untuk



mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping g. Mengikutsertakan sertakan pasien dalam rencana tindakan keperawatan dan membuat jadwal aktifitas h. Merujuk pada konseling psikiatri i. Memberikan obat-obat sesuai petunjuk. 4. Nyeri akut sehubungan dengan spasme otot/imobilisasi Tujuan: Nyeri hilang dengan kriteria: Rilek; mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/ istirahat dengan tepat. a.



Mempertahankan bagian yang sakit dengan tirah baring



b.



Meninggikan dan dukung ekstremitas yang terluka



c.



Menghindari penggunaan sprei/bantal plastik di bawah ekstremitas dalam gips



d.



Meninggikan penutup tempat tidur, mempertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki



e.



Mengevaluasi keluhan nyeri/ketidaknyaman, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0 – 10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal



f.



Membantu pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera



g.



Menjelaskan prosedur sebelum memulai



h.



Memberikan obat sebelum perawatan aktivitas



i.



Selalu mengawasi dan membantu latihan rentang gerak pasif/aktif



j.



Memberikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan-pijatan punggung, perubahan posisi



k.



Mengajari teknik manajemen nyeri, latihan nafas dalam, sentuhan teraupeti selidiki keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba.



5. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kekuatan sendi yang menurun. Tujuan: Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas fisik dengan kriteria: mampu melakukan aktivitas. a.



Mengkaji derajat immobilitas yang dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan memperhatikan persepsi pasien terhadap immobilisasi.



b.



Membantu klien agar dapat berpartisipasi partisipasi pada aktivitas terapiotik atau relaksasi. Pertahankan rangsangan lingkungan, contoh; radio, TV, barang milik pribadi, jam, kalender, kunjungan keluarga atau teman



c.



Menginstrusikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit



d.



Membantu klien dalam penggunaan latihan isometric mulai dengan tungkai yang tak sakit



e.



Memberikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter/ tangan yang sesuai



f.



Menempatkan klien dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan menstabilkan fraktur tungkai bawah



g.



Menginstrusikan dan mendorong klien menggunakan trapeze dan “Pasca posisi” untuk fraktur tungkai bawah



h.



Membantu klien dalam perawatan diri/ kebersihan (contoh; mandi, mencukur)



i.



Membantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tingkat, sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas,



j.



Mengawasi selalu TD klien ketika sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing



k.



Selalu mengubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/nafas dalam



l.



Mengauskultasi bising usus. Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi runin. Tempatkan pada pispot, bila mungkin, atau menggunakan bedpan fraktur. Berikan privasi



m.



Mendorong peningkatan masukan cairan sampai 2000 – 3000 ml/hari termasuk air asam/jus



n.



Memberikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Pertahankan Penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama



o.



Meningkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan pembentukan gas



p.



Selalu mengkonsultasikan dengan ahli terapi fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi spesialis



q.



Melakukan program defekasi (pelunak feses, edem, lakstif) sesuai indikasi



r.



Merujuk ke perawat spesialis psikiatrik klinikal/ahli terapi sesuai indikasi



3.5 Evaluasi 1. Klien dapat meminimalkan resiko jatuh dengan latihan kekuatan otot dan modifikasi lingkungan. Aktivitas dapat berjalan dengan baik dan lancar 2. Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan 3. Klien mampu mengungkapan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk



menghadapi penyakit, perubahan



gaya hidup



dan kemungkinan



keterbatasan. 4. Nyeri hilang dengan kriteria: Rilek; mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/ istirahat dengan tepat. 5. Klien mampu melakukan aktivitas dengan meningkatkan atau mempertahankan mobilitas fisik.



BAB 4. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Perubahan normal muskuloskeletal terkait usia pada lansia termasuk penurunan tinggi badan, retribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang,



atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekuatan sendi-sendi. Masalah-masalah yang umum terjadi pada lansia adalah osteoporosis, osteoartritis, dan artritis rematoid. Kemudian untuk fraktur yang sering terjadi akibat osteoporosis adalah fraktur kompresi vertebra, fraktur panggul, dan fraktur pinggul. 5.2 Saran Dalam pemberian asuhan keperawatan hendaknya kita sebagai perawat dapat lebih berhati-hati dan dan telaten dalam mengasuh lansia, karena banyak perubahan dan penurunan yang terjadi pada lansia mempengaruhi juga pada psikologi dan sosialnya yang memungkinkan terjadi gangguan juga kalau kita sebagai perawat tidak memperlakukan lansia dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan geriatrik. Jakarta: EGC Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC