Makalah Hak Pakai Kelompok 1 (UAS) - 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH HAK PAKAI ATAS TANAH Diajukan untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Agraria Dosen Pengampu: Puji Wulandari Kuncoro SH.,M.Kn.



Disusun oleh : Nia Sari



18401241050



Ahmad Muflih



18401241055



Firdha Nissa Azhari



18401244006



Cici Frisiliawati



18401244008



Ayu Listia Ningrum



18401244022



PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2020



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu modal pokok bagi bangsa Indonesia dan suatu unsur yang utama dalam pembangunan menuju terbentuknya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Manusia juga memiliki beragam jenis kebutuhan yang berbeda-beda mulai dari papan, sandang, dan pangan. Kebutuhan papan dalam hal ini adalah kebutuhan akan rumah tinggal. Seiring dengan berjalannya waktu dan pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat. Tanah memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Baik sebagai sumber kehidupan maupun untuk tempat tinggal manusia sehari-hari. Tanah bagi kehidupan mengandung makna yang multidimensional. Karena makna yang multidimensional tersebut ada kecenderungan, bahwa orang yang memiliki tanah akan mempertahankan tanahnya dengan cara apapun bila hak-haknya dilanggar. Arti penting tanah bagi manusia sebagai individu maupun negara sebagai organisasi masyarakat yang tertinggi, secara konstitusi diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” Sebagai tindak lanjut dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan bumi atau tanah, maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan UUPA. Dalam UUPA kita lihat adanya perbedaan pengertian bumi dan tanah. Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilihat dari kedua pasal dibawah ini : Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan : “Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.” Pasal tersebut di atas memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan istilah bumi. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah) berikut apa yang ada dibawahnya yang berada dibawah air.



Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (3) menyatakan : “Atas dasar hak menguasai dari negara, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orangorang baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain atau badan hukum.” Hak pakai atas tanah merupakan hak milik yang lahir dari perjanjian memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Pakai untuk memanfaatkan tanah yang bukan miliknya tersebut, tetapi tidak untuk dikelola lebih lanjut, maupun dalam rangka keperluan bangunan di atas milik orang lain tersebut. Sebagaimana halnya Hak Guna Bangunan, pemberian Hak Pakai ini pun dapat bersumber pada tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam bentuk keputusan pemberian hak oleh pejabat yang berwenang. Tanah yang telah dimiliki dengan Hak Milik oleh perorangan tertentu, berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah tersebut. Sehubungan dengan perjanjian dengan pemegang Hak Milik atas tanah tersebut, dalam UndangUndang Pokok Agraria ditentukan bahwa perjanjian tersebut haruslah bukan perjanjian sewamenyewa atau perjanjian pengolahan tanah. Permasalahan pertanahan juga sering timbul karena tanah yang sudah diterbitkan sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah tidak diusahakan oleh pemiliknya secara maksimal bahkan diterlantarkan dalam waktu yang lama, sehingga mengundang pihak-pihak lain untuk mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut secara liar ataupun secara tidak sah, yang pada gilirannya akan menimbulkan konflik pertanahan yang penyelesaiannya sangat rumit. Padahal dalam Pasal 15 UndangUndang Pokok Agraria secara tegas disebutkan: “Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, Badan Hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah”.



B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian mengenai hak pakai atas tanah? 2. Apa saja subjek hak pakai atas tanah?



3. Bagaimana asal hak pakai atas tanah? 4. Bagaimana analisis kasus Sengketa Hak Pakai? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian mengenai hak pakai atas tanah 2. Untuk mengetahi subjek hak pakai atas tanah 3. Untuk mengetahui asal hak pakai atas tanah 4. Untuk mengetahui analisis kasus Sengketa Hak Pakai



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Hak Pakai Atas Tanah Pengertian Hak Pakai Atas Tanah Hak pakai atas tanah merupakan salah satu dari beberapa macam hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Sama halnya seperti hak milik dan hak guna usaha serta hak guna bangunan, hak pakai merupakan hak atas tanah yang bersifat primer. Merujuk pada UUPA, hak pakai diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43. Dalam Pasal 41 ayat (1), hak pakai didefinisikan sebagai: Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-untuk bangunan yang dimiliki oleh pemegang hak sewa tidak diperbolehkan untuk dialihkan kepada pihak lain tanpa izin dari pemilik tanah. Apabila pelanggaran terhadap larangan ini terjadi, maka dapat berakibat pada putusnya hubungan sewa-menyewa antara pemegang hak sewa untuk bangunan dengan pemilik tanah. Sementara berdasarkan Pasal 42 UUPA, Hak Pakai hanya bisa diberikan kepada Warga Negara Indonesia (WNI), orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, serta badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Dari beberapa definisi hak pakai tersebut diatas, dapat disebutkan beberapa ciri hak pakai: Hak pakai adalah adalah suatu hak yang meliputi hak atas tanah bangunan dan tanah pertanian (dan dengan demikian beberda dengan HGB); obyek hak pakai adalah tanah Negara dan tanah hak milik, dengan catatan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No 9/1965 dan Permendagri No 1 Tahun 1977 hak pakai juga dapat diberikan diatas hak pnegelolaan; dan bahwa hak pakai



atas tanah Hak Milik terjadi berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanahnya. Wewenang dan kewajiban pemegang hak pakai tersebut ditentukan dalam Surat Keputusan Pemberian Haknya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya. Hak pakai yang diberikan diatas tanah Negara, harus didaftarkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 1 tahun 1966 Tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Jangkauan hak pakai berkenaan dengan pemegang (subyek) haknya lebih luas dari HGB , yakni meliputi WNI, badan hukum Indonesia, WNA yang berkedudukan di Indonesia; dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia (Pasal 42 UUPA). Hak pakai adalah hak yang bersifat sementara, namun demikian jangka waktunya dapat terbatas atau ditentukan, atau dapat pula tidak terbatas, artinya dapat diberikan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu,misalnya untuk kantor dan rumah dinas/jabatan perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional, serta gedung – gedung perkantoran departemen dan lembaga pemerintah lainnya. Karena dalam UUPA tidak ditentukan jangka waktu hak pakai (berbeda dengan HGB), maka seringkali dianggap bahwa jangka waktunya 10 tahun sebagaimana kelaziman dalam praktik selama ini yang antara lain, didasarkan pada Permendagri No 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak atas Tanah



B. Subjek Hak Pakai Atas Tanah Subjek hak pakai terdiri dari : 1. Pemerintahan (Negara), pemilik tanah 2. Subjek yang dapat mempunyai hak pakai Sebagaimana diketahui dalam pasal 42 UUPA yang dapat mempunyai hak pakai adalah : 1. Warga Negara Indonesia 2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia 3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia 4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Subjek hak pakai menurut pasal 39 PP No. 40 tahun 1996, yaitu :



1. Warga Negara Indonesia 2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan kedudukan di Indonesia 3. Departemen, lembaga pemerintah Non Departemen dan pemerintah daerah 4. Badan-badan keagamaan dan social 5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia 6. Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia 7. Perwakilan Negara Asing dan perwakilan badan Internasional.



C. Asal Tanah Hak Pakai Menurut pasal 41 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa asal tanah hak pakai adalah tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain. Sedangakan menurut pasal 41 PP No. 40 tahun 1996 menyebutkan tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai adalah tanah Negara, tanah hak pengelolaan atau tanah hak milik D. Pemberian Hak Pakai Atas Tanah Pemberian Hak Pakai atas tanah terhadap pemegang Hak Pakai tidak sama dengan pemberian hak atas tanah bagi Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan. Pemberian Hak Pakai atas tanah memiliki ciri tersendiri yang tidak akan dijumpai pada hak-hak selain Hak Pakai tersebut. Hal ini sesuai Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 diatur mengenai subjek yang dapat mempunyai Hak Pakai atas tanah yaitu: 1.



Warga Negara Indonesia.



2.



Badan hokum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.



3.



Departemen, Lembaga Pemerintah non-Departemen dan Pemerintah Daerah.



4.



Badan-badan keagamaan dan sosial.



5.



Orang-orang asing yang berkedudukan di Indonesia.



6.



Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.



7.



Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.



Subjek hukum ini dapat diklasifikasi menjadi empat golongan, yaitu : 1.



Orang termasuk orang adalah warga negara Indonesia.



2.



Badan hukum privat, seperti badan hukum, baik badan hukum domestik dan badan hukum asing.



3.



Badan hukum publik, seperti Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah, Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan internasional.



4.



Badan-badan keagamaan dan sosial.



Sejalan dengan pemberian kepada orang atau badan hukum yang dapat menguasai tanah dengan Hak Pakai, adalah apabila pemegang Hak Pakai tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur dala Pasal 39 ayat 1 di atas, wajib dalam satu tahun pemegang hak melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak lain yang memenuhi syarat Pasal 40 (ayat 1). Oleh karena itu, apabila satu tahun Hak Pakai itu tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait di atas tanah tersebut tetap diperhatikan (Pasal 48 ayat 2). Berkaitan dengan ketentuan Pasal 40 di atas, maka tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah: 1.



Tanah negara.



2.



Tanah Hak Pengelolaan.



3.



Tanah Hak Milik Pasal 41 ayat (1).



Sementara Hak Pakai atas tanah negara pemberiannya dilakukan dengan keputusan dari menteri atau pejabat yang berwenang, sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk itu berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. Oleh karena itu, tata cara dan syarat pemberian hak atas tanah negara dan Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden Pasal 42 ayat (1, 2, dan 3). Pemberian Hak Pakai atas tanah baik pada tanah negara, maupun Hak Pengelolaan tetap harus didaftar di Kantor Pertanahan dalam buku tanah,



sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan setifikat hak atas tanah Pasal 43 ayat (1, 2, dan 3). Sementara itu, bagi Hak Pakai atas tanah Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pemberian Hak Pakai tanah Milik wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Oleh karena itu, Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya di Kantor Pertanahan. Tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Pakai atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden (Pasal 43 ayat (1, 2, dan 3). Hanya saja ada beberapa catatan mengenai Hak Pakai berdasarkan permohonan hak dengan subjek hak atas tanah, yang terdiri dari orang perorang dan badan hukum. Akan tetapi UUPA masih meninggalkan banyak pekerjaan rumah, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan UUPA. Pada umumnya UUPA tidak dilengkapi dengan pemikiran yang tuntas terhadap peraturan pelaksanaannya. Diperlukan upaya terus menerus untuk melakukan penemuan hukum dalam rangka pembangunan hukum tanah yang bertanggung jawab. Terjadinya Hak Pakai atas tanah Negara diberikan melalui keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Terjadinya hak pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. sedangkan untuk hak pakai atas tanah hak milik terjadi melalui pemberian tanah oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah. E. Jangka Waktu Hak Pakai Atas Tanah Hak pakai atas tanah negara dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanah tersebut digunakan untuk keperluan tertentu. Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada:



1. Departemen, lembaga pemerintah non departemen dan pemerintah daerah. 2. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional 3. Badan keagamaan dan badan social. Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) tahun 1996 PP 40 tentang jangka waktu bagi hak pakai atas tanah Negara adalah 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. Setelah jangka waktu hak pakai atau perpanjangannya berakhir maka dapat diberikan pembaharuan hak pakai atas tanah yang sama. Adapun syarat perpanjangan atau pembaharuan hak pakai atas tanah negara dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan menurut Pasal 46 PP 40 tahun 1996 adalah sebagai berikut: 1. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut. 2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. 3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak yang diatur dalam PP 40 tahun 1996. 4. Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui atas usul pemegang Hak Pengelolaan. 5. Permohonan perpanjangan waktu Hak Pakai atau pembaharuan diajukan selambat- lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Pakai tersebut (Pasal 47 PP 40 tahun 1996). Permohonan perpanjangan waktu Hak Pakai atau pembaharuan diajukan selambat- lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Pakai tersebutdan dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang. Atas kesepakatan antar pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan. Selain itu, PP 40 tahun 1996 mengatur jangka waktu yang berbeda untuk



Hak Pakai atas rumah yang dibangun berdasarkan perjanjian dengan pemegang Hak Milik, jangka waktu perjanjian tersebut tidak boleh lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun perjanjian tersebut dapat diperpanjang selama 25 (dua puluh lima) tahun. Perpanjangan selama 25 (dua puluh lima) tahun harus dibuat dalam perjanjian terpisah antara orang asing dan pemegang hak milik. Selanjutnya, perpanjangan dapat dibuat dengan ketentuan bahwa orang asing yang berdomisili di Indonesia atau untuk perusahaan asing, mempunyai perwakilan di Indonesia. Apabila orang asing yang memiliki rumah yang dibangun atas Hak Pakai tanah negara atau berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak tidak lagi berdomisili di Indonesia, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, orang asing harus mengalihkan haknya kepada pihak lain yang memenuhi syarat untuk memiliki hak atas tanah. F. Analisis Kasus Sengketa Hak Pakai Artikel Kasus Sengketa Hak Pakai Sengketa Lahan Manggarai, PT KAI Tunjukkan Sertifikat Hak Pakai Oleh: Tempo.co Jumat, 28 April 2017 13:36 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Senior Manager Humas PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Suprapto menunjukkan Sertifikat Hak Pakai Desa Manggarai Nomor 47 Tahun 1988 kepada wartawan dalam konferensi pers, Jumat, 28 April 2017. Sertifikat hak pakai itu ditunjukkan sehubungan dengan penolakan penggusuran yang dilakukan PT KAI terhadap kawasan warga RW 12 Kelurahan Manggarai, Jakarta, Rabu, 26 April lalu. PT KAI akan menertibkan lahan di kawasan Manggarai untuk merealisasikan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2011. Luas lahan yang akan dibebaskan adalah 1.150 meter persegi. Sebelas bangunan, yang terdiri atas 4 hunian di RT 1 RW 12, enam bangunan di RT 2, bengkel dan area parkir, akan ditertibkan. Namun warga menolak digusur karena mengaku sebagai pemilik lahan.



Warga RW 012 Kelurahan Manggarai menolak rencana penggusuran oleh PT KAI dengan dalih telah menempati lahan itu sejak 1950-an. "PT KAI mau ambil alih lahan. Kami menolak rencana itu," kata Ketua RW 012 Kelurahan Manggarai Kadimin, Ahad, 9 April lalu. Ia mengaku warga memang tak memiliki surat kepemilikan tanah, tapi mereka berdalih telah menempati lahan di dekat pinggir rel Stasiun Manggarai itu selama puluhan tahun dan membayar pajak bumi dan bangunan. PT KAI berpegang pada sertifikat hak pakai itu dengan nama pemegang hak Perusahaan Jawatan Kereta Api, nama sebelum berganti menjadi PT KAI. Masa berlakunya tidak terbatas selama dipergunakan untuk kepentingan dinas. "Sertifikat hak pakai telah dimiliki PT KAI sejak nasionalisasi aset pasca transisi pemerintah Hindia Belanda ke pemerintah Indonesia," kata Suprapto. Pemerintah Indonesia telah membayar sejumlah uang kepada perusahaan swasta mengenai nasionalisasi aset yang kemudian dilakukan inventaris. Salah satunya berupa aset tanah. "(Tanah di Manggarai) dimasukkan ke kekayaan negara. Ini milik pemerintah yang diamanahkan kepada PT KAI," ucapnya. Suprapto juga membantah bahwa PT KAI akan menggusur hingga seratus bangunan di kawasan itu. "Hanya 11 bangunan yang akan ditertibkan," tuturnya. Jika ada warga yang menghuni 11 bangunan tersebut dan memiliki sertifikat kepemilikan lahan, dapat menunjukkannya langsung kepada pengadilan. "Silakan tunjukkan kalau memang ada bukti fisiknya," katanya. Pernyataan Suprapto didukung Kepala Daerah Operasional I PT KAI John Roberto. Ia mengaku tidak tahu mengenai sertifikat kepemilikan lahan warga. "Kami punya. Kan tidak mungkin (sertifikat) ada dua," ujarnya. Analisis Kasus Sengketa Hak Pakai Warga RW 12 Kelurahan Manggarai, Jakarta Selatan menolak adanya penertiban yang dilakukan PT KAI di kawasan Manggarai seluas 1.150 meter persegi terdiri dari sebelas bangunan (empat hunian di RT 1 RW 12, enam bangunan di RT 2, bengkel dan area parkir). Warga yang hendak ditertibkan menolak dengan alasan bahwa mereka memiliki hak kepemilikan atas lahan, telah menempati lahan itu kurang lebih semenjak tahun 1950 dan mengaku telah



membayar pajak bumi dan bangunan. Menurut PT KAI sertifikat hak pakai telah dimiliki PT KAI sejak nasionalisasi aset pasca transisi pemerintah Hindia Belanda ke pemerintah Indonesia. Pasca Proklamasi Kemerdekaan



dan



berdirinya



Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka semua kekayaan Pemerintah Hindia Belanda demi hukum (van rechtswege) otomatis menjadi kekayaan Negara Kesatuan



Republik



Indonesia



termasuk aset perusahaan kereta api milik



Belanda terdahulu. Konflik pokok dalam kasus ini dikarenakan warga mendirikan rumah di atas lahan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang telah lama



ditelantarkan



oleh PT Kereta Api sejak zaman PT. KAI masih bernama PJKA. Selain itu, uang ganti rugi yang diberikan senilai Rp.200.000 per meter untuk bangunan semi



permanen dan



Rp250.000



untuk bangunan permanen dirasa kurang



layak oleh warga. Penyelesaian kasus sengketa ini pada akhirnya dilakukan dengan pembebasan tanah warga di wilayah Manggarai dengan uang ganti rugi.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam UUPA Pasal 41 ayat (1), hak pakai didefinisikan sebagai: Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-untuk bangunan yang dimiliki oleh pemegang hak sewa tidak diperbolehkan untuk dialihkan kepada pihak lain tanpa izin dari pemilik tanah. Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) tahun 1996 PP 40 tentang jangka waktu bagi hak pakai atas tanah Negara adalah 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.



DAFTAR PUSTAKA



Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Azalia Ramadhani, Endri Kurniawati, dan Amirullah Suhada. Tempo.co: Sengketa Lahan Manggarai, PT KAI Tunjukkan Sertifikat Hak Pakai https://metro.tempo.co/read/870409/sengketa-lahan-manggarai-pt-kai-tunjukkansertifikat-hak-pakai/full&view=ok diakses tanggal 21 Desember 2020. Grashinta, Dyah Ayu. (2010). “Pemberian Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik Sebagai Alternatif Bagi Warga Negara Asing Untuk Memiliki Rumah Tinggal Di Indonesia Dalam Menunjang Kepentingan Investasi”. Skripsi. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.Nurjanah, Siti; Wahyudi, Bambang dan Purwanto. 2019. Resolusi Konflik Lahan PT kereta Api Indonesia (Persero) dengan Warga RW 12 Kelurahan Manggarai Jakarta Selatan dalam Perebutan Lahan di Wilayah Daerah Operasi 1 Jakarta. Bogor: Universitas Pertahanan.