Makalah Ilmu Perundang Undangan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH LEMBAGA NEGARA DAN LEMBAGA PEMERINTAHAN MENURUT PERATURAN PERUNDAN-UNDANGAN Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Perundang-Undangan yang diampu oleh: Dr. H. Uu Nurul Huda, S.Ag., S.H., M.H. Dani Arizaya Mustofa, S.H., M.H



Disusun oleh : Kemal Hakim Teja Nirwana



1173050056



Khaerunisa



1173050057



Muhammad Abizar Alghifari



1173050073



Nida himatum Mardiyah



1173050087



JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih bisa menikmati indahnya alam ciptaanNya. Shalawat serta salam kita haturkan kepada teladan kita semua Nabi Muhammad SAW yang telah memberitahu kepada kita jalan yang benar berupa ajaran agama yang sempurna serta menjadi rahmat bagi seluruh alam. Kami sangat bersyukur karena dapat merampungkan penyusunan makalah dengan judul “Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan Menurut Peraturan Perundang-Undangan ” tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Perundang-Undangan. Dalam perampungan makalah ini, kami mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, sudah seharusnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:



1.



Bapak Dr. H. Uu Nurul Huda, S.Ag., S.H., M.H. serta Bapak Dani Arizaya Mustofa, S.H., M.H selaku dosen mata kuliah Ilmu Perundang-Undangan.



2.



Orang tua kami yang selalu mendukung kami baik dari segi moral maupun materil.



3.



Seluruh pihak yang tidak bisa kami rincikan satu per satu yang sudah membantu dalam merampungkan makalah ini.



Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca.



i



ii



Bandung, 14 Maret 2019



Penyusun



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...................................................................................................i DAFTAR ISI.................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1 A. Latar belakang...........................................................................................................1 B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2 C. Tujuan Masalah.........................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3 A. Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia................................................................3 B. Lembaga negara dan Lemabaga Pemerintahan Menurut Peraturan PerundangUndangan...............................................................................................................11 BAB III PENUTUP....................................................................................................25 Simpulan......................................................................................................................25 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................26



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Kehadiran suatu undang-undang dalam suatu negara dirasa penting kehadiranya. Karena dalam setiap peraturan yang dikeluarkan mengandung aspekaspek yang meliputi ketentuan-ketentuan pokok maupun landasan yang menjadi dasar untuk penyelengaraan negara tersebut. Seperti halnya Negara Indonesia yang memiliki suatu Undang-Undang Dasar 1945 yang telah dirumuskan, dimana undang-undang ini menjadi dasar penyelengaraan konstitusional



dari negara



Indonesia. Yang didalamnya meliputi berbagai macam aspek peraturan dasar bagi penyelengaraan bernegara baik sifatnya secara horizontal maupun vertikal ,dimana salah satunya menyangkut mengenai pengaturan dasar tentang lembaga negara yang terkandung dalam pasal-pasal yang ada. Lembaga negara merupakan komponen yang begitu penting dalam suatu Negara, sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga negara merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini dikarenakan lembaga negara merupakan organ yang mengisi dan menjalankan negara. Tanpa adanya lembaga negara maka Negara tidak akan berfungsi. Ketiadaan lembaga negara dalam struktur suatu Negara akan menyebabkan tidak efektifnya keberadaan suatu negara, bahkan besar kemungkinan akan mengakibatkan goyah dan runtuhnya suatu negara.1 Dalam sejarah ketatanegaraan indonesia konsepsi kelembagaan negara mengalami dinamika yang cukup panjang seiring dengan berubah-ubahnya sistem ketatanegaraan yang terjadi sehingga meliputi adanya suatu perubahan konsep mengenai tatanan kelembagaan itu sendiri, Konsepsi tentang lembaga negara di Indonesia sendiri dapat ditemukan sebelum masa reformasi dan perubahan Patrialis Akbar, 2013, Lembaga-Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1954, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 6. 1



1



2



Undang-Undang Dasar, yaitu pada Ketetapan MPR RI, Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. Pada Pasal 1 ayat (1) Ketetapan MPR tersebut ditentukan bahwa lembaga Tertinggi Negara adalah MPR, sedangkan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara yaitu terdapat pada Pasal 1 ayat (2) adalah Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung.2 Setelah mengalami perubahan sebanyak empat kali, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mengenal lagi pranata lembaga tertinggi negara sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Pada Tahun 2001 sidang Tahunan MPR memutuskan perubahan Pasal 1 ayat (2) menjadi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar”.7 Konsepsi ini menegaskan bahwa MPR bukan lagi satu-satunya lembaga yang melaksanakan kedaulatan rakyat, akan tetapi setiap lembaga yang mengemban tugas-tugas politik negara dan pemerintahan adalah pelaksana kedaulatan rakyat dan harus tunduk serta bertanggung jawab kepada rakyat.3 Maka untuk lebih jelasnya lagi untuk memahami hal tersebut akan kami tuangkan dalam makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah literatur serta pengetahuan. B. Rumusan Masalah a. Bagaimana Perkembangan Ketatanegaraan di Indonesia? b. Bagaimana Lembaga Negara dan Lemabaga Pemerintahan Menurut Peraturan Perundang-Undangan? C. Tujuan Masalah a. Untuk Mengetahui Perkembagaan Ketatanegaraan Di Indonesia. b. Untuk Mengetahui Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan Menurut Peraturan Perundang-Undangan. Sri Soemantri, 2014, Hukum Tata Negara Indonesia, Pemikiran dan Pandangan, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 280. 3 Ibid., hlm 163. 2



BAB II PEMBAHASAN A. Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia. Dalam perkembangannya ketatanegraan Indonesia mengalami dinamika yang cukup panjang dalam tujuan penyelenggaraan negara, hal itu di sebabkan oleh berbagai macam aspek yang terjadi selama kurun waktu 73 tahun ini setelah kemerdekaan. Entah itu dari segi aspek politik, aspek sosial, aspek ekonomi ataupun aspek yang lainnya dan kesemuanya itu telah memberikan pengaruhnya terhadap tatanan ketatanegaraan indonseia. Seperti yang kita ketahui bahwa konstitusi Indonesia sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang Indonesia telah berlaku tiga macam Undang-Undang Dasar dalam empat periode yaitu, yaitu: a. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 b. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 c. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 d. Periode 5 Juli 1959 – sampai sekarang. Pada periode pertama berlaku Undang-Undang Dasar 1945, periode kedua berlaku Undang-Undang Dasar 1949, periode ketiga berlaku Undang-Undang Dasar 1945. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, perlu di uraikan keempat periode tersebut seperti di bawah ini. 1.



Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945,



Republik yang baru ini belum mempunyai ini Undang-Undang Dasar. Baru sehari kemudian tanggal 18 agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) disahkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Pada tanggal 28 Mei 1945 pemerintah balantentara jepang melantik Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia



3



4



(BPUPKI). Pembentukan badan ini



adalah sehubungan dengan janji



daripemerintah Jepang yang diucapkan oleh perdana menteri Jepang Koiso di depan Dewan Perwakilan Rakyat Jepang, yang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari. BPUPKI beranggotakan 62 orang dengan Dr. K.R.T. Radjiman sebagai ketua dan R.P. Saroso sebagai Wakil Ketua.4 Sidang BPUPKI ini dapat dibagi dalam dua masa yaitu masa sidang pertama tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 juni 1945 dan masa sidang kedua tanggal 10 Juli 1945 sampai 17 Juli 1945. Walaupun maksud pendirian Badan ini hanya untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, sesusai janji pemerintah Balatentara Jepang, namun apa yang dihasilkan kemudian oleh badan ini jauh lebih dari sekedar mengadakan peneyelidikan, karena badan ini melakukan tugasnya sampai kepada penyusunan suatu Rancangan UndangUndang Dasar.5 Karena itu pada masa sidang pertama Badan itu telah membicarakan tentang dasar falsafah dari indonesia merdeka, dan dalam rangka itu pada tanggal 29 Mei 1945 dan 1 juni 1945 Mr. Moh Yamin dan Ir. Soekarno telah mengucapkan pidatonya. Kedua pidato tersebut memuat dasar-dasar bagi Indonesia merdeka. Baru kemudian pada masa sidang kedua, pembicaraan tentang Rancangan Undang-Undang Dasar benar-benar dilaksanakan dan dibentuklah suatu panitia yang di beri nama panitia Hukum Dasar dengan anggota terdiri dari 19 orang termasuk ketuanya Ir. Soekarno. Panitia ini kemudian membentuk panitia kecil yang terdiri dari Prof. Mr. Dr. Soepomo, Mr, Wongsonegoro, R. Soekardjo, Mr. A. Maramis, Mr. R. Padnji singgih, H.A. Salim dan Dr. Sukiman, sedangkan ketuanya diangkat prof.6 Mr. Dr. Soepomo. Pada tangal 31 Juli Pantia Kecil ini menyelesaikan tugasnya, dan memeberikan laporan pada Panitia Hukum Dasar. Lalu BPUPKI menyetujui hasil tersebut sebagai rancangan UndanngUndang dasar pada tanggal 16 Juli 1945.



Moh Kusnardi dan Harmainly Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tatanegara Indonesia, PD. Budi Chaniago, Jakarta Selatan, hlm.87 5 Ibid., hlm. 88 6 Ibid., hlm. 88 4



5



Dengan selesainya tugas BPUPKI, maka pemerintah Balatentara Jepang dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Panitia ini bertugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang terdiri dari 21 orang termasuk ketua dan wakil ketua masing-masing Ir. Soekarno dan Moh. Hatta. Karena pada 6 Agustus 1945 sekutu menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan 9 Agustus 1945 di Nagasaki mengakibatkan Jepang menyerah pada sekutu. Sehingga berimbas pada kondisi PPKI yang tidak dapat dikaitkan lagi dengan Balatentara Jepang. yang kemudian PPKI dibentuk oleh Bangsa Indonesia sendiri sehari setelah proklamasi kemerdekaan yaitu 18 Agustus 1945 mengesahkan Undang-Undang Dasar. 2.



Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 Sebagai rasa ungkapan ketidak puasan Bangsa Belanda kemerdekaan



Republik Indonesia, terjadilah kontak senjata (agresi) oleh Belanda pada tahun 1947 dan 1948, dengan keinginan Belanda untuk memecah belah NKRI menjadi negara federal agar dengan secara mudah dikuasai kembali oleh Belanda, akhirnya disepakati untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda, dengan menghasilkan tiga buah persetujuan antara lain : 1) Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat; 2) Penyerahan kedaulatan Kepada Republik Indonesia Serikat; dan 3) Didirikan Uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda.7 Pada tahun 1949 berubahlah konstitusi Indonesia yaitu dari UUD 1945 menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS), maka berubah pula bentuk Negara Kesatuan menjadi negara Serikat (federal), yaitu negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri-sendiri kemudian mengadakan ikatan kerja sama secara efektif, atau dengan kata lain negara serikat adalah negara yang tersusun jamak terdiri dari negara-negara bagian.8 7



Triwulan Tutik, Titik. 2006. pokok-pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka, hlm. 69



6



Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat. Sistem pemerintahan presindensial



berubah



menjadi



parlementer,



yang



bertanggung



jawab



kebijaksanaan pemerintah berada di tangan Menteri-Menteri baik secara bersamasama maupun sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada parlemen (DPR), Namun demikian pada konstitusi RIS ini juga belum dilaksanakan secara efektif, karena lembaga-lembaga negara belum dibentuk sesuai amanat UUD RIS.9 3.



Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 Ternyata Konstitusi RIS tidak berumur panjang, hal itu disebabkan karena



isi konstitusi tidak berakar dari kehendak rakyat, juga bukan merupakan kehendak politik rakyat Indonesia melainkan rekayasa dari pihak Balanda maupun PBB, sehingga menimbulkan tuntutan untuk kembali ke NKRI. Satu persatu negara bagian menggabungkan diri menjadi negara Republik Indonesia, kemudian disepakati untuk kembali ke NKRI dengan menggunakan UUD sementara 1950. Bentuk negara pada konstitusi ini adalah Negara Kesatuan, yakni negara yang bersusun tunggal, artinya tidak ada negara dalam negara sebagaimana halnya bentuk negara serikat. Ketentuan Negara Kesatuan ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang menyatakan Republik Indonesia merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokrasi dan berbentuk kesatuan. Pelaksanaan konstitusi ini merupakan penjelmaan dari NKRI berdasarkan Proklamasi 17 Agustua 1945, serta didalamnya juga menjalankan otonomi atau pembagian kewenangan kepada daerah-daerah di seluruh Indonesia.10 Sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan parlementer, karena tugas-tugas ekskutif dipertanggung jawabkan oleh Menteri-Menteri baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri kepada DPR. Kepala negara sebagai pucuk pimpinan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat karena kepala negara Agus Santoso, 2013, Perkembangan Kontitusi Indonesia, Jurnal Ketatanegaraan, Yustisia Vol.2 No.3, hlm. 122 9 Ibid., hlm.122 10 Ibid., hlm.122 8



7



dianggap tidak pernah melakukan kesalahan, kemudian apabila DPR dianggap tidak representatif maka Presiden berhak membubarkan DPR.11 4.



Periode 5 Juli 1959 – sampai sekarang. Pada periode ini UUD 1945 diberlakukan kembali dengan dasar dekrit



Prsiden tanggal 5 Juli tahun 1959. Berdasarkan ketentuan ketatanegaraan dekrit presiden diperbolehkan karena negara dalam keadaan bahaya oleh karena itu Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang perlu mengambil tindakan untuk menyelamatkan bangsa dan negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Berlakunya kembali UUD 1945 berarti merubah sistem ketatanegaraan, Presiden yang sebelumnya hanya sebagai kepala negara selanjutnya juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan, dibantu Menteri-Menteri kabinet yang bertanggung jawab kepada Presiden. Sistem pemerintahan yang sebelumnya parlementer berubah menjadi sistem presidensial. Dalam praktek ternyata UUD 1945 tidak diberlakukan sepenuhnya hingga tahun 1966. Lembaga-lembaga negara yang dibentuk baru bersifat sementara dan tidak berdasar secara konstitusional, akibatnya menimbulkan penyimpanganpenyimpangan kemudian meletuslah Gerakan 30 September 1966 sebagai gerakan anti



Pancasila



yang



dipelopori



oleh



PKI,



walaupun



kemudian



dapat



dipatahkannya. Pergantian kepemimpinan nasional terjadi pada periode ini, dari Presiden Soekarno digantikan Soeharto, yang semula didasari oleh Surat Perintah Sebelas Maret 1966 kemudian dilaksanakan pemilihan umum yang kedua pada tahun 1972.12 Babak baru pemerintah orde baru dimulai, sistem ketatanegaraan sudah berdasar konstitusi, pemilihan umun dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, pembangunan nasional berjalan dengan baik, namun disisi lain terjadi kediktaktoran yang luar biasa dengan alasan demi terselenggaranya stabilatas 11



Radjab, Dasril. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. hlm.202



Agus Santoso, 2013, Perkembangan Kontitusi Indonesia, Jurnal Ketatanegaraan, Yustisia Vol.2 No.3, hlm.123 12



8



nasional dan pembangunan ekonomni, sehingga sistem demokrasi yang dikehendaki UUD 1945 tidak berjalan dengan baik.13 Keberadaan partai politik dibatasi hanya tiga partai saja, sehingga demokrasi terkesan mandul, tidak ada kebebasan bagi rakyat yang ingin menyampaikan kehendaknya, walaupun pilar kekuasaan negara seperti ekskutif, legislatif dan yudikatif sudah ada tapi perannya tidak sepenuhnya, kemauan politik menghendaki kekuatan negara berada ditangan satu orang yaitu Presiden, sehingga menimbulkan demontrasi besar pada tahun 1998 dengan tuntutan reformasi, yang berujung pada pergantian kepemimpinan nasional.14 a.



Periode 19 Oktober 1999 sampai dengan 10 Agustus 2002, masa berlaku pelaksanaan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 Sebagai implementasi tuntutan reformasi yang berkumandang pada tahun



1998, adalah melak uk an perubahan terhadap UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dasar hukum perubahan UUD 1945 adalah Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR sesuai dengan kewenangannya, sehingga nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi di Negara Kesatuan Rapublik Indonesia nampak diterapkan dengan baik. Dalam melakukan perubahan UUD 1945, MPR menetapkan lima kesepakatan, yaitu : 1. Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945; 2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial; 4. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimaksukkan kedalam pasalpasal (batang tubuh); dan Agus Santoso, 2013, Perkembangan Kontitusi Indonesia, Jurnal Ketatanegaraan, Yustisia Vol.2 No.3, hlm. 123 14 Ibid 13



9



5. Melakukan perubahan dengan cara adendum.15 Pada periode ini UU D 1945 mengalami perubahan hingga ke empat kali, sehingga mempengaruhi proses kehidupan demokrasi di Negara Indonesia. Seiring dengan perubahan UUD 1945 yang terselenggara pada tahun 1999 hingga 2002, maka naskan resmi UUD 1945 terdiri atas lima bagian, yaitu UUD 1945 sebagai naskah aslinya ditambah dengan perubahan UUD 1945 kesatu, kedua , ketiga dan keempat, sehingga menjadi dasar negara yang fundamental/dasar dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.16 a.



Periode 10 Agustus 2002 sampai dengan sekarang masa berlaku UndangUndang Dasar 1945, setelah mengalami perubahan. Bahwa setelah mengalami perubahan hingga keempat kalinya UUD 1945



merupakan dasar Negara Republik Indonesia yang fundamental untuk menghantarkan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia, tentu saja kehidupan berdemokrasi lebih terjamin lagi, karena perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara hati-hati, tidak tergesa-gesa, serta dengan menggunakan waktu yang cukup, tidak seperti yang dilakukan BPUPKI pada saat merancang UUD waktu itu, yaitu sangat tergesa-gesa dan masih dalam suasana dibawah penjajahan Jepang.17 Pada awalnya gagasan untuk melaksanakan perubahan/amandemen UUD 1945 tidak diterima oleh kekuatan politik yang ada, walaupun perdebatan tentang perubahan UUD 1945 sudah mulai hangat pada tahun 1970 an. Pada saat reformasi, agenda yang utama adalah melaksanakan perubahan UUD 1945, yaitu telah terselenggara pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan berhasil menetapkan perubahan UUD 1945 yang pertama, kemudian disusul perubahan kedua, ketiga hingga keempat. Dahulu setiap gagasan amandemen UUD 1945 selalu dianggap salah dan dianggap bertendensi subversi atas negara dan pemerintah, tetapi



15



Ibid ibid 17 ibid 16



10



dengan adanya perubahan pertama ditahun 1999, mitos tentang kesaktian dan kesakralan konstitusi itu menjadi runtuh ( Muh, Mahfud MD, 2003 : 176).18 Nuansa demokrasi lebih terjamin pada masa UUD 1945 setelah mengalami perubahan. Keberadaan lembaga negara sejajar, yaitu lembaga ekskutif (pemerintah), lembaga legislatif (MPR, yang terdiri dari DPR dan DPD), lembaga Yudikatif (MA, MK dan KY), dan lembaga auditif (BPK). Kedudukan lembaga negara tersebut mempunyai peranan yang lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya. Masa jabatan presiden dibatasi hanya dua periode saja, yang dipilih secara langsung oleh rakyat.19 Pelaksanaan otonomi daerah terurai lebih rinci lagi dalam UUD 1945 setelah perubahan, sehingga pembangunan disegala bidang dapat dilaksanakan secara merata di daerah-daerah. Pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis, kemudian diatur lebih lanjut dalam UU mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung, sehingga rakyat dapat menentukan secara demokrtis akan pilihan pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat.20 Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dijamin lebih baik dan diurai lebih rinci lagi dan UUD 1945, sehingga kehidupan demokrasi lebih terjamin. Keberadaan partai politik tidak dibelenggu seperti masa sebelumnya, ada kebebasan untuk mendirikan partai politik dengan berasaskan sesuai dengan kehendaknya asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta dilaksanakannya pemilihan umum yang jujur dan adil.



MD, Muh, Mahfud. 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Jakarta: Rineka Cipta. hlm.176 19 Agus Santoso, 2013, Perkembangan Kontitusi Indonesia, Jurnal Ketatanegaraan, Yustisia Vol.2 No.3, hlm. 124 20 Ibid 18



11



B. Lembaga negara dan Lemabaga Pemerintahan Menurut Peraturan Perundang-Undangan Sebagaimana yang telah di jelaskan di awal pada latar belakang bahwa Lembaga negara merupakan komponen yang begitu penting dalam suatu Negara, sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga negara merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini dikarenakan lembaga negara merupakan organ yang mengisi dan menjalankan negara. Tanpa adanya lembaga negara maka Negara tidak akan berfungsi. Ketiadaan lembaga negara dalam struktur suatu Negara akan menyebabkan tidak efektifnya keberadaan suatu negara, bahkan besar kemungkinan akan mengakibatkan goyah dan runtuhnya suatu negara.21 Bukan saja sebagai suatu lembaga kenegaraan tetapi juga secara bersamaan menjalankan tugas sebagai lembaga pemerintah yang melakukan jalannya suatu roda pemerintahan, Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan non-de- partemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hirarki atau ranking kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.22 dimana dari setiap lembaga-lembaga yang ada memiliki fungsi serta kedudukannya masing-masing baik secara kelembagaan negara maupun secara kelembagaan pemerintah. Telah disingggung bahwa kehadiran Undang-Undang Dasar 1945 menjadi suatu hal yang fundamental dalam menyelenggarakan tujuan negara, dimana telah tercantum peraturan dasar yang menjadi acuan pokok dalam menjalankan segala macam hal terkait dengan ketatanegaraan. Dimana salah satunya mengatur mengenai kehadiran suatu lembaga negara yang akan Patrialis Akbar, 2013, Lembaga-Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1954, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 6. 21



Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, jakarta, hlm. 42 22



12



menjalankan serta menerapkan peraturan-peraturan undang-undang tersebut unutk mencapai tujuan negara berdasarkan kepada Undang-Undang Dasar 1945. Dengan tercantumnya pengaturan tentang kelembagaan negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 dimaksudkan agar jelas kedudukan dan fungsi dari masing-masing lembaga, sehingga dalam melaksanakan suatu tugas yang di amanatkan oleh Undang-Undang Dasar ini dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadinya



suatu



ketimpangan



antar



lembaga



negara



maupun



lembaga



pemerintahan. 1. Pengertian Lembaga Negara Istilah "lembaga-lembaga negara" tidak dijumpai dalam UUD 1945. Konstitusi RIS 1949 secara eksplisit menyebut Presiden, menteri-menteri, Senat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), dan Dewan Pengawas Keuangan sebagai "alat-alat perlengkapan negara RIS“ (Konstitusi RIS 1949 Bab III). UUDS 1950 juga menegaskan bahwa "alat-alat perlengkapan negara" mencakup Presiden dan Wakil Presiden (Wapres), menteri-menteri, DPR, MA, dan Dewan Pengawas Keuangan (UUDS 1950 Pasal 4). 23 UUD 1945 pra-amandemen adalah "penyelenggara pemerintah negara" (Presiden), "penyelenggara negara" (MPR) atau "badan" (MPR dan DPA) (vide penjelasan UUD 1945 pra amandemen), sedangkan di dalam teks UUD 1945 digunakan istilah "badan negara” (Pasal II Aturan Peralihan).24 Istilah "lembaga-lembaga negara" dikukuhkan penggunaannya dalam Ketetapan No. XX/MPRS/ 1966 (lihat TAP MPR No. VI/MPR/1976 dan TAP MPR No. III/MPR/ 1978). Lembaga-lembaga negara yang dimaksud adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),



Asri Agustiwi, 2014, Keberadaan Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Di Indonesia, Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA, Vol. 8 no. 1, hlm. 4 24 Ibid., hlm. 5 23



13



Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Presiden, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Mahkamah Agung (MA).25 Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KKBI) (1997:979-58), kata “lembaga” dalam contoh frasa yaitu lembaga pemerintahan yang diartikan “badan-badan



Pemerintahan



dalam



lingkungan



eksekutif.



Kalau



kata



pemerintahan Negara (khususnya dilingkungan eksekutif, yudikatif, dan legislative).26 Maka dapat dikatakann secara definitif, alat-alat perlengkapan suatu negara atau yang lazim disebut sebagai lembaga negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi Negara.27 2. Tujuan Dibentuknya Lembaga-lembaga Negara a. Selain untuk menjalankan fungsi negara juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara actual; b. Lembaga-lemabaga negara juga harus membentuk suatu kesatuan proses yang



satu



sama



yang



lain



saling



berhubungan



dalam



rangka



penyelenggaraan fungsi Negara atau istilah yang digunakan Prof. Sri Soemantri adalah “actual governmental processes. Jadi, meskipun dalam prakteknya tipe lembaga-lembaga Negara yang diadopsi setiap negara bisa berbeda, secara konsep lembaga-lembaga tersebut harus berkerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan secara ideologis mewujudkan negara dalam jangka panjang.28



25



Ibid., hlm.5 Arifin, Firmansyah dkk, Lemabga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, cet. 1, Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2005, Hal. iii,vi. 27 Ibid 28 Ibid., hlm.32 26



14



3. Lembaga-lembaga Negara Prof. Sri Soemantri menafsirkan lembaga Negara berdasarkan hasil amandemen adalah BPK, DPR, DPD, MPR, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK, dan KY (8 lembaga Negara). Pendapat ini didasarkan pemikiran sistem kelembagaan negara berdasarkan hasil amandemen UUD 1945 dibagi membagi tiga bidang/fungsi. Pertama, dalam bidang perundang-undangan, Kedua, berkaitan dengan pengawasan, ketiga, dengan pengangkatan hakim agung.29 Di tingkat pusat, kita dapat membedakannya dalam empat tingkatan kelembagaan, yaitu: a. Lembaga yang dibentuk berdasarkan UUD yang diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan UU, Per- aturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden; b. Lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang yang diatur atau ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden; c. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemer- intah atau Peraturan Presiden yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden; d. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri atau keputusan pejabat di bawah Menteri.30 Lembaga negara pada tingkatan konstitusi misalnya adalah Presiden, Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permu- syawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah



Agung



(MA),



dan



Badan



Pemeriksa



Keuangan



(BPK).



Kewenangannya diatur dalam UUD, dan dirinci lagi dalam UU, meskipun



29



Ibid., hlm.36 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, jakarta, hlm. 49 30



15



pengangkatan para anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Presiden sebagai pejabat administrasi negara yang tertinggi.31 Lembaga-lembaga



tingkat



kedua



adalah



lembaga



yang



dibentuk



berdasarkan undang-undang yang berarti sumber kewenangannya berasal dari pembentuk undang-undang. Proses pemberian kewenangan kepada lembagalembaga ini melibatkan peran DPR dan Presiden, atau untuk hal-hal tertentu melibatkan pula peran DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Karena itu, pembubaran atau pengubahan bentuk dan kewenangan lembaga semacam ini juga memerlukan keterlibatan DPR dan presiden. Jika pembentukannya melibatkan peran DPD, maka pembubarannya juga harus melibatkan peran DPD. Misalnya, Kejaksaan Agung, Bank Indonesia (BI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Peny- iaran Indonesia (KPI), PPATK, Komnas Hak Asasi Manusia, dan sebagainya dibentuk berdasarkan undang-undang, dan karena itu tidak dapat diubah atau dibubarkan kecuali den- gan mengubah atau mencabut undang-undangnya.32 Pengaturan kewenangan mengenai lembaga-lembaga tersebut terdapat dalam undang-undang (UU), tetapi peng- angkatan anggotanya tetap dengan Keputusan Presiden seb- agai pejabat administrasi negara tertinggi. Bahkan, lembaga- lembaga negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang dasarpun pengangkatan anggotanya tetap dilakukan dengan Keputusan Presiden, sehingga pembentukan dan pengisian jabatan keanggotaan semua lembaga negara tersebut tetap melibatkan peran administratif yang kekuasaan tertingginya berada di tangan presiden sebagai kepala pemerintahan. Presiden adalah kepala pemerintahan dan karena itu pres- iden jugalah yang merupakan administratur negara tertinggi atau pejabat tata usaha negara yang tertinggi.33 Pada tingkat ketiga adalah lembaga-lembaga yang sumber kewenangannya murni dari presiden sebagai kepa- la pemerintahan, sehingga pembentukannya sepenuhnya bersumber dari beleid Presiden (presidential policy). Arti- nya, pembentukan, perubahan, ataupun pembubarannya tergantung kepada kebijakan 31



Ibid Ibid., hlm.50 33 Ibid., hlm.50 32



16



presiden semata. Pengaturan mengenai organisasi lembaga negara yang bersangkutan juga cukup dituangkan dalam Peraturan Presiden yang bersifat regeling dan pengangkatan anggotanya dilakukan dengan Keputusan Presiden yang bersifat beschikking.34 Yang lebih rendah lagi tingkatannya ialah lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri. Atas inisia- tif menteri sebagai pejabat publik berdasarkan kebutuhan berkenaan dengan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan di bidang-bidang yang menjadi tanggungjawab- nya, dapat saja dibentuk badan, dewan, lembaga, ataupun panitia-panitia yang sifatnya tidak permanen dan bersifat spesifik. Dewan, badan atau lembaga semacam ini dapat dipastikan bukan merupakan lembaga masyarakat atau swasta, sehingga tetap dapat dikategorikan sebagai lemba- ga pemerintah atau lembaga negara, tetapi keberadaannya tergantung kepada kebijakan pemerintah berdasarkan kebutuhan yang tidak permanen. Kadang-kadang lemba- ga-lembaga atau badan seperti ini diatur



keberadaannya



dalam



Peraturan



Presiden,



tetapi



pengangkatan



anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Ada juga yang peng- aturan kelembagaannya terdapat dalam Peraturan Menteri dan pengangkatannya juga dilakukan dengan Keputusan Menteri.35 Maka dari itu di uraikan lebih lanjut mengenai fungsi dari lembaga-lembaga sebagai berikut : 1) Lembaga Negara Berdasarkan UUD 1945 a. Majelis Permusyawaran Rakyat (MPR) Terdapat dua perubahan mendasar pada MPR setelah perubahan UUD, yaitu perubahan susunan keanggotaan serta perubahan kewenangan MPR, yang berimplikasi pada prubahan dalam tata hubungannya dengan lembaga-lembaga negara yang lainya. Pertama, secara keanggotaan, kini keanggotaan MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Jika DPR dipilih 34 35



Ibid., hlm.50 Ibid., hlm. 51



17



melalui pemilu berbasis partai, DPD merupakan wakil dari daerah-daerah yang dipilih secara langsung dalam pemilu oleh rakyat didaerah yang bersangkutan. Berati secara total, keanggotaan 550 anggota DPR dan 132 anggota DPD. Kedua, implikasi pada kewenang. Filosofi kewenangan MPR, sebagimana tercermin dalam perubahan Pasal 1 ayat 2, yaitu “kedaulatan ditanan rakyat dan dijalankan menurut Undang-undang Dasar”. Artinya, kewenangan MPR bukan lagi sebagai pelaksaan rakyat sepenuhnya karena kedaulatan rakyat dilaksanakan-menurut UUD 1945- melalui lembaga-lembaga Negara.36 Sebelum perubahan UUD 1945, MPR atau Majelis Per- musyawaratan Rakyat mempunyai kedudukan sebagai lem- baga tertinggi negara. Kepada lembaga MPR inilah presiden, sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan, bertunduk dan bertanggungjawab. Dalam lembaga ini pula kedaulatan rakyat Indonesia dianggap terjelma seluruhnya, dan lembaga ini pula yang dianggap sebagai pelaku sepenuh- nya kedaulatan rakyat itu. Dari lembaga tertinggi MPR ini- lah, mandat kekuasaan kenegaraan dibagi-bagikan kepada lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, yang kedudukannya berada di bawahnya sesuai prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal (distribution of power).37 Namun, sekarang setelah perubahan UUD 1945, tidak dikenal lagi adanya lembaga tertinggi negara. Sesuai doktrin pemisahan kekuasaan (separation of power) berdasarkan prinsip checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan negara, MPR mempunyai kedudukan yang sederajat saja dengan lembagalembaga (tinggi) negara lainnya. Malahan, jika dikaitkan dengan teori mengenai struktur parlemen di dunia, yang dikenal hanya dua pilihan, yaitu struktur parlemen satu kamar (unikameral) atau struktur.38



Asri Agustiwi, 2014, Keberadaan Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Di Indonesia, Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA, Vol. 8 no. 1, hlm. 6 37 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, jakarta, hlm. 144 36



38



Ibid.



18



Berdasarkan ketentuan Pasal 3 juncto Pasal 8 ayat (2) dan (3), MPR mempunyai kewenangan untuk (1) mengubah dan menetapkan undang-undang dasar; (2) memberhenti- kan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan- nya menurut undang-undang dasar; (3) memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk mengisi kekosongan dalam jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut undang- undang dasar; dan (4) mengadakan sidang MPR untuk pelantikan atau pengucapan sumpah/janji jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden.39 b. Dewan Perakilan Rakyat (DPR) Perubahan ketiga UUD 1945 telah menetapkan DPR dalam posisi sebagai lembaga negara lebih spesifik selain juga memiliki beberapa kewenangan. Dalam hal keanggotaan, anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum dengan susunan yang diatur melalui UU. Hal tersebut menunjukan keanggotaan DPR mutlak melalui pemilihan dan tidak ada lagi yang melalui pengangkatan. Selain itu, DPR harus bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.40 Dalam kewenangnya, DPR memiliki kewenangan legislatif, yakni memegang kekuasaan membetuk UU. Konsekuensi dan implikasi dari pergeseran itu adalah DPR harus proaktif dalam proses pembentukan Undang-undang. Sikap proaktif tersebut diwujudkan antara lain dengan membentuk Badan Legislasi DPR yang khusus menangani masalah pembuatan Undang-undang, selain penggunaan hak usul inisiatif DPR, baik oleh anggota-anggota maupun melalui komisi atau gabungan komisi.41 DPR juga memiliki fungsi sebagai pengawas dengan hak yang dimilik yaitu hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. c.



39



Dewan Perwakilan Daerah (DPD)



Ibid., hlm.146 Arifin, Firmansyah dkk, Lemabga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, cet. 1, Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2005, hlm.74 41 Ibid. 40



19



DPD memiliki kedudukan yang sama dengan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Perbedaanya pada penekanan posisi anggota DPD sebagai wakil dan reppresentasi dari daerah (propvinsi). Pembentukan DPD sebagai salah satu institusi Negara bertujuan member kesempatan kepada orang-orang daerah untuk ikut serta mengabil kebijakan dalam tinkat nasional, khususnya yang terkait dengan kepentingan daerah.42 Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2003 telah mengatur dengan jelas bahwa anggota DPD berjumlah empat orang dari setiap provinsi. Pasal 22D dan 23F UUD RI mengatur wewenang DPD : yaitu pertama, DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang (RUU) yang kaitanya dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan pengabungan daerah, pengolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta ikut membahasnya. Kedua, DPD memberi pertimbangan kepada DPR atas RUU Anggaran Pendapan dan Belanja Negara, dan RUU yang kaitanya dengan Pajak, Pendidikan, dan Agama. Ketiga, DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keungan. Keempat, DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksaan UU menenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan daya ekonomi lainya, pelaksaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama.43



d. Presiden Dan wakil Presiden Perubahan UUD 1945 yang cukup signifikan dan mendasar bagi penyelenggaraan demokrasi yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyak melalui 42 43



Ibid.,hlm.75 Ibid., hlm.77



20



mekanisme pemilu. Pemilihan secara langsung presiden dan wakil presiden akan memperkuat legitimasi seorang presiden sehingga presiden diharapkan tidak mudah dihentikan ditengah jalan tanpa dasar memadai, yang bias mempengaruhi stabilitas politik dan pemerintahan secara actual.44 e.



Makamah Agung Kekuasaan kehakiman dalam system ketatanegaraan Indonesia bertujuan



untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi pihak manapun, guna mengakan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan badan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negaradan oleh sebuah makamah konstitusi.45 Dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, ditentukan bahwa “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undangundang terhadap undangundang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undangundang.” Dengan perkataan lain, oleh UUD 1945, Mahkamah Agung secara tegas hanya diamanati dengan dua kewenangan konstitusional, yaitu (i) mengadili pada tingkat kasasi, dan (ii) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Sedang- kan kewenangan lainnya merupakan kewenangan tambahan yang secara konstitusional didelegasikan kepada pembentuk undangundang untuk menentukannya sendiri. Artinya, kewenangan tambahan ini tidak termasuk kewenangan kon- stitusional yang diberikan oleh UUD, melainkan diadakan atau ditiadakan hanya oleh undang-undang.46 f.



44



Mahkamah Konstitusi



Ibid.,hlm.77 Ibid.,hlm.79 46 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, jakarta, hlm. 157 45



21



Mahkamah Konstitusi dibentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan sebagaimana mestinya. Karena itu, Mahkamah Konstitusi biasa disebut sebagai the guardian of the constitution seperti sebutan yang biasa dinisbatkan kepada Mahkamah Agung di Amerika Serikat. Mengapa justru Mahkamah Agung yang disebut sebagai the guardian of the constitution di Amerika Serikat. Sebabnya ialah karena disana tidak ada Mahkamah Konstitusi. Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam arti yang lazim dikenal di dalam sistem Eropa yang menganut tradisi civil law seperti Austria, Jerman, dan Italia terintegrasikan ke dalam kewenangan Mahkamah Agung Amerika Serikat, sehingga



Mahkamah



Agung-lah



yang



disebut



sebagai



the Guardian of



American Constitution.47 Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di- lengkapi dengan lima kewenangan atau sering disebut em- pat kewenangan ditambah satu kewajiban, yaitu (i) menguji konstitusionalitas



undang-undang;15



(ii)



memutus



sengketa



kewenangan



konstitusional antar lembaga negara;16 (iii) memutus perselisihan mengenai hasil pemilihan umum; (iv) memutus pembubaran partai politik;17 dan (v) memu- tus pendapat DPR yang berisi tuduhan bahwa Presiden melanggar hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945, sebelum hal itu dapat diusulkan untuk diberhentikan oleh MPR. Yang terakhir ini biasa disebut juga dengan perkara impeachment18 seperti yang dikenal di Amerika Serikat.48 Dalam melakukan fungsi peradilan dalam keempat bidang kewenangan tersebut, Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran terhadap UUD, sebagai satu-satunya lembaga



yang



mempunyai



kewenangan



tertinggi



untuk



menafsirkan UUD 1945. Karena itu, di samping berfungsi sebagai pengawal UUD, Mahkamah Konstitusi juga biasa disebut sebagai the Sole Interpreter of the Constitution. g. 47 48



Badan Pemeriksa Keuangan



Ibid., hlm.152 Ibid., hlm.152



22



Uang adalah alat tukar yang bernilai ekonomi dan juga politik. Uang dapat menjadi sumber kekuatan dan ke- kuasaan yang riil. Kekuasaan adalah uang, dan uang berarti kekuasaan (Power is money, and money means power). Karena itu, jika tidak diimbangi oleh keyakinan akan nilai- nilai moral, etika, dan agama, di samping dapat membawa kebaikan, uang juga dapat menjerumuskan orang ke lembah yang nista. Uang dapat membuat orang mengagungkan uang di atas segalanya sehingga yang berlaku bukanlah Ketu- hanan Yang Maha Kuasa, melainkan Keuangan Yang Maha Kuasa. Karena uang dapat menyebabkan orang tunduk dan hanya mengabdi kepadanya. Oleh sebab itu, setiap pengelolaan keuangan haruslah dilakukan sesuai aturan yang benar, dan untuk menjamin hal tersebut diperlukan mekanisme pemeriksaan yang dise- but financial audit. Dalam rangka pengelolaan keuangan negara, pemeriksaan semacam itu memerlukan lembaga negara yang tersendiri, yang dalam bekerja bersifat otonom atau independen. Independensinya tersebut sangat pent- ing, karena dalam menjalankan tugasnya, pejabat pemer- iksa tidak boleh diintervensi oleh kepentingan pihak yang diperiksa atau pihak lain yang mempunyai



kepentingan



langsung



ataupun



tidak



langsung,



sehingga



mempengaruhi obyektifitas pemeriksaan.49 Badan Pemeriksa Keuangan itu mempunyai kedudukan tidak di atas pemerintah, tetapi juga tidak berada di bawah pengaruh pemerintah, melainkan di luar pemerintah dan bersifat otonom atau independen. Sebagai badan pemeriksa, lembaga ini dapat dilihat sebagai instrumen kekuasaan raky- at dalam menentukan sendiri nasibnya melalui penentuan dan persetujuan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diberikan oleh DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat untuk dijadikan acuan atau rujukan bagi pemerintah untuk bekerja dalam melayani kebutuhan rakyat. Karena itu, hasil pemeriksaan keuangan tersebut harus diberitahukan kepada DPR untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya dalam rangka fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah dan pemerintahan.50 49 50



Ibid., hlm.160 Ibid., hlm.163



23



2) Lembaga Negara Berdasarkan Undang-Undang a. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) b. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) c. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) d. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) e. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) f. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) g. Komisi Kepolisian Nasional h. Komisi Kejaksaan i. Dewan Pres j. Dewan Pendidikan 3) Lembaga Negara Berdasarkan Keputusan Presiden a. Komisi Ombudsman Nasional (KON) b. Komisi Hukum Nasional (KHN) c. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perumpuan ( Komnas Perempuan) d. Dewan Maritim Nasional e. Dewan Ekonomi Nasional f. Dewan Pengembang Usaha Nasional g. Dewan Riset Nasional h. Dewan Pembina Industri Stategis



24



i. Dewan Buku Nasional j. Lembaga Nondepartemen



BAB III PENUTUP Simpulan Dalam perkembangannya ketatanegraan Indonesia mengalami dinamika yang cukup panjang dalam tujuan penyelenggaraan negara, dalam sejarah bahwa ketatanegaraan indonesia mengalami lima kali perubahan konstitusi yaitu Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949, Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950, Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959, hingga Periode 5 Juli 1959 – sampai sekarang. Pada periode pertama berlaku Undang-Undang Dasar 1945, periode kedua berlaku Undang-Undang Dasar 1949, periode ketiga berlaku Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan hasil amandemen Lembaga Negara Indonesia adalah BPK, DPR, DPD, MPR, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK, dan KY (8 lembaga Negara). Selain untuk menjalankan fungsi negara Lembaga Negara juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara actual. Dalam perkembanganya Lembaga Negara dapat dibedakan 4 konsep berdasarkan sumber pengaturannya yaitu Lembaga yang dibentuk berdasarkan UUD, Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undanng, Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden, Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri atau keputusan pejabat di bawah Menteri.



25



DAFTAR PUSTAKA Buku : Arifin, Firmansyah dkk, Lemabga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, cet. 1, Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2005. Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, jakarta, 2006. Moh Kusnardi dan Harmainly Ibrahim, Pengantar Hukum Tatanegara Indonesia, PD. Budi Chaniago, Jakarta Selatan, 1988. Muh, Mahfud.MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Patrialis Akbar, Lembaga-Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1954, Sinar Grafika, Jakarta, 2013. Radjab, Dasril, Hukum Tata Negara Indonesia Jakarta: Rineka Cipta, 2005 Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia, Pemikiran dan Pandangan, Remaja Rosdakarya,Bandung, 2014. Triwulan Tutik Titik, pokok-pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006. Jurnal: Asri Agustiwi, Keberadaan Lembaga Negara Pasca Amandemen UndangUndang Dasar 1945 Di Indonesia, Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA, Vol. 8 no. 1, 2014. Agus Santoso, Perkembangan Kontitusi Indonesia, Jurnal Ketatanegaraan, Yustisia Vol.2 No.3. 2013



26



27