Makalah Inbreng [PDF]

  • Author / Uploaded
  • budi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Inbreng



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kehidupan seorang manusia tidaklah ada yang kekal dan abadi. Diapapun orangnya, pasti akan mengalami kematian, meninggalkan keluarga dan harta kekayaan yang dimilikinya. Harta kekayaan tersebut tentunya akan jatuh ke tangan yang berhak mendapatkannya. Jika pengaturan harta kekayaan ini tidak diatur dengan peraturan, maka akan terjadi sengketa harta kekayaan (peninggalan) dari yang meninggal dunia kepada para pihak yang ditinggalkan. Maka dari itu, mengenai pembagian harta kekayaan peninggalan tersebut, diatur dengan hukum waris. Dengan maksud agar semua pihak yang berhak menerimanya mengetahui bagianbagiannya termasuk untuk menghindari perselisihan antara ahli waris. Adil dalam harta warisan, bukan berarti semua ahli wari bagiannya disamaratakan, akan tetapi pembagian tersebut disesuaikan berdasarkan status/kedudukannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk dalam hukum perdata. Namun, akan berbeda manakala dibagikan harta tersebut, sesorang telah mendapatkan hibah dari yang membagikan warisan tersebut. Seperti apa pengaturan bagian warisan setelah terjadi hibah pada salah satu pihak, akan dibahas dalam makalah ini.



B. Identifikasi Masalah 1. Bagaimana sistem penrhitungan Inbreng? 2. Bagaimana inbreng untuk kepentingan sesama ahli waris? 3. Apa saja yang wajib inbreng dan tidak inbreng?



BAB II TINJAUAN TEORITIS



A. Pengertian Inbreng/Pemasukan Undang-undang sendiri tidak memberikan perumusan tentang apa yang dimaksud dengan inbreng. Namun, ditemukan pengertian inbreng menurut para ahli. 1. Vegeens Opemheim Menurutnya, inbreng adalah memperhitungkan kembali hibah-hibah yang diberikan pewaris kepada ahli warisnya, ke dalam warisan, agar pembagian warisan di antara para ahli waris menjadi lebih merata.1[1] 2. Benyamin Asri dan Thabrani Asri Yang dimaksud dengan inbreng adalah pemasukan suatu hibah atau wasiat yang pernah diberikan, utnuk diperhitungkan sebagai harta peninggalan (harta warisan), dengan maksud agar terdapat keseimbangan/pemerataan di dalam pembagian harta peninggalan di antara para ahli waris si pemberi hibah.2[2] 3. Oemarsalim Memperhitungkan pemberian benda-benda yang dilaksanakan oleh orang yang meninggalkan harta warisan pada waktu ia masih hidup kepada para ahli waris.3[3]



B. Kewajiban Inbreng Kewajiban Inbreng diatur dalam KUHPerdata Pasal 1086 yang berbunyi: “Dengan tidak mengurangi kewajiban ahli waris untku membayar kepada kawan-kawan waris mereka atau memperhitungkan dengan mereka ini segala utang mereka kepada harta



1[1] J. Satrio, S.H., Hukum Waris, Hlm. 305 2[2] Benyamin Asri, S.H. dan Thabrani Asri, S.H., Dasar-Dasar Hukum Waris Barat, Hlm. 70 3[3] Oemarsalim, S.H., Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, Hlm. 192



peninggalan, maka segala hibah yang diperoleh dari si yang mewariskan di kala hidupnya orang ini, harus dimasukkan: 1. oleh para ahli waris dalam garis turun ke bawah, baik sah maupun luar kawin, Bik mereka itu telah menerima warisannya secara murnimaupun dengan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran, baik mereka itu hanya memperoleh bagian mutlak mereka maupun mereka telah memperoleh lebih dari itu; kecuali apabila pemberian-pemberian itu telah dilakukan dengan pembebasan secara jelas dari pemasukan, atau pun apabila para penerima itu di dalam suatu akta otentik atau dalam suatu wasiat telah dibebaskan dari kewajibannya untuk memasukkan; 2.



oleh semua waris lainnya, baik waris karena kematian maupun waris wasiat, namun hanyalah dalam hal si yang mewariskan maupun si penghibah dengan tegas telah memerintahkan atau memperjanjikan dilakukannya pemasukan.”4[4]



C. Pembebasan Dalam hal pemasukan, sejauh pencantumannya tidak seluruhnya perlu dan benar, maka pengeluaran-pengelluaran ini juga dapat dipandang sebagai pemenuhan perikatan wajar (natuurlijke verbintennis) sebagai kebalikan dari oengeluaran-pengeluaran yang dimaksudkan dalam pasal 1097 B.W. : 1. Biaya pemeliharaan dan pendidikan; 2. Pembayaran-pembayaran untuk biaya hidup yang mendesak; 3. Pengeluaran/pembayaran untuk mempelajari suatu cabang perdagangan, seni, pekerjaan tangan atau perusahaan; 4. Biaya belajar; 5. Biaya untuk mengganti atau pergantian nomor dalam angkatan bersenjata negara; 6.



Biaya perkawinan, pakaian, dan perhiasan badanyang diberikan untuk perlengkapan perkawinan;5[5]



7. Premi asuransi.6[6]



4[4] Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hlm. 282 5[5] R. Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, Hlm.464-465 6[6] Benyamin Asri, S.H. dan Thabrani Asri, S.H., Hlm. 74



D. Besarnya Inbreng Besarnya inbreng ditentukan dalam pasal 1088. Orang tidak diwajibkan inbreng lebih daripada yang ia terima dari warisan, dan oran yang menolak warisan tidak wajib untuk inbreng, kecuali untuk dan sebanyak yang diperlukan untuk memenuhi legitieme portie nya. Pasal ini sebenarnya merupakan pembatasan atas pasal 1086, sebab dalam pasal 1086 dikatakan bahwa apa yang diterima ahli waris sebagai hibah, harus dimasukkan (inbreng), dalam pasal 1088 dikatakan, bahwa mereka hanya wajib inbreng sebesar apa yang mereka terima dari warisan, sedang pasal 1087 memberikan pembatasan lain, yaitu orang yang menolak warisan hanya harus inbreng sebesar dan untuk memenuhi kekurangan legitieme portie yang dituntut. Ketentuan pembatasan inbreng dalam pasal 1088 perlu diadakan, karena jika tidak, ahli waris yang telah menerima hibah yang besar dan melihat, bahwa sesudah inbreng, apa yang akan diterimanya dari warisan akan berjumlah lebih kecil dari hibah yang sudah dimasukkan (inbreng), akan cenderung menolak warisan, padahal menurut Klaasaen Eggens, penolakan warisan bukan hal yang terpuji dalam pandangan masyarakat.7[7] Dengan demikian besarnya inbreng bergantung dari: a.



Besarnya hibah;



b. Besarnya hak bagian yang akan diterima oleh orang yang memberikan inbreng dari warisan; dan c.



Kekurangan yang diperlukan untuk legitieme portie. J. SATRIO HALAMAN 315



7[7] J. Satrio, S.H., Hlm. 315