Makalah Jarimah Hudud [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat ringan) sanksinya yang menjadi hak Allah swt melalui dalil naqli. Dalam hubungannya dengan hukuman had, maka hak Allah mempunyai pengertian bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang mewakili negara. Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh orang lain berbuat zina (qadzaf), minum minuman keras, mencuri, menggangu keamanan (hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-Bagyu).Untuk lebih jelasnya mengenai jarimah hudud, akan kami paparkan dalam makalah ini. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan, terdapat beberapa rumusan masalah diantaranya : 1. Apa yang di maksud dengan Jarimah Zina? 2. Apa yang di maksud dengan Jarimah Qadzaf? 3. Apa yang di maksud dengan Jarimah Meminum Khamar? 4. Apa yang di maksud dengan Jarimah Sariqah (Pencurian)? 5. Apa yang di maksud dengan Jarimah Merompak? 6. Apa yang di maksud dengan Jarimah Riddah (Murtad)?



1



BAB II PEMBAHASAN A. Jarimah Zina 1. Pengertian Zina Ulama malikiyah mendefinisikan zina dengan me-wa-thi-nya seorang laki-laki mukallaf terhadap faraj wanita yang bukan miliknya dilakukan dengan sengaja. Ulama Syafi’iyah mendefinisikan bahwa zina adalah memasukan zakar ke dalam faraj yang haran dengan tidak subhat dan secara naluri memuaskan hawa nafsu.1 2. Sanksi Zina “terimalah dariku! Terimalah dariku! Terimalah dariku! Allah telah memberi jalan kepada mereka (wanita-wanita yang berzina itu).Bujangan yang berzina dengan bujanag dijilid seratus kali dan diasingkan selama setahun. Dan janda (orang yang telah kawin) yang berzina dengan janda dijilid seratus kali dan di rajam dengan batu” (HR Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit) Berdasarkan hadis di atas bila seseorang jejaka dan seorang perawan berzina , maka sanksinya adalah seratus kali dijilid dan dibuang selama setahun. Untuk hukuman jilid para ulama sepakat untuk dilaksanakan, sedangkan untuk hukuman buang adalah hak Ulil Amri.Adapun hukuman rajam menurut Fathi Bahansi adalah sanksi bersifat siyasah syah’iyah.Jadi diserahkan kepada kebijakan Ulil Amri untuk menerapkanya atau tidak melaksanakanya tergantung kepada kemslahatan.Sedangkan menurut Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad wajib dilaksanakan keduanya. 3. Alat bukti zina a. Saksi Disepakati oleh para ulama bahwa zina itu tidak dapat diterapkan kecuali dengan empat orang saksi berdasarkan firman Allah SWT:



‫فاستشعد و ا عليعن ار بعة منكم‬ 1



Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, hal 83.



2



“… hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikanya) (QS an-Nisa ; 15) Syarat-syarat saksi Baligh, Berakal, Al-hihzhu, Dapat bicara, Bisa melihat, Adil, Islam. b. Pengakuan Jarimah zina dapat ditetapkan dengan pengakuan.Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad mensyaratkan pengakuan ini harus empat kali.Karena diqiyaskan kepada empat orang saksi.Jika wanita atau lelaki itu sudah mengaku marak rajamlah. c. Qarinah / Tanda-tanda / Indikasi-indikasi Qarinah yang dianggap sebagi barang bukti perzinaan yang sah adalah jelas kehamilanya wanita yang tidak bersuami.Qarinah yang berupa kehamilan ini ditetapkan oleh sahabat nabi, seperti Umar yang berkata “bahwa saksi zina wajib dikenakan atas setiap pelaku zina bila ada pembuktian atau hamil mengaku.” 4. Pelaksanaan hukuman zina Pelaksanaan hukuman zina pada zaman Nabi SAW bila si terhukum itu adalah orang laki-laki sambil berdiri dipegang dan diikat.Alat yang digunakan untuk menjilid adalah cambuk yang berukuran sedang. Cambukan itu tidak boleh melukai kulit dan mengeluarkan darah, serta tidak boleh mencambuk muka., faraj, dada, kepala dan perut. Jadi cambukan itu diarahkan ke punggung. Adapun bila terhukum itu adalah seorang wanita , maka hukuman yang dilaksankan wanita dalam keadaan duduk. Danbila si wanita yang akan dijatuhi hukuman itu sedang hamil. Maka para ulama sepakat bahwa hukumanya harus ditangguhkan sampai melahirkan. Dan bila anaknya tidak ada yang menyusui maka harus tunggu sampai anaknya lepas menyusui.2



2



Ibid,,,



3



B. Menuduh Zina (Qadzaf) Dalam hukum Islam , menuduh zina itu ada dua macam , yakni menuduh zina yang diancam dengan had dan menuduh zina yang diancam dengan ta’zir. Suatu perkataan



bisa



dianggap



sebagi



tuduhan



bilamana



tidak



sesuai



dengan



kenyataanya.Suatu prinsip fiqh jinayah bahwa barang siapa menuduh dengan sesuatu yang haram, maka wajib atasnya membuktikan tuduhan itu. Apabila ia tidaak dapat membuktikan tuduhanya itu maka ia wajib dikenakan hukuman. Adapun kepada orang yang menghina orang lain dan yang bersangkutan tidak rela, maka ia tidak dituntut untuk membuktikan penhinaanya, sebab sudah jelas penghinaanya itu tidak dapat dibenarkan.3 1. Unsur-unsur jarimah Qadzaf 



Menuduh zina atau mengingkari nasab







Orang yang dituduh itu muhsan







Ada itikad jahat.



2. Alat Bukti Qadzaf a. Persaksian. Bagi orang yang menuduh zina itu dapat mengambil beberapa kemungkinan, yaitu: b. Pengakuan. Yakni si penuduh mengakui telah melakukan tuduhan zina kepada seseorang. c. Menurut Imam As-syafi tuduhan itu dapat dilakukan dengan sumpah. 3. Sanksi Qadzaf Dalam qadzaf ada hukuman pokok yaitu jilid dan hukuman tambahan yaitu tidak ditermanya persaksian.Jumlah jilid adalah 80x tidak dapat dikurangi maupun ditambah. Bila ia bertobat , menurut Imam Abu Hanifah tetap tidak dapat diterima. Sedangkan menurut Imam Malik, Imam As-Syafi’I dan Imam Ahmad dapat diterima kesaksianya kembali apabila telah bertobat.



Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy juz II (Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Arabi, tanpa tahun), hal. 518. 3



4



4. Hapusnya Hukuman Qadzaf Sanksi qadzaf dapat dihapus karena beberapa hal, diantaranya : a. Bahwa saksi menarik persaksianya yang telah semula mengatakan bahwa seseorang yang menuduh zina b. Bila yang dituduh membenarkan tuduhan penuduh. C. Jarimah Minum-minuman keras (Asyrih) Syariat Islam telah mengharamkan khamr sejak 14 abad yang lalu dan hal ini berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia yang merupakan anugrah Allah yang harus dipelihara secara baik-baik dan sekarang mulai orang non-muslim menyadari akan manfaat diharamkanya khamr setelah terbukti bahwa khamr dan sebgaimana penyalahgunaan narkoba dan miras membawa madharat bagi bangsa. 1. Unsur-unsur Jarimah dalam minum Khamr Ada dua unsure dalam jarimah minum khamr, yaitu minum-minuman yang memabukan dan ada itikad jahat.Yang dimaksud dengan minum adalah memasukan minuman yang memabukan ke mulut lalu ditelan masuk ke perut melalui kerongkongan, meskipun bercampur dengan makanan lain yang halal.Yang dimaksud dengan itikad jahat adalah sudah tahu bahwa minuman yang memabukan itu haram tetapi tetap diminum juga. 2. Sanksi Minum Khamr Menurut Imam abu Hanifah dan Imam Malik sanksi minum khamr itu delapan puluh kali jilid. Sedangak munurut Imam Syafi’I adalah empat puluh kali jilid, meskipun ia kemudian menambah sampai delapan puluh kali jilid bila imam menghendakinya .Jadi empat puluh selebihnya bagi Imam Syafi’I adalah Ta’zir. 3. Alat bukti minum khamr Alat bukti dalam minum khamr adalah persaksian.Jumlah sanksinya adalah dua orang laki-laki dengan syarat seperti telah dikemukakan. Menurut Imam abu Hanifah dan Abu Yusuf, saksi harus mencium bau minuman yang memabukan itu keudian menyaksikanya. 5



Alat bukti yang kedua adalah pengakuan minum dan pengakuan ini cukup sekali diucapkan. Alat bukti yang ketiga adalah bau mulut. Menurut Imam Maliki , bau mulut dengan minuman yang memabukan dapat dianggap sebagai bukti bahwa yang bersangkutan minum khamr, meskipun ulama yang lain tidak mengakui sebagai alat bukti. 4. Hapusnya hukuman Minuman Khamr Hukuman had bagi peminum khamr dapat dihapus, apabila: 



Para saksi menarik persaksianya, apabila tidak ada bukti lain.







Pelaku menarik kembali pengakuanya, karena tidak ada bukti yang menguatkanya.4



D. Pencurian (Sariqah) 1. Definisi Pencurian menurut Mahmud Syaltut adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. Disamping itu, definisi tersebut mengeluarkan pengambilan harta orang lain secara terang-terangan dari kategori pencurian, seperti pencopet yang mengambil barang secara terang-terangan



dan membawanya lari. Begitulah



kesepakatan fuqaha. Sedangkan pencurian menurut syara’ adalah pengambilan oleh seorang mukallaf yang baligh dan berakal terhadap harta milik orang lain dengan diam-diam, apabila barang tersebut mencapai nisab (batas minimal), dari tempat simpanannya, tanpa ada syubhat dalam barang yang diambil tersebut. 2. Dasar Sanksi Hukum bagi Pencuri Allah berfirman di dalam Alquran Al-Maidah ayat 38 sebagai berikut.



4



Ibid,,,,



6



Laki-laki yang jmencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Diriwayatkandari Abu Hurairah ra.Katanya : Rasullah saw. Bersabda: Allah melaknat seorang pencuri yang mencuri telur sehingga di potong tangannya, kemudian dia mencuri tali lalu di potong tangannya. 3. Syarat Hukum Potong Tangan bagi Pencuri Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Alhadis yang secara tegas mengungkapkan bahwa sanksi hukum terhadap pelanggaran pidana pencurian, yaitu potong tangan dengan syarat sebagai berikut: 



Nilai harta yang dicuri jumlahnya mencapai satu nishab, yaitu kadar harta tertentu yang ditetapkan sesuai dengan undang-undang.







Barang curian itu dapat diperjualbelikan.







Barang dan / uang yang dicuri bukan milik baitul mal.







Pencuri usianya sudah dewasa.







Perbuatan dilakukan atas kehendaknya bukan atas paksaan orang lain.







Tidak dalam kondisi dilanda kemiskinan.







Pencuri melakukan prbuatannya bukan karena untuk memenuhi kebutuhan pokok.







Korban pencurian bukan orang tua, dan bukan pula keluarga dekatnya(muhrim)







Pencuri bukan pembantu korbannya. Jika pembantu rumah tangga mncuri perhiasan.







Ketentuan potong tangan, yaitu sebelah kiri. Jika ia masih melakukan untuk yang kedua kalinya maka yang harus dipotong adalah kaki kanannya. Jika ia masih melakukan untuk yang ketiga kali maka yang harus dipotong adalah tangan kanannya. Jiak ia masih melakukan untuk yang ke empat kalinya maka yang harus dipotong adalah kaki kirinya. Jika



7



ia masih melakukan untuk yang kelima kalinya maka harus dijatuhkan hukuman mati. 4. Syarat Barang yang dicuri Dalam kaitan dengan barang yang dicuri, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa dikenakan hukum potong tangan. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut: 



Barang yang dicuri harus berupa mal mutaqawwim.







Barang tersebut harus barang yang bergerak.







Barang tersebut tersimpan di tempat simpanannya.







Barang tersebut mencapai nishab pencurian.







Harta tersebut milik orang lain







Adanya niat yang melawan hukum







Kadar atau Batas Pencurian yang dikenai Hukuman dalam Fiqh Jianayah



E. Merompak (Hirabah) 1. Definisi Merompak Hirabah yaitu sekelompok manusia yang membuat keonaran, pertumpahan darah, merampas harta, merampas kehormatan, merampas tatanan serta membuat kekacauan di muka bumi. Orang-orang seperti ini bisa masuk kategori perampok dan penyamun. Pada dasarnya hirabah merupakan sebuah tindak pidana yang mengambil harta orang lain dangan cara memaksa yang disertai kekerasan dan secara terangterangan baik diperkotaan maupun pedesaan, baik ditempat yang sepi maupun ramai, asalkan



tidak



mengambil



di



dalam



rumah



si



korban.



Karena



pada



intinya hirabah sangat berbeda dengan tindak pidana pencurian, baik dari segi unsur khususnya maupun dari segi lainnya.5 2. Dasar Sanksi Hukum Bagi Pelaku Perompakan Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 33-34 yaitu sebagai berikut : 5



Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, hal. 90



8



(33) “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,” (34)“Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 3. Hukuman kepada para perompak Hukuman yang dijatuhkan ke atas perompak adalah mengikut kesalahan yang dilakukan yaitu: 



Dihukumkan takzir dengan dipenjara atau sebagainya jika ia hanya menakutnakuti orang saja, tanpa melakukan pembunuhan dan tidak mengambil harta yang menyebabkan si pengambil dihukum dengan hukuman potong tangan.







Dihukum mati jika melakukan pembunuhan dengan sengaja dan tidak mengambil harta.







Dipotong tangan kanan dan kaki kiri jika ia mengambil harta sekurangkurangnya ¼ dinar dan tidak melakukan pembunuhan dan dipotong tangan kiri dan kaki kanan jika ia melakukannya lagi.







Dihukum bunuh dan mayatnya digantungkan tiga hari jika ia melakukan pembunuhan dengan sengaja dan mengambil harta sekurang-kurangnya ¼ dinar. Perompak yang bertaubat sebelum tertangkap, maka gugur daripadanya hukuman yang khusus untuk perampok. Adapun hukuman mengenai qishashkerana membunuh dan pengambilan harta tidak gugur dengan bertaubat



9



4. Pengecualian Hukuman Terhadap Tindak Pidana Hirabah Hukuman yang ada dalam tindak pidana hirabah dapat terhapus karena sebabsebab yang menghapuskannya, hal ini sudah dijelaskan dalam Q.S. al-Maidah ayat 34, yang artinya: “Kecuali orang-orang yang bertaubat (diantara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Di dalam ayat ini terdapat pengecualian bagi mereka yang insyaf dan bertaubat kepada Allah sebelum tertangkap. Dia bertobat dengan sebenar-benarnya taubat, tidak bercampur lagi dengan gerombolan penjahat itu dan menarik diri dari kelompoknya serta betul-betul diaTubatan Nasuha. Tentu saja bukti taubat itu harus ditunjukkannya, yaitu dengan menyerahkan diri kepada yang berkuasa, mengakui kesalahannya dan mulai memperbaiki hidup. Maka hukuman-hukuman itu bolehlah tidak dilakukan lagi terhadap dirinya, setelah Hakim menyelidiki bahwa telah benar taubatnya, baik taubat sendiri maupun dengan semuanya. Jika Hakim melihat dan menimbang bahwa taubat mereka telah benar, maka hukum tidak dijatuhkan lagi kepada mereka. Tetapi harta benda orang yang telah mereka rusak dan rampas harus dan wajib diganti.6 F. MURTAD (Riddah) 1. Definisi Murtad (Jarimah Riddah) Yang dimaksudkan dengan murtad ialah kembalinya orang Islam yang berakal dan dewasa kepada kafir dengan kehendak sendiri tanpa paksaan baik lelaki ataupun perempuan atau kembali menjadi kafir setelah Islam. Murtad adalah merupakan dosa besar yang menghapuskan amal-amal soleh sebelumnya dan di akhirat akandi balas dengan azab yang pedih.



6



Mardani, Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian dalam Prespektif Hukum Islam, Jurnal Hukum No. 02 vol. 15 April 2008, hal 246-247.



10



2. Dasar Hukum Jarimah Riddah Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 217 : Artinya :“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah : 217) 3. Akibat dari Murtad : Jika orang Islam bertindak murtad, maka akan berlakulah perubahan-perubahan di dalam muamalat harian diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Putus hubungan suami isteri. 2) Putus hak mewarisi harta kerabat-kerabat muslimnya. 3) Digugurkan hak menjadi wali terhadap orang lain dan kerabat-kerabat yang muslim. 4) Jenazahnya haram di shalatkan dan haram di kubur pada tanah perkuburan orangorang Islam. 4. Hukuman Bagi yang Murtad Murtad boleh terjadi dengan pengakuan yang jelas dari seseorang atau dengan perbuatan yang boleh diperlihatkan, apabila ini terjadi pemerintah hendaklah membicarakan hal ini dengan sejelas-sejelasnya.Kewajipan pemerintah di dalam urusan ini sangat penting sebelum hukuman dibuat. Oleh karena itu, penukaran agama dari Islam kepada kafir perlu diberi kawalan yang ketat dan rapi, maka menurut undang-undang Islam hukuman yang wajib dijatuhkan ke atas orang yang murtad ialah dibunuh. G. Pemberontakan (Al-baghyu) Pemberontakan atau Al-Bagyu menurut arti bahasa adalah mencari atau menuntut sesuatu. 1. pendapat Malikiyah



11



pemberontakan adalah menolak untuk tunduk dan taat kepada orang yang kepemimpinannya telah tetap dan tindakannya bukan dalam maksiat, dengan cara menggulingkannya, dengan menggunakan alasan (Ta’wil). Dari pengertian tersebut, Malikiyah mengartikan bagyu (pemberontakan) sebagai berikut 2. pendapat Hanafiyah pemberontakan adalah keluar dari kekuatan Imam (kepala Negara) yang benar (sah) dengan cara yang tidak benar. 3. pendapat Syafi’iyah dan Hanbaliyah pemberontakan adalah keluarnya kelompok yang memiliki kekuatan dan pemimpin yang ditaati, dari kepatuhan kepada kepala negara (Imam), dengan menggunakan alasan (Ta’wil) yang tidak benar. Dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para Ulama’ tersebut , terlihat adanya perbedaan yang menyangkut persyaratan yang harus dipenuhi dalam Jarimah pemberontakan, tetapi tidak dalam unsur prinsipil. Apabila diambil intisari dari definisi-definisi tersebuit, dapat dikemukakan bahwa pemberontakan adalah pembangkangan terhadap kepala negara (Imam) dengan menggunakan kekuatan berdssarkan argumentasi atau alasan (Ta’wil). 2. Unsur-unsur Jarimah Al-Bagyu (pemberontakan) Dari definisi yang telah dikemukakan tadi, dapat kita simpulkan bahwa unsurunsur jarimah pemberontakan itu ada tiga yaitu: 1. Pembangkangan terhadap Kepala Negara 2. Pembangkangan dilakukan dengan menggunakan kekuatan, dan 3. Adanya niat yang melawan hukum (Al-Qasd Al-Jinaiy) 3. Sanksi jarimah Al-Baghyu Pertanggung jawaban tindak pidan pemberontakan, baik pidn maupun perdata, berbeda-beda sesuai dengan kondisi tindak pidananya. Pertanggung jawaban sebelum Mughabalah dan sesudahnya berbeda dengan pertanggung jawaban atas tindakan pada saat terjadinya Mughabalah (penggunaan kekuatan). 12



1.



Pertanggung jawaban sebelum Mughabalah dan sesudahnya



Orang yang melakukan pemberontakan dibebani pertanggung jawaban atas semua tindak pidana yang dilkukannya sebelum sebelum Mughabalah (pertempuran), baik perdata maupun pidana, sebagai jarimah biasa. Demikian pula halnya jarimah yang terjadi setelah selesainya Mughalabah (pertempuran). 2.



Pertanggung jawaban atas perbuatan pada saat Mughabalah Tindak pidana yang terjadi pada saat-saat terjadinya pemberontakan dan



pertempuran ada dua macam yaitu: a.



Yang berkaitan langsung denag pemberontakan Tindak pidana yang berkaitan langsug dengan pemberontakan, seperti merusak jembatan, membom gudang amunisi, gedung-gedung pemerintahan, membunuh para pejabat atau menawannya, semuanya itu tidak dihukum dengan hukuman untuk jarimah biasa, melainkan dengan hukuman dengan jarimah pemberontakan, yaitu hukuman mati apabila tidak ada pengampunan (Amnesti). Caranya degan melakukan penumpasan yang bertujuan untuk menghentikan pemberontakannya dan melumpuhkannya. Apabila mereka telah menyerah dan meletakan senjatanya, penumpasan harus di hentikan dan mereka di jamin keselamatan dan jiwanya.



b. Yang tidak berkaitan langsung dengan pemberontakan Adapun tindak pidana yang terjadi pada saat berkecamuknya pertempuran tetapi tidak berkaitan dengan pemberontakan. Seperti minum minuman keras, zina atau pemerkosaan, di anggap sebagi jarimah biasa, dan pelaku perbuatan tersebut dihukum dengan hukum hudut sesuai dengan jarimah yang di laukuan nya.dengan demikian, apabila pada saat berkecamuknya pertempuran seorang anggota pemberontak memperkosa seorang gadis dan ia ghair muhshan maka ia dikenakan hukuman jilid (dera) seratus kali di tambah dengan pengasingan.7



7



Mardani, Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian dalam Prespektif Hukum Islam, Jurnal Hukum No. 02 vol. 15 April 2008, hal 246-247.



13



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam Jarimah, pembagiannya dibagi menjadi tiga yaitu: jarimah hudud, jarimah qishash – diyat, dan jarimah ta’zir. Jarimah Hudud yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman had. Had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah. Jarimah Hudud meliputi: Jarimah al-hudud adalah tindak kejahatan yang menjadikan pelakunya dikenakan sanksi had. Macam- Macam tindakan yang tindakan yang tergolong kedalam jarimah hudud ialah: Zina, Qadzaf, Meminum Khamr, Pencurian, Hirabah, Riddah dan Albaghyu (pemberontakan). Dasar hukum yang melandasi pemidanaan dalam suatu tindak pidana adalah Al-Quran Surat Alhujuarat:9, Al-uqubat (Hukum Pidana), Hudud dan Ta’dzirat. Tujuan dilakukannya pemidanaan: pencegahan serta Perbaikan dan Pendidikan. B. Saran Demikianlah makalah ini penyusun buat, adapun substansi yang terkandung didalamnya semoga akan menjadi suatu bahan acuan bagi setiap orang dalam melaksanakan tindakannya dimuka bumi ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat karena pembahasan dari makalah ini sangatlah berguna bagi siapapun terlebih bagi setiap manusia yang berada dibumi ini agar senantiasa beribadah dan taat dalam menjalankan ajaran Allah SWT. Apabila di dalam makalah ini terdapat suatu hal baik itu perkataan, penulisan ataupun hal – hal lain yang menuju kearah kesesatan mohon kiranya agar makalah ini dapat dikoreksi, karena sebagai manusia biasa tentunya penyusun pasti banyak melakukan kesalahan.



14



DAFTAR PUSTAKA



Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy juz II Beirut: Dar Al-Kitab Al‘Arabi, tanpa tahun Mardani, Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian dalam Prespektif Hukum Islam, Jurnal Hukum No. 02 vol. 15 April 2008 Mardani, Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian dalam Prespektif Hukum Islam, Jurnal Hukum No. 02 vol. 15 April 2008



15