Makalah Kelompok 2 (Hiv-Aids) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KELOMPOK KAJIAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT HIV AIDS Tugas Ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dosen Pengampu: Hoirun Nisa, M.Kes., Ph.D



Disusun Oleh: Shafira Salsabila Samara



11181010000038



Aulia Dwi Yuliana



11181010000088



PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayangNya. Selawat serta salam tercurahkan kepada kehadirat baginda Rasululla h Muhammad SAW yang senantiasa kami harapkan syafaatnya. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Kajian Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Hoirun Nisa, M.Kes, Ph.D yang atas bimbingannya kami dapat mengetahui, mengga li lebih terkait pembahasan yang diambil serta dapat menyusun dan menyelesaika n makalah mengenai “Kajian Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit HIV AIDS” untuk memenuhi tugas kelompok. Semoga apa yang dapat kami sajikan di dalam makalah ini dapat dipahami dan menambah pengetahuan bagi yang membacanya serta mohon maaf apabila terdapat salah kata dan penyampaian karena kesempurnaan hanyalah milikNya. Sekiranya ada masukan ataupun ada yang perlu dikritik, kami sangat berterimakasih dan menjadi pembelajaran serta perbaikan untuk makalah-makalah berikutnya.



Ciputat, September 2020



Penyusun



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................................ii DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A.



Latar Belakang................................................................................................... 2



B.



Rumusan Masalah ............................................................................................. 2



C.



Tujuan ................................................................................................................ 2



D.



Manfaat .............................................................................................................. 2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... ……3 A.



Definisi .............................................................................................................. 3



B.



Etiologi .............................................................................................................. 3



C.



Rantai Penularan................................................................................................ 4



D.



Gejala dan Tanda ............................................................................................... 5



E.



Diagnosis ........................................................................................................... 6



F.



Faktor Risiko HIV-AIDS .................................................................................. 7



G.



Pengobatan HIV-AIDS...................................................................................... 7



H.



Epidemiologi HIV-AIDS................................................................................. 10



BAB III PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN HIV AIDS ........................................................................................................................... 13 A. Pencegahan HIV-AIDS dengan Program ABCDE .............................................. 13 B. Pengendalian HIV-AIDS dengan Program Getting 3 Zeroes .............................. 14 C. Strategis Kebijaksanaan Pengendalian HIV-AIDS (STOP) ................................ 15 D. Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS saat Masa Pandemik COVID-19 ..................................................................................... 15 BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 18 A. Simpulan .............................................................................................................. 18 B. Saran..................................................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 19



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh atau menurunnya sisem imun yang disebabkan infeksi virus HIV. AIDS merupakan tahap terakhir dari infeksi HIV. Penyakit HIV-AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Walaupun insiden HIV telah menurun dari 0,40 per 1000 populasi yang tidak terinfeksi menjadi 0,26 per 1000 populasi yang tidak terinfeksi di tahun 2016 namun kecenderunga nnya masih memprihatinkan (UNAIDS, 2018). Pada akhir tahun 2016 diestimasikan 36,7 juta orang di dunia hidup dengan HIV, sebanyak 1,8 juta orang baru terinfeksi HIV, dan menyebabkan 1 juta kematian pada tahun 2016 (WHO, 2017). Di dunia tercatat 34,5 juta orang terjangkit HIV dengan penderita wanita sebesar 17,8 juta sedangkan penderita anak berusia kurang dari 15 tahun 2,1 juta (UNAIDS, 2017). Asia Tenggara menduduk i peringkat kedua sebagai penderita HIV terbanyak setelah Afrika, yakni sebesar 3,5 juta orang dengan 39% penderita HIV merupakan wanita dan anak perempuan (WHO, 2016). Sementara itu Indonesia menjadi negara urutan ke-5 paling beresiko HIV dan AIDS di Asia (Kemenkes, 2013). Tingginya angka HIV-AIDS menunjukkan bahwa diperlukan program yang dapat mencegah dan mengendalikan HIV-AIDS. Sebelumnya, pemahaman dasar mengenai HIV-AIDS ini juga diperlukan dalam melaksanakan program tersebut. Kebijakan Penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia yaitu Getting 3 Zeroes dengan strategi STOP yaitu suluh, obati, temukan, dan pertahankan. Dalam menjalanka n program pencegahan dan pengendalian tentunya pemerintah telah membuat strategi-strategi yang dibutuhkan. Akan tetapi, dalam masa pandemi covid-19 ini dapat mempengaruhi terlaksananya program tersebut. Selain itu, Covid-19 juga berdampak pada rantai pasokan, ketersediaan, dan aksesibilitas ARV sebagai salah satu kebutuhan ODHA. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk mengkaji



1



program pencegahan dan pengendalian HIV-AIDS di Indonesia serta pengaruh akibat pandemi Covid-19 terkait program.



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan HIV-AIDS? 2. Bagaimanakah gambaran klinis mengenai HIV-AIDS? 3. Bagaimanakah gambaran epidemiologi HIV-AIDS? 4. Apa sajakah bentuk program pencegahan dan pengendalian untuk menurunkan angka prevalensi HIV-AIDS di Indonesia? 5. Bagaimana program pencegahan dan pengendalian HIV-AIDS di masa pandemi Covid-19? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui lebih dalam terkait HIV-AIDS. 2. Untuk mengetahui gambaran klinis mengenai HIV-AIDS. 3. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi HIV-AIDS. 4. Untuk mengetahui bentuk program pencegahan dan pengendalian sehingga dapat menurunkan angka prevalensi HIV-AIDS di Indonesia. 5. Untuk mengetahui pengaruh dari pandemi Covid-19 terkait program pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS.



D. Manfaat Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi, wawasan, dan pemahaman bagi pembaca dan pemakalah terkait HIV-AIDS serta program pencegahan dan pengendalian HIV-AIDS sehingga dapat berkontribusi dalam mencapai tujuan pelaksanaan program tersebut.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi HIV-AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) menurut WHO adalah infeksi yang menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel darah putih yang disebut sel CD4. Jika jumlah CD4 seseorang turun di bawah 200, kekebalan mereka sangat terganggu, membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi. Akibat dari infeksi ini yaitu merusak fungsi dari kekebalan tubuh dengan menipisnya progres yang mengarah pada defisiensi imun seseorang dengan jumlah CD4 di bawah 200 digambarkan



menderita



AIDS



(memperoleh



sindrom



imunodefisiens i).



Menurut Kemenkes RI (2016) HIV merupakan merupakan virus yang menyebabkan imunitas tubuh menurun yang diakibatkan karena virus tersebut menginfeksi sel darah putih, sehingga tubuh orang yang telah terinfeksi akan sangat mudah terkena berbagai penyakit menular. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh atau menurunnya sisem imun yang disebabkan infeksi virus HIV. AIDS merupakan tahap



terakhir



dari



infeksi



HIV.



AIDS



disebabkan



oleh



human



immunodeficiency virus (HIV) yang masuk ke dalam tubuh dan akan menghancurkan sel CD4. Sel CD4 atau sel T-4 adalah bagian dari sel darah putih yang melawan infeksi. Semakin sedikit sel CD4 dalam tubuh, maka semakin lemah pula sistem kekebalan tubuh atau sistem imun seseorang.



B. Etiologi Penyebab terjadinya AIDS berasal dari infeksi virus HIV. Virus HIV termasuk famili Retroviridae dan genus Lentivirus. Virus ini dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (Human T Lympotrophic Virus III / HTLVIII) atau virus limfadenopati, adalah suatu retrovirus manusia dari famili lentivirus. Terdapat dua tipe virus HIV yang sudah teridentifikasi berdasarkan susunan genom dan hubungan filogeniknya, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang keduanya memiliki penyebaran epidemiologis yang berbeda.



3



HIV 1 adalah virus HIV yang paling kuat dalam menyebabkan infeksi, memiliki virulensi yang lebih tinggi, dan merupakan penyebab infeksi HIV secara keseluruhan. HIV-2 adalah virus yang memiliki infektifitas atau dapat menyebabkan HIV yang lebih rendah dan virulensi yang lebih rendah dan ditemukan terutama di Afrika barat. Retrovirus adalah virus yang memilik i virion sferis berdiameter 80-100 nm dan mempunyai inti silindris. Genompada retrovirus berupa Ribonucleic Acid (RNA) rantai tunggal. Retrovirus memilik i suatu enzim reverse transcriptase yang berfungsi untuk mengubah RNA virus menjadi Deoxyribonucleic Acid (DNA) ketika menginfeksi sel. HIV mempunyai struktur dasar yang berupa partikel inti (core), protein matriks, dan selubung virus (envelope) digunakan untuk membentuk membran sel host. Selubung virus tersusun atas dua lapis lemak dan beberapa jenis protein yang tertanam pada selubung virus, protein membentuk struktur paku yang terdiri atas glikoprotein 120 (gp120) yang berada dibagian luar membran virus, dan glikoprotein 41 (gp41) yang menembus membran virus. Protein matriks HIV terdiri dari p17 dan terletak diantara selubung dan inti, sedangkan inti virus terdiri dari p24 yang mengelilingi dua rantai tunggal RNA HIV dan enzim yang diperlukan untuk mereplikasi HIV, seperti reverse transcriptase, protease, ribonuklease, danintegrase.



C. Rantai Penularan HIV dapat ditemukan dalam bentuk cairan yang berasal dari tubuh seperti darah, cairan mani, cairan vagina, dan ASI. HIV bisa menular karena beberapa hal, yang pertama karena kontak seksual. Saat salah satu penderita melakukan kontak seksual maka cairan mani atau cairan vagina yang mengandung virus akan manyerang pasangan lainnya. HIV pernah ditemukan pada air ludah tetapi sampai saat ini belum ada bukti HIV menular melalui air ludah. Infeksi primer terjadi bila virion HIV dalam darah, semen atau cairan tubuh lainnya dari seseorang masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang diperantarai oleh reseptor gpl 120 atau gp41. Adapun secara lebih mendetail rantai penularan HIV yaitu :



4



1. Mikroorganisme patogen adalah virus yang dapat menyerang kekebalan tubuh manusia, atau HIV. Banyak atau jumlah dan tingkat konsentrasi harus cukup, HIV harus hadir untuk infeksi terjadi. 2. Reservoirnya yaitu darah atau cairan tubuh dari "sumber" atau orang yang sudah positif HIV, orang dengan virus dapat menjadi sumber HIV. 3. Tempat keluarnya yaitu bagaimana darah atau cairan tubuh dari sumber virus. Ini termasuk darah yang terinfeksi, air mani, cairan vagina atau ASI. 4. Cara penularan yaitu melalui seksual (hubungan seksual yang tidak aman, heteroseksual,/homoseksual),



parenteral



(melalui



darah/cairan



tubuh/semen/organ donor yang ditransplantasi), dan perinatal (transmis i vertical dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin). 5. Kerentanan pejamu adalah orang yang mungkin sekarang menjadi terinfeksi HIV, seperti orang yang memiliki luka, dan bayi yang dikandung oleh ibu yang mengidap virus HIV.



D. Gejala Klinis Gejala Klinis HIV menurut Stadium/ Tingkat Keparahannya menurut WHO ialah: a. Stadium 1 1) Asimtomatik (tanpa keluhan dan tanpa gejala) 2) Limfadenopati generalisata 3) Skala penampilan 1 (asimtomatik dan aktivitas normal) b. Stadium 2 1) Berat badan menurun < 10% 2) Manifestasi mukokutaneus ringan: dermatitis seboroik, prurigo, infeki jamur di kuku,ulserasi oral berulang, dan chelitis angularis 3) Herpes zosterdalam 5 tahun terakhird. 4) Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang. 5) Skala penampilan 2 (simtomatik, aktivitas normal) c. Stadium 3 1) Berat badan menurun > 10% 2) Diare kronis lebih dari 1 bulan



5



3) Demam lebih dari 1 buland. Kandidiasis oral. 4) TB paru. 5) Infeksi bakteri berat. 6) Skala penampilan 3 (pada umumnya lemah dan kurang dari 50% dalam masa 1 bulan terakhir terbaringdi tempat tidur) d. Stadium 4 1) Wasting,Pneumonia Pneumonitis Carinii(PCP). 2) Toksoplasmosis otak. 3) Diare kriptosporidiosis lebih dari satu bulan, kriptokokosis ektra paru, infeksi Citomegalovirus(CMV) selain hati, limpa, dan kelenjar getah bening, herpes simpleks lebih dari satu bulan,mikosis, kandidias is esofagus, trakea, bronki Mycobacterium Avium Complex(MAC), septikemiasalmonela nontifoid, TB ekstra paru limfoma, sarkoma kaposi, dan ensefalopati HIV. Skala penampilan 4 (terbaring di tempat tidur lebih dari 50% dalam masa satu bulan terakhir).



E. Diagnosis Tes diagnostik untuk HIV yang sampai sekarang masih digunakan adalah ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay), rapid test, Western Blot, dan PCR (Polymerase



chain reaction)



dengan sampel whole blood, dried



bloodspots, saliva dan urin. ELISA merupakan tes HIV yang umumnya digunakan sebagai langkah awal untuk mendeteksi anitobodi HIV. Sampel darah yang telah diambil akan dibawa ke laboratorium dan dimasukan ke dalam wabah yang telah diberi antigen HIV. Diagnosis HIV ditegakan melalui deteksi antibodi spesifik HIV yang menggunakan dua metode Immunosasy yang berbeda seperti EIA, EAI kompetitif, aglutinasi partikel atau Western blot. Salah satu pemeriksaan untuk mendeteksi HIV yaitu pemeriksaan anti-HIV yang baru reaktif setelah 12 minggu sejak infeksi. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan 3 jenis ELISA yang berbeda. Bila hasilnya non-reaktif tetapi klinis diduga menderita AIDS



6



yng perlu pemeriksaan lebih lanjut ntuk konfirmasi ddengan metode Western blot. (Masriadi, 2018). Meskipun demikian semua pemeriksaan HIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara global yaitu 5 komponen dasar yang disebut “5C” (informed



consent,



confidentiality,



counseling,



correct test result and



connection/linked to prevention, care, and treatment services) yang tetap diterapkan dalam pelaksanaannya (Kemenkes, 2016).



F. Faktor Risiko HIV/AIDS Berikut adalah faktor resiko penyakit HIV dan AIDS yaitu : 1.



Melakukan seks anal atau vaginal tanpa kondom.



2.



Mengalami infeksi menular seksual lainnya seperti sifilis, herpes, klamidia, gonore, dan vaginosis bakteri.



3.



Berbagi jarum, jarum suntik yang terkontaminasi, dan peralatan suntik lainnya serta solusi obat saat menyuntikkan narkoba.



4.



Menerima suntikan yang tidak aman, transfusi darah, transplantas i jaringan, prosedur medis yang melibatkan pemotongan atau penindika n yang tidak steril.



5.



Mengalami cedera akibat jarum suntik yang tidak disengaja, termasuk di antara petugas kesehatan.



6.



Dari ibu yang hidup dengan HIV dan tidak minum obat ke anak selama kehamilan, kelahiran, atau menyusui.



G. Pengobatan Sampai saat ini belum ada obat pasti untuk menyembuhkan HIV tetapi



terdapat



obat yang



dapat mencegah



atau



memperla mbat



perkembangan dari HIV menjadi AIDS yaitu dengan pemberian ARV (Antiretroviral). kekebalan



Pemberian ARV memiliki tujuan yaitu memulihka n



tubuh



dan



mencegah



pelaksanaannya yaitu : 1. Pastikan status HIV pasien.



7



penularan.



Adapun



panduan



2. Pasien dengan IO berat yang tidak dapat ditangani di FKTP dirujuk ke FKRTL/RS agar penyulit ditangani dan ARV diberikan di FKRTL/RS pada saat penanganan IO. 3. Pastikan ketersediaan logistik ARV. 4. Pasien perlu diberikan informasi tentang cara minum obat dengan bahasa yang mudah dimengerti,



sesuai dengan latar belakang



pendidikan dan budaya setempat. 5. Petugas mendukung pasien untuk minum obat secara patuh dan teratur dengan melakukan analisis faktor pendukung dan penghambat. 6. Pemberian informasi efek samping obat diberikan tanpa membuat pasien takut minum obat. 7. Obat ARV diminum seumur hidup. 8. Obat ARV perlu diberikan sedini mungkin setelah memenuhi persyaratan terapi untuk mencegah pasien masuk ke stadium lebih lanjut. 9. Terapi ARV pada kekebalan tubuh yang rendah meningkatka n kemungkinan timbulnya Sindroma Pulih Imun (SPI). 10. Pemberian ARV, khususnya pada daerah dengan epidemi meluas, dapat dilakukan di tingkat puskesmas oleh perawat/bidan terlatih di bawah tanggung jawab dokter terdekat. 11. ARV diberikan kepada pasien sebulan sekali untuk mengontro l kepatuhan minum obat. Pemberian obat ARV dapat diberikan sampai tiga bulan bila pasien sudah stabil dengan riwayat kepatuhan minum obat yang tinggi. Sebisa mungkin gunakan rejimen ARV yang mudah untuk pasien seperti kombinasi dosis tetap (KDT : TenofovirLamivudin-Efavirenz atau Tenofovir- Emtricitabine-Efavirenz). 12. Puskesmas dapat melatih tenaga kader kesehatan, kelompok agama dan lembaga masyarakat lainnya untuk menjadi pengingat minum obat. Bila tersedia pemeriksaan laboratorium maka dapat dilakukan pemeriksaan untuk menjadi dasar memulai ARV, namun bila tidak tersedia, jangan menunda terapi ARV. Untuk obat-obat ARV dengan



8



efek samping rendah seperti KDT maka pemeriksaan pra-ARV tidak menjadi syarat dan dapat dilakukan kemudian. 13. Informasi lebih lengkap tentang penggunaan ARV dapat dilihat pada Pedoman Nasional Tatalaksana klinis



infeksi HIV dan terapi



Antiretroviral



Indikasi untuk memulai terapi ARV yaitu sebagai berikut: 



Semua pasien dengan stadium 3 dan 4, berapapun jumlah CD4 atau







Semua pasien dengan CD4 < 350 sel/ml, apapun stadium klinisnya







Semua pasien dibawah ini apapun stadium klinisnya dan berapapun jumlah CD4







Semua pasien ko-infeksi HBV







Semua ibu hamil







ODHA yang memiliki pasangan dengan status HIV negatif (sero discordant)







Populasi kunci (penasun, waria, LSL,WPS)







Pasien HIV (+) yang tinggal pada daerah epidemi meluas seperti Papua dan Papua Barat.



Obat ARV harus diminum seumur hidup dengan tingkat kepatuhan yang tinggi (>95%) sehingga petugas kesehatan perlu untuk membantu pasien agar dapat patuh minum obat, kalau perlu melibatkan keluarga atau pasien lama. Kepatuhan pasien dalam meminum obat dapat dipengaruhi oleh banyak hal seperti prosedur di layanan, jarak, keuangan, sikap petugas dan efek samping. Oleh karena itu perlu dicari penyebab ketidak patuhannya dan dibantu untuk meningkatkan kepatuhannya, seperti konseling dan motivasi terus menerus.



Ketidak patuhan kepada obat lain seperti



kotrimkoksasoltidak selalu menjadi dasar untuk menentukan kepatuhan minum ARV.



9



H. Epidemiologi HIV/AIDS 1. Frekuensi dan Distribusi HIV dan AIDS di Dunia Epidemi HIV dan AIDS merupakan masalah dan tantangan yang serius terhadap kesehatan masyarakat di dunia baik di negara maju maupun negara berkembang. Diperkirakan 1,7 juta orang yang tertular HIV di seluruh dunia pada 2019 menandai penurunan 23% pada infeksi HIV baru sejak tahun 2010. Ini adalah angka tahunan terendah baru infeksi sejak 1989. Namun, kemajuan dalam pencegahan HIV transmisi tetap terlalu lambat, dengan perkiraan jumlah total infeksi baru pada 2019 lebih dari tiga kali lebih tinggi dari tonggak sejarah dari 500.000 yang ditetapkan untuk tahun 2020. Secara global, jumlah infeksi baru tahunan telah menurun lebih cepat di antara wanita dan perempuan (penurunan 27% sejak 2010) dibandingkan laki-laki dan anak laki-laki (penurunan 18%). Ada lebih sedikit Infeksi baru pada 2019 di seluruh dunia di kalangan wanita dan anak perempuan (48% dari total infeksi) dibandingkan antara laki-laki dan laki-laki (52%). Anak-anak (usia 0 hingga 14 tahun) menyumbang 9% dari infeksi baru pada 2019, dengan 84% dari infeksi anak terjadi di sub-Sahara Afrika.



Sumber



: UNAIDS



epidemiological



https://aidsinfo.unaids.org/).



10



estimates,



2020



(see



2. Epidemiologi Frekuensi dan Distribusi HIV dan AIDS di Asia Infeksi HIV di Asia dan Pasifik telah sedikit menurun, dengan penurunan di Kamboja, Myanmar, Thailand dan Vietnam diimbangi dengan peningkatan tajam di Pakistan dan Filipina. Populasi kunci dan pasangannya menyumbang sekitar 98% dari infeksi HIV baru, dan lebih dari seperempat infeksi HIV baru terjadi di antara orang muda (berusia 15 hingga 24 tahun). Meningkatnya jumlah infeksi baru di antara pria gay dan pria lain yang berhubungan seks dengan pria menjadi perhatian utama. Perlambatan keseluruhan dalam pengurangan infeksi HIV baru bertepatan dengan penurunan komitmen politik dan program, di samping hukum dan kebijakan yang menghukum dan meningkatnya stigma dan diskriminasi yang menghalangi tanggapan AIDS yang efektif.



3. Epidemiologi Frekuensi dan Distribusi HIV dan AIDS di Indonesia Indonesia merupakan Negara yang memiliki pola epidemi yang dinamis dan kompleks dengan wilayah yang luas dan geografinya sebagai Negara kepulauan serta dengan penduduk yang besar. Pola epidemi HIV di Indonesia bersifat majemuk dengan tingkat prevalensi HIV yang bervariasi di kelompok popilasi kunci. HIV-AIDS terkonsentrasi di kelompok-kelompok



populasi tertentu yang memiliki risiko tinggi



11



penularan HIV terkait perilaku mereka, yang diperparah oleh stigma ya ng melekat dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok ini. Jumlah kasus HIV positif di Indonesia yang dilaporkan dari tahun ketahun cenderung meningkat. Pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 50.282 kasus. Sebaliknya, dibandingkan rata-rata 8 tahun sebelumnya, jumlah kasus baru AIDS cenderung menurun, pada tahun 2019 dilaporkan sebanyak 7.036 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi proporsi pada kelompok laki-laki lebih tinggi sekitar dua kali lipat dibandingkan pada kelompok perempuan. Di Indonesia, kelompok umur tertinggi pada kasus HIV dan AIDS yaitu kelompok umur produktif. Sementara itu, masih ditemukan penularan HIV dari ibu ke anak yang di tunjukkan dengan adanya penemuan kasus HIV dan AIDS pada kelompok usia di bawah 4 tahun. Untuk mencapai tujuan nasional dan global dalam rangka triple elimination (eliminasi HIV, hepatitis B, dan sifilis) pada bayi, penularan HIV dari ibu ke anak diharapkan akan terus menurun di tahun selanjutnya.



12



BAB III PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN HIV/AIDS



A. Pencegahan HIV-AIDS dengan Program ABCDE Terdapat diantaranya



berbagai dengan



macam



KIE,



upaya



pencegahan



HIV-AIDS



yaitu



memberikan informasi kepada kelompok risiko



tinggi terkait pola penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah



pencegahannya.



Menurut



Kementerian



Kesehatan



RI



pencegahan HIV dan AIDS yang dapat dilakukan adalah dengan cara pencegahan ABCDE, yaitu: 



A (Abstain)



: Menjauhi seks/ tidak melakukan hubungan seks.



Langkah ini diperuntukan bagi orang-orang yang masih sendiri, jauh dari pasangan atau berstatus duda atau janda. 



B (Be faithfull)



: Bersikap saling setia dengan satu pasangan seksual



yang tidak terinfeksi HIV. Kesetiaan harus dimiliki oleh suami dan istri karena apabila salah satu pihak mengingkarinya, maka satu pihak lainnya menjadi beresiko tertular virus HIV. Tingginya kasus HIIV dan AIDS pada Ibu Rumah Tangga menjadi bukti atas pengingkaran salah satu pihak menjaga kesetiaan. 



C (Condom)



: Cegah



dengan



menggunakan



kondom



jika



melakukan hubungan seks. Penggunaan kondom secara benar dan konsisten untuk setiap hubungan seksual sehingga dapat memberika n perlindungan dari penularan HIV ataupun IMS lain. Penggunaa n kondom dapat mencegah interaksi cairan vagina dan sperma dengan dinding sel yang terbuka akibat gesekan pada saat penetrasi. Khusunya bagi kelompok yang sangat beresiko menularkan dan tertular virus HIV seperti wanita pekerja seks, pelanggan warian dan gay. 



D (Drug)



: Dihindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril



dan secara bergantian. Terutama bagi pengguna narkoba suntik. Jika



13



seseorang betul-betul harus melakukannya, pastikan bahwa jarum yang digunakan benar-benar aman dan streril. 



E (Education)



: Pendidikan tentang informasi seputar HIV dan



AIDS. Hal ini sangat penting bagi masyarakat khususnya perempuan dan para remaja agar bisa menghindari HIV dan AIDS. Pengetahuan yang baik dapat mencegah remaja dalam menghindarkan diri dari tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan sebab mereka mengetahui tingkat resiko yang sangat besar atas perbuatannya.



B. Pengendalian HIV-AIDS dengan Program Getting 3 Zeroes Program penanggulangan AIDS di Indonesia yaitu dengan program yang diusulkan oleh Kemenkes RI adalah getting 3 zeroes, yang merupakan Zero new infection atau tidak ada infeksi baru, Zero AIDS-related death atau tidak ada kematian akibat AIDS dan Zero stigma and discrimination atau tidak ada stigma dan diskriminasi kepada penderita HIV dan AIDS. Kementerian Kesehatan dan para mitra mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk meraih sukses mencapai three zero pada tahun 2030. Upaya yang terus dilakukan Pemerintah pada 2017 telah dicanangkan strategi Fast Track 90-90-90 yang meliputi percepatan pencapaian 90% orang mengetahui status HIV melalui tes atau deteksi dini; 90% dari ODHA yang mengetahui status HIV memulai terapi ARV, dan 90% ODHA dalam terapi ARV berhasil menekan jumlah virusnya sehingga mengurangi kemungk ina n penularan HIV, serta tidak ada lagi stigma dan diskriminasi ODHA. Setiap Kabupaten/Kota harus merencanakan dan mempersiapkan serta melakukan kerja keras untuk mencapai target Fast Track, mulai dari pemetaan sasaran yang rentan terinfeksi HIV, menyiapkan anggaran yang potensial untuk operasional layanan tes HIV, melatih Sumber Daya Manusia yang mampu melakukan layanan tes HIV dan perawatan HIV serta kegiatan rutin yang tidak boleh dilupakan yaitu monitoring dan evaluasi secara berkala ke setiap unit layanan kesehatan.



14



C. Strategis Kebijaksanaan Pengendalian HIV-AIDS (STOP) Dalam rangka mencapai target dari Program Getting 3 Zeroes, Kementerian Kesehatan menerapkan strategi akselerasi Suluh,



Temukan,



Obati dan



Pertahankan (STOP). Suluh merupakan kegiatan preventif dan promotif, yaitu dilakukannya edukasi, promosi kesehatan, dan perubahan cara pandang yang hendak dicapai 90% masyarakat paham HIV. Temukan dilakukan melalui percepatan tes dini akan dicapai 90% ODHA tahu statusnya. Obati dilakukan untuk mencapai 90% ODHA segera mendapat terapi ARV. Pertahankan yakni meningkatkan retensi ART dengan peningkatan koordinasi, peran aktif ODHA dan keluarga, strategi komunikasi, dukungan ODHA, inovasi reminder minum obat, dan memaksimalkan perawatan yang bertujuan 90% ODHA yang ART tidak terdeteksi virusnya. Selain itu, Kemenkes melakukan akselerasi ARV, dengan target pada tahun 2020 sebanyak 258.340 ODHA yang mendapat terapi ARV. Saat ini baru 50% (17 provinsi) yang telah mencapai target ODHA on ART yaitu: Aceh, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Babel, Jabar, Banten, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Kalteng, Sulut dan Gorontalo.



D. Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian HIV dan AIDS di Masa Pandemik COVID-19 Dalam



rangka



penanganan



cepat COVID-19 diperlukan



protokol



pelaksanaan layanan HIV AIDS selama pandemi COVID-19. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan protokol pelaksanaan layanan HIV-AIDS selama masa pandemic COVID-19 yaitu sebagai berikut: 1. Dalam melaksanakan upaya penanggulangan COVID-19, tetap harus diupayakan



agar semua pelayanan



kesehatan berjalan semestinya,



termasuk layanan HIV AIDS dan IMS dan PTRM. 2. Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) terutama dengan CD4 rendah dan dengan infeksi HIV lanjut, lebih rentan untuk terinfeksi bakteri, protozoa, jamur, serta virus dibandingkan dengan masyarakat umum. 3. Saat ini belum ada yang menunjukan bahwa ODHA yang stabil dalam ART memiliki risiko lebih besar untuk terinfeksi virus corona atau mengalami sakit berat akibat Covid-19. Namun, sangat penting untuk



15



dilakukan pencegahan dan pegendalian penyakit infeksi pada ODHA karena kematian COVID-19 lebih tinggi pada orang yang berusia lanjut serta orang yang memiliki penyakit lain seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskular, sedangkan komorbiditas lazim ditemukan pada ODHA. 4. ODHA dan penyalahgunaan NAPZA dapat terinfeksi melalui droplet yang berasal dari batuk/bersin orang yang terinfeksi COVID-19. Droplet ini dapat masuk melalui hidung, mulut, dan mata akibat kontak dekat atau kontak tidak langsung dengan permukaan benda yang terkontaminas i virus. 5. ODHA dan penyalahgunaan NAPZA perlu diberikan edukasi agar mereka paham gejala dan tanda COVID-19 yang mirip dengan gejala flu biasa seperti demam sedang atau demam tinggi,



batuk



kering,



sakit



tenggorokan, hidung berair, lelah/letih dan sesak napas. Selain itu, terdapat kendala program HIV-AIDS yang disebabkan akibat COVID-19, yaitu penemuan kasus tidak optimal, pemeriksaan viral load tidak optimal, serta penelusuran lost to follow up tidak optimal. Sementara itu, dalam jurnal Lancet Global Health, diketahui dampak terbesar akibat COVID-19 pada upaya penanggulangan HIV pada negara yang berkembang atau menengah ialah terhambatnya pasokan obat AIDS antiretroviral (ARV). Antiretroviral adalah pengobatan yang manjur dan dengan tingkat toleransi tinggi untuk ODHA. Di Indonesia, keterbatasan stok obat antiretroviral (ARV) yang digunakan untuk menekan virus HIV/AIDS dalam tubuh Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) telah menjadi sebuah hambatan agar tercapainya program pengendalia n penyakit HIV AIDS. Karena saat pandemik seperti ini, kondisi itu berdampak negatif terhadap rantai pasokan, ketersediaan, dan aksesibilitas ARV di tanah air. Adapun yang menjadi hambatan yaitu dalam status pandemik ini membuat sejumlah penerbangan antarnegara dibatasi hingga ditutup untuk sementara terhambat. Mayoritas obat ARV di Indonesia yang didatangkan dari India saat ini sulit untuk didatangkan karena perusahaan penerbangan yang biasa digunakan untuk mengangkut obat ARV ini, membatalkan penerbangannya



16



untuk masa dua minggu kedepan dan tidak ada jaminan setelah dua minggu tersebut layanan pengirimannya bisa dilakukan. Sementara itu, sesuai dengan pedoman WHO terbaru ODHA seharusnya mendapatkan stok obat langsung selama 3-6 bulan lewat pemberian obat multibulan atau multi- month dispensing (MMD). Hal ini dilakukan salah satunya untuk mengurangi frekuensi ODHA harus mengakses fasilitas kesehatan yang menjadi rumah sakit rujukan COVID-19. Namun, pemberian obat multi-bula n ini belum diterapkan secara luas, termasuk di Indonesia. Survey cepat kebutuhan ODHA dalam konteks COVID-19 yang dilakukan oleh Jaringan Indonesia Positif dengan dukungan UNAIDS Indonesia pada Maret lalu juga tunjukkan hal serupa. Sekitar 47,6% dari 1.000 ODHA yang terlibat dalam survei hanya memiliki stok obat ARV untuk periode kurang dari 1 bulan saja. Kemudian terdapat banyak hambatan yang dialami ODHA di tengah pandemi COVID-19, yang membuat pengobatan mereka menjadi terganggu. ODHA masih merasa khawatir dalam mencapai akses layanan pengobatan untuk mengambil ARV walaupun telah diadakan protokol kesehatan. Dari sisi ekonomi, ODHA yang kebanyakan berasal dari populasi tertentu seperti waria, pengguna narkoba, dan pekerja seks selama ini mengandalkan pendapatan dari sektor non-formal, sehingga sangat terpukul secara ekonomi. Sementara, bantuan sosial dari pemerintah seringkali tidak mereka dapatkan karena terbentur banyaknya urusan administrasi. Kondisi inilah yang memaksa para ODHA mengesampingkan kebutuhan pengobatan HIV untuk memenuhi kebutuhan esensial lainnya.



17



BAB IV PENUTUP A. Simpulan HIV dan AIDS merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks secara bebas dan bergani-ganti pasangan. HIV/AIDS bukan hanya menyebar melalui hubungan seksual, tetapi juga melalui cairan lain seperti darah dan Air Susu Ibu (ASI). Dunia menaruh perhatian lebih pada setiap kasus HIV dan AIDS yang berkembang diberbagai negara. Hal dikarenakan dampak dari penyakit ini bukan hanya pada masyarakat, melainkan juga berdampak pada sistem sosial dan ekonomi. Di Indonesia sendiri, pemerintah sedang berupaya menurunkan angka prevalensi melalui berbagai macam program yang berfungs i untuk membantu dan memberikan dukungan bagi mereka yang mengidap HIV dan AIDS. Program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dari pemerinta h Indonesia yaitu program pencegahan ABCDE, program pengendalian Getting 3 Zeroes, serta stategi pengendalian STOP. B. Saran Setiap masyarakat harus turut serta berkontribusi dalam menurunkan angka prevalensi HIV dan AIDS dengan tujuan untuk membantu pemerintah dan memberi dukungan



kepada penderita HIV dan AIDS. Kontribusi dari



masyarakat sendiri dapat berupa penerapan upaya pencegahan serta penyebaran mengenai informasi HIV dan AIDS secara meluas.



18



DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2016. Petunjuk Teknis Program



Pengendalian HIV AIDS dan PIMS Fasilitas Kesehatan



Tingkat Pertama. Jakarta: Kementrian Kesehatan. Herbawani, Chahya Kharin dan Erwandi, Dadan. 2019. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Perilaku Pencegahan Penularan HIV oleh Ibu Rumah Tangga di Nganjuk, Jawa Timur. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2). Hogan et.al. 2019. Potential impact of the COVID-19 pandemic on HIV, tuberculosis, and malaria in low-income and middle-income countries: a modelling study. Lancet Global Health 2020; 8: e1132–41. Joint United Nations Programme on HIV and AIDS. 2020. Trend Of New HIV Infections. Diakses dari https://aidsinfo.unaids.org/ pada 3 September 2020 pukul 13.05 WIB. Kemenkes RI. 2019. Hari HIV/AIDS Sedunia, Penanganan Diperkuat di Daerah, Diakses https://www.kemkes.go.id/article/view/19112900001/hari- hiv-aidssedunia-penanganan-diperkuat-di-daerah.html pada



tanggal 2 September



2020 pukul 18:06 WIB. Kemenkes RI. 2018. Hari AIDS Sedunia, Momen STOP Penularan HIV: Saya Berani, Saya Sehat. Diakses http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilismedia/20181201/5028759/28759/ pada tanggal 2 September 2020 pukul 18:54 WIB. Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Diakses dari https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2019.pdf pada 3 September 2020 pukul 12.50 WIB. Kemenkes RI. 2020. Protokol Pelaksanaan Layanan HIV AIDS Selama Masa Pandemi COVID 19. Diakses https://covid19.kemkes.go.id/protokol-covid19/protokol-pelaksanaan- layanan- hiv-aids-selama-pandemi-covid-19/#.X0Kr3kzbIV pada tanggal 2 September 2020 pukul 19:10 WIB. Masriadi. 2018. Surveilans. Jakarta : CV. Trans Info Media.



19



Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2020. COVID-19 dan Stok Obat ARV di Indonesia. Diakses



di



https://jabarprov.go.id/index.php/news/37117/2020/03/20/COVID-19-danStok-Obat-ARV-di-Indonesia pada tanggal 3 September 2020 pukul 11:21 WIB. WHO. 2017. Kajian Nasional Respon HIV di Bidang Kesehatan Republik Indonesia.



20