Makalah Keperawatan Gawat Darurat Hipoglikemi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT HIPOGLIKEMI



Disusun Oleh : 1.



Kurniasari Budi Hidayati



J210180120



2.



Dhimas Agung Nugroho



J210180122



3.



Nove Wiand Dwi W



J210180127



4.



Aulia Ramadhani Putri Setyabudi



J210180131



5.



Syafira Shelsabila



J210180133



6.



Wisnu Adhi Hutama



J210180139



7.



Nuzhulul Lifqi Iwandani



J210180145



8.



Akhmad Aufan Amrulloh



J210180164



PROGDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020



A. Definisi



Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah sewaktu dibawah 60 mg/dl, kadar gula atau glukosa di dalam tubuh lebih rendah dari kebutuhan tubuh (Smeltzer, 2002). Hipoglikemia terjadi karena ketidak mampuan hati memproduksi glukosa yang dapat disebabkan karena penurunan bahan pembentuk glukosa, penyakit hati atau ketidak seimbangan hormonal. Price (2006) Hipoglikemia berdampak serius pada morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup. The diabetes Control and Complication Trial(DCCT) melaporkan diperkirakan 2-4% kematian orang dengan diabetes tipe 1 berkaitan dengan hipoglikemia. Hipoglikemia juga umum terjadi pada penderita diabetes tipe 2, dengan tingkat prevalensi 70-80% (Setyohadi, 2011). Hipoglikemia merupakan penyakit kegawatdaruratan yang membutuhkan pertolongan segera, karena hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga dapat menyebabkan koma sampai dengan kematian (Kedia, 2011). B. Patofisiologi Normal tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 60-120 mg/dl. agar dapat memberi sumber energi bagi metabolisme sel. Pemasukan glukosa dari berbagai sumber seperti : pemasukan makanan, pemecahan glikogen, glukoneogenesis memacu terjadinya respon insulin. Orang sehat akan segera memproduksi Hormon insulin untuk menurunkan kembali kadar gula darah ke level yang normal.Pada orang Diabetes Melitus, terjadi defisiensi Insulin, sehingga Glukosa tidak bisa dimanfaatkan oleh sel dan



hanya beredar di pembuluh darah sehingga menimbulkan Hiperglikemia. Untuk menurunkan kadar gula darah biasanya diberikan Insulin, namun karena dosis yang kurang tepat bisa menimbulkan penurunan glukosa darah yang cepat. Efek dari penurunan glukosa darah , bisa timbul Hipoglikemia, dengan gejala yang ringan sampai berat. Gejala Hipoglikemia Ringan, ketika kadar glukosa darah menurun, sistem syaraf simpatis akan terangsang. Terjadi pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala : perspirasi, tremor, takhikardia, palpitasi, gelisah dan rasa lapar.Pada Hipoglikemia Sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem syaraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusio,penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan. Pada Hipoglikemia Berat, fungsi sistem syaraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi Hipoglikemia yang diderita, gejalnya : Disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, kehilangan kesadaran.Terjadi hipoglikemia bila serum glukosa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Sistem saraf sangat sensitif terhadap penurunan kadar glukosa serum, karena glukosa merupakan sumber energi utama. Otak tidak dapat menggunakan sumber energi lain (ketone, lemak))  kecuali glukosa. Sebagai konsekwensi penurunan kadar glukosa, maka akan mempengaruhi aktivitas sistem saraf Dalam keadaan normal, penurunan glukosa serum oleh karena aktivitas hormon insulin secara akut, akan merangsang sekresi hormon glukagon dan epinephrin yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Sekresi hormon glukagon pada penderita IDDM mengalami gangguan, sehingga tidak dapat menaikkan kadar gula darah. Peran hormon glukagon diasumsikan akan digantikan oleh hormon ephinephrine untuk menaikan



gula darah, dengan cara meningkatkan produksi glukosa hepar dan menghambat sekresi hormon insulin. Akan tetapi pada penderita IDDM sekresi hormon ephinephrine juga menurun, sebagai akibat adanya gangguan saraf outonom. Respon terhadap penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) dapat dibedakan menjadi 2 kategori yaitu : 1.



Gejala adrenergik sebagai akibat dari stimulasi sistem saraf outonom dengan gejala palpitasi, iritabile, kelemahan umum, dilatasi pupil, pucart, keringat dingin.



2.



Gejala neuroglycopenia sebagai akibat dari tidak adekwatnya suplay gula darah ke jaringan saraf, yaitu sakit kepala, gelisah, tidak mampu konsentrasi, bicara tidak jelas, gangguan penglihatan, kejang, coma. Hal ini sering tampak pada kadar glukosa darah dibawah 45 –  50 mg/dl C. Etiologi Etiologi utama hipoglikemia berbeda-beda untuk tiap kelompok usia. Pada orang dewasa, hipoglikemia lebih banyak disebabkan oleh kelebihan insulin dan sekretagog insulin absolut maupun relatif, imbalans insulin dibandingkan penyerapan makanan, kegagalan mekanisme kontraregulasi hipoglikemia, dan pengaruh berbagai obatobatan. Kurangnya asupan makanan diketahui merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia merupakan efek samping yang paling umum dari penggunaan insulin dan sulfonilurea pada terapi DM. D. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala Tanda dan gejala hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) antara lain: 1. Adrenergik seperti: pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar, lapar, cemas, gelisah, sakit kepala, mengantuk. 2. Neuroglikopenia seperti bingung, bicara tidak jelas, perubahan sikap perilaku, lemah, disorientasi, penurunan kesadaran, kejang, penurunan terhadap stimulus



bahaya. Tabel Tanda dan Gejala yang muncul pada keadaan Hipoglikemia Kadar Gula



Gejala Neurogenik



Gejala Neuroglikopenik



Darah 79,2 mg/dL 70,2 mg/dL



gemetar, goyah, gelisah gugup, berdebar – debar



irritabilita, kebingungan sulit berpikir, sulit



berkeringat mulut kering, rasa kelaparan pucat, midriasis



berbicara ataxia, paresthesia sakit kepala, stupor, kejang, koma, kematian



59,4 mg/dL 50,4 mg/dL 39,6 mg/dL



Keterangan Gambar: Rangkaian respon yang terjadi pada penurunan glukosa plasma. Garis utuh menunjukkan rata – rata, sedangkan garis putus – putus menunjukkan batas atas dan batas bawah dari kadar gula darah puasa. Batas – batas penurunan sekresi insulin, peningkatan sekresi glukagon, gejala, dan gangguan kognitif



ditentukan pada orang sehat. Batas kadar gula darah untuk kejang, koma, dan kematian neuron ditentukan



E. Pemeriksaan Penunjang 1. Gula darah puasa, Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl. 2. Gula darah 2 jam post pradial Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam 3. Pemeriksaan HBA1c Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi. 4.  Pemeriksaan elektrolit, Terjadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu 5. Pemeriksaan Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi



F. Penatalaksanaan Menurut Kedia (2011), pengobatan hipoglikemia tergantung pada keparahan dari hipoglikemia. Hipoglikemia ringan mudah diobati dengan asupan karbohidrat seperti minuman yang mengandung glukosa, tablet glukosa, atau mengkonsumsi makanan rigan. Dalam Setyohadi (2011), pada minuman yang mengandung glukosa, dapat diberikan larutan glukosa murni 20- 30 gram (1 ½ - 2 sendok makan). Pada hipoglikemia berat membutuhkan bantuan eksternal, antara lain (Kedia, 2011) : 1. Dekstrosa Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosa oral karena pingsan,



kejang, atau perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat pemberian dekstrosa dalam air pada konsentrasi 50% adalah dosis biasanya diberikan kepada orang dewasa, sedangkan konsentrasi 25% biasanya diberikan kepada anak-anak. 2. Glukagon Sebagai hormon kontra-regulasi utama terhadap insulin, glukagon adalah pengobatan pertama yang dapat dilakukan untuk hipoglikemia berat. Tidak seperti dekstrosa, yang harus diberikan secara intravena dengan perawatan kesehatan yang berkualitas profesional, glucagon dapat diberikan oleh subkutan (SC) atau intramuskular (IM) injeksi oleh orang tua atau pengasuh terlatih. Hal ini dapat mencegah keterlambatan dalam memulai pengobatan yang dapat dilakukan secara darurat.



DAFTAR PUSTAKA Kedia, Nitil. 2011. Treatment of Severe Diabetic Hypoglycemia With Glucagon: an Underutilized Therapeutic Approach. Dove Press Journal. Price, A.S. 2006. Patofisiologi konsep klinis edisi 6 volume 1: proses penyakit. Jakarta: EGC. Setyohadi, Bambang. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.



Rusdi, M. S. (2020). Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus. Journal Syifa Sciences and Clinical Research (JSSCR), 2(2), 83-90 Kaulika F., Rahmawati . 2017 . ASUHAN KEPERAWATAN HIPOGLIKEMIA Hadiatma, M.(2012).Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr.Moewardi (Doctoral dissertation,Universitas Muhammadiyah Surakarta)