Makalah Mekanisme Alih Fungsi Lahan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH



MEKANISME ALIH FUNGSI LAHAN



Disusun Oleh: DIAN FIRDAUS D1091181001



PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA TAHUN 2020



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas individu dari mata kuliah Teknik Evaluasi Perencanaan dengan judul “MEKANISME ALIH FUNGSI LAHAN”. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen mata kuliah Teknik Evaluasi Perencanaan yaitu Ibu Anthy Septiani, M.T. yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Pontianak, 23 September 2020 Penulis



ii



DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1.



Latar Belakang.......................................................................................... 1



1.2.



Rumusan Masalah .................................................................................... 2



1.3.



Tujuan ....................................................................................................... 2



BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3 2.1.



Pengertian Alih Fungsi Lahan .................................................................. 3



2.2.



Faktor-Faktor Terjadinya Alih Fungsi Lahan........................................... 4



2.3.



Dampak Alih Fungsi Lahan...................................................................... 6



2.4.



Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan ................................................ 8



BAB III PENUTUP.............................................................................................. 11 3.1.



Simpulan ................................................................................................. 11



3.2.



Saran ....................................................................................................... 11



DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iv



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Persediaan tanah yang terbatas dan relatif tetap, akan menimbulkan berbagai masalah dalam penggunaannya. Di sisi lain manusia yang membutuhkannya semakin bertambah. Masalah-masalah sebagai akibat kebutuhan akan tanah semakin kompleks dan meningkat terus-menerus, terutama yang berkaitan dengan kepemilikan dan penguasaannya. Hal ini akan menimbulkan keresahan dan ketegangan dalam masyarakat sehingga menghambat pembangunan selanjutnya. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan dan jaminan hokum dari pemerintah khususnya pemerintah daerah. Penguasaan dan penggunaan tanah mulai beralih fungsi seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan manusia. Akibat pertambahan jumlah penduduk, penemuan dan pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan, cara pandang masyarakat terhadap nilai tanah mulai berubah. Dahulu tanah dinilai sebagai faktor penunjang aktivitas pertanian saja, tapi kini sudah dilihat dengan cara pandang yang lebih strategis sebagai aset penting dalam dunia industrialisasi. Kini banyak tanah yang sudah dialihfungsikan bukan lagi sebagai tempat aktivitas pertanian, melainkan dijadikan kawasan pemukiman/perumahan yang belakangan dikembangkan oleh pengembang (developer) dan menjamur dimana-mana. Alih fungsi lahan salah satu contohnya adalah lahan yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam(pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi pemanfaatan. Perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke pemanfaatan bagi nonpertanian yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi (konversi) lahan, setiap waktu semakin meningkat. Khusus untuk Indonesia, fenomena ini tentunya dapat mendatangkan permasalahan yang serius di kemudian hari, jika tidak diantisipasi secara serius dari sekarang. Implikasinya, alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. 1



1.2. Rumusan Masalah 1) Apa yang dimaksud dengan alih funggsi lahan? 2) Faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertnian? 3) Bagaiman dampak dari alih fungsi lahan? 4) Bagaimana Strategi pengendalian alih fungsi lahan?



1.3. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan sebagai bahan kajian tentang alih fungsi lahan secara umum mulai dari pengertian alih fungsi lahan, faktor-faktor terjadinya alih fungsi lahan serta dampak dan strategi pengendalian alih fungsi lahan.



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1. Pengertian Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi lahan sebelumnya menjadi fungsi baru yang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitar dan kehidupan masyarakat. Di kota Pontianak sendiri, alih fungsi lahan semakin sering terjadi. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Menurut Kustiawan (1997) konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasinya lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah lahan bararti tanah terbuka, tanah garapan. Lahan diartikan sebagai suatu tempat terbuka di permukaan bumi yang dimanfaatkan oleh manusia, misalnya untuk lahan pertanian, untuk membangun rumah, dan lain-lain. Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok untuk dijadikan lahan usaha tani untuk memproduksi tanaman pertanian maupun hewan ternak. Lahan pertanian merupakan salah satu sumber daya utama pada usaha pertanian. Lahan pertanian di bedakan menjadi dua yaitu; 1) Pertanian Lahan basah



3



adalah pertanian yang dikembangkan pada dataran rendah yang mempunyai ketinggian ukuran 300 m diatas permukaan laut yang di sekitarnya terdapat banyak air dari sungai sungai atau saluran irigasi. Tanaman yang dapat dibudidayakan di lahan basah adalah tanaman padi; 2) Pertanian Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan atau menunggu hujan. Pada umumnya lahan kering berada pada ketinggin 500 - 1500 m diatas permukaan laut. Untuk usaha pertanian lahan kering dapat dibagi dalam tiga jenis penggunaan lahan, yaitu lahan kering berbasis palawija (tegalan), lahan kering berbasis sayuran (dataran tinggi) dan pekarangan. 2.2. Faktor-Faktor Terjadinya Alih Fungsi Lahan Proses alih fungsi lahan pertanian pada tingkat mikro dapat dilakukan oleh petani sendiri atau dilakukan pihak lain. Alih fungsi lahan yang dilakukan oleh pihak lain secara umum memiliki dampak yang cukup besar terhadap penurunan kapasitas produksi pangan karena alih fungsi lahan tersebut biasanya mencangkup hamparan lahan yang cukup luas terutama ditujukan untuk kawasan perumahan. Alih fungsi lahan melalui pihak lain biasanya berlangsung melalui pelepasan hak pemilikan lahan petani kepada pihak lain yang kemudian di ikuti dengan pemanfaatan lahan tersebut untuk kegiatan non pertanian. Alih fungsi lahan terjadi bukan secara alamiah, akan tetapi disebabkan oleh beberapa faktor yang mendorong alih fungsi lahan terjadi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah: 2.2.1. Faktor Internal a. Lokasi lahan Faktor lokasi berperan penting dalam mempengaruhi harga sebuah lahan. Lahan yang berlokasi di tempat yang dekat dengan pusat kota atau keramaian dan mudah dijangkau umumnya cenderung mempunyai nilai, sehingga pemilik lebih memilih lahan tersebut menjual atau mendirikan toko yang dianggap bisa mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dari kondisi lahan sebelumnya.



4



b. Produktifitas lahan Faktor produktifitas lahan menekankan pemilik lahan melakukan perhitungan manfaat yang diperoleh selama melakukan usaha tani dan budi daya. Faktor tersebut juga mempengaruhi pemilik lahan dalam menetukan perubahan penggunaan lahan untuk selanjutnya. Lahan yang menghasilkan produktifitas yang lebih rendah maka tidak dipertahankan dan bahkan dialihfungsikan menjadi lahan yang lain, seperti lahan serba bisa atau dijadikan kebun dengan tujuan digunakan sebagai tempat rumah, dijual, didirikan toko dan bahkan dijadikan lahan perkebunan. 2.2.2. Faktor eksternal a. Pertumbuhan penduduk Penambahan jumlah penduduk salah satu faktor alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan untuk dijadikan perumahan atau tempat tinggal. Semakin banyak jumlah penduduk maka semakin tinggi juga kebutuhan tempat tinggal. b. Nilai jual Nilai jual merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap alih fungsi lahan. Faktor tersebut membuat petani lebih memilih menjual lahannya dari pada dikelola sebagai tempat bercocok tanam yang hasilnya diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan lebih kecil nilainya. Namun jika tanah dijual hasil yang diperoleh lebih cepat dan lebih tinggi nilainya walaupun kehilangan hak milik. c. Peluang usaha Lahan yang memiliki lokasi penempatan yang strategis lebih berarti bila dijadikan sebagai lahan yang bisa menghasilkan profit yang lebih tinggi. d. Mutu tanah Mutu tanah merupakan tanah atau lahan yang memiliki nilai yang tinggi apabila dijual dapat diperoleh keuntungan bagi pemiliknya. Mutu lahan



5



dan nilai jual saling berkaitan dan saling mempengaruhi minat petani atau pemilik lahan menjual tanah tersebut. 2.2.3. Faktor kebijakan Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. 2.2.4. Faktor ekonomi Pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. 2.2.5. Faktor politik Aspek politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan mempengaruhi penggunaan lahan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ilham, dkk (2003) diketahui faktor penyebab alih fungsi dari sisi eksternal dan internal petani, yakni tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi. Hal tersebut menyebabkan banyak petani menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berdampak meningkatkan alih fungsi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan pada pihakpihak pemilik modal. Sawah tadah hujan paling banyak mengalami alih fungsi (319 ribu Ha) secara nasional. Lahan sawah di Jawa dengan berbagai jenis irigasi mengalami alih fungsi, masing-masing sawah tadah hujan 310 ribu Ha, sawah irigasi teknis 234 ribu Ha, sawah irigasi semi teknis 194 ribu Ha dan sawah irigasi sederhana 167 ribu Ha. Sementara itu di Luar Jawa alih fungsi hanya terjadi pada sawah beririgasi sederhana dan tadah hujan. Tingginya alih fungsi lahan sawah beririgasi di Jawa makin menguatkan indikasi bahwa kebijakan pengendalian alih fungsi lahan sawah yang ada tidak efektif. 2.3. Dampak Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian dapat berdampak terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang lebih luas berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat. Menurut Somaji (1994), konversi lahan juga



6



berdampak pada menurunnya porsi dan pendapatan sektor pertanian petani pelaku konversi dan menaikkan pendapatan dari sektor non-pertanian. Sihaloho (2004) menjelaskan konversi lahan berimplikasi atau berdampak pada perubahan struktur agrarian. Adapun perubahan yang terjadi sebagai berikut. 1) Perubahan pola penguasaan lahan. Pola penguasaan tanah dapat diketahui dari kepemilikan tanah dan bagaimana tanah tersebut diakses oleh orang lain. Perubahan yang terjadi akibat alih konversi yaitu terjadinya perubahan jumlah penguasaan tanah. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa petani pemilik berubah menjadi penggarap dan petani penggarap berubah menjadi buruh tani. Implikasi dari perubahan ini yaitu buruh tani sulit mendapatkan lahan dan terjadinya proses marginalisasi. 2) Perubahan pola penggunaan tanah. Pola penggunaan tanah dapat dari bagaimana masyarakat dan pihak – pihak lain memanfaatkan sumber daya agrarian tersebut. Konversi lahan menyebabkan pergesaran tenaga kerja dalam pemanfaatan sumber agraria, khususnya tenaga kerja wanita. Konversi lahan mempengaruhi berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian. Selain itu, konversi lahan menyebabkan perubahan pada pemanfaatan tanah dengan intensitas pertanian yang makin tinggi. Implikasi langsung dari perubahan ini adalah dimanfaatkannya lahan tanpa mengenal sistem “bera”, khususnya untuk tanah sawah. 3) Perubahan pola hubungan agraria. Tanah yang makin terbatas menyebabkan memudarnya sistem bagi hasil tanah “maro” menjadi “mertelu”. Demikian juga dengan munculnya sistem tanah baru yaitu sistem sewa dan sistem jual gadai. Perubahan terjadi karena meningkatnya nilai tanah dan makin terbatasnya tanah. 4) Peruban pola nafkah agraria. Pola nafkah dikaji berdasarkan sistem mata pencaharian masyarakat dan hasil-hasil produksi pertaanian dibandingkan dengan hasil non pertanian. Keterbatasan lahan dan keterdesakan ekonomi rumah tangga menyebabkan pergeseran sumber mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. 5) Perubahan sosial dan komunitas. Konversi lahan menyebabkan kemunduran kemampuan ekonomi (pendapatan yang makin menurun). 7



Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan terjadi secara berlebihan sudah tentu akan berdampak negatif bagi masa depan pertanian. Apalagi Indonesia dikenal sebagai Negara agraris dengan sawah terbentang luas dari sabang sampai merauke. Jika lahan pertanian berkurang atau bahkan habis dikonversi maka Indonesia akan mengalami krisis pangan. Dari tahun ke tahun, luas lahan produktif yang beralih fungsi terus bertambah, yang akan mengakibatkan terjadi penurunan produksi pangan nasional. Sedangkan kebutuhan pangan penduduk semakin besar karena adanya pertumbuhan penduduk yang juga semakin besar. Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang semakin meningkat, otomatis diperlukan lahan pertanian yang luas pula. Namun, dengan adanya alih fungsi lahan maka produksi pangan mengalami penurunan dan kebutuhan masyarakat akan sangat sulit dipenuhi (Timnine, 2015). Dampak alih fungsi lahan secara langsung mengurangi luas lahan sektor pertanian yang dapat ditanami berbagai komoditas pertanian yang dapat ditanami berbagai komoditas pertanian terutama padi. Apabila hal ini terus dibiarkan dan tidak ada penanganan lebih lanjut, maka dampaknya akan mengancam ketahanan pangan (Depkeu, 2014). Meskipun banyak memiliki dampak negatif, namun alih fungsi lahan juga memiliki beberapa dampak positif diantaranya adalah akan terciptanya lapangan pekerjaan baru baik swasta ataupun negeri untuk penduduk sekitar. Kebutuhan sandang seperti pemukiman untuk penduduk bisa terpenuhi. Selain itu akses informasi publik dari akan lebih cepat diterima setelah adanya pembangunan. Konversi lahan menyebabkan lebih banyaknya investor yang datang dan memberikan dana untuk melakukan pembangunan di wilayah tersebut. Adanya konversi lahan ini akan berakibat wilayah tersebut akan lebih maju karena adanya pembangunan di wilayah tersebut. 2.4. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Secara semantik, istilah "pengendalian" mengandung makna "melakukan suatu tindakan tertentu dengan tujuan agar proses, output, dan outcomes" yang terjadi sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu secara normatif langkahlangkah yang harus dilakukan dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian mencakup lima aspek yaitu: (1) penentuan cakupan, tujuan dan 8



sasaran, (2) penentuan pendekatan dan metode, dan (3) identifikasi instrumen kebijakan, (4) implementasi kebijakan, dan(5) evaluasi. 1) Penentuan cakupan, tujuan, dan sasaran. Pengendalian lahan sangat penting dengan adanya kompetisi penggunaan lahan untuk tujuan konsumsi (perumahan), produksi dan pelestarian lingkungan sehingga diperlukan pengaturan yang ditujukan untuk menjamin ketersediaan lahan untuk berbagai penggunaan. Dengan demikian, pengendalian lahan juga berfungsi untuk mengamankan kepentingan publik. Mengingat pengendalian lahan bersifat spatial maka perlu adanya harmonisasi antar wilayah administrasi sehingga pengendalian lahan merupakan kebijakan berlingkup nasional. 2)



Penentuan pendekatan dan metode. Pendekatan dan metode yang diterapkan untuk mengendalikan alih fungsi



lahan pertanian tergantung pada tiga aspek secara simultan yaitu: (1) cakupan, tujuan, dan sasaran pengendalian alih fungsi lahan pertanian itu sendiri, (2) permasalahan empiris yang terkait dengan penyebab, pola, dan dampak alih fungsi lahan pertanian, dan (3) sumberdaya yang dimiliki yang diperkirakan dapat dipergunakan untuk mendukung pendekatan atau metode pengendalian yang akan diterapkan. Pertimbangan untuk menentukan pendekatan dan metode yang akan diterapkan harus mengacu pada azas efisiensi dan efektivitasnya. Efisiensi mengacu pada seberapa banyak sumberdaya (waktu, tenaga, dana) yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan; sedangkan efektivitas mengacu pada sejauhmana sasaran dicapai dalam konteks cakupan, kualitas, dan peluang keberlanjutannya.



Pearce



and



Turner



(1990)



dalam



kasus



wetland



merekomendasikan tiga pendekatan secara bersamaan dalam pengendalian alih fungsi lahan yaitu melalui regulasi, akuisisi dan manajemen serta insentif dan charges. Pendekatan regulasi, pemerintah menetapkan aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada, berdasarkan pertimbangan teknis, ekonomis dan sosial. Selain itu diperlukan mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua stakeholder yang ada dalam proses alih fungsi lahan. Dalam pendekatan



9



acquisition and management pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan land tenure yang ada, yang mendukung ke arah upaya mempertahankan keberadaan lahan pertanian. Sedangkan melalui incentive and charges, pemberian subsidi (insentif) kepada petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang dimilikinya, serta penerapan pajak yang menarik bagi yang mempertahankan keberadaan lahan pertanian. 3)



Identifikasi instrumen kebijakan. Pendekatan dan metode yang berbeda berimplikasi pada instrumen kebijakan



yang akan diterapkan. Sebagai contoh, jika pendekatan yang ditempuh adalah regulasi dan metode yang akan diterapkan adalah zonasi, maka instrumen yang sesuai adalah peraturan perundang-undangan beserta kelembagaan pendukungnya, dana yang diperlukan untuk sosialisasi, kontrol terhadap pelaksanaan perundangundangan, dan sebagainya. Jika pendekatan yang digunakan berupa incentive and charges dan metode yang diterapkan adalah peningkatan insentif kepada petani untuk mempertahankan usahataninya. Penentuan instrumen kebijakan harus mempertimbangkan kelayakan teknis, ekonomi, sosial, dan politik. 4)



Implementasi kebijakan. Jika langkah-langkah di atas telah dilaksanakan maka tahap paling krusial



tentu saja implementasi dari strategi kebijakan yang telah ditentukan. 5)



Evaluasi Diperlukan untuk mengukur sejauhmana strategi kebijakan yang diterapkan



tersebut mencapai sasarannya dan sangat diperlukan untuk memperoleh masukan yang bermanfaat penyempurnaan lebih lanjut. Hal ini mempertimbangkan bahwa secara empiris alokasi lahan merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang sangat kompleks. Sejumlah perbaikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan efektivitasnya maupun dalam rangka mengantisipasi dinamika yang dihadapi di lapangan.



10



BAB III PENUTUP



3.1. Simpulan Alih fungsi lahan merupakan suatu kegiatan atau aktifivitas yang tidak bisa dihindari namun masih dapat diminimalisir. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan namun faktor yang itu adalah kependudukan dan ekonomi karena ke dua faktor inilah yang menjadi masalah utama yang harus di selesaikan dan di tanggapi untuk mengatur alih fungsi lahan. maka dari itu diperlukan strategi yang tepat dalam mengendalikan alih fungsi lahan supaya dampak negatif yang ditimbulkan dapat berkurang. 3.2. Saran Dari makalah yang telah dituangkan di atas semoga dapat berguna dan bermanfaat kususnya bagi saya sebagai penulis dan umumnya bagi pembaca. Dan saya menyadari bahwa penulisan makalah ini masihlah jauh dari kata sempurna, maka dari itu di sini saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini pada generasi selanjutnya.



11



DAFTAR PUSTAKA Direktorat Pengelolaan Lahan. 2005. Strategi dan kebijakan pengelolaan lahan. Direktorat Pengelolaan lahan, Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air. Deptan. Jakarta. Winoto, Joyo. 2005. Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Jakarta, 13 Desember 2005. Nyak Ilham, Yusman Syauki, Supeno Friyatno. 2010 Perkembangan dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Serta Dampak Ekonominya. Puslitbang Sosek Pertanian Bogor dan Dep.Ilmu-Ilmu Sosek Pertanian IPB Bogor. Anneke, Puspasari. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Dan Dampaknya Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus Desa Kondang jaya, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang). Institut Teknologi Bandung.



iv