Makalah OJK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUKUM PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perbankan dengan dosen pengampu : Herwastuti, S.H., M.Si



DISUSUN OLEH : Aditya Syahrul Ikram



201510110311260



FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2018 i



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam bidang ilmu Hukum Perbankan. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukanmasukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Malang, 2 Juni 2018



Penyusun



ii



DAFTAR ISI BAB I ......................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1 B.



Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2



BAB II........................................................................................................................................ 3 PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3 A. Otoritas Jasa Keuangan ................................................................................................... 3 1.



Pengertian Otoritas Jasa Keuangan ............................................................................. 3



2.



Latar Belakang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ............................................... 3



3.



Tujuan Dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan ............................................................. 6



B.



Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan ................................................. 9



C. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Perbankan ..................................... 12 D. Hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Lain .......................................... 14 BAB III .................................................................................................................................... 18 PENUTUP................................................................................................................................ 18 A. Kesimpulan ................................................................................................................... 18 B.



Saran ............................................................................................................................. 18



DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia(BI), pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010. Lembaga ini bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Alasan pembentukan OJK ini antara lain makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan bahwa BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sekor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat itu. Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan didalam sector jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Disamping itu tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank itu merupakan sektor perekonomian. Jika dilihat sedikit kebelakang, sejarah pembentukan lembaga yang independen ini terbilang sulit dan penuh dengan tantangan. Bahkan untuk melahirkan pengawasan sistem keuangan inipun membutuhkan waktu hingga 12 tahun sampai lembaga ini lahir. Adapun kronologis lahirnya OJK dapat dijabarkan pada tahun 1999, pasca krisis ekonomi yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun 1997-1998, pemerintah langsung berbenah. Gagasan pembentukan otoritas, dimasukkan dan menjadi perintah UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.



1



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang di maksud Otoritas Jasa Keuangan (pengertian, Latar belakang pembentukan, Tujuan dibentuknya) ? 2. Bagaimana Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan ? 3. Bagaimana Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Perbankan ? 4. Bagaiamana Hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Lain ?



2



BAB II PEMBAHASAN A. Otoritas Jasa Keuangan 1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini sebagai suatu lembaga pengawas sector keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan:2 “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat dengan OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. “ Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada dasarnya UU tentang OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi.3 2. Latar Belakang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010. Lembaga ini bertugas mengawasi industri perbankan,



1



Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011, hal.



44 2



Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 1 Rebekka Dosma Sinaga, Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia Dan Otoritas Jasakeuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2013, hlm 2 3



3



asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. 4 Alasan pembentukan OJK ini antara lain makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan bahwa BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sekor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat itu.5 Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan didalam sector jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.6 Disamping itu tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank itu merupakan sektor perekonomian.7 Jika dilihat sedikit kebelakang, sejarah pembentukan lembaga yang independen ini terbilang sulit dan penuh dengan tantangan. Bahkan untuk melahirkan pengawasan sistem keuangan inipun membutuhkan waktu hingga 12 tahun sampai lembaga ini lahir.8 Adapun kronologis lahirnya OJK dapat dijabarkan sebagai berikut:9 a. Tahun 1999 Pasca krisis ekonomi yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun 19971998, pemerintah langsung berbenah. Gagasan pembentukan otoritas dimasukkan dan menjadi perintah UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Didalam Pasal 34 disebutkan bahwa: (1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sector jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002



4



Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, (Skripsi sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2008), hal. 28 5 Ibid. 6 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 4 7 Afika Yumya, Op.cit,.hal. 29 8 Afika Yumya, Op.cit,.hal. 29 9 Selamat datang wasit baru industri keuangan, http://lipsus.kontan.co.id/v2/ojk/read/86/Selamat-datangwasit-baru-industri-keuangan, (diakses tanggal 1 Juni 2018) 4



b. Tahun 2004 Tenggat waktu yang diberikan sampai tahun 2002 dalam pembentukan OJK tak juga lahir di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah dan DPR hanya bisa merevisi UU BI. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia telah lahir. Didalam Pasal 34 ayat 1 dan 2 terdapat bahasan tentang OJK, yaitu: (1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sector jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010 Banyak pendapat yang mengatakan bahwa, amandemen UU BI tersebut merupakan sebuah perselisihan pandangan antara BI dengan Departemen Keuangan (Kementrian Keuangan). Objek dari perselisihan ini berupa perebutan wewenang dalam mengontrol industri perbankan. Hal inilah yang mati-matian dilawan BI dan akhirnya berhasil. Dalam rumusan amandemen yang telah disepakati, pemindahan kekuasaan industri perbankan dari BI ke OJK masih dapat diulur selambat-lambatnya sampai akhir 2010. c. Tahun 2010 Lagi-lagi amandemen UU itu meleset dari yang diharapkan. Batas waktu kembali terlewati. Sampai tutup buku tahun 2010, UU OJK masih belum juga selesai. RUU OJK yang akan disahkan dalam rapat paripurna pada 17 Desember 2010 malah menemui jalan buntu, karena pemerintah dan DPR tak menemukan kata sepakat terhadap struktur dan tata cara pembentukan Dewan Komisioner OJK. d. Tahun 2011 Tahun ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia, terutama bagi sistem keuangan di Indonesia. Pimpinan DPR, Priyo Budi Santoso, akhirnya mengetuk palu tanda disetujuinya pengesahan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa keuangan (RUU OJK) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR, pada Kamis 27 Oktober 2011. Dalam keputusan tersebut disebutkan supaya panitia seleksi DK OJK harus terbentuk awal 2012. e. Tahun 2012 Pada awal tahun 2012, Presiden telah membentuk Panitia Seleksi dalam pemilihan calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa keuangan yang secara keseluruhan terdiri dari 9 orang. Menteri Keuangan Agus Martowardojo terpilih menjadi ketua seleksi sekaligus anggota, sedangkan anggota lainnya adalah Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin nasution, Direktur Jendral Pajak Fuad Rahmany, Wakil Menteri BUMN 5



Mahmuddin Yasin, dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Kemudian Komisaris Bank Mandiri Gunarni Soeworo mewakili lembaga keuangan/perbankan, mantan Direktur BEI Mas Achmad Daniri mewakili pasar modal, Komisaris Wana Arthalife Ariyanti Suliyano mewakili asuransi/lembaga jasa keuangan non bank, dan akademisi Muhammad Chatib Basri. Pada pertengahan tahun 2012, anggota sekaligus Ketua DK OJK terpilih. Seluruhnya berjumlah 9 orang dan dengan melewati proses seleksi yang ketat. Pada bulan ini pula seluruhnya disahkan oleh Paripurna DPR. f. Tahun 2013 Bapepam-LK akan melebur ke OJK dan sebagian besar pekerja dari lembaga ini juga akan berubah status kepegawaiannya. Pada tahun ini jugalah OJK akan mulai dalam penarikan iuran dari industri keuangan non bank. g. Tahun 2014 Setelah masa transisi satu tahun Bapepam-LK melebur ke OJK, diharapkan tahun ini adalah serah terimanya pengawasan perbankan dari tangan bank sentral ke OJK 3. Tujuan Dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan Sejak lama, pembentukan lembaga Otoritas Jasa Keuangan ini diamanatkan oleh Undang-Undang Bank Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, sudah menghadapi berbagai kontroversi mengenai sudah tepatkah pemindahan fungsi pengawasan perbankan yang semula ditangani oleh Bank Indonesia.10 Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan tanggal 22 November 2011, pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula berada pada Bank Indonesia telah dialihkan pada Otoritas Jasa Keuangan. Dalam penjelasan Undang-undang OJK disebutkan bahwa dibutuhkan lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan komprehensif agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.11 Dalam penjelasan tersebut di identifikasi beberapa permasalahan yang melatarbelakangi dibutuhkannya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi 10 Ahmad Taqiyuddin, Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi, (Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 2012) hal. 15 11 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum



6



dalam suatu lembaga. Terjadinya proses globalisasi dalam system keuangan, pesatnya kemajuan di bidang tegnologi juga inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang begitu kompleks, dinamis dan saling terkait antar subjektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Disamping itu adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektoral keuangan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan didalam sistem keuangan. Selain alasan tersebut Undang-undang OJK dibuat dengan semangat untuk mengurangi moral hazard dalam sektor jasa keuangan, kemudian mengoptimalkan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.12 OJK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.13 Pasal 4 UU OJK disebutkan bahwa:14 “OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sector jasa keuangan: a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Sesungguhnya tujuan OJK adalah untuk menyelenggarakan sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, akuntabel, yang mana mengingatkan pemikiran pada prinsipprinsip tata kelola perusahaan yang baik dan benar (Good Corporate Governance) yang terdiri dari 5 prinsip yang disingkat dengan TARIF, yaitu:15 a. Transparency (keterbukaan informasi) Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu b. Accuntability (akuntabilitas) Yaitu adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem, kejelasan akan hak dan kewajiban serta wewenang dari elemen-elemen yang ada. c. Responsibility ( pertanggungjawaban)



12



Ahmad Taqiyuddin. Op.cit.,hal. 15 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 1 angka 1 14 Ibid., Pasal 4 15 Bisdan Sigalingging, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Bank Indonesia (Tesis Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013) hal.. 107 13



7



Yaitu kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pembayaran pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya d. Independency (kemandirian) Yaitu mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tekanan atau intervensi dari pihak manapun maupun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan e. Fairness (kesetaraan atau kewajaran) Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholders dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tujuan lain dari pembentukan OJK ini adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Dalam konsep berkelanjutan dimaksud adalah untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Sebagaimana menurut The World Business Council of for Sustainable Development (WBSCSD) yang menggambarkan sebagai “business commitment to contribute to sustainable economic development, working with employees, their, the local community, and society at large to improve their quality if life” yaitu suatu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja sama dengan pegawai, keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.16 Adapun maksud dari pembentukan Otoritas Jasa Keuangan menurut beberapa ahli/pakar perbankan adalah sebagai berikut:17 a. Menkeu Agus Matroardojo: Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia b. Fuad Rahmany: OJK akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab didalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah



16 17



Ibid.,hal. 108 Siti Sundari., Op.cit.,hal. 45 8



c. Darmin Nasution OJK adalah untuk mencari efesiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab suatu perekonomian yang kuat, stabil dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan. d. Deputi Gubernur BI Miliaman D Hadad: Terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga.



B. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia didasari dari keinginan pemerintah dalam melakukan regulasi baru dalam hal pengawasan perbankan yang dianggap mulai mengalami kelemahan. Kedudukan OJK yang menjadi lembaga yang independen dan memiliki kewenangan yang cukup luas dan tegas dalam pengawasan perbankan diharapkan dapat memperbaiki permasalahan yang saat ini timbul di bidang pengawasan perbankan. Dengan besarnya kedudukan dan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga yang satu ini, tentunya harus ada suatu pengaturan yang jelas dan tertulis demi mewujudkan kepastian hukum. Lembaga OJK yang dulunya sudah terbentuk masih belum memiliki suatu pengaturan yang jelas. Namun dengan dilahirkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan memberikan kepastian hukum, dan undang-undang tersebut menjadi dasar hukum dalam melaksanakan kewajiban dan kewenagan dari lembaga tersebut. Mengenai fungsi OJK itu sendiri telah dijabarkan dalam UU No.21 Tahun 2011, dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa:18 “OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.” Selanjutnya di dalam Pasal 6 undang-undang teresebut juga menyebutkan mengenai tugas pengaturan dan pengawasannya, yaitu:19 a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga 18 19



Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 5 Ibid., Pasal 6 9



Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana yang dimaksud didalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:20 a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1. Likudasi, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. Sistem informasi debitur: 4. Pengujian kredit (credit testing); dan 5. Standar akuntansi bank; c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank meliputi: 1. Manajemen risiko; 2. Tata kelola bank; 3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. Pemeriksaan bank Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:21 a. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini; b. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; c. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK; d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; 20 21



Ibid., Pasal 7 Ibid., Pasal 8 10



g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statute pada Lembaga Jasa Keuangan h. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Selanjutnya, untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:22 a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan; d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; e. Melakukan penunjukan pengelola statute; f. Menetapkan penggunaan pengelola statute; g. Menetapkan sanksi administrative terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan h. Memberikan dan/atau mencabut; 1. Izin usaha; 2. Izin orang perseorangan; 3. Efektifnya pernyataan pendaftaran; 4. Surat tanda terdaftar; 5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6. Pengesahan; 7. Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8. Penetapan lain, Sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sector jasa keuangan.



22



Ibid., Pasal 9 11



C. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Perbankan OJK merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam rangka mengatur dan mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan.23 Didalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK merupakan lembaga yang independen seperti yang telah dijelaskan pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang OJK diatas bahwa OJK merupakan lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.24 Setiap pihak dilarang campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang OJK dengan maksud bahwa untuk menjamin terselenggaranya pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang optimal dan mampu meningkatkan daya saing nasional, maka OJK harus dapat bekerja secara independen dalam peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) UU OJK, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK bebas dari campur tangan pihak lain. Sebagai pengamat ekonomi, Imam Sugema mengatakan bahwa OJK pada prinsipnya pengawasan regulasi untuk berbagai lembaga keuangan mulai bank, asuransi, multi finance, kemudian pasar modal, bursa berjangka, pengaturan dan supervisinya disatukan, OJK sebagai regulatornya.25 Dengan munculnya OJK, maka akan membantu Depkeu dengan sendirinya didalam memfokuskan tugasnya terhadap fungsi fiscal, yaitu mengurus masalah penerimaan serta pengeluaran negara dan mengelola kekayaan negara dan piutang negara.26 Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK perlu melakukan koordinasi dengan beberapa lembaga seperti BI, Lembaga Penjamin Simpanan, serta Mentri Keuangan bahkan Presiden agar nanti kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan OJK dapat efektif dan efisien dalam memecahkan permasalahan di sektor keuangan.27 1. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan dalam Bidang Perbankan Didalam Pasal 34 UU dikatakan bahwa tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undangundang. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002.28



23



Ibid., Pasal 5 Ibid., Pasal 2 25 Afika Yumya,Op.cit.,hal. 35 26 Ibid. 27 Ibid. 28 Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 34 24



12



Berdasarkan ketentuan didalam Pasal 34 Undang-undang tentang BI beserta penjelasannya dapat disimpulkan bahwa OJK akan bertugas mengawasi bank, lembagalembaga usaha pembiayaan, modal ventura, dan lembaga-lembaga lain yang mengelola dana masyarakat. Dengan demikian OJK akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang BI, Direktorat Jendral Lembaga Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi-institusi pemerintah lain yang selama ini mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat.29 Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sector Perbankan, OJK mempunyai wewenang, yaitu:30 a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1. pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akusisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa; b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1. likuidasi, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank; 2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. sistem informasi debitur; 4. pengujian kredit (credit testing); dan 5. standar akuntansi bank; c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1. manajemen risiko; 2. tata kelola bank; 3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; d. pemeriksaan bank Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan asas-asas sebagai berikut:31



29



Afika Yumya,Op.cit.,hal. 15 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 7 31 Ibid., penjelasan umum 30



13



1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; 2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan



perundang-undangan



dan



keadilan



dalam



setiap



kebijakan



penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; 3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum; 4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan



Otoritas



Jasa



Keuangan,



dengan



tetap



memperhatikan



perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; 5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan 7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.



D. Hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Lain Pengesahan UU OJK pada tanggal 27 Oktober 2011 menandai babak baru industri jasa keuangan di Indonesia. Kehadiran lembaga baru ini diharapkan dapat mengatur dan mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Semakin kompleksnya industri jasa keuangan memang meningkatkan resiko sehingga mennuntut pengawasan lebih. Pengaturan dan pengawasan sejumlah sektor jasa keuangan juga diharapkan menjadi sinergi kebijakan dan produk untukmenurunkan biaya transaksi. Dengan demikian, dapat dibangun arsitektur jasa keuangan yang lebih kuat dan terintegrasi. Oleh karena itu, peran OJK menjadi taruhan agar kondisi jasa keuangan Indonesia lebih berdaya saing. Banyak pelajaran berharga dapat dipetik dari krisis ekonomi 1997-1998 hingga krisis ekonomi di sejumlah negara Eropa dan Amerika 14



Serikat pada tahun 2010-2011 sampai sejumlah fraud. oleh sejumlah jasa keuangan besar di Amerika Serikat.32 Membangun industri jasa keuangan Indonesia yang kuat memerlukan totalitas sektor sebagai kesatuan industri misalnya pengaturan perbankan yang bisa berdampak langsung dan tidak langsung pada sektor pasar modal ataupun lembaga pembiayaan lain. Karena OJK hadir ditengah-tengah regulasi dan ketentuan industri yang telah tertanam, tak mengherankan jika harmonisasi kebijakan sektor perlu mendapat perhatian serius. Fungsi harmonisasi ini tidak bisa mengandalkan pada fungsi komisioner dari BI ataupun Kementrian Keuangan dan tim ad hoc. tetapi jauh lebih penting adalah menentukan desain, struktur dan proses oganisasi OJK yang efisien dan efektif.33 Adapun lembaga keuangan lain seperti yang dijelaskan diatas adalah Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.34 1. Pasar Modal Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitand engan efek sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai pasar modal.35 2. Perasuransian Perasuransian adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian. Ad hoc adalah sesuatu yang diciptakan, atau seseorang yang ditunjuk untuk tujuan atau jangka waktu tertentu. asuransi dan jasa aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian.36 3. Dana Pensiun 32



Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011, hal.



57 33



Ad hoc adalah sesuatu yang diciptakan, atau seseorang yang ditunjuk untuk tujuan atau jangka waktu tertentu , http://jdih.blitarkota.go.id/KamusHukum.pdf, (diakses tanggal 1 juni 2018) 34 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 6 35 Ibid., Pasal 1 angka 6 36 Ibid., Pasal 1 angka 7 15



Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pension sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai dana pensiun.37 4. Lembaga Pembiayaan Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan.38 5. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam



peraturan



perundang-undangan



mengenai



pergadaian,



penjaminan,



lembaga



pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.39 Dengan keluarnya UU OJK ini, maka tugas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pension, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya akan dilaksanakan oleh OJK.40 Didalam ketentuan peralihan UU OJK mengatakan, sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya beralih dari Mentri Keuangan dan Badan Pengawas pasar modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.41 Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pejabat dan/atau pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dan pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia yang melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sector perbankan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 4 dialihkan untuk dipekerjakan pada OJK.42



37



Ibid., Pasal 1 angka 8 Ibid., Pasal 1 angka 9 39 Ibid., Pasal 1 angka 10 40 Ibid., Pasal 6 41 Ibid., Pasal 55 ayat 1 42 Ibid., Pasal 64 38



16



Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55: 43 a. kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan; dan b. kekayaan negara dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dapat digunakan oleh OJK. Penggunaan kekayaan, kekayaan negara, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bersama atau keputusan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner yangditetapkan paling singkat 1 (satu) bulan sebelum beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55.44 Yang dimaksud dengan kekayaan dan kekayaan negara adalah gedung, kendaraan, peralatan dan perlengkapan kantor dan infrastruktur lainnya yang merupakan penunjang dalam terselenggaranya kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen adalah data dan informasi baik dalam bentuk tertulis maupun elektronik yang dimiliki dan/atau digunakan dalam kegiatan pengaturan dan pengawasan sector jasa keuangan. Kekayaan dan dokumen Bank Indonesia, Kementrian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang digunakan OJK adalah kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Sedangkan kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk pengaturan dan pengawasan perbankan tetapi juga diperlukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugasnya, digunakan secara bersama-sama. Yang dimaksud dengan digunakan adalah dapat dimanfaatkan, dikelola dan dipelihara oleh OJK.45



43



Ibid., Pasal 65 ayat 1 Ibid., Pasal 65 ayat 2 45 Ibid., Penjelasan Pasal 66 ayat 1 44



17



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Latar belakang dibentuknya OJK adalah makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan bahwa BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sekor perbankan. Tujuan OJK pada dasarnya adalah untuk menyelenggarakan sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, akuntabel, Tujuan lain dari pembentukan OJK ini adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Berdasarkan ketentuan didalam Pasal 34 Undang-undang tentang BI beserta penjelasannya dapat disimpulkan bahwa OJK bertugas mengawasi bank, lembaga-lembaga usaha pembiayaan, modal ventura, dan lembaga-lembaga lain yang mengelola dana masyarakat. Dengan demikian OJK akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang BI, Direktorat Jendral Lembaga Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi-institusi pemerintah lain yang selama ini mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat. Membangun industri jasa keuangan Indonesia yang kuat memerlukan totalitas sektor sebagai kesatuan industri misalnya pengaturan perbankan yang bisa berdampak langsung dan tidak langsung pada sektor pasar modal ataupun lembaga pembiayaan lain. Karena OJK hadir ditengah-tengah regulasi dan ketentuan industri yang telah tertanam, tak mengherankan jika harmonisasi kebijakan sektor perlu mendapat perhatian serius. Fungsi harmonisasi ini tidak bisa mengandalkan pada fungsi komisioner dari BI ataupun Kementrian Keuangan dan tim ad hoc. tetapi jauh lebih penting adalah menentukan desain, struktur dan proses oganisasi OJK yang efisien dan efektif B. Saran Ojk dapat melaksanakan Fungsi, Tugas dan Wewenangnya secara maksimal sehingga sector keuangan Indonesia semakin membaik dari tahun ketahun.



18



DAFTAR PUSTAKA Buku : Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, (Skripsi sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2008) Ahmad Taqiyuddin, Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi, (Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 2012) Bisdan Sigalingging, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Bank Indonesia (Tesis Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013) Rebekka Dosma Sinaga, Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia Dan Otoritas Jasakeuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2013 Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011 Undang-undang : Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia



Internet : Ad hoc adalah sesuatu yang diciptakan, atau seseorang yang ditunjuk untuk tujuan atau jangka waktu tertentu , http://jdih.blitarkota.go.id/KamusHukum.pdf, (diakses tanggal 1 juni 2018) Selamat datang wasit baru industri keuangan, http://lipsus.kontan.co.id/v2/ojk/read/86/Selamatdatang-wasit-baru-industri-keuangan, (diakses tanggal 1 Juni 2018)



19