Makalah Spektrofluorometri - Fluoresensi Dan Fosforesensi - Farmasi Fisika I [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MAKALAH



FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI



KELOMPOK 4:



UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2011



http://daeng-nawa.blogspot.com



KATA PENGANTAR Teknik analisis spektrofluorometri adalah termasuk salah satu tenik analisis instrumental disamping teknik kromatografi dan elektroanalisis kimia. Teknik tersebut memanfaatkan fenomena interaksi materi dengan gelombang elektromagnetik seperti sinar-x, ultraviolet, cahaya tampak dan inframerah. Fenomena interaksi bersifat spesifik baik absorpsi maupun emisi. Interaksi tersebut menghasilkan signal-signal yang disadap sebagai alat analisis kualitatif dan kuantitatif. Contoh teknik spektroflourometri absorpsi adalah UV/VIS, inframerah (FT-IR) dan absorpsi atom (AAS). Sedang contoh spektrofluorometri emisi



adalah spektrofluorometri nyala



dan inductively coupled plasma (ICP), yang merupakan alat ampuh dalam analisis logam. Masih banyak teknik lain yang didasarkan pada hamburan atau difraksi cahaya seperti turbidimetri dan sinarx. Investasi besar dalam peralatan-peralatan di atas amat penting



dalam



menunjang



misi



laboratorium.



Tetapi



pemanfaatannya amat bergantung pada kemampuan sumber daya manusia. Kurangnya pemahaman teori dasar, spektrum aplikasi, serta validasi/verifikasi metodanya seperti yang dipersyaratkan pada SNI 19 – 17025 – 2005 akan menyebabkan kurangnya



http://daeng-nawa.blogspot.com



common sense dan kepercayaan diri untuk menerapkannya ke dalam berbagai macam masalah analisis kimia. Makassar, April 2011 Kelompok 4 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Teknik analisis spektrofluorometri adalah termasuk salah satu tenik analisis instrumental disamping teknik kromatografi dan



elektroanalisis



kimia.



Teknik



tersebut



memanfaatkan



fenomena interaksi materi dengan gelombang elektromagnetik seperti sinar-x, ultraviolet, cahaya tampak dan inframerah. Fenomena interaksi bersifat spesifik baik absorpsi maupun emisi.



Interaksi



tersebut



menghasilkan



signal-signal



yang



disadap sebagai alat analisis kualitatif dan kuantitatif. Contoh teknik spektroflourometri absorpsi adalah UV/VIS, inframerah (FT-IR)



dan



absorpsi



atom



(AAS).



Sedang



contoh spektrofluorometri emisi adalah spektrofluorometri nyala dan inductively coupled plasma (ICP), yang merupakan alat ampuh dalam analisis logam. Masih banyak teknik lain yang



http://daeng-nawa.blogspot.com



didasarkan



pada



hamburan



atau



difraksi



cahaya



seperti



turbidimetri dan sinar-x. Investasi besar dalam peralatan-peralatan di atas amat penting



dalam



menunjang



misi



laboratorium.



Tetapi



pemanfaatannya amat bergantung pada kemampuan sumber daya manusia. Kurangnya pemahaman teori dasar, spektrum aplikasi,



serta



validasi/verifikasi



metodanya



seperti



yang



dipersyaratkan pada SNI 19 – 17025 – 2005 akan menyebabkan kurangnya



common



sense



dan



kepercayaan



diri



untuk



menerapkannya ke dalam berbagai macam masalah analisis kimia.



I.2 Rumusan Masalah     



Apa faktor-faktor yang berpengaruh pada fluoresensi? Bagaimana hubungan struktur molekul dan fluoresensi? Apakah pengaturan pH dapat merubah intensitas fluoresensi? Apa keuntungan dari analisis fluoresensi? Bagaimana kelompok analisis obat secara fluoresensi dan cara memperolehnya?



I.3 Tujuan



http://daeng-nawa.blogspot.com



Tujuan mempunyai



mempelajari



pengetahuan



menggunakan



Analisisi spektrofluorometri yaitu



dasar



berbagai



dan



keterampilan



dalam



peralatan spektrofluorometri,



Mengetahui kelebihan dan keterbatasan serta cara memperoleh data yang handal dari berbagai cara teknik spektrofluorometri. Memahami



tentang



ketertelusuran



metoda



analisis



yang



digunakan dan Mengetahui cara memvalidasi/verifikasi metode spektrofluorometri. BAB II TINJAUAN PUSTAKA



Fluoresensi dan Fosforesensi. Suatu molekul yang pada permulaannya mengabsorbsi cahaya ultraviolet untuk mencapai suatu keadaan tereksitas dan kemudian memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak pada waktu kembali ke tingkat dasar, dikatakan mengalami photoluminescence. Emisi dari cahaya ini dapat digambarkan sebagai fluoresensi atau fosforesensi, bergantung pada mekanisme yang mana elektron akhirnya kembali ke keadaan dasar. Keseluruhan



mekanisme



berikut:



http://daeng-nawa.blogspot.com



dapat



digambarkan



sebagai



S0



+



Ultraviolet



(Keadaan dasar)







S*







S0



+



Fluoresensi



(Singlet)



T* → S0 + Fosforesensi (Triplet) di mana selain dari adanya keadaan tereksitasi singlet (S*), yang telah dibicarakan sebelumnya, kita juga mempunyai triplet (T*), yang dihubungkan dengan terjadinya fosforesensi. Keadaan triplet dari elektron yang tereksitasi timbul apabila elektron singlet yang tereksitasi mengubah spin sehingga elektron tersebut sekarang berada pada spin yang sama seperti pasangan elektronnya semula di dalam orbital tingkat dasar. Keadaan triplet biasanya tidak dapat dicapai dengan eksitasi dari tingkat dasar, yang dinyatakan sebagai suatu transisi yang terlarang menurut teori kuantum. Keadaan ini biasanya dicapai melalui proses persilangan antarsistem, di mana singlet yang tereksitasi (S*) berubah secara spontan menjadi triplet dengan



perubahan



dalam



spin



elektron,



biasanya



dengan



kehilangan beberapa energi. Perubahan ini, bersama-sama dengan energi yang terlibat, digambarkan secara skematis dalam Gambar 6-7. Keadaan triplet (T*) biasanya dianggap lebih stabil (yaitu mempunyai umur yang lebih panjang) daripada keadaan singlet



http://daeng-nawa.blogspot.com



yang tereksitas (S*). Lamanya cahaya yang akan dipancarkan setelah molekul mengalami eksitasi bergantung pada life time (umur)



dari



transisi



elektronik.



Oleh



karena



itu,



kita



dapat



menantikan fosforesensi terjadi pada periode yang lebih lama sesudah eksitasi daripada fluoresensi. Biasanya fluoresensi terjadi antara 10-6 sampai 10-9 detik eksitasi. Karena pendeknya umur fluoresensi, pengukuran biasanya dilakukan sementara molekul sedang



tereksitasi.



Suatu



penyaring



khusus



fluoresensi



diperlihatkan pada Gambar 6-8. Intensitas fluoresensi diukur dalam sistem



ini dengan menempatkan photomultiplier detector pada



sudut yang tepat dengan sorotan cahaya yang menghasilkan eksitasi. Sinyal intensitas direkam sebagai suatu hubungan antara fluoresensi



relatif



terhadap



suatu



larutan



baku.



Karena



fotoluminesensi dapat terjadi dalam segala arah dari sampel, detector akan menerima sebagian dari emisi total pada suatu panjang-gelombang yang khas dan tidak akan mampu mendeteksi radiasi



dari



sorotan



cahaya



yang



digunakan



untuk



eksitasi.



Fluoresensi pada umumnya mempunyai suatu panjang-gelombang yang lebih panjang daripada radiasi yang digunakan untuk eksitasi, pada dasarnya karena kehilangan energi dalam pada waktu molekul dieksitasi sebelum emisi fluoresensi terjadi. Fluoresensi khususnya



http://daeng-nawa.blogspot.com



mempunyai



panjang-gelombang



fluoresensi,



karena



perbedaan



yang



lebih



energi



panjang



yang



daripada



timbul



dalam



persilangan antarsistem seperti juga kehilangan energi karena konversi dalam pada umur yang lebih lama. Parker membahas secara seksama fotoluminesensi dan penggunaannya. Fotoluminesensi terjadi hanya di dalam beberapa molekul yang dapat mengalami emisi foton yang tertentu setelah terjadi eksitasi yang kemudian kembali ke keadaan dasar. Banyak molekul tidak mempunyai fotoluminesensi, walaupun dapat menyerap sinar ultraviolet. Pada kasus ini, pengembalian ke keadaan dasar dari keadaan tereksitasi singlet terjadi melalui konversi internal dari keadaan tereksitasi singlet terjadi melalui konversi dalam dengan molekul-molekul Konversi



energi



lain ini



yang



menghasilkan



akhirnya



perpindahan



menghasilkan



panas



energi. bukan



fotoluminesensi. Hampir selalu, suatu molekul yang berfluoresensi atau



berfosforesensi



mengandung



paling



sedikit



satu



cincin



aromatis. Contoh dari obat-obat yang berfluoresensi dapat dilihat pada Tabel 6-5 bersama dengan karakteristik panjang-gelombang eksitasi dan emisinya, yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif atau kuantitatif. Analisis fotoluminesen pada umumnya lebih sensitif dan selektif daripada spektrofotometri absorpsi.



http://daeng-nawa.blogspot.com



Faktor-faktor yang berpengaruh pada fluoresensi: 1. Temperatur (Suhu) a. EF berkurang pada suhu yang dinaikkan b. Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar mol atau dengan mol pelarut c. Energi akan dipancarkan sebagai sinar fluoresensi diubah menjadi bentuk lain misal : EC 2. Pelarut a. Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah, karena dalam pelarut polar b. Jika pelarut yang digunakan mengandung atom-atom yang berat (CBr4, C2H5I) maka intensitas fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi gerakan spin dengan gerakan orbital elektron ikatan



à



mempercepat LAS maka intensitas



menjadi berkurang 3. pH pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionic 4. Oksigen terlarut Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan menyebabkan intensitas fluoresensi berkurang sebab : a. Oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat mengoksidasi senyawa yang diperiksa b. Oksigen mempermudah LAS 5. Kekakuan struktur (structural rigidity) Struktur yang rigid (kaku) mempunyai intensitas yang tinggi



http://daeng-nawa.blogspot.com



BAB III PEMBAHASAN Fluoresensi dan Fosforesensi. Suatu molekul yang pada permulaannya mengabsorbsi cahaya ultraviolet untuk mencapai suatu keadaan tereksitas dan kemudian memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak pada waktu kembali ke tingkat



http://daeng-nawa.blogspot.com



dasar, dikatakan mengalami photoluminescence. Emisi dari cahaya ini dapat digambarkan sebagai fluoresensi atau fosforesensi, bergantung pada mekanisme yang mana elektron akhirnya kembali ke keadaan dasar. Keseluruhan



mekanisme



dapat



digambarkan



sebagai



berikut: S0



+



Ultraviolet



(Keadaan dasar)







S*







S0



+



Fluoresensi



(Singlet)



T* → S0 + Fosforesensi (Triplet) di mana selain dari adanya keadaan tereksitasi singlet (S*), yang telah dibicarakan sebelumnya, kita juga mempunyai triplet (T*), yang dihubungkan dengan terjadinya fosforesensi. Keadaan triplet dari elektron yang tereksitasi timbul apabila elektron singlet yang tereksitasi mengubah spin sehingga elektron tersebut sekarang berada pada spin yang sama seperti pasangan elektronnya semula di dalam orbital tingkat dasar. Keadaan triplet biasanya tidak dapat dicapai dengan eksitasi dari tingkat dasar, yang dinyatakan sebagai suatu transisi yang terlarang menurut teori kuantum. Keadaan ini biasanya dicapai melalui proses persilangan antarsistem, di mana



http://daeng-nawa.blogspot.com



singlet yang tereksitasi (S*) berubah secara spontan menjadi triplet dengan



perubahan



dalam



spin



elektron,



biasanya



dengan



kehilangan beberapa energi. Faktor-faktor yang berpengaruh pada fluoresensi: 1. Temperatur (Suhu) d. EF berkurang pada suhu yang dinaikkan e. Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar mol atau dengan mol pelarut f. Energi akan dipancarkan sebagai sinar fluoresensi diubah menjadi bentuk lain misal : EC 2. Pelarut c. Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah, karena dalam pelarut polar d. Jika pelarut yang digunakan mengandung atom-atom yang berat (CBr4, C2H5I) maka intensitas fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi gerakan spin dengan gerakan orbital elektron ikatan



à



mempercepat LAS maka intensitas



menjadi berkurang 3. pH pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionik



4. Oksigen terlarut Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan menyebabkan intensitas fluoresensi berkurang sebab :



http://daeng-nawa.blogspot.com



c. Oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat mengoksidasi senyawa yang diperiksa d. Oksigen mempermudah LAS 5. Kekakuan struktur (structural rigidity) Struktur yang rigid (kaku) mempunyai intensitas yang tinggi



Hubungan Struktur Molekul dan Fluoresensi  Struktur molekul yang mempunyai ikatan rangkap mempunyai sifat fluoresensi karena strukturnya kaku dan planar  EDG (OH-, -NH2, OCH3) yang terikat pada sistem  dapatmenaikkan intensitas fluoresensi  EWG (NO2, Br, I, CN, COOH) dapat menurunkan bahkan menghilangkan sifat fluoresensi  Penambahan ikatan rangkap (aromatik polisiklik) dapat menaikkan fluoresensi



Pengaturan pH dapat merubah intensitas fluoresensi, Contoh: Phenol menjadi phenolat à menaikkan fluoresensi



http://daeng-nawa.blogspot.com



Amina aromatik menjadi ammonium aromatik à menurunkan fluoresensi Heterosiklis dengan atom N, S dan O mempunyai sifat







fluoresensi  Heterosiklis



dengan gugus



NH, jika



medianya



asam akan



menaikkan intensitas fluoresensi



Keuntungan dari analisis fluoresensi Kepekaan yang baik karena :



 1.



Intensitas dapat diperbesar dengan menggunakan sumber eksitasi yang tepat



2.



Detektor yang digunakan seperti tabung pergandaan foto sangat peka



3.



Pengukuran energi emisi lebih tepat daripada energi terabsorbsi



4.



Dapat mengukur sampai kadar 10-4 – 10-9 M



Kelompok analisis obat secara fluoresensi (1) 



Obat yang mempunyai sifat fluoresensi alamiah dalam hal ini tidak diperlukan tambahan pereaksi







Contoh : Quinine



http://daeng-nawa.blogspot.com



Larutan obat ini mengabsorbsi sinar UV dan mengemisi sinar



 Vis



Cara memperoleh 



Dibuat cuplikan dalam pelarut air, etanol, maupun sikloheksan







Lar. cuplikan masukkan kedalam kuvet spektrofotometer







Atur monokromator eksitasi pada suatu  didaerah u.v. (misal A). Kemudian monokromator emisi diputar sampai diperoleh intensitas yang maksimal misal B nm (B :  emisi)







Atur monokromator, emisi pada B nm dan sekarang monokromator eksitasi yang diubah sampai diperoleh intensitas yang maksimum misal A’ nm (A’ nm =  eksitasi)







Monokromator eksitasi diatur pada A’ nm dan buat spektra emisi dengan merecord intensitas sebagai fungsi dari panjang gelombang () akan diperoleh harga  yang mempunyai intensitas maksimal misal : B’ nm







Maka  eksitasi : A’ nm







 emisi



: B’ nm



http://daeng-nawa.blogspot.com



DAFTAR PUSTAKA Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisika Dasar-dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Wasito,



Hendri. Spektrofluorometri. http://www.hendriapt.wordpress.com (diakses tanggal 10 Mei 2011)



http://daeng-nawa.blogspot.com