Makalah Ushul Fiqh [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SHALAT, ZAKAT DAN WAKAF MENURUT MADZHAB HAMBALI Disusun untuk memenuhi salahsatu tugas mata kuliah Ushul Fiqh Dosen Pengampu 1



: Dr. H Hafidz Muslih, M.Ag



Dosen Pengampu 2



: Surya Pratama, S.Pd



Disusun oleh: Ari Rahmat



11807001



Indriansyah



11807004



Sita Puspa Triana



11803006



Siti Julaeha



11803007



UNIVERSITAS HALIM SANUSI PUI BANDUNG 2019



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa., yang hanya kepada-Nya-lah, kita harus menghambakan diri. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW., yang telah memberikan keteladanan dan petunjuk jalan yang baik dan yang benar kepada umatnya. Dengan keteladanan dan petunjuk yang baik dan benar tersebut dari beliau diharapkan kita sebagai umatnya dapat mencontoh dan mengamalkan sunnah-sunnahnya. Semoga kita semua akan memperoleh syafaatnya di hari kiamat nanti. Aamiin. Kami ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliahUshul Fiqh, yakni bapak Dr. H Hafidz Muslih, M.Ag dan Surya Pratama, S.Pd serta kepada rekanrekan yang memberikan partisipasi atas makalah ini, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas Ushul Fiqh yakni makalah yang berjudul “Shalat, Zakat dan Wakaf Menurut Madzhab Hambali” . Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan . Sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini sehingga menjadi lebih baik ke depannya. Dan diharapkan makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.



Bandung, 20 Februari 2019



Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A.



Latar Belakang ........................................................................................................ 1



B.



Rumusan Masalah ................................................................................................... 1



C.



Tujuan ..................................................................................................................... 1



BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2 Shalat Menurut Madzhab Hambali ......................................................................... 2



A. a)



Pengertian Shalat ................................................................................................ 2



b)



Hukum Shalat...................................................................................................... 2



c)



Syarat Wajib Shalat............................................................................................. 3



d)



Syarat Sah Shalat ................................................................................................ 3



e)



Rukun Shalat ....................................................................................................... 3 Zakat Menurut Madzhab Hambali .......................................................................... 8



B. a)



Pengertian Zakat ................................................................................................. 8



b)



Hukum Zakat ...................................................................................................... 8



c)



Syarat Wajib Zakat ............................................................................................. 9



d)



Jenis Zakat .......................................................................................................... 9 Wakaf Menurut Madzhab Hambali....................................................................... 11



C. a)



Pengertian Wakaf .............................................................................................. 11



b)



Dasar Hukum Wakaf ......................................................................................... 12



c)



Rukun dan Syarat Wakaf ................................................................................. 13



d)



Macam-macam wakaf ....................................................................................... 14



e)



Keabsahan wakaf .............................................................................................. 16



f)



Persoalan-persoalan Wakaf menurut Madzhab Hambali .................................. 17



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 21 A.



Kesimpulan ........................................................................................................... 21



B.



Saran ..................................................................................................................... 24



DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 25



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pada era yang modern ini, perkembangan mengenai tentang ilmu juga semakin berkembang begitu pesat. Baik ilmu pengetahuan maupun ilmu agama. Salah satunya adalah ilmu agama tentang ibadah. Pasti dalam ibadah banyak sekali masalah atau kendala yang akan kita hadapi pada era ini yang di luar akal fikir kita. Dan cara kita untuk menghadapi masalah tersebut adalah kita juga harus menambah pengetahuan kita tentang hal Ibadah dalam ilmu fiqih. Ilmu fiqih membahas banyak hal, diantaranya membahas tentang mawarist, jinayat, mu’amalah, siyasah, jihad, munakahat dan lain sebagainya. Tapi yang harus kita ingat bahwa ilmu fiqih bukan ilmu pasti seperti halnya ilmu hitung, tapi ilmu yang selalu mengalami perubahan sesuai



dengan



perkembangan



zaman.



Karena



ilmu



fiqih



selalu



menyesuaikan dengan zaman. Begitu juga dengan ibadah. Salah satu dari ibadah tersebut adalah shalat. Dalam makalah ini, penulis akan memberikan ruang lingkup fiqih ibadah hanya pada pembahasan fiqih shalat, zakat dan wakaf menurut madzhab hambali. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penjelasan tentang shalat menurut madzhab hambali? 2. Bagaimana penjelasan tentang zakat menurut madzhab hambali? 3. Bagaimana penjelasan tentang wakaf menurut madzhab hambali? C. Tujuan Untuk mengetahui tentang shalat, zakat dan wakaf menurut madzhab hambali.



1



BAB II PEMBAHASAN



A. Shalat Menurut Madzhab Hambali a) Pengertian Shalat Shalat menurut istilah bahasa adalah do’a. Menurut istilah (ahli fiqih) ialah perbuatan (gerak) yang dimulai dengan takbir dan diakhirnya dengan salam dengan syarat-syarat yang tertentu. Shalat merupakan salah satu pilar agama yang menduduki peringkat kedua setelah syahadat. Mengerjakan pada awal waktu merupakan amalan yang terbaik, sedang meninggalkannya merupakan perbuatan kufur.1 Sebagaimana dalam firman-Nya:



١٠٣ ‫علَى ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ ِك ٰت َبٗ ا َّم ۡوقُو ٗتا‬ َّ ‫ ِإ َّن ٱل‬.... َ ‫صلَ ٰوة َ َكان َۡت‬ “… Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’ : 103) b) Hukum Shalat Para ulama fuqaha sepakat shalat dibagi pada yang wajib dan yang sunnah. Shalat wajib yaitu shalat yang lima waktu (subuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya). Sedangkan shalat sunnah yaitu selain shalat wajib (shalat dhuha, tahajud, witir, dan lainlain).Semua orang Islam sepakat bahwa orang yang menentang kewajiban ini atau meragukannya, ia bukan termasuk orang Islam, sekalipun ia mengucapkan Syahadat, karena shalat termasuk salah satu rukun Islam.2 Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan shalat karena malas dan meremehkan, dan ia 1 2



Kamil Muhammad ‘Uwaidah,Fiqih Wanita, ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm. 114. Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2001), hlm. 71



2



meyakini bahwa shalat itu wajib. Madzhab Hambali berpendapat hukuman bagi yang meninggalkan shalat dengan sengaja yaitu ia harus dibunuh. c) Syarat Wajib Shalat -



Islam



-



Berakal



-



Baligh



d) Syarat Sah Shalat -



Suci badan dari najis dan hadas.



-



Menutup aurat dengan kain yang suci.



-



Berada di tempat yang suci.



-



Telah masuk waktunya.



-



Menghadap kiblat.



e) Rukun Shalat -



Niat Ulama Hanabilah berpendapat bahwa niat adalah bermaksud untuk melakukan ibadah, yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Shalat tidak sah tanpa niat, letaknya dalam hati, dan sunnah melafadzkan dengan lisan, disyaratkan pula menentukan jenis sholat serta tujuan mengerjakannya. Imam Hambali berpendapat boleh mendahulukan niat atas takbiratul ihram asalkan terpaut sedikit dengan takbir.



-



Berdiri Para imam mazhab sepakat bahwa berdiri (qiyam) merupakan fardhu shalat yang diwajibkan bagi orang yang mampu melakukannya. Namun, jika tidak mampu berdiri hendaklah ia shalat sambil duduk. Iftirasy (duduk dengan melipat kaki kiri dibawah dan kaki kanan dilipat di samping serta telapak kaki kanan ditegakkan). Jika tidak mampu sambil duduk, menurut imam Syafi’i, Maliki dan Hambali berbaring di atas lambung yang sebelah kanan



3



sambil menghadap kiblat, jika tidak mampu berbaring, hendaklah terlentang di atas punggung dan kedua kaki diarahkan ke kiblat.3 Menurut imam Hambali hendaknya ia berbaring terlentang di atas punggung dan menghadap kedua kaki ke arah kiblat sehingga ia dapat mengisyaratkannya ke kiblat ketika rukuk dan sujud. Menurut imam Syafi’i, Maliki dan Hambali jika seseorang tidak mampu berisyarat dengan kepala ketika rukuk dan sujud, hendaklah ia berisyarat dengan mata. -



Takbiratul Ihram Menurut Imam Maliki, Hambali dan Syafi’i boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan “Allahu al-Akbar”, yaitu adanya penambahan alif dan lam pada kata “Akbar”.4 Sedangkan dalam pengucapannya imam Syafi'i, imam Maliki dan imam Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang sholat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab).5



-



Membaca Surat al-Fatihah Menurut hadits Rasulullah tidak sah melaksanakan shalat jika tidak membaca al-Fatihah yaitu:



‫ب‬ ِ ‫صالَة َ ِل َم ْن لَ ْم يَ ْق َرأْ بِفَاتِ َح ِة ْال ِكت َا‬ َ َ‫ال‬ Artinya: “…tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat alFatihah.”



3



Ibid., Hal 105 Ibid., Hal 104 5 Ibid., Hal 105 4



4



Imam Hambali berpendapat wajib membaca al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca surah alQuran pada dua rakaat pertama. Dan pada shalat shubuh serta dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus dengan pelan-pelan dan tidak boleh dengan keras. -



Rukuk Rukuk adalah membungkukkan tubuh hingga kedua tangan bisa diletakkan pada kedua lutut. Semua ulama mazhab sepakat bahwa rukuk adlaah wajib di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam rukuk, yakni ketika rukuk semua anggota harus diam, tidak bergerak.6 Imam Hambali berpendapat wajib membungkukkan sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninah dan diam (tidak bergerak) ketika rukuk. Imam Hambali juga berpendapat bahwa membaca tasbih ketika ruku' adalah wajib. Kalimatnya menurut imam Hambali yaitu Subhaana rabbiyal 'adziim, "Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung."



-



I’tidal Iktidal adalah yaitu kembali ke keadaan semula sebelum rukuk yakni berdiri tegak lurus dan iktidal ini dilakukan dengan tumakninah (sempurna melakukannya). Imam Hambali berpendapat wajib mengangkat kepalanya dan beri'tidal, serta disunnahkan membaca tasmi', yaitu



6



Ibid., Hal 110



5



mengucapkan : Sami'allahuliman hamidah yang artinya Allah mendengar orang yang memuji-Nya.7 -



Sujud Sujud adalah meletakkan sebagian dahinya ke tempat shalat, baik tanah atau lantai maupun lainnya dan harus dilakukan dengan thuma’ninah. Semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setiap rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya, apakah diwajibkan (yang menempel) itu semua anggota yang tujuh, atau hanya sebagian saja? Anggota tujuh itu adalah: dahi, dua telapak tangan, dua lutut dan dua ibu jari kaki. 8 Menurut Hambali yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh secara sempurna. Bahkan Hambali menambahkan hidung sehingga menjadi delapan.



-



Duduk Antara Dua Sujud Menurut hadits Rasulullah Saw, cara perlaksanaan duduk anata dua sujud yaitu: Artinya: “Rasulullah saw jika sujud maka beliau menjauhkan kedua sikunya (dari kedua lambungnya) hingga ketua ketiaknya yang putih terlihat dari belakang. Bila beliau duduk maka beliau duduk dengan tenang di atas paha kirinya.” Imam Hambali berpendapat duduk diantara dua sujud hukumnya wajib serta berpendapat tidak dimustahabkan duduk istirahah, tetapi langsung berdiri dari sujud. Bangun dari sujud hendaknya dengan cara menekan kedua telapak tangan ke lantai.



7 8



Ibid., Hal.110 Ibid., Hal 111



6



-



Tasyahud Tasyahud di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian: Pertama yaitu tasyahud yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat. Yang kedua adalah tasyahud yang diakhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat.9 Menurut hadits Rasulullah Saw, cara melaksanakan duduk tasyahud akhir yaitu: Artinya: “Bersumber dari Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi saw apabila duduk dalam sembahyang, beliau meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya, mengacungkan jemari telunjuknya yang sebelah kanan ke arah depan, sedangkan tangan kirinya, ditutupkan pada lututnya yang sebelah kiri.” Imam Hambali berpendapat bahwa duduk tasyahud akhir hukumnya wajib.



-



Membaca Doa Shalawat Nabi Pada Tasyahud Akhir Imam Hambali berpendapat membaca shalawat hukumnya wajib dan shalat menjadi batal jika tidak membaca shalawat.



-



Salam Menurut empat mazhab, kalimatnya sama, yaitu:



َّ ُ‫علَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمة‬ َّ ‫ال‬ ِ‫ّللا‬ َ ‫س َال ُم‬ “Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian” Menurut Imam Hambali, salam merupakan rukun dan wajib mengucapkannya dua kali.10



9



Ibid., Hal. 111 Ibid., Hal. 115



10



7



-



Tertib Tertib adalah menertibkan semua rukun. Apabila seseorang tidak tertib dengan sengaja seperti melakukan sujud sebelum rukuk, maka shalatnya batal. Artinya melakukan rukun pada shalat janganlah rukun yang terakhir didahulukan atau sebaliknya.



B. Zakat Menurut Madzhab Hambali a)



Pengertian Zakat Menurut bahasa, zakat artinya bertambah atau ziyadah, bersih, dan juga terpuji. Bila diucapkan, zakat al-zar memiliki arti taman itu tumbuh serta bertambah. Bila dilafalkan zakat alnafaqah maka artinya adalah nafkah, tubuh, serta bertambah bila diberkati. Kata tersebut pun sering dikemukakan sebagai makna thaharah atau yang artinya suci. Menurut istilah, zakat adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Sedangkan menurut mazhab Hambali, zakat adalah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula



b)



Hukum Zakat Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.



8



c)



d)



Syarat Wajib Zakat -



Islam



-



Baligh



-



Berakal



-



Memiliki harta yang telah mencapai nisab



-



Niat zakat



Jenis Zakat -



Zakat fitrah (zakat jiwa) Zakat Fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap



individu



lelaki



dan



perempuan



muslim



yang



berkemampuan dengan syarat syarat yang ditetapkan. Kata Fitrah yang ada merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia dengan izin Allah akan kembali fitrah. Empat imam mazhab sepakat bahwa zakat fitrah hukumnya adalah wajib. Menurut mazhab Syafi’i, Maliki dan Hambali, orang yang mampu adalah orang yang mempunyai kelebihan dalam makanan pokok untuk diri dan keluarganya pada hari dan malam hari raya dengan pengecualian keperluan tempat tinggal, pakaian, dan berbagai perlengkapan primer. Imam Hambali berpendapat zakat fitrah diwajibkan atas anak kecil dan orang dewasa serta zakat fitrah atas budak yang dikongsikan wajib atas kedua kongsi yang mengkongsikannya. Namun dalam riwayat lain, Imam Hambali berpendapat bahwa



masing-masing



kongsi



membayarkan



zakatnya



sepenuhnya (satu sha’). Selain itu, Imam Hambali juga berpendapat suami wajib membayarkan zakat fitrah istrinya, sebagaimana ia wajib memberi nafkah. Dan orang yang setengah merdeka dan setengah budak tidak diwajibkan membayar zakat fitrah.



9



Mengenai waktu pembayaran zakat fitrah Imam Hambali berpendapat yaitu pada waktu terbenamnya matahari pada malam hari raya. Dan sepakat tentang tidak bolehnya menunda pembayaran zakat fitrah hingga lewat hari raya. Empat imam mazhab sepakat mengenai bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dengan lima jenis barang, sebagai berikut : 1) Gandum bermutu tinggi 2) Gandum bermutu rendah 3) Kurma 4) Kismis 5) Susu kering Imam Hambali berpendapat tepung dan tepung anggur boleh dibayarkan zakat fitrah. Dan diantara kurma dan gandum, lebih utama menggunakan gandum untuk membayar zakat fitrah. Imam Hambali sepakat tentang bolehnya mengeluarkan zakat fitrah sehari atau dua hari sebelum hari raya dan tidak boleh mendahulukan pembayaran zakat fitrah dari waktu wajibnya.11 Imam Syafi’i, Maliki dan berpendapat bahwa 1 sha’ adalah 5 rithl dan 1/3 rithl Irak ( sekitar 2,75 kg). Sedangkan pada umumnya di Indonesia, berat 1 sha dibakukan menjadi 2,5 kg. -



Zakat Maal (harta) Zakat maal yaitu Zakat yang dikeluarkan seorang muslim



yang



mencakup



hasil



perniagaan,



pertanian,



pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendirisendiri. 11



Syikh Al-Allamah Muhammad Bin Abdulrrahman, Fiqih 4 Mazhab, Ad. Dimasyqi ,Penerbit Hasyimi Press.



10



Adapun harta yang wajib di zakati, antara lain: 1)



Binatang Ternak



2)



Emas Dan Perak



3)



Harta Perniagaan



4)



Hasil Pertanian



5)



Hasil tambang (Ma-din) dan Kekayaan Laut



6)



Rikaz Adapun syarat-syarat harta yang wajib di zakati, yaitu:



1)



Milik Penuh (Almilkuttam)



2)



Berkembang



3)



Cukup Nishab



4)



Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)



5)



Bebas Dari hutang



6)



Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)



C. Wakaf Menurut Madzhab Hambali a) Pengertian Wakaf Menurut bahasa kata Wakaf berasal dari bahasa Arab waqafa yang menurut bahasa berarti “menahan” atau “berhenti”. 12 Dalam kamus besar bahasa Indonesia wakaf diberi arti : tanah negara yang tidak dapat diserahkan kepada siapapun dan digunakan untuk tujuan amal, benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum sebagai pemberian yang ikhlas; hadiah atau pemberian yang bersifat suci. Menurut madzhab Hambali, wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan.13



12 13



Satria Efendi, Problematika Hukum Islam: Departemen Agama RI. Hal 425 Direktorat Pemberdayaan wakaf, Fiqih Wakaf, Jakarta: Departemen Agama RI. Hal 3



11



b) Dasar Hukum Wakaf Wakaf bukan hanya merupakan suatu bentuk ibadat (hablum min Allah) semata, akan tetapi juga merupakan suatu bentuk amal kebajikan kepada sesama (hablum min al-annas), dalam ilmu fiqh disebut juga dengan mu’ammalat dunyawiyah. Oleh karena itu, alQur’an maupun al-Hadits tidak pernah berbicara secara spesifik dan tegas



mengenai



wakaf.



Namun



karena



dilihat



dari



segi



kemu’ammalatan wakaf juga merupakan salah satu bentuk kebajikan melalui harta benda. Maka, para ulama memahami ayatayat al-Qur’an maupun al-Hadits yang memerintahkan pemanfaatan harta untuk kebajikan juga mencakup kebajikan melalui wakaf. Wakaf dibolehkan secara hukum sedangkan, benda-benda yang dapat dijadikan barang wakaf, bisa berupa rumah, tanah (beserta bangunan dan tanaman), senjata, keledai, baju, mushaf qur’an, buku dan lain sebagainya. Mereka menyandarkan pandangannya pada beberapa argumentasi



yang bersumber



dari



Al-quran.



Hadits



Nabi



Muhammad SAW dan amalan para sahaba. Ayat Al-Quran ataupun hadits yang mereka kutip, ada yang secara umum dan ada yang secara khusus membahas masalah wakaf. Dalil-dalil yang secara umum mengandung makna wakaf diantaranya adalah firman Allah SWT Surat Al Imran ayat 92 sebagai berikut :



َۚ ‫لَن تَنَالُواْ ۡٱل ِب َّر َحت َّ ٰى تُن ِفقُواْ ِم َّما ت ُ ِحب‬ ‫ُّونَ َو َما تُن ِفقُواْ ِمن ش َۡي ٖء‬ َّ ‫فَإ ِ َّن‬ ٩٢ ‫يم‬ٞ ‫ٱّللَ بِ ِهۦ َع ِل‬ “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai dan apa saja yang kamu nafkahkan. Maka sesungguhnya Allah Maha mengetahui”



12



Adapun hadits yang menjadi dasar hukum tentang wakaf bagi madzhab hambali adalah perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya, yaitu yang artinya: “Dari Ibnu Umar r.a berkata, bahwa sahabat Umar r.a memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulallah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulallah saya mendapatkan sebidang tanah di khaibar, saya belum pernah mendapatkan tanah sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku ? Rasulallah menjawab: Bila kamu suka kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkanya kepada orang-orang fakir, kamu kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR. Muslim) Ayat-ayat dan hadits diatas tersebut mengisyaratkan anjuran bersedekah. Sedangkan wakaf adalah bentuk dari sedekah.karena itu, wakaf mengikuti hukum sedekah.14 c) Rukun dan Syarat Wakaf 1. Rukun Wakaf - Waqif (orang yang berwakaf) - Mauquf ‘alaih (orang yang menerima wakaf) - Harta yang diwakafkan. - Dan lafal atau ungkapan yang menunjukkan proses terjadinya wakaf. 2. Syarat Wakaf a. Syarat-syarat rukun wakaf



14



Muhammad Abid Abdullal al-kabisi “Hukum wakaf” Jakarta; IIMAN, 2003. Hal 62-63



13



Para fuqaha memberikan beberapa syarat tercapainya transaksi pengelola wakaf, yaitu : - Statmen wakaf harus jelas dan tegas - Statmen harus singkat - Statmen wakaf menunjukkan bahwa wakaf rersebut bersifat langgeng. - Harta yang diwakafkan harus jelas jenis dan sifatnya. - Tidak ada syarat yang mengikat, yang bisa mempengaruhi hakikat wakaf dan bertentangan dengan ketentuan wakaf. b. Syarat bagi wakif (orang yang berwakaf) - Merdeka - Berakal Sehat - Dewasa - Tidak berada di bawah pengampuan15 c. Syarat-syarat harta wakaf - Harta wakaf itu memiliki nilai (ada harganya) - Harta wakaf itu jelas bentuknya - Harta wakaf merupakan hak milik dari waqif - Harta wakaf itu merupakan harta benda ynag tidak bergerak, seperti tanah, atau benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada. d. Syarat pelaksanaan wakaf Dalam pelaksanaan wakaf, ada dua syarat yang harus dipenuhi wakif kaitannya dengan pihak lain: - Wakif tidak terikat dengan hutang - Wakif tidak dalam kondisi sakit parah d) Macam-macam wakaf Ditinjau dari segi ditunjukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menajadi dua macam:



15



Satria Efendi, Op.Cit ., Hal. 17-18



14



1.



Wakaf Ahli Yaitu wakaf yang ditujukan untuk anak cucu atau kaum kerabat, kemudian sesudah mereka itu ditujukan untuk orang-orang fakir. Wakaf seperti ini juga disebut wakaf dzurri.16 Bentuk daripada wakaf ini di dalam prakteknya mirip dengan lembaga Adat yang berbentuk pusaka, hanya saja bedanya kalau wakaf Ahli pemberiannya tidak terkait harus ditunjukkan hanya untuk keluarga wakaf atau keturunan, melainkan dapat diberikan kepada siapa saja sesuai dengan keinginan si wakif, baik kepada orang-orang yang masih terkait hubungan kekeluargaan dengan si wakif ataupun tidak. Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf itu adalah orang-orang yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.



2.



Wakaf Khairi Yaitu praktek wakaf khairi dalam kehidupan masyarakat dikenal dengan istilah wakaf sosial. Dikatakan demikian, karena wakaf ini diberikan oleh si wakif agar manfaatnya dapat dinikmati oleh kalangan masyarakat secara umum, tidak oleh orang-orang tertentu saja. Seperti, mewakafkan tanah untuk mendirikan masjid, mewakafkan sebidang kebun yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membina suatu pengajian dan sebagainya.17 Wakaf khairi inilah yang manfaatnya betul-betul akan dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat luas, serta dapat



16



dijadikan



salah



satu



sarana



dalam



Faisal Haq, dkk, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, Pasuruan, PT Garuda Buana, Hal.



3 17



sebagai



Ibid., Hal 4



15



penyelenggaraan kesejahteraan sosial, baik dalam bidang sosial ekonomi, kebudayaan maupun keagamaan sendiri. e) Keabsahan wakaf Para fuqaha berbeda pendapat dalam hal wakaf yang diberikan melalui perbuatan, semisal pemberian yang tidak mengidahkan sighat (lafal). Menurut ahli fiqih hambali (Hanabilah) berpendapat bahwa untuk kemaslahatan umum adalah sah. Meski tanpa lafal, mereka menyamakannya dengan keabsahan jual beli tanpa lafal. Yaitu jual beli yang cukup dengan aktifitas membayar dari satu pihak dan menyerahkan pihak lain. Hanya saja mereka mengisyaratkan adanya qarinah (indikasi) yang menunjukkan adanya keinginan berwakaf. Misalnya, seseorang membangun masjid, lalu mengizinkan orang melakukan shalat di tempat itu, atau membangun kuburan di atas tanah itu sebagai tempat mengubur. Ibn Qudamah mengatakan bahwa sah tidaknya berwakaf itu ditentukan oleh ada atau tidak adanya perkataan atau perbuatan yang mengarah pada wakaf. Misalnya, ia membangun masjid dan mengizinkan orang untuk shalat di dalamnya, atau membangun kuburan dan membolehkan orang lain untuk menjadikan tanah itu sebagai kuburan. Izin untuk melakukan shalat atau menjadikan tanah sebagai kuburan itulah yang disebut sebagai perkataan atau perbuatn yang mengidentifikasikan adanya wakaf. Demikianlah pemahaman secara tekstual dari apa yang diriwayatkan oleh imam ahmad bin Hambal. Beliau meriwayatkan dari Abu Dawud dan Abu Thalib tentang seseorang yang menyertakan rumahnya sebagai bagian dari masjid, lalu orang tersebut mengizinkan orang lain melakukan shalat di dalamnya dan tidak mengambil kembali rumah itu sebagai miliknya. Demikian juga, ketika seseorang yang mengambil sebidang tanah sebagi perkuburan, lalu mengizinkan orang lain menguburkan mayat disana, dan sejak saat it. Ia tidak mengambil kembali tanah tersebut



16



sebagai miliknya. Riwayat tersebut berasal dari Imam ahmad, dan riwayat selaras dengan pendapat Abu Hanifah. Abu Ya’la menceritakan dari Imam Ahmad, ketika beliau ditanya oleh Asram tentang seseorang yang membangun suatu bangunan dengan niat untuk dijadikan kubura. Namun ia ingin memiliki tanah itu lagi. Maka Imam Ahmad menjawab, “jika oran itu telah menjadikannya untuk tuhan, maka tidak akan kembali menjadi miliknya. “peristiwa ini semakin mempertegas keabsahan wakaf yang dilakukan tanpa lafal. Sebab, Imam Ahamd melarang oaring itu untuk mengambilnya lagi sebagai miliknya, meskipun ia mewakafkan hanya melalui niat, tanpa lafal. Golongan madzhab Hambali mendasarkan pendapat mereka atas beberapa hal berikut : - Bahwa kebiasaan sudah berlaku demikian. - Bahwa saat perbuatan dilakukan. Sesungguhnya subtansi wakaf telah terlihat. Oleh karena itu, yang demikian sama halnya dengan lafal. - Bahwa hal itu dapat disamakan dengan orang yang menghidangkan makanan bagi tamunya untuk menikmati hidangan tanpa harus di ucapakan. Apa yang telah di uraikan di atas sesungguhnya, hanya berlaku pada wakaf yang di tujukan pada kemaslahatan umum. Sedangkan, wakaf yang ditujuakn untuk kaum fakir miskin atau yang ditujukan bagi kalangan tertentu, menurut golongan hanabilah tidak sah tanpa lafal. Sebab adatnya yang berlaku adalah mengharuskan lafal atau wakaf seperi itu. Sebaliknya, jika terdapat kebiasaan dalam suatu masyarakat yang membolehkan tanpa lafal. Maka wakaf tanpa lafal bisa diterapkan.18 f) Persoalan-persoalan Wakaf menurut Madzhab Hambali



18



Ibid., 91-94



17



1. Benda yang diwakafkan Menurut Madzhab Hambali, barang yang diwakafkan adalah semua barang yang sah diperjual belikan. Dengan kata lain, semua benda yang sah diperjual belikan sah pula diwakafkan. 2. Menarik kembali wakaf Menurut Mazhab Syafi’i dan Hambali harta yang sudah diwakafkan tidak dapat ditarik kembali. Menurut merekan wakaf menyebabkan



harta



yang



diwakafkan



keluar



dari



kepemilikanya.19 3. Pengalihan Harta Wakaf Pengalihan yang dimaksud penulis di sini dapat berarti menjual atau menukar. Menurut pendapat Madzhab Hambali larangan menjual harta wakaf dalam hadits itu hanyalah bagi harta wakaf yang masih dapat dimanfaatkan suatu kebutuhan. Adapun harta wakaf yang sudah tua atau hampir tidak dapat dimanfaatkan lagi boleh dijual dan uangnya dibelikan lagi penggantinya. Adapun menukar harta wakaf untuk diwakafkan juga, selain wakaf masjid, menurut segolongan pengikut Imam Ahmad diperbolehkan. Sedangkan untuk wakaf masjid yang masih dapat dipergunakan menurut riwayat Imam Ahmad tersebut terdapat dua pendapat, yaitu ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.



Ibnu



Taimiyah



memilih



pendapat



ang



membolehkan.20



4. Wakaf untuk non muslim atau sebaliknya Menurut Madzhab Syafi’i dan Hambali, wakaf non muslim hukumnya sah jika merupakan ibadah menurut hukum Islam,



19 20



Satria Efendi., Op.Cit., Hal. 416-419 Ibid., Hal. 637



18



walaupun menurut agama mereka tidak merupakan ibadah, misalnya : wakaf untuk masjid atau syi’ar Islam lainnya.21 5. Wakaf dan Pengaruh yang Ditimbulkanya Menurut pendapat hanabilah bahwa ketika wakaf mencukupi syarat-syaratnya. Maka ia di anggap tetap. Sehingga hak waqif (orang yang mewakafkan), mauquf ‘alaih ( yang diberi wakaf), nadzir (pengelola) terhadap benda tersebut menjadi terputus. Sedangkan Kepemilikan Harta Wakaf menurut pendapat Imam Ahmad Bin Hambal bahwa kepemilikan harta wakaf berpindah kepada orang yang diwakafi.



Ibn Qudamah



menjelaskan pendapat Madzhab Hanabilah dengan mengatakan “ kepemilikan barang wakaf berpindah kepada orang yang diwakafi menurut madzhab Hanabilah secara tekstual. Imam Ahmad berkata “ jika seseorang mewakafkan rumahnya kepada anak saudaranya, maka rumah itu menjadi hak miliknya. Al-Hulli dari Ja’fariyah berkata “wakaf berpindah menjadi milik orang yang diwakafi. Sebab, faedah dari kepemilikan ada padanya. Pendapat yang mengatakan bahwa harta wakaf menjadi milik orang yang diwakafi beralasan dengan beberapa dalil , yaitu : a.



Jika wakaf sekedar memanfaatkan barang saja, maka ia bersifat tetap. Padahal wakaf adalah sifatnya tetap ketika telah memenuhi syaratnya. Maka kepemilikannya harus beralih tangan kepada orang yang diberi wakaf.



b. Bahwa wakaf adalah pemindahan barang kepada yang berhak menerimanya. Maka ia harus berganti kepemilikan menjadi milik orang yang diberi wakaf, seperti hibah dan jual beli.



21



Faisal Haq, dkk,Op.Cit , Hal. 26.



19



c.



Dibolehkan memakai keputusan hakim dalam wakaf dengan saksi dan sumpah dan dalam hal ini terjadilah pergantian kepemilikan kepada orang yang diwakafi.22



22



Muhammad Abid Abdullal al-kabisi,Op.Cit, Hal. 131



20



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN



A.



Kesimpulan a) Shalat menurut istilah bahasa adalah do’a. Menurut istilah (ahli fiqih) ialah perbuatan (gerak) yang dimulai dengan takbir dan diakhirnya dengan salam dengan syarat-syarat yang tertentu. Para ulama fuqaha sepakat shalat dibagi pada yang wajib dan yang sunnah. b) Adapun syarat wajib shalat yaitu: Islam Berakal Baligh c) Adapun syarat sah shalat yaitu suci badan dari najis dan hadas, Menutup aurat dengan kain yang suci. Berada di tempat yang suci. Telah masuk waktunya. Menghadap kiblat d) Adapun rukun shalat yaitu: Niat Imam Hambali berpendapat boleh mendahulukan niat atas takbiratul ihram asalkan terpaut sedikit dengan takbir. Berdiri Para imam mazhab sepakat bahwa berdiri (qiyam) merupakan fardhu shalat yang diwajibkan bagi orang yang mampu melakukannya. Takbiratul Ihram Menurut Imam Maliki, Hambali dan Syafi’i boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan “Allahu al-Akbar”, yaitu adanya penambahan alif dan lam pada kata “Akbar” Membaca Surat al-Fatihah Imam Hambali berpendapat wajib membaca al-Fatihah pada setiap rakaat Rukuk Imam Hambali berpendapat wajib membungkukkan sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninah dan diam (tidak bergerak) ketika rukuk. Imam Hambali juga berpendapat bahwa membaca tasbih ketika ruku' adalah wajib



21



I’tidal Imam Hambali berpendapat wajib mengangkat kepalanya dan beri'tidal, serta disunnahkan membaca tasmi', yaitu mengucapkan : Sami'allahuliman hamidah Sujud Semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setiap rakaat. Menurut Hambali yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh secara sempurna. Bahkan Hambali menambahkan hidung sehingga menjadi delapan. Duduk Antara Dua Sujud Imam Hambali berpendapat duduk diantara dua sujud hukumnya wajib serta berpendapat tidak dimustahabkan duduk istirahah, tetapi langsung berdiri dari sujud. Bangun dari sujud hendaknya dengan cara menekan kedua telapak tangan ke lantai. Tasyahud Imam Hambali berpendapat bahwa duduk tasyahud akhir hukumnya wajib. Membaca Doa Shalawat Nabi Pada Tasyahud Akhir Imam Hambali berpendapat membaca shalawat hukumnya wajib dan shalat menjadi batal jika tidak membaca shalawat Salam Menurut Imam Hambali, salam merupakan rukun dan wajib mengucapkannya dua kali Tertib Tertib adalah menertibkan semua rukun. e) Zakat menurut madzhab Hambali adalah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula. Hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syaratsyarat tertentu. f) Adapun Syarat wajib zakat yaitu: Islam Baligh Berakal Memiliki harta yang telah mencapai nisab Niat zakat g) Adapun jenis-jenis zakat yaitu: Zakat Fitrah Zakat Maal h) Wakaf menurut madzhab Hambali adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. i) Adapun dasar hukum wakaf salahsatunya yaitu Al-qur an surat Al Imran ayat 92 -



22



j)



Adapun rukun wakaf - Waqif (orang yang berwakaf) -



Mauquf ‘alaih (orang yang menerima wakaf)



-



Harta yang diwakafkan.



-



Dan lafal atau ungkapan yang menunjukkan proses terjadinya wakaf.



k) Adapun syarat wakaf a. Syarat-syarat rukun wakaf



b.



c.



-



Statmen wakaf harus jelas dan tegas



-



Statmen harus singkat



-



Statmen wakaf menunjukkan bahwa wakaf rersebut bersifat langgeng.



-



Harta yang diwakafkan harus jelas jenis dan sifatnya.



-



Tidak ada syarat yang mengikat, yang bisa mempengaruhi hakikat wakaf dan bertentangan dengan ketentuan wakaf.



Syarat bagi wakif (orang yang berwakaf) -



Merdeka Berakal Sehat Dewasa



-



Tidak berada di bawah pengampuan



Syarat-syarat harta wakaf -



Harta wakaf itu memiliki nilai (ada harganya)



-



Harta wakaf itu jelas bentuknya



-



l)



Harta wakaf merupakan hak milik dari waqif Harta wakaf itu merupakan harta benda ynag tidak bergerak, seperti tanah, atau benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada. d. Syarat pelaksanaan wakaf - Wakif tidak terikat dengan hutang - Wakif tidak dalam kondisi sakit parah Macam-macam wakaf yaitu: - Wakaf ahli - Wakah Khairi



23



B.



Saran Di era modern ini ilmu pengetahuan mengalami banyak perkembangan termasuk ilmu agama. Kami harap pembaca dapat menjadikan makalah ini sebagai pembelajaran.



24



DAFTAR PUSTAKA Direktorat Pemberdayaan wakaf, Fiqih Wakaf, Jakarta: Departemen Agama RI.



Faisal Haq, dkk, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, Pasuruan, PT Garuda Buana



Kamil Muhammad ‘Uwaidah,Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003



Muhammad Abid Abdullal al-kabisi “Hukum wakaf” Jakarta; IIMAN, 2003.



Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2001



Mulatsih, Arek Gunung “Zakat” , Kamis, 05 Januari 2012 http://mulatsihacihh.blogspot.com/2012/01/zakat.html (terakhir di akses Selasa 26 Februari 2019)



Satria Efendi, Problematika Hukum Islam: Departemen Agama RI.



Syikh Al-Allamah Muhammad Bin Abdulrrahman, Fiqih 4 Mazhab, Ad. Dimasyqi, Hasyimi Press



25



26