Makalah Ushul Fiqh Qiyas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

QIYAS MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ushul Fiqh



OLEH : MIFTACHUL ARIFIN



21701011127



SUMIYATI



21701011118



ASYFAILIA KHUSNA



21701011150



IRMA USWATUN UMMAH



21701011130



ILVI NUR DIYANAH



21701011123



SITI NUR AZIZAH



21701011116



PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM MALANG SEPTEMBER 2017



KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pokok-Pokok Pikirian yang Terkandung dalam Pembukaan UUD 1945” tepat pada waktunya.Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas. Selain itu, penyusunan makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Maskuri, M.Pd.I selaku Rektor Universitas Islam Malang yang telah mensupport penyusunan makalah ini 2. Bapak M. Eko Nasrullah selaku Dosen Pembimbing Akademik kelas PAI-D yang telah mendukung penyusunan makalah ini 3. Bapak M. Naafi’u Akbar selaku Dosen matakuliah Ushul Fiqh 4. Orang Tua/Wali yang telah mensupport penyusunan makalah ini 5. Serta teman-teman yang mensupport penyusunan makalah ini Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Malang, 10 Maret 2018



Penulis



Ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………ii DAFTAR ISI…………………………………………………………………..iii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………………..1 1.2 Rumusan Masalah………………………………………………….1 1.3 Tujuan……………………………………………………………...1 BAB II. PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Qiyas……………………………………………………2 2.2 Macam-macam Qiyas………………………………………………2 2.3 Argumentasi Tentang Qiyas………………………………………..3 2.4 Rukun-rukun qiyas………………………………………………….4 2.5 Kehujjahan Qiyas…………………………………………………...4 BAB III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan…………………………………………………………6 3.2 Saran………………………………………………………………..6 DAFTAR RUJUKAN………………………………………………………….7



Iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sketsa pemikiran hukum bahwa Qiyas merupakan suatu metode penetapan hukum menempati posisi keempat dalam kerangka pemikiran hukum (Ushul fiqh).Para ulama dan praktisi hukum menilai bahwa semua produk hukum fiqh yang dihasilkan oleh metode Qiyas ini benar-benar valid dan memiliki kekuatan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Dilihat dari konteks sejarah ada kecenderungan bahwa metode Qiyas ini berawal berawal dari logika filsafat Aristoteles yang berkembang di Yunani kemudian ditransformasikan menjadi khazanah kebuyaan islam pada masa Al-makmun. Secara metodologi dan operasional, Qiyas merupakan upaya menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain yang memiliki justifikasi hukum dengan melihat adanya persamaan kausa hukum (‘illat). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Qiyas? 2. Apa saja macam-macam Qiyas? 3. Argumentasi tentang Qiyas? 4. Apa saja rukun-rukun Qiyas? 5. Kehujjahan Qiyas? 1.3 Tujuan 1. Dapat mengetahui pengertian atau difinisi Qiyas 2. Dapat mengetahui macam-macam qiyas 3. Dapat mengetahui argumentasi tentang qiyas 4. Dapat mengetahui rukun-rukun qiyas 5. Dapat mengetahui kehujjahan qiyas



1



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Qiyas Qiyas menurut bahasa artinya adalah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan yang sejenisnya. Ulama ushul fiqh memberikan definisi yang berbeda-beda bergantung pada pandangan mereka terhadap kedudukan qiyas dalam istimbath hukum. Dalam hal ini mereka berbagi dengan dalam dua golongan berikut ini. Golongan pertama, menyatakan bahwa qiyas merupakan ciptaan manusia, yakni pandangan mujtahid. Menurut golongan kedua, qiyas merupakan ciptaan syar’I, yakni merupakan dalil hukum yang berdiri sendiri atau merupakan hujjat illahiyah yang dibuat syari sebagai alat untuk mengetahui suatu hukum. Qiyas ini tetap ada, baik dirancang oleh para mujtahid ataupun tidak. (Abdul Hakim, 1986:22-24) Bertitik tolak pada pandangan masing-masing ulama tersebut maka mereka memberikan definisi qiyas sebagai berikut : a. Shadr Asy-Syariat menyatakan bahwa qiyas adalah pemindahan hukum yang terdapat pada ashl kepada furu atas dasar illat yang tidak dapat diketahui dengan logika bahasa. b. Al Human menyatakan bahwa qiyas adalah persamaan hukum suatu kasus dengan kasus lainnya karena kesamaan illat hukumannya yang tidak dapat diketahui melalui pemahaman bahasa secara murni. 2.2 Macam-macam Qiyas Qiyas dibagi menjadi 5, yaitu : a. Qiyas Aula, yaitu suatu qiyas yang illatnya mewajibkan adanya hukum dan disamakan (mulhaq) dan mempunyai hukum yang lebih utama daripada tempat menyamakannya (mulhaq baik) Firman Allah dalam surah Al Isra’ 23 :



2



‫فال تقل لهما أف‬......... Artinya ”Janganlah kamu mengatakan ah kepada kedua orang tua…” Mengatakan ah kepada ibu bapak dilarang karena illatnya ialah menyakitkan hati. Oleh karena itu memukul kedua orang tua tentu lebih dilarang, sebab di samping menyakitkan hati juga menyakitkan jasmaninya. Illat larangan yang terdapat pada mulhaq (yang disamakan) lebih berat daripada yang terdapat pada mulhaq bih. Dengan demikian larangan mengatakan ah kepada kedua orang tua. b. Qiyas Musawi, yaitu suatu qiyas yang illatnya mewajibkan adanya hukum dan illat hukum yang terdapat pada mulhaqnya sama dengan illat hukum yang terdapat pada mulhaq. (an nisa 10) Maka merusak harta anak yatim adalah haram. Keharamannya karena diqiyaskan pada memakan harta anak yatim. c. Qiyas Dalalah, yaitu suatu qiyas dimana illat yang ada pada mulhaq menunjukkan hukum, tetapi tidak mewajibkan hukum padanya seperti mengqiyaskan harta milik anak kecil pada harta seorang dewasa dalam kewajibannya mengeluarkan zakat, dengan illat bahwa seluruhnya adalah harta bensa yang mempunyai sifat bertambah. d. Qiyas Syibhi, yaitu suatu qiyas adalah dimana mulhaqnya dapat diqiyaskan pada dua mulhaq bih, tetapi diqiyaskan dengan mulhaq bih yang mengandung banyak persamaannya dengan mulhaq. 2.3 Argumentasi tentang Qiyas Para ulama berbeda pendapat tentang qiyas apabila dijadikan sandaran ijma’. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa qiyas itu tidak sah dijadikan dasaran ijma’. Menurut kaidah qath’I itu tidak sah didasarkan pada yang zhanni. Para ulama yang menyatakan bahwa qiyas sah dijadikan sandaran ijma’, berargumen bahwa hal itu telah sesuai dengan pendapat sebagian besar ulama. Juga dikarenakan qiyas termasuk salah satu dalil syara’ maka sah dijadikan landasan ijma.



3



Para sahabat setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, berbeda pendapat tentang siapa yang akan dijadikan penggantinya sebagai khalifah. Kemudian mereka memilih Abu Bakar As-Siddiq, karena ketika beliau sakit keras, Rasulullah senantiasa mewakilkan Abu Bakar untuk menjadikan imam shalat. Penunjukan Abu Bakar sebagai imam di qiyaskan pada penunjukan beliau sebagai khalifah dan hal itu disepakati oleh semua sahabat. Dengan demikian jelaslah bahwa qiyas merupakan landasan hukum bagi ijma. Qiyas yang awalnya berupa dalil zhanni, setelahnya ada ijma maka akan jadi qath’i karena berubah dari pendapatnya individu menjadi pendapat jamaa’ah. 2.4 Rukun-rukun Qiyas Dari pengertian qiyas yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa unsure pokok qiyas terdiri dari empat unsure berikut : 1. Ashl (pokok), yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nash nya yang dijadikan tempat mengqiyaskan, ini menurut fuqoha. Sedangkan menurut hukum teolog adalah suatu nash syara yang menunjukkan ketentuan hukum dengan kata lain nash yang menjadi dasar hukum. Ashl disebut maqis alaih, mahmul alaih, dan musyabbah bih. 2. Far’u (cabang), yaitu peristiwa yang tidak ada nashnya. Far’u itulah yang dikehendaki untuk disamakan untuk disamakan hukumnya dengan ashl. Ia juga disebut juga maqis (yang dianalogikan) dan musyabbah (yang diserupakan) 3. Hukum ashl, yaitu hukum syara’ yang ditetapkan oleh suatu nash 4. Illat, yaitu sifat yang terdapat pada ashl. Dengan adanya sifat itulah terdapat cabang, sehingga hukum cabang itu disamakanlah dengan hukum ashl. 2.5 Kehujjahan Qiyas dan Pendapat para Ulama’ Telah terjadi perbedaan pendapat dalam berhujjah dengan qiyas, ada yang membolehkan, ada yang melarangnya, diantara contohnya adalah kifarat



4



bagi yang berbuka puasa dengan sengaja di bulan Ramadhan. Bagi mereka yang sengaja berbuka pada bulan Ramadhan, apakah diwajibkan kifarat sebagaimana diwajibkan kifarat bagi yang sengaja berbuka puasaa dengan ijma? Menurut pendapat Malik, Abu Hanifah dan para penganut keduanya, Tsauri, serta sebagian jamaah, bahwa perbuatan tersebut wajib diganti dengan qadha dan kifarat. Adapun golongan Zahir tidak mewajibkan kifarat kepada orang yang puasanya batal disebabkan makan dan minum dengan sengaja. Mereka berpendapat bahwa hadist yang menerangkan tentang ijma pada bulan Ramadhan, bukan menerangkan setiap yang membatalkan puasa. Golongan Syafii dan Hambali sependapat dengan pendapat Zahir, yakni tidak adanya kifarat. Hal itu tidak berarti mereka itu tidak menggunakan qiyas, tapi berpandangan bahwa illat seperti itu tidak cocok. Mereka berpendapat, hadist tersebut hanya cocok untuk ijma, tidak untuk lainnya.



5



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bahwasanya Allah Swt mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik Al-quran maupun Hadist jumlahnya terbatas dan final. Tetapi permasalahatan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak pernah sama sekali. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum Syara’.Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalanan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan maslahah. 3.2 Saran Kami menyadarii dalaam penyusunan makalah ini masih terdapatt banyak kesalahan dan kekurangan, olehnya itu kami memohon kritik dan saran darii pembaca untukk kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.



6



DAFTAR RUJUKAN Syafe’i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: CV. Pustaka Setia. Khairul, Umam. 1998. Ushul Fiqh-1. Jakarta Selatan. CV. Pustaka Setia http://www.rumahpintarr.com/2016/11/makalah-qiyas-pengertian-contohmacam.html http://materi-kuliah0420.blogspot.co.id/2015/05/makalah-ushul-fiqh-tentangqiyas.html



7