Malaria Falciparum Relaps [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP KASUS MEDIK “MALARIA VIVAX RELAPS” Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat pencapaian Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) Angkatan II Di RSUD Dr. T.C Hillers Maumere



Disusun oleh dr. Jesi Prilly Imanuella Hana



Pembimbing/Narasumber/DPJP : dr. Asep Purnama, Sp.PD



Pendamping : dr. Lince Holsen



RSUD DR. T.C HILLERS MAUMERE FLORES NUSA TENGGARA TIMUR PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA ANGKATAN II PERIODE MEI 2021- MEI 2022 2021



Portofolio Kasus Medik Nama Peserta PIDI : dr. Jesi Prilly Imanuella Hana Nama Wahana



: RSUD Dr. T.C. Hillers Maumere



Topik : Malaria Vivax Relaps



Tanggal Kasus :



Nama Pasien : Tn. P.K.S



No. RM : 2735XX



Tanggal Presentasi :



Nama Pendamping : dr. Lince Holsen



Tempat Presentasi : RSUD Dr. T.C. Hillers Maumere Objek Presentasi : ✓ Keilmuan



Keterampilan



Penyegaran



Tinjauan Pustaka



✓ Diagnostik



Neonates



✓ Manajemen



Masalah Bayi



 Anak



Remaja



Istimewa



✓ Dewasa



Lansia



Bumil



Deskripsi : Pasien datang dengan keluahan demam naik turun sejak 2 HSMRS Tujuan



:



Bahan



Tinjauan Pustaka



✓ Kasus



Riset



Audit



bahasan Metode Data Pasien



✓ Presentasi & Diskusi



Diskusi



Nama Pasien : Tn. P.K.S



Faskes : RSUD Dr. T.C Hillers Ruangan Bangsal Flamboyan (IIIB.2)



Email



Pos



No. RM : 2735XX



Tgl MRS: 15 Juni 2021



PENDAHULUAN



Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit genus Plasmodium. Parasit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Sampai saat ini telah ditemukan 172 spesies Plasmodium namun hanya 5 diantaranya yang diketahui dapat menular pada manusia. Spesies tersebut antara lain P. falciparum, P. vivax, P. ovale, P. malariae dan P. knowlesi (Talapko et al, 2019). Berdasarkan laporan WHO 2020 terdapat penurunan jumlah kasus malaria secara bertahap di dunia. Pada tahun 2000 dilaporkan terdapat 238 juta kasus malaria dari 108 negara, sedangkan pada tahun 2019 dilaporkan sebanyak 229 juta kasus malaria dari 87 negara endemik. Angka kejadian malaria juga mengalami penurunan di Indonesia. Berdasarkan data World Malaria Report 2020 dalam lima tahun terakhir kasus malaria mengalami penurunan dari 1,1 juta kasus pada tahun 2015 menjadi 658.000 kasus pada tahun 2019. Selain itu pada tahun 2020 dilaporkan sebanyak 18 kabupaten yang mencapai eliminasi kasus malaria (WHO, 2019). Perjalanan penyakit malaria yang disebabkan oleh P. vivax dan P. ovale memiliki perbedaan dengan jenis plasmodium lainnya. Pada P. vivax dan P. ovale ditemukan hipnozoite yang menetap di eritrosit dan hipnozoit di hepatosit sehingga dapat mencetuskan relaps setelah beberapa tahun hingga beberapa bulan. Rekurensi malaria dapat terjadi akibat kegagalan eradikasi infeksi pada tahap eritrosit (recrudescence) atau akibat infeksi baru dari gigitan nyamuk (reinfeksi) (Gatton, 2004). Satu kali inokulasi P. vivax dapat menyebabkan relaps berulang. Angka morbiditas yang tinggi akibat P. vivax menyebabkan beban secara klinis dan ekonomi. Relaps akibat infeksi P. vivax dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang pada anak dan pada orang dewasa menyebabkan gangguan dalam menjalankan pekerjaan (Gatton, 2004). Nusa Tenggara Timur saat ini merupakan daerah yang ditetapkan telah mencapai eliminasi malaria. Adanya kasus malaria yang didapatkan dari daerah lain sebaiknya menjadi perhatian agar penularan dari manusia ke nyamuk kemudian ke manusia lainnya dapat dicegah. Oleh karena itu pembahasan kasus malaria masih relevan untuk didiskusikan.



PEMAPARAN KASUS



I.



IDENTITAS PASIEN No. RM



: 2735XX



Nama



: Bp. P.K.S



Usia



: 33tahun



Jenis kelamin



: Laki-laki



Pekerjaan



: Buruh



Alamat



: Waliwatik, Nita



Tanggal kunjungan RS



: 15 Juni 2021



II. ANAMNESA A. Keluhan utama Demam.



B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan demam naik turun sejak 2 HSMRS (Minggu, 13 Juni 2021) disertai dengan menggigil dan keringat dingin. Pada Senin, 14 Juni 2021 mengaku tidak demam sama sekali dan kembali demam menggigil pada HMRS (15 Juni 2021). Riwayat tinggal di Papua dan beberapa kali mengalami sakit malaria. Nyeri kepala (+), mual (-), muntah (-), BAB/ BAK tidak ada keluhan.



C. Riwayat Penyakit Dahulu • Riwayat serupa



:+



Pasien mengaku pertama kali mengalami malaria ± 5 tahun yang lalu yakni malaria Tropicana dan Tertiana. Pada tahun 2020 menjalani pengobatan malaria sebanyak 4 kali dengan durasi pengobatan masing-masing 2 mniggu. Terakhir kali mengalami sakit malaria pada Oktober 2020 dan MRS di Papua.



D. Riwayat Penyakit Keluarga • Keluhan serupa



E. Riwayat Pengobatan



:+



Belum mengonsumsi obat apapun terkait keluhan saat ini.



F. Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat.



III. PEMERIKSAAN FISIK Deskripsi umum Keadaan umum



: Lemah



GCS



: E4 V5 M6



Kesadaran



: Compos mentis



Tanda Vital



:



Tekanan Darah



: 100/ 70 mmHg



Nadi



: 84 x/menit, regular



Suhu



: 370C



Nafas



: 20 x/menit



SpO2



: 99% tanpa suplementasi oksigen



1. Kepala Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)



2. Leher Dalam batas normal



3. Thorax a. Paru • Inspeksi



: dada simetris (+), ketinggalan gerak nafas (-)



• Palpasi



: nyeri tekan (-), fremitus (N), pengembangan dada (N)



• Perkusi



: sonor (+++/++++)



• Auskultasi



: vesikuler (+++/+++) , rhonki (---/---) , wheezing (---/---)



b. Jantung • Inspeksi



: Ictus cordis tidak tampak



• Palpasi



: Ictus cordis teraba pada SIC V LMCS



• Perkusi



: Kesan batas jantung normal



• Auskultasi



: S1/S2 normal, regular, bising (-)



4. Abdomen Distensi (-), Bising usus (+), Timpani selruuh regio, nyeri tekan (-), tepi hepar teraba, lien tidak teraba



5. Ekstremitas Ekstremitas atas



: Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat



Ekstremitas bawah



: Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat



VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Lengkap 15/6/2021



17/6/2021



18/6/2021



19/6/2021



WBC (103/ uL)



7.14



5.02



4.30



4.49



Hb (g/ dL)



16.0



13.8



13.4



12.9



PLT (103/ uL)



59



58



81



98



15/6/2021



17/6/2021



18/6/2021



19/6/2021



Positif



Positif



Negatif



Negatif



Identifikasi



Plasmodium



Plasmodium



Negatif



Negatif



Parasit



Vivax



Vivax



Hitung Parasit



180/ 505 WBC



2/ 500 WBC



-



-



40/ 505 WBC



8/ 500 WBC



-



-



Apusan Darah



Pemeriksaan Malaria



Aseksual Hitung Parasit Seksual



VII. DIAGNOSIS KERJA Malaria Vivax Relaps



VIII. PLANNING Planning for Therapy IVFD D5 1500 cc/ 24 jam Paracetamol 3x 500 mg PO K/P demam DHP 1x3 tab PO ( 3 hari) Primakuin 1x 2 tab PO (14 hari)



Planning for Monitoring 1) TTV 2) Keluhan 3) Tanda-tanda hemolisis



Diskusi Kasus



Malaria merupakan suatu infeksi parasite yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Sebagian besar kasus malaria di dunia disebabkan oleh P. falciparum dan P.vivax. Malaria yang disebabkan oleh P. falciparum memiliki resiko untuk berkembang menjadi malaria berat dengan angka mortalitas yang tinggi. Sedangkan malaria non falciparum yang disebabkan oleh P. vivax dan P. ovale memiliki angka rekurensi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan morbiditas dalam jangka waktu yang lama. Beberapa definisi kasus rekurensi pada malaria tertiana yang disebabkan oleh P. vivax dan P. ovale antara lain antara lain: 1. Recrudescence (Rekrudensi) Rekurensi malaria akibat terapi yang tidak adekuat membasmi parasit di darah (bloodstage). Pada rekrudensi, rekurensi malaria biasanya akan terjadi dalam  8 minggu setelah gejala pertama.



2. Relapse Rekurensi malaria akibat reaktivasi hipnozoit. Hipnozoit adalah plasmodium yang dorman di dalam hepatosit yang berkembang menjadi skizon dan akhirnya dapat melepaskan merozoite ke dalam darah. Rekurensi akibat relaps secara umum akan terjadi dalam 8- 24 minggu setelah gejala pertama.



3. Reinfection Rekurensi malaria akibat inokulasi parasit baru yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.



Pasien dalam kasus ini sebelumnya tinggal di Papua yang merupakan daerah endemis malaria. Namun ± 6 bulan sebelum MRS ini pasien sudah pindah ke Maumere yang merupakan daerah bebas malaria. Mengingat masa inkubasi P. vivax berkisar antara 1217 hari, maka dapat diperkirakan bahwa reinfeksi bukan merupakan penyebab malaria pasien saat ini. Pada pasien dalam kasus ini pula terjadi kekambuhan malaria > 8 minggu setelah sakit malaria sebelumnya sehingga kemungkinan rekurensi saat ini bukan akibat rekrudensi. Namun batas waktu antara rekrudensi dan relaps saat ini tidak tegas mengingat beberapa laporan kasus yang menemukan adanya ‘long term recrudescence’. Salah satu cara untuk membedakan antara rekrudensi/ relaps dengan reinfeksi ialah dengan menentukan ada/ tidaknya perbedaan strain P. vivax antara sakit malaria sekarang dan sebelumnya.



Tatalaksana Malaria di Indonesia Panduan tatalaksana malaria di Indonesia antara lain: 1. Malaria Tertiana (P. vivax dan P. ovale) Tatalaksana malaria tertiana yang ialah menggunakan ACT (Artemisin Combination Therapy) yakni Dihidroartemisin ditambah Piperaquin (DHP) dan Primakuin selama 14 hari. ACT (3 hari) + Primakuin 0.25 mg/Kg BB (14 hari)



Pada kasus relaps jenis anti malaria yang digunakan tetap sama namun dengan dosis primakuin yang berbeda. ACT (3 hari) + Primakuin 0.5 mg/Kg BB (14 Hari) 2. Malaria Tropikana (P. falciparum) Tatalaksana malaria tertiana yang ialah menggunakan ACT yakni Dihidroartemisin ditambah Piperaquin (DHP) dan Primakuin dosis tunggal. ACT (3 hari) + Primakuin 0.25 mg/Kg BB (Dosis Tunggal)



Bila menyebabkan malaria berat, maka terapi parenteral menggunakan Artesunat intravena atau Artemeter intramuscular.



3. Malaria Kuartana (P. malariae) Tatalaksana malaria kuartana ialah hanya menggunakan ACT yakni Dihidroartemisin ditambah Piperaquin (DHP) selama 3 hari tanpa tambahan Primakuin. ACT (3 hari)



Pada pasien dalam laporan ini mengalami rekurensi P. vivax oleh karena itu tatalaksana yang diberikan yakni kombinasi antara ACT dan Primakuin. 1) Artemisin Combination Therapy (ACT) Merupakan kombinasi antara Dihidroartemisin dan Piperaquine diberikan selama 3 hari. Dihirdroartemisin merupakan bentuk sintetik dari artemisin yang dikembangkan dari ekstrak Artemisia annua. Obat ini merupakan salah satu terapi antimalaria yang paling efektif terhadap plasmodium stadium seksual mapun aseksual. Efek plasmosidal dapat ditemukan dalam beberapa menit setelah pemberian pertama sehingga menimbulkan perbaikan klinis yang juga cepat (Cui, 2009). Pada pasien dalam kasus ini dilakukan pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis secara berkala. Pada hari kedua setelah pemberian terapi sudah tidak ditemukan P.vivax stadium seksual maupun aseksual di dalam darah. Hal ini sesuai dengan sifat Dihirdroartemisin yang merupakan rapid plasmosidal pada parasite di darah. Adapun dihidroartemisin memiliki masa tengah eliminasi (elimination half life) yang tergolong cepat yakni kurang lebih satu jam. Hal ini dapat menurunkan kemungkinan resistensi parasite yang tersisa terhadap dihidroartemisin. Namun hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya recrudescence pada pemberian terapi dihidroartemisin jangka pendek (< 5 hari) (Meshnick, 1996).



2) Primakuin Primakuin merupakan obat antimalaria golongan 8-aminoquinoline. Primakuin memiliki kemampuan sebagai skizontosida di jaringan terutama di hepar. Mekanisme kerja dari primakuin belum diketahui secara pasti. Namun beberapa penelitian menyatakan bahwa primakuin dapat menghambat fungsi mitokondria dan mencetuskan stress oksidatif pada plasmodium (Giovanella, 2015).



Kemampuan menyebabkan reaksi stress oksidatif membuat primakuin memiliki efek samping berupa hemolisis. Oleh karena itu penggunaan primakuin perlu mendapat pemantauan yang ketat terutama bila diberikan dengan dosis tinggi seperti pasien pada kasus ini. Salah satu kontraindikasi penggunaan primakuin ialah defisiensi G6PD. G6PD merupakan suatu enzim yang diperlukan untuk mereduksi glutathione yang berfungsi sebagai antioksidan terhadap radikal bebas. Penggunaan primakuin akan memicu reaksi stress oksidatif dan pada penderita defisiensi G6PD fungsi glutathione sebagai antioksidan akan terganggu. Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat memicu hemolisis sel darah merah. Oleh karena itu jika memungkinkan pemeriksaan fungsi G6PD sebaiknya dilakukan sebelum pemberian primakuin (Camarda, 2019). Pada pasien dalam laporan ini tidak dapat dilakukan penapisan terkait defisiensi G6PD. Oleh karena itu pemantauan tehadap tanda-tanda hemolisis intravascular seperti hemoglobinuria terus dipantau pada pasien.



Faktor Resiko Relaps Terdapat beberapa faktor determinan terjadinya relaps pada malaria yang diakibatkan oleh Plasmodium vivax, antara lain: 1) Kegagalan terapi radikal Terapi radikal untuk mencegah kekambuhan malaria akibat p. vivax dan p. ovale menggunakan golongan obat 8-aminoquinoline seperti Primakuin dan Tafenoquine. Adapun efikasi terapi sangat bergantung pada dosis total yang diberikan. Ketidaktercapaian total dosis yang adekuat dapat disebabkan keraguan dalam pemberian terapi primakuin dosis tinggi mengingat efek samping hemolisis yang dapat terjadi. Kegagalan terapi hipnozoitsida dengan primakuin secara ideal didefinisikan sebagai rekurensi P. vivax setelah 28 hari paska terapi menggunakan kombinasi primakuin dan skizontosida seperti ACT atau Chloroquine. Namun perlu dipastikan pasien tidak memiliki resiko mengalami reinfeksi. Adapun cara pasti untuk membedakan kegagalan terapi baik recrudescence maupun relaps dengan reinfeksi memerlukan pemeriksaan molekuler yang penggunaan klinisnya terbatas (Ferreira, 2021). Pasien pada kasus ini mengaku terakhir kali mengalami kekambuhan malaria pada Oktober 2020 dan mengonsumsi obat tuntas hingga 14 hari. Adapun pasien



pindah ke Maumere sejak Februari 2021 yang merupakan daerah bebas malaria. Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa infeksi P. vivax saat ini bukan merupakan suatu infeksi baru melainkan suatu keadaan rekurensi dari infeksi sebelumnya. Pada kasus yang telah dipaparkan, pasien mengaku telah beberapa kali mendapatkan terapi malaria selama 14 hari dan tidak patuh pada pengobatan yang diberikan. Oleh karena itu pasien dianggap telah menerima pengobatan yang adekuat sesuai standar pengobatan malaria relaps. Selain itu untuk mencapai efek terapeutik, primakuin terlebih dahulu perlu diaktivasi oleh isoenzim 2D6 dari cytochrome P450 (CYP2D6). Adanya gangguan fungsi dari CYP2D6 dapat menurunkan efektifitas pengobatan. Dalam hal ini belum tersedia pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan kemungkinan ini pada pasien.



2) Variasi fenotipik P. vivax P. vivax merupakan jenis plasmodium dengan persebaran geografis terbesar di dunia. Secara garis besar variasi P. vivax dibagi berdasarkan lokasi geografis yakni ‘Temperate zone type’ dan ‘Tropical zone type’ (White, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hankey et al (1965) P. vivax zona tropis memiliki pola relaps dengan frekuensi yang lebih sering.



Karakteristik kekambuhan P. vivax zona tropis sesuai dengan pasien dalam kasus yang telah dipaparkan. Pasien mengaku sering mengalami kekambuhan malaria. Pada tahun 2020 pasien mengaku 4 kali mengalami kekambuhan malaria meski telah taat mengonsumsi obat. Salah satu strain P. vivax zona tropis yang ditemukan di Papua ialah Chesson strain. Penelitian oleh Coatney & Getz (1962) menyatakan bahwa Primakuin mampu



mengeradikasi P. vivax Chesson strain. Dalam dalam perkembangannya ditemukan tingkat rekurensi yang tinggi pada manusia yang terinfeksi P. vivax Chesson strain meski telah diberikan standar terapi Primakuin yang adekuat (Baird et al, 2014).



Trombositopenia pada Malaria Trombositopenia dapat terjadi akibat penurunan produksi platelet maupun peningkatan sekuestrasi. Pada orang dewasa trombositopenia didefinisikan sebagai tromobosit < 15 x 103 uL namun keadaan ini jarang menimbukan gejala apabila angka trombosit masih > 5 x 103 uL. Pada pasien dalam laporan ini didapatkan adanya trombositopenia. Beberapa patomekanisme yang menyebabkan terjadinya trombositopenia pada malaria antara lain: 1) Hipersplenisme Lien memiliki peran untuk mengatasi parasitemia dengan cara fagositosis sel darah merah yang terinfeksi Plasmodium. Disaat yang bersamaan hal ini juga dapat menyebabkan sequestrasi platelet di lien sehingga dapat mencetuskan trombositopenia (Lacerda et al, 2011).



2) Stress Oksidatif Penelitian oleh Erel et al (1998) radikal bebas berperan dalam destruksi trombosit pada infeksi malaria. Penelitian tersebut mengungkapkan adanya korelasi negatif antara angka trombosit dengan lipid peroksidase (radikal bebas) dan korelasi negatif dengan gluthation (anti-oxidant).



3) Supresi prosuksi bone marrow



Trombositopenia bukan merupakan kriteria malaria berat yang ditetapkan oleh WHO. Namun beberapa peneltian mengungkapkan adanya korelasi antara derajat trombositopenia dengan keparahan infeksi Plasmodium. Trombositopenia berat (angka trombosit < 50 000 platelet/ uL) pada P. falciparum dan P. vivax diasosiasikan dengan perdarahan dan disseminated intravascular coagulation (DIC). Selain itu trombositpenia berat juga berhubungan dengan mortalitas pada pasien malaria (Lampah, 2014). Penelitian oleh Lampah et al (2014) menyatakan bahwa resiko mortalitas pada pasien malaria dengan angka trombosit < 20.000 platelet/ uL meningkat yakni 5.6% pada malaria falciparum dan 3.6% pada malaria vivax.s



DAFTAR PUSTAKA Baird, J.K., Hoffman, S. (2014) Primaquine Therapy for Malaria, Clinical Infectious Diseases, Volume 39, Issue 9, pp1336–1345. Camarda, G., Jirawatcharadech, P., Priestley, R., Saif, A., March, S., & Wong, M. et al. (2019). Antimalarial activity of primaquine operates via a two-step biochemical relay. Nature Communications, 10(1). doi: 10.1038/s41467-019-11239-0 Chu CS, White NJ. Management of relapsing Plasmodium vivax malaria. Expert Rev Anti Infect Ther. 2016 Oct;14(10):885-900. doi: 10.1080/14787210.2016.1220304. Epub 2016 Aug 31. PMID: 27530139; PMCID: PMC5039400. Cui, L., & Su, X. Z. (2009). Discovery, mechanisms of action and combination therapy of artemisinin. Expert review of anti-infective therapy, 7(8), 999–1013. https://doi.org/10.1586/eri.09.68 Erel O, Kocyigit A, Bulut V, Avci S, Aktepe N. Role of lipids, lipoproteins and lipid peroxidation in thrombocytopenia in patients with vivax malaria. Haematologia (Budap). 1998;29(3):207-12 Ferreira, M., Nobrega de Sousa, T., Rangel, G., Johansen, I., Corder, R., Ladeia-Andrade, S., & Gil, J. (2021). Monitoring Plasmodium vivax resistance to antimalarials: Persisting challenges and future directions. International Journal For Parasitology: Drugs And Drug Resistance, 15, 9-24. doi: 10.1016/j.ijpddr.2020.12.001 Gatton ML. Costs to the patient for seeking malaria care in Myanmar. Acta Trop. 2004;92(3):173–177 GIOVANELLA, F., FERREIRA, G., PRÁ, S., CARVALHO-SILVA, M., GOMES, L., & SCAINI, G. et al. (2015). Effects of primaquine and chloroquine on oxidative stress parameters in rats. Anais Da Academia Brasileira De Ciências, 87(2 suppl), 14871496. doi: 10.1590/0001-3765201520140637\ Hankey DD, Jones R Jr, Coatney OR, Alving AS, Coker WO, Garrison PL, Donovan WN: Korean vivax malaria. I. Natural history and response to chloroquine. Am J Trop Med Hyg 1953, 2:958-969. Lacerda MV, Mourão MP, Coelho HC, Santos JB. Thrombocytopenia in malaria: who cares? Mem Inst Oswaldo Cruz. 2011 Aug;106 Suppl 1:52-63. doi: 10.1590/s007402762011000900007 Lampah, D. A., Yeo, T. W., Malloy, M., Kenangalem, E., Douglas, N. M., Ronaldo, D., Sugiarto, P., Simpson, J. A., Poespoprodjo, J. R., Anstey, N. M., & Price, R. N. (2015). Severe malarial thrombocytopenia: a risk factor for mortality in Papua, Indonesia. The Journal of infectious diseases, 211(4), 623–634. https://doi.org/10.1093/infdis/jiu487 Meshnick, S. R., Taylor, T. E., & Kamchonwongpaisan, S. (1996). Artemisinin and the antimalarial endoperoxides: from herbal remedy to targeted chemotherapy. Microbiological reviews, 60(2), 301–315. https://doi.org/10.1128/mr.60.2.301-315.1996 Talapko, J., Škrlec, I., Alebić, T., Jukić, M., & Včev, A. (2019). Malaria: The Past and the Present. Microorganisms, 7(6), 179. https://doi.org/10.3390/microorganisms7060179 White, N. (2011). Determinants of relapse periodicity in Plasmodium vivax malaria. Malaria Journal, 10(1). doi: 10.1186/1475-2875-10-297 World Health Organization . World Malaria Report 2020. sWHO; Geneva, Switzerland: 2020