Manajemen Informasi Dalam Bencana Alam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Bencana adalah persitiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya. Negara tercinta kita Indonesia seolah-olah tidak pernah berhenti menerima cobaan berupa bencana alam yang silih berganti terjadi di seluruh wilayah Indonesia dalam periode waktu yang berdekatan. Masih segar dalam ingatan kita ketika headline seluruh surat kabar dalam negeri memuat berita-berita bencana tersebut. Mulai dari bencana meletusnya gunung merapi, banjir, maupun gempa dan tsunami. Terdapat satu persamaan dari isi berita-berita tersebut adalah adanya korban-korban yang seharusnya dapat dihindari jika bencana tersebut dideteksi lebih awal sebelum terjadi. Selain pendektisian dini faktor yang tidak kalah penting ketika bencana terlanjur terjadi adalah penanganan paska bencana yang tepat, cepat dan berkesinambungan. Informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat diperlukan bagi managemen dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam lingkup bencana. Sebuah jalur informasi yang efisien dan sistematis berbasis teknologi sangat diperlukan pada saat terjadinya bencana dengan tujuan mendapatkan informasi yang sahih. Informasi yang sahih diperlukan untuk membantu penanganan bencana yang menghendaki kecepatan dalam membantu korban, mendorong berbagai masyarakat ikut andil dalam memberikan bantuan. Bencana apapun, kebutuhan akan informasi menjadi sangat kritis, media yang digunakan baik elektronik maupun cetak (e-mail dan SMS, dll) berisikan pertanyaan mengenai kondisi wilayah, kondisi korban, mencari sanak saudara, mencari bantuan, mencari pertolongan. Di sisi lain, para relawan yang berusaha membantu juga tidak kalah pusingnya mencari lokasi yang membutuhkan pertolongan, mencari alamat tempat pengiriman bantuan, pengiriman makanan, obat-obatan, mencari lokasi longsor, menemukan penampungan pengungsi, semua serba simpang siur tidak ada sumber informasi yang terpusat, tidak ada komunikasi yang reliable. Oleh karena itu, kita akan 1



membutuhkan sebuah sistem informasi yang memungkinkan korban, sanak saudara maupun relawan, pemerintah, tim SAR saling berinteraksi dan berkoordinasi satu sama lain. Masukan ke sistem dapat berupa laporan dari tim SAR, relawan ORARI, bahkan masyarakat melalui HP maupun telepon. Perbaikan koordinasi dan manajemen penanggulangan di daerah rawan bencana merupakan salah satu prioritas upaya kesiapsiagaan. Sistem infromasi manajemen penanggulangan bencana, dapat disajikan sebagai salah satu wadah yang berperan dalam pengkoordinasian tindakan tanggap darurat bencana. Dengan adanya koordinasi dan kerja sama yang baik antar lintas sektor diharapkan penanggulangan bencana dapat lebih terkoordinir dengan baik.



B. Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, disadari bencana alam khususnya di Indonesia sering terjadi hingga dengan saat ini yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya. Dampak tersebut seharusnya dapat dihindari jika bencana tersebut dideteksi lebih awal sebelum dan tidak kalah penting ketika bencana terlanjur terjadi adalah penananganan paska bencana yang tepat, cepat dan berkesinambungan. Informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat diperlukan bagi manajemen dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam lingkup bencana. Sebuah jalur informasi yang efisien dan sistematis berbasis teknologi sangat diperlukan pada saat terjadinya bencana dengan tujuan mendapatkan informasi yang sahih. Informasi yang sahih diperlukan untuk membantu penanganan bencana yang menghendaki kecepatan dalam membantu korban, mendorong berbagai masyarakat ikut andil dalam memberikan bantuan.



C. Tujuan 1. Mengetahui definisi bencana 2. Mengetahui jenis bencana 3. Mengetahui manajemen sistem informasi pada bencana 4. Mengetahui sistem informasi dalam bencana alam dengan teknologi 5. Mengetahui contoh manajemen informasi penanggulangan bencana tsunami inatews (indonesia tsunami early warning system)



2



BAB II ISI



A. DEFINISI BENCANA Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana, dikemukakan, ”bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor nonalam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”. Sekretariat Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana atau International Strategy for Disaster Reduction - Perserikatan Bangsa-Bangsa (ISDR 2004), mendefinisikan bahwa bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit. Beberapa bencana alam terjadi tidak secara alami. Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam. B. JENIS BENCANA Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain: 1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. 3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan terror (UU RI, 2007). 3



C. MANAJEMEN SISTEM INFORMASI PADA BENCANA (PERMENKES tahun 2006) Upaya penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang mempunyai fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dalam lingkup “Siklus Penanggulangan Bencana” Disaster Management Cycle).



Siklus diatas dimulai pada waktu sebelum terjadinya bencana berupa kegiatan pencegahan, mitigasi (pelunakan/penjinakan dampak) dan kesiapsiagaan. Kemudian pada saat terjadinya bencana berupa kegiatan tanggap darurat dan selanjutnya pada saat setelah terjadinya bencana berupa kegiatan pemulihan dan rekonstruksi (Nick Carter, 1991), maka upaya penanggulangan bencana harus didukung oleh suatu sistem informasi yang memadai. Sistem ini diharapkan mampu untuk: a. Meningkatkan kemampuan perencanaan penanggulangan bencana bagi semua mekanisme penanngulangan bencana, baik pada tingkat pusat maupun daerah pada semua tahapan penanggulangan bencana. b. Mendukung pelaksanaan pelaporan kejadian bencana secara cepat dan tepat, termasuk di dalamnya proses pemantauan dan perkembangan kejadian bencana; dan c. Memberikan informasi secara lengkap dan aktual kepada semua pihak yang terkait dengan unsur-unsur penanggulangan bencana baik di Indonesia maupun negara asing melalui fasilitas jaringan global. Sistem Informasi adalah kumpulan modul atau komponen yang dapat mengumpulkan, mengelola, memproses, menyimpan, menganalisa dan mendistribusikan informasi untuk tujuan tertentu (Turban wt al. 1997). 4



Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial, dan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporanlaporan yang diperlukan. (Robert A. Leitch/K. Roscoe Davis,1983). 1. JENIS INFORMASI DAN WAKTU PENYAMPAIAN A. Pra Bencana Jenis informasi yang dibutuhkan pada tahap pra bencana meliputi: a. Peta daerah rawan bencana b. Data sumber daya:tenaga, dana, sarana dan prasarana c. Informasi dikumpulkan setahun sekali pada bulan juli – agustus (format sesuai from kesiapsiagaan). B. Saat dan Pasca Bencanan 1. informasi pada awal terjadinya bencana Informasi yang dibutuhkan pada awal terjadinya bencana (Form B-1 dan B-4) disampaikan segera setelah kejadian awal diketahui, meliputi: a. Jenis bencana dan waktu kejadian bencana yang terdiri dari tanggal, bulan, tahun serta pukul berapa kejadian tersebut terjadi. b. Lokasi bencana yang terdiri dari desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi bencana terjadi. c. Letak geografis dapat diisi di pegunungan, pulau/kepulauan, pantai dan lainlain d. Jumlah korban yang terdiri dari korban meninggal, hilang, luka berat, luka ringan dan pengungsi. e. Lokasi pengungsian f. Akses ke lokasi bencana meliputi akses dari: - Kabupaten/kota ke lokasi dengan pilihan mudah/sukar, waktu tempuh berapa lama dan sarana transportasi yang digunakan - Jalur komunikasi yang masih dapat digunakan - Keadaan jaringan listrik - Informasi tanggal dan bulan serta tanda tangan pelapor dn lokasinya. 2. informasi penilaian kebutuhan cepat Penilaian kebutuhan cepat penanggulangan krisi akibat bencana dilakukan segera setelah informasi awal diterima. Informasi yang dikumpulkan (from B-2) meliputi: 5



a. Jenis bencana dan waktu kejadian bencana b. Tingkat keseriusan dari bencana tersebut c. Tingkat kelayakan, yaitu luar dari dampak yang ditimbulkan dari bencana tersebut d. Kecepatan perkembangan, misalnya konflik antar suku di satu daerah, bila tidak cepat dicegah maka dpat dengan cepat meluas atau berkembang ke daerah lain. e. Lokasi bencana terdiri dari dusun, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. f. Letak geografis terdiri dari pegunungan, pantai, pulau/kepulauan dan lain-lain g. Jumlah penduduk yang terancam h. Jumlah korban meningal, hilang, luka berat, luka ringan, pengungsi, lokasi pengungsian, jumlah korban yang dirujuk ke Puskesmas dan Rumah Sakit i. Jenis dan kondisi sarana kesehatan dibagi dalam tiga bagian yaitu informasi mengenai kondisi fasilitas kesehatan, ketersediaan air bersih, sarana sanitasi dan kesehatan lingkungan. j. Akses ke lokasi bencana terdiri dari mudah/sukar, waktu tempuh dan transportasi yang dapat digunakan k. Kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan di lokasi penampungan pengungsi. l. Kondisi logistik dan sarana pendukung pelayanan kesehatan m. Upaya penanggulangan yang telah dilakukan n. Bantuan kesehatan yang diperlukan o. Rencana tindak lanjut p. Tanggal bulan, dan tahun laporan, tanda tangan pelapor serta diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan 3. Informasi perkembangan kejadian bencana Informasi perkembangan kejadian bencana (from B-3) dikumpulkan setiap kali terjadi perkembangan informasi PK-AB. Informasi perkembangan kejadian bencana meliputi: a. Tanggal/bulan/tahun kejadian b. Jenis bencana c. Lokasi bencana d. Waktu kejadian bencana



6



e. Jumlah korban keadaan terakhir, terdiri dari: meninggal; hilang; luka berat; luka ringan; pengungsi; dan jumlah korban yang dirujuk f. Upaya penanggulangan yang telah dilakukan g. Bantuan segera yang diperlukan h. Rencan tindak lanjut i. Tanggal, bulan dan tahun laporan, tanda tangan pelapor serta diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan. 2. SUMBER INFORMASI Sumber informasi dari data/informasi yang dibuthkan untuk penanggulangan krisis adalah sebagai berikut: A. Pra Bencana (Form Kesiapsiagaan) Sumber informasi: a. Dinas kesehatan b. Rumah sakit c. Instansi terkait d. Puskesmas B. Pada Saat dan Pasca Bencana 1. Informasi pada awal kejadian bencana (Form B-1 dan B-4) Sumber informasi berasal: a. Masyarakat b. Sarana pelayanan kesehatan c. Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota d. Lintas sektoral Informasi disampaiakan melalui: a. Telpon b. Faksimili c. Telpon seluler d. Internet e. Radio komunikasi 2. Informasi penilaian kebutuhan cepat (Form B-2) Informasi dikumpulkan oleh Tim Penilaian Kebutuhan Cepat yang bersumber dari: a. Masyarakat b. Sarana pelayanan kesehatan 7



c. Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota d. Lintas sektoral Informasi disampaikan melalui: a. Telpon b. Faksimili c. Telpon seluler d. Internet e. Radio komunikasi 3. Informasi perkembangan kejadian bencana (Form B-3) Informasi disampaikan oleh institusi kesehatan di lokasi bencana (Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan) a. Masyarakat b. Sarana pelayanan kesehatan c. Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota d. Lintas sektoral Informasi disampaikan melalui: a. Telpon b. Faksimili c. Telpon seluler d. Internet e. Radio komunikasi



8



3. ALUR, MEKANISME PENYAMPAIAN INFORMASI A. Informasi Pra Bencana Informasi terintegrasi dengan sistem informasi yang sudah ada Bagan 1



B. informasi Saat Bencana 1. Bagan alur penyampaian informasi langsung Informasi awal tentang krisi pada saat kejadian bencana dari lokasi bencana langsung dikirim ke Dinas Kab/Kota atau Provinsi, maupun PPK Setjen Depkes dengan menggunakan sarana komunikasi yang paling memungkinkan pada saat itu. Informasi dapat disampaikan oleh masyarakat, untit pelayanan kesehatan dan lainlain. Unit penerima informasi harus melakukan konfirmasi. Bagan 2.



9



2. Alur penyampaian informasi penilaian kebutuhan cepat secara berjenjang Informasi penilaian kebutuhan cepat disampaikan secara berjenjang mulai dari institusi kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke Depkes melalui PPK dan di laporkan ke Mentri Kesehatan. Alur informasi dapat dilihat pada bagan berikut ini: Bagan 3



3. Alur penyampaian informasi perkembangan PK-AB Informasi perkembangan disampaikan secara berjenjang mulai dari institusi kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke Depkes melalui PPK dan dilaporkan ke Mentri Kesehatan.



10



Bagan 4



a. Tingkat Puskesmas - Menyampaikan informasi pra bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota - Menyampaiakan informasi rujukan ke RS Kabupaten/Kota bila diperlukan - Menyampaikan



informasi



perkembangan



bencana



ke



Dinas



Kesehatan



Kabupaten/Kota b. Tingkat Kabupaten/Kota - Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi awal bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi - Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan penilaian kebutuhan pelayanan di lokasi bencana - Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaiakn laporan hasil penilaian kebutuhan pelayanan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan memberi respon ke Puskesmas dan RS Kabupaten/Kota - Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan



informasi perkembangan



bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi - RS Kabupaten/Kota menyampaikan informasi rujukan dan perkembangannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS Provinsi bila diperlukan c. Tingkat Provinsi - Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan informasi awal kejadian dan perkembangannya ke Depkes melalui PPK 11



- Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian kebutuhan pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota - Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan laporan hasil kajian ke PPK dan memberi respon ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS Provinsi - RS Provinsi menyampaikan informasi rujukan dan perkembangannya ke Dinas Kesehatan Provinsi dan RS Rujukan Nasional bila diperlukan d. Tingkat Pusat - PPK menyampaikan informasi awal kejadian, hasil kajian penilaian kebutuhan pelayanan dan perkembangannya ke Sekertaris Jendral Depkes, Pejabat Eselon I dan Eselon II terkait serta tembusan ke Mentri Kesehatan - PPK melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian kebutuhan pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi - Rumah sakit umum Pusat Nasional menyampaikan informasi rujukan dan perkembangannya ke PPK bila diperlukan - PPK beserta unit terkait di lingkungan Depkes merespons kebutuhan pelayanan kesehatan yang diperlukan. Bagan 5 Mekanisme penyampaian informasi



4. MEKANISME KERJA INFORMASI Informasi yang dikumpulkan oleh Pos Informasi adalah informasi yang terkait dengan bencana baik pada tahap pra bencana, tahap saat bencana maupun tahap pasca bencana. Informasi tersebut dapat berasal dari lingkungan jajaran kesehatan, lintas sektor, media dan masyarakat. 12



A. Pra Bencana Informasi yang dikumpulkan pada saat pra bencana adalah : a. Informasi sumber daya baik tenaga, dana, sarana dan prasarana dalam rangka penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana (Form Kesiapsiagaan pada Pedoman Sistem Informasi Penangggulangan Krisis Akibat Bencana). Informasi tersebut



bersumber



dari



Puskesmas,



Rumah



Sakit,



Dinas



Kesehatan



Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi. b. Informasi dari lintas sektor terkait, misalnya meteorologi dan geofisika dalam rangka penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang disebabkan oleh fenomena cuaca dan iklim (prakiraan cuaca harian/mingguan, prakiraan hujan bulanan dan prakiraan musim hujan/kemarau) serta informasi gempa bumi dan tsunami yang bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. c. Informasi nomor telepon, faksimili (kantor dan rumah) serta nomor telepon genggam/mobile dari petugas yang telah ditunjuk untuk bertanggung jawab dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana baik dari lintas program maupun lintas sektor untuk membangun jaringan informasi dan komunikasi ( contact person). Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan lintas sector yang terkait dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian dilakukan pengolahan , dengan melakukan : a. Penyusunan tabel bencana. b. Penyusunan peta daerah rawan krisis kesehatan akibat bencana. c. Penyusunan buku profil penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang berisi informasi tentang sumber daya baik tenaga, dana, sarana dan prasarana dalam rangka penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain. d. Penyusunan buku informasi penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang pernah terjadi. e. Pembuatan website. f. Pembuatan peta jalur evakuasi sarana kesehatan pada daerah rawan bencana (ring 1, ring 2 dan ring 3) Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk lebih memudahkan penyampaian informasi ke seluruh



13



pengguna yang membutuhkan informasi secara cepat dengan biaya yang relatif murah. B. Saat Bencana Informasi yang dikumpulkan pada saat bencana adalah a. Informasi awal penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain (Form B1 dan B4 pada Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana). b. Informasi perkembangan penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain (Form B2 pada Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana). Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, instansi terkait, masyarakat, media cetak dan media elektronik. Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah, dengan melakukan : a. Penyusunan laporan awal penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. b. Penyusunan laporan perkembangan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Sesuai



dengan



kebutuhan



akan



informasi,



pemantauan



dan



pelaporan



penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dapat dilakukan sesering mungkin. Semua data dan informasi yang didapatkan akan menjadi landasan dalam pengambilan langkah dan strategi penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Pemantauan ini terus berlangsung hingga penangulangan krisis kesehatan akibat bencana dapat ditangani terutama pada masa tanggap darurat. Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan memanfaatkan teknologi informasi/elektronik untuk lebih memudahkan penyampaian informasi ke seluruh pengguna yang membutuhkan informasi secara cepat dengan biaya yang relatif murah dengan membuat Media Center di Pos Informasi. C. Pasca Bencana Informasi yang dikumpulkan pada saat pasca bencana adalah : a.



Informasi



pemulihan/rehabilitasi



dan



pembangunan



kembali/rekonstruksi



sarana/prasarana kesehatan yang mengalami kerusakan b. Informasi upaya pelayanan kesehatan (pencegahan KLB, pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi), kegiatan surveilans epidemiologi, promosi kesehatan dan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di tempat penampungan pengungsi maupun lokasi sekitarnya yang terkena dampak.



14



c. Informasi relawan, kader dan petugas pemerintah yang memberikan KIE kepada masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma dan memberikan konseling pada individu yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma. d. Informasi pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang. e. Informasi rujukan korban yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal dan membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau penanggulangan lebih spesifik. Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah, dengan melakukan : a.



Penyusunan



informasi



dengan



program



terkait



dalam



rangka



upaya



pemulihan/rehabilitasi dan pembangunan kembali/rekonstruksi sarana/prasarana kesehatan yang mengalami kerusakan. b. Penyusunan informasi dengan program terkait dalam upaya pelayanan kesehatan (pencegahan KLB, pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi), kegiatan surveilans epidemiologi, promosi kesehatan dan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di tempat penampungan pengungsi maupun lokasi sekitarnya yang terkena dampak. c. Penyusunan informasi dengan program terkait tentang upaya relawan, kader dan petugas pemerintah yang memberikan KIE kepada masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma dan memberikan konseling pada individu yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma. d. Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang. e. Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya rujukan korban yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal dan membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau penanggulangan lebih spesifik. Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk lebih memudahkan penyampaian informasi ke seluruh pengguna yang membutuhkan informasi secara cepat dengan biaya yang relatif murah.



15



5. LEMBAGA YANG BERPERAN DALAM PENYAMPAIAN INFORMASI Lembaga-lembaga yang berperan dalam mata rantai peringatan dini ini berkewajiban untuk segera memberikan konfirmasi (secara manual) bahwa mereka telah menerima berita peringatan dini yang telah dikirimkan oleh BMKG. Konfirmasi ini dilatihkan melalui penerimaan berita gempabumi. Pihak-pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami mempunyai peran dan tanggung jawab masing-masing. a. BMKG Lembaga ini menjadi penyedia berita peringatan dini tsunami di Indonesia. BMKG menyampaikan berita gempabumi, berita peringatan dini tsunami, dan saran untuk tindak lanjut di daerah yang terancam tsunami kepada pihak lain dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami. b. BNPB BNPB berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. BNPB membantu menyebarluaskan



peringatan



dini



tsunami



dan



saran



kepada



Badan



Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Selain itu, BNPB berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan darurat, setelah ancaman tsunami berakhir. c. Pemda Pemerintah



daerah



(pemda)



berkewajiban



untuk



menindaklanjuti



berita



gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. Pemda adalah satusatunya pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami yang mempunyai wewenang serta tanggung jawab memutuskan dan mengumumkan status evakuasi secara resmi berdasarkan informasi dari BMKG. Berdasarkan UU 24/2007 pasal 46 dan 47; PP 21/2008 pasal 19 dan Perka BNPB 3/2008 khususnya di dalam Bab 2 yang menyebutkan bahwa pemda bertanggung jawab untuk segera dan secara luas mengumumkan arahan yang jelas dan instruktif untuk membantu penduduk dan pengunjung di daerah tersebut bertindak cepat dan tepat terhadap ancaman tsunami. d. TNI TNI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. TNI ikut berperan dalam usaha menyebarluaskan berita gempabumi atau berita peringatan dini tsunami 16



khususnya di tingkat daerah. Bila status evakuasi diumumkan, TNI dapat mendukung proses evakuasi masyarakat. TNI berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan darurat, setelah ancaman tsunami berakhir. e. POLRI POLRI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. POLRI ikut berperan serta dalam usaha menyebarluaskan berita gempabumi atau berita peringatan dini tsunami khususnya di tingkat daerah. Bila status evakuasi diumumkan, POLRI dapat mendukung proses evakuasi masyarakat. POLRI berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan darurat, setelah ancaman tsunami berakhir. f. Stasiun TV dan radio Stasiun TV dan radio di tingkat nasional atau daerah (milik pemerintah dan swasta) wajib menyiarkan berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. Hal ini berdasar pada UU 31/2009 pasal 34 dan Permenkominfo 20/2006 pasal 1 - 5. Stasiun TV dan radio merupakan pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami yang mempunyai akses langsung dan cepat kepada publik. Stasiun TV dan radio berkewajiban untuk segera menangguhkan siaran yang sedang berlangsung dan menyiarkan peringatan dini tsunami dan saran yang diterima dari BMKG kepada pemirsa dan pendengar. g. Masyarakat berisiko Masyarakat berisiko berhak mendapatkan informasi tentang ancaman tsunami serta arahan instruktif yang memungkinkan orang-orang yang terancam bencana bertindak secara tepat dan cepat. Masyarakat bertanggung jawab untuk siap menyelamatkan diri dari ancaman gempabumi dan tsunami. Individu dan lembaga masyarakat wajib meneruskan informasi serta arahan yang benar kepada orang lain. Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI), Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) dan Search and Rescue (SAR) ikut beperan dalam penyebaran berita gempabumi, berita peringatan dini tsunami, serta saran yang disampaikan oleh BMKG.



17



h. Penyedia layanan selular Penyedia layanan selular merupakan salah satu bagian dari mata rantai penyebaran berita gempabumi dan peringatan dini tsunami melalui moda SMS. Penyedia layanan ini berkewajiban meneruskan berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami dari BMKG ke para pengguna ponsel yang sudah terdaftar. Secara internal penyedia layanan ini juga harus memberikan prioritas yang lebih tinggi untuk pengiriman SMS dari BMKG daripada SMS pada umumnya, seperti SMS perorangan. Dengan demikian, dalam situasi di mana arus SMS padat, SMS dari BMKG akan didahulukan dalam antrian untuk sampai ke pengguna. Selain itu juga mereka wajib menjaga agar server untuk layanan ini tetap beroperasi dengan terus menerus dan dalam kondisi baik. Semua layanan ini tidak dipungut biaya. i. Pengelola hotel Pengelola hotel berkewajiban untuk menyelamatkan para tamu yang menginap di hotel tersebut, berkunjung ke hotel tersebut, dan masyarakat yang berada di sekitar hotel tersebut. Pengelola hotel bertanggung jawab untuk menyiapkan segala prosedur dan rencana tindak untuk keadaan darurat gempabumi dan tsunami melalui langkah-langkah sebagai berikut: membuat mekanisme penerimaan peringatan dini dari BMKG atau Pusdalops atau BPBD; memberikan informasi yang lengkap pada para tamu mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan pada saat darurat tsunami; serta menyiapkan tempat evakuasi sementara dan rambu evakuasi baik di dalam bangunan hotel maupun di luar bangunan (evakuasi dalam bangunan hotel harus memenuhi persyaratan bangunan tahan gempabumi dan tsunami dan memiliki ketinggian melebihi perkiraan tinggi tsunami di daerah tersebut). Apabila para tamu hotel harus melakukan evakuasi ke luar dari hotel, maka pengelola hotel berkewajiban memberikan informasi yang lengkap kepada para tamu lokasi tempat evakuasi sementara dan membimbing para tamu menuju tempat evakuasi pada saat darurat tsunami.



D. SISTEM INFORMASI DALAM BENCANA ALAM DENGAN TEKNOLOGI 1. Sistem Informasi Geografi (SIG) Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang dan diaplikasikan untuk memperoleh, menyimpan, menganalisa dan mengelola data yang terkait dengan atribut, yang mana secara spasial mengacu pada keadaan bumi. SIG mengintegrasikan operasi – operasi umum database, seperti 18



membuat query interaktif, menganalisa informasi spasial dan statistik serta mengedit data. Ilmu informasi geografis adalah ilmu yang mengkombinasikan antara penerapan dengan sistem. Teknologi sistem informasi geografi dapat dipakai diantaranya adalah investigasi teknis, manajemen sumber daya, manajemen asset, kajian dampak lingkungan, perencanaan wilayah, kartografi dan jalur kedaruratan bencana. Sebagai contoh, SIG membantu perencanaan kedaruratan untuk mempermudah perhitungan respon kedaruratan pada saat terjadinya bencana alam, atau SIG dapat dipakai untuk menemukan tanah basah, ladang perkebunan yang diperlukan untuk melindungi dari bahaya polusi. Bencana alam termasuk kekeringan, gempabumi, tanah longsor, kerusakan lingkungan, bencana akibat aktivitas penambangan dan angin puting beliung, yang menyebabkan dampak yang merusak pada berbagai aktivitas atau kepemilikan. Perkiraan dan keandalan untuk mengelola berbagai bahaya adalah bagian yang integral dalam keseluruhan manajemen sumber daya alam. Penggunaan SIG sangat bermanfaat untuk membantu dalam menentukan lokasi – lokasi strategis yang aman karena data yang diperoleh secara up to date telah memasukkan berbagai faktor yang terkait dengan bencana.. Hal itu hendaknya dapat di integrasikan dalam suatu sistem mitigasi terhadap bahaya bencana alam yang dapat mempengaruhi keselamatan masyarakat. a. Proses Manajemen Bencana dengan SIG Aturan



yang



dikembangkan



termasuk



cara



yang



diambil



dalam



mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dan sejumlah keahlian tergambarkan dari berbagai area yang berbeda. SIG dapat bertindak sebagai antar muka antara semua ini dan dapat mendukung semua fase siklus manajemen bencana. SIG dapat diterapkan untuk melindungi kehidupan, kepemilikan dan infrastuktur yang kritis terhadap bencana yang ditimbulkan oleh alam; melakukan analisis kerentanan, kajian multi bencana alam, rencana evakuasi dan`perencanaan tempat pengungsian, mengerjakan skenario penanganan bencana yang tepat sasaran, pemodelan dan simulasi, melakukan kajian kerusakan akibat bencana dan kajian keutuhan komunitas korban bencana. Karena SIG adalah teknologi yang tepat guna yang secara kuat merubah cara pandang seseorang secara nyata dalam melakukan analisis keruangan. SIG menyediakan dukungan bagi pemegang keputusan tentang analisis spasial/keruangan dan dalam rangka untuk mengefektifkan biaya. SIG tersedia 19



bagi berbagi bidang organisasi dan dapat menjadi suatu alat yang berdaya guna untuk pemetaan dan analisis. Gambar 2 berikut menjelaskan penggunaan SIG pada semua fase siklus manajemen bencana.



Bagan 6: SIG dalam semua fase siklus bencana



Pengindaran



bencana



dapat



dilakukan



sedini



mungkin



dengan



mengidentifikasi risiko yang ditimbulkan dalam suatu area yang diikuti oleh identifikasi kerentanan orang-orang, hewan, struktur bangunan dan asset terhadap bencana. Pengetahuan tentang kondisi fisik, manusia dan kepemilikan lainnya berhadapan dengan resiko adalah sangat mendesak. SIG berdasarkan pemetaan tematik dari suatu area kemudian di tumpangkan dengan kepadatan penduduk, struktur yang rentan, latar belakang bencana, informasi cuaca dan lain-lain akan menentukan siapakah, apakah dan yang mana lokasi yang paling beresiko terhadap bencana. Kapabilitas SIG dalam pemetaan bencana dengan informasi tentang daerah sekelilingnya membuka trend gerografi yang unik dan pola spasial yang mana mempunyai kejelasan visual, adalah lebih dapat dipahami dan membantu mendukung proses pembuatan keputusan. Daerah yang paling rentan terhadap bencana menjadi prioritas utama dalam melakukan tindakan mitigasi. Semua langkah-langkah yang diambil bertujuan untuk 20



menghindari bencana ketika diterapkan, langkah yang berikutnya adalah untuk bersiap-siap menghadapi situasi jika bencana menyerang. Akibatnya bagaimana jika atau pemodelan kapabilitas SIG telah memberi suatu gagasan yang ideal tentang segala sesuatu yang diharapkan. SIG untuk kesiapsiagaan bencana adalah efektif sebagai sarana untuk menentukan lokasi sebagai tempat perlindungan di luar zone bencana, mengidentifikasi rute pengungsian alternatif yang mendasarkan pada skenario bencana yang berbeda, rute terbaik ke rumah sakit di luar zona bencana itu, spesialisasi dan kapasitas rumah sakit dan lain lain. SIG dapat memberikan suatu perkiraan jumlah makanan, air, obat - obatan/kedokteran dan lain-lain misalnya untuk penyimpanan barang . Penggunaan SIG dalam rentang manajemen resiko bencana dari pembuatan Basis data, inventori, overlay SIG yang paling sederhana hingga tingkat lanjut, analisis resiko , analisis untung rugi, statistik spasial, matriks keputusan, analisis sensitivitas, proses geologi, korelasi, auto korelasi dan banyak peralatan dan algoritma untuk pembuatan keputusan spasial yang komplek lainnya.



b. Analisis Manajemen Risiko Bencana Basis Data Kebencanaan raining Informasi tentang kejadian bencana alam dikumpulkan dalam suatu form basis data yang merekam semua data kebencanaan yang mengkolaborasikan data yang diperoleh dari artikel yang dipublikasikan dalam harian surat kabar, majalah dan juga rekaman data dari Bakornas Penanggulangan bencana, BMKG, kementrian kesehatan dan juga beberapa data yang diperoleh dari Direktorat Geologi dan Vulkanologi. Dengan basis data tertentu, proyek penangulangan bencana dapat ditetapkan dengan baik dan terencana yang dapat diakses keseluruh dunia, nasional maupun regional. Termasuk data non teknis (nongeologi) sumber - sumber yang melaporkan kejadian bencana dari sudut penilaian non-geologi dengan tujuan pada pelaporan yang beorientasi pada dampak yang ditimbulkan. Meskipun demikian basis data menyampaikan informasi paling tidak tentang lokasi bencana, tipe bencana, waktu kejadian, analisis hubungan antar keruangan dan temporal dari kejadian bencana. Dalam penyusunan basis data kebencanaan ini beberapa hal yang akan dicapai meliputi: 1) Informasi Kepada Publik Kelompok basis data yang merekam sumber informasi seproduktif mungkin sehingga akan dengan mudah untuk menelaah kembali 21



darimana sumber informasi diperoleh, termasuk informasi itu sendiri yang disajikan dalam format gambar atau peta dalam basis data. 2) Informasi lokasi kejadian Kelompok basis data yang penting menyampaikan informasi tentang penempatan peristiwa/resiko yang alami. Mereka meliputi kode bidang administratif dan koordinat geografi. 3) Informasi tipe kejadian Kelompok basis data yang penting menyampaikan informasi tentang karakteristik kejadian bencana berdasarkan tipe bencana, ukuran bencana, dan waktu kejadian.



c. Pemetaan Sistem Informasi Manajemen Logistik dalam Penanggulangan Bencana Alam Pengelolaan sistem logistik dalam penanggulangan bencana adalah suatu pendekatan terpadu dalam mengelola barang bantuan penanggulangan bencana. Aktivitas pengelolaan sistem logistik bencana alam dimulai dengan pemilihan komoditas, pendekatan ini antara lain mencakup pencarian sumber, pengadaan, jaminan kualitas, pengemasan, pengiriman, pengangkutan, penyimpanan di gudang, pengelolaan inventori, dan asuransi. Aktivitas ini melibatkan banyak pelaku yang berbeda tetapi semua kegiatan yang dilakukan oleh setiap pelaku harus terkoordinasi. Dengan demikian, peran sistem informasi menjadi sangat penting agar aktivitas tanggap darurat dan penanggulang bencana dapat dilakukan dengan secepat dan setepat mungkin, sehingga perlu dirancang sebuah sistem informasi manajemen logistik untuk penanggulangan bencana. Hal



penanggulangan



bencana



adalah



Badan



Koordinasi



Nasional



Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang disingkat BAKORNAS PBP yang merupakan wadah yang bersifat non struktural bagi penanggulangan bencana yang berada di bawah Presiden dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Tugas Bakornas PBP adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan kebijaksanaan penanggulangan bencana dan memberikan pedoman



atau



pengarahan



serta



mengkoordinasikan



kebijaksanaan



penanggulangan bencana baik dalam tahap sebelum, selama maupun setelah bencana terjadi secara terpadu. 2) Memberikan pedoman dan pengarahan garisgaris kebijaksanaan dalam usaha penanggulangan bencana, baik secara preventif, represif maupun rehabilitatif yang meliputi pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi dan 22



rekonstruksi. Untuk melaksanakan tugasnya, Bakornas– PBP dibantu oleh Satkorlak PB dan Satlak PB. SATKORLAK PBP (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi) adalah wadah organisasi non struktural yang mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan penanggulangan bencana yang terjadi di Daerah/Propinsi, di ketuai oleh Gubernur dan bertanggung jawab kepada Ketua BAKORNAS PBP, tugasnya adalah melaksanakan koordinasi dan pengendalian kegiatan penanggulangan



bencana



di



daerahnya



dengan



berpedoman



kepada



kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh BAKORNAS PBP, baik pada tahap sebelum, pada saat, maupun sesudah bencana terjadi, yang mencakup kegiatan pencegahan,



penjinakan,



penyelamatan,



rehabilitasi



dan



rekonstruksi.



Sedangkan SATLAK PBP bertugas melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi di wilayahnya dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh BAKORNAS PBP dan/atau SATLAK PBP yang meliputi tahaptahap sebelum, pada saat dan sesudah terjadi bencana serta mencakup kegiatan pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Struktur data dan informasi dari Bakornas– PB ini adalah seperti tampak pada Gambar 8, pada gambar tersebut terdapat informasi dominan pada setiap level, semakin kebawah maka informasi akan semakin dominan informasi yang bersifat primer.



Bagan 7: Struktur data & informasi Bakornas PB (Sumber: Bakornas Penanganan Bencana (2007) 23



Struktur rantai suplai Bakornas PBP bila didekati dengan struktur rantai suplai standar untuk perusahaan atau manufaktur pada umumnya adalah seperti tampak pada Gambar dibawah ini :



Bagan 8 : Struktur Rantai Suplai Bakornas PB Berdasarkan Gambar di atas tanda panah pada gambar menunjukkan arah aliran barang dan informasi. Aliran barang untuk manufaktur bergerak dari sumber menuju ke pengguna/konsumen dengan melalui beberapa rantai, yaitu manufaktur, pusat distribusi, pengecer, baru kemudian sampai pada pengguna/konsumen, untuk aliran barang pada kasus penanggulangan becana, aliran barang berawal dari penyumbang baik dalam maupun luar negri, kemudian disampaikan ke Bakornas PBP, lalu dikirimkan ke satkorlak PBP dan seterusnya. Sedangkan aliran informasi bergerak sebaliknya, aliran informasi yang dimaksud dalam kasus bencana adalah informasi mengenai kebutuhan barang bantuan, baik dari segi jumlah, jenis maupun waktu pemenuhan kebutuhannya. Aliran informasi ini bergerak dari wilayah bencana, kemudian naik ke satlak PBP, lalu ke Satkorlak PBP, kemudian Bakornas mengumumkan kebutuhan barang tersebut kepada para penyumbang, agar informasi yang disampaikan ini menjadi dasar untuk menentukan jenis dan jumlah barang bantuan yang akan diberikan dan dikirimkan ke wilayah bencana. Aktivitas penerimaan dan pengiriman barang bantuan yang dilakukan mengikuti prosedur penerimaan dan pengiriman barang bantuan yang telah ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanganan Bencana (Bakornas PB) seperti tampak pada Gambar berikut:



24



Bagan 9: Proses Penerimaan dan Pengiriman Barang Bantuan Sumber: Bakornas Penanganan Bencana (2007)



d. Penyebaran Informasi Proses penyebaran informasi harus dilakukan agar informasi bisa sampai pada pihak yang membutuhkan, terutama informasi mengenai status, jenis dan jumlah barang bantuan. Penerima barang bantuan harus diberi informasi mengenai: 1) jumlah dan jenis barang bantuan yang akan dibagikan. 2) rencana distribusi barang bantuan (hari, jam, lokasi, frekuensi) dan penyimpangan (jika ada) yang diakibatkan oleh kondisi eksternal. 3) kualitas gizi dari makanan yang didistribusikan, beserta aktivitas penanganan khusus untuk melindungi kandungan nilai gizi dari masingmasing makanan tersebut. 4) syarat-syarat untuk penanganan dan penggunaan komoditas pangan yang aman. 5) Informasi yang harus disebarkan pada aktivitas distibusi barang bantuan adalah: i. level stok, kedatangan stok yang diharapkan. ii. waktu pendistribusian barang bantuan yang harus dilakukan



25



PERAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KEPULAUAN RIAU Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai tugas :



a. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan merata; b. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan; c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana; d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanggulangan bencana; e. Melaksanakan menyelenggarakan penanggulangan bencana f. Melaporkan menyelenggarakan penanggulangan bencana kepada Gubernur sekurang-kurangnya setiap bulan sekali dalam keadaan normal dan setiap saat dalam keadaan darurat bencana; g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran bantuan uang dan barang; h. Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan dan belanja daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara da Sumber Dana Lain; dan i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.



Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai fungsi: a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat, tepat, efektif dan efisien; dan b. Koordinasi kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.



26



Tugas dan Fungsi Badan SAR Nasional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan, Badan SAR Nasional menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan, sehingga dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan SAR Nasional membentuk unit-unit struktural guna menunjang penyelenggaraan pencarian dan pertolongan sebagai tugas utama Badan SAR Nasional yaitu: 1. Biro Perencanaan dan Kerjasama Teknik Luar Negeri yang dalam menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana, program dan anggaran yang terkait dalam pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan serta membantu dalam hal pengurusan dokumen-dokumen dalam pelaksanaan tugas pencarian dan pertolongan ke luar negeri. 2. Biro Umum yang dalam menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan hubungan masyarakat serta keuangan yang terkait dengan pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan. 3. Biro Hukum dan Kepegawaian yang menunjang pelaksanaan tugas operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, koordinasi, penyusunan peraturan perundang-undangan dan kerjasama di bidang pencarian dan pertolongan. 4. Direktorat Sarana dan Prasarana yang dalam menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan dibidang sarana dan prasarana pencarian dan pertolongan, serta pelaksanaan pembinaan dan pengkoordinasian kesiapan sarana dan prasarana pencarian dan pertolongan yang terkait dengan pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan. 5.



Direktorat Bina Ketenagaan dan Pemasyarakatan SAR yang dalam menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan di bidang pendidikan dan pelatihan, dan pemasyarakatan SAR, serta melaksanakan pengkoordinasian dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, dan pemasyarakatan SAR yang terkait dengan pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan.



6.



Direktorat Operasi dan Latihan yang dalam menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan serta tindak awal yang terkait dengan pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan. 27



7.



Direktorat Komunikasi yang dalam menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan di bidang komunikasi serta pengoperasian dan pemeliharaan alat komunikasi yang terkait dengan pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan.



8.



Pusat Data dan Informasi yang dalam menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melakukan pembinaan dan pengembangan sistem informasi pencarian dan pertolongan, serta pelayanan data dan informasi yang terkait dalam pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan.



9.



Balai Pendidikan dan Pelatihan yang dalam menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melakukan pembinaan, pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia yang terkait dalam pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan.



28



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Sistem informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana meruakan hal yang sangat penting dan diperlukan dalam penyelesaian krisis yang timbul akibat terjadinya bencana. Sistem ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang tepat, cepat dan akurat sehingga dapat memenuhi kebutuhan untuk mengambil keputusan. Dukungan sistem informasi pasca terjadinya bencana alam sangat diperlukan untuk memperlancar proses identifikasi para korban, kerugian materi dan infrastruktur. Dukungan sistem tersebut juga dapat menjadi suatu pertimbangan pengambilan keputusan guna mengambil langkah-langkah rehabilitasi pasca terjadinya bencana. Sebuah jalur informasi yang efisien dan sistematis berbasis teknologi sangat diperlukan pada saat terjadinya bencana dengan tujuan mendapatkan informasi yang sahih. Informasi yang sahih diperlukan untuk membantu penanganan bencana yang menghendaki kecepatan dalam membantu korban, mendorong berbagai masyarakat ikut andil dalam memberikan bantuan.



B. Saran atau Rekomendasi Tahapan pelaporan informasi pada saat terjadi bencana menjadi permasalahan yang sering dihadapi pada saat terjadi bencana, informasi yang didapat dari lapangan seharusnya disampaikan langsung ke stake holder terkait guna mempercepat sampainya informasi serta penanganan yang tepat, baik itu kebutuhan darurat serta penanganan lainnya.



Diperlukan penyesuaian data dari informasi yang didapatkan dilapangan



sehingga tidak ada ketimpangan informasi dan data. Agar sistem informasi tersebut dapat diterima secara cepat, tepat dan akurat, maka harus dapat diakses dengan teknologi internet. Untuk mewujudkan sistem informasi bencana diperlukan sinkronisasi dengan SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan) dan data pemukiman seperti jumlah rumah, data infrastruktur dan data kawasan yang ada didaerah tersebut. Dari data tersebut nantinya dapat dibuat sistem informasi geografis yang memperlihatkan informasi sebelum dan sesudah terjadi bencana dengan melakukan overlay. Sehingga dapat ditentukan dengan tepat dan cepat jumlah kerugian jiwa, materi dan sarana-prasarana di daerah kejadian bencana.



29



DAFTAR PUSTAKA Ahyudin



(2005),



Peran



Masyarakat



Dalam



Penanganan



Bencana,



http://www.mpbi.org/pustaka/files/Makalah%20 Ahyudin.pdf. Aini, A. Sistem Informasi Geografi Pengertian dan Aplikasinya. STMIK AMIKOM Yogyakarta. Yogyakarta. (diakses tgl 7 Januari 2010) BMKG. 2012. Buku Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami InaTEWS – Edisi Kedua. www.bmkg.go.id Ernawati Fitrianingsih. 2012. Sistem Informasi Pendistribusian Bantuan Korban Bencana Alam Berbasis Web (Studi Kasus : Paguyuban Jalin Merapi). Amikom : Yogyakarta Haifani, A.M. 2008. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Mendukung Penerapan system Manajemen Resiko Bencana di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi – II, Universitas Lampung, Lampung. H. Assilzadeha,*, S.B. Mansora. Natural Disaster Data And Information Management System. Institute of Advanced Technology (ITMA), University Putra Malaysia, 43400 UPM, Serdang [email protected] , [email protected] Minnesota, 2000. Disaster Management Handbook, Pujiono (editor-2006), Piagam Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Respons Bencana, Proyek SPHERE, Grasindo. Risma Fadhilla Arsy. 2008. Pemanfaatan Citra ASTER Digital Untuk Estimasi dan Pemetaan Erosi Tanah Di Daerah Aliran Sungai Oyo Propinsi DIY. Tesis S2 UGM Yogyakarta.



30



Rienna Oktarina. 2008. Pemetaan Sistem Informasi Manajemen Logistik Dalam Penanggulangan Bencana Di Indonesia. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008) ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 21 Juni 2008 Sukojo, B.M. & Susilowati, D. 2003. Penerapan Metode Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Untuk Analisa Perubahan Penggunaan Lahan. Jurnal Makara Teknologi, Vol. 7, No.1. ITS Surabaya. UNDP-United Nations Development Programme, Mitigasi Bencana, Edisi ke-2, 1994. UNDP-United Nations Development Programme, Tinjauan Umum Manajemen Bencana, Edisi ke-2, 1992. UNDP-United Nations Development Programme, Disaster Assessment, 2 nd. Edition, 1994.



31