Mantiq Tanaqudh [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengertian Tanaqudh Posted by Jendela Dunia on Friday, 14 August 2015



A.



Pengertian Tanaqudh Tanaqudh secara bahasa yaitu berlawanan, sedang kan menurut istilah ahli mantiq tanaqudh adalah dua qodliyah yang berlawanan dilihat dari sisi positif dan negative (ijabah dan salibah)nya sehinga tang satu salah dan yang lainnya benar. (Muhammad Ma’sum Zaini al-Hasyimiy, MA. 2008. 112) Tanaqudh atau hukum kontradiksi ialah dua qadhiyah (kalimat) yang saling berlawanan secara positif dan negatif. Sehingga yang satu benar dan yang lainnya salah.[1] Menurut istilah mantiq yaitu berbedanya dua qadhiyah dipandang dari ijab (kepastian) dan salibah (tidak)nya dan kebenarannya.[2] Contoh:  A: Tiap-tiap besi adalah logam. Naqidnya (lawannya) B: Sebagian besi tidak logam. Maka, (A) benar, dan (B) salah.[3]  A: Durian itu buah. Naqidhnya (lawannya) B: Durian itu bukan buah. Maka, (A) benar, dan (B) salah.



Ada delapan syarat dua qadhiyah dikatakan tanaqudh, antara lain: 1. Kesamaan maudhu (subjek) Contoh tanaqudh yang salah: Muhammad sekolah dengan Ali tidak sekolah. Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan maudhu (subjek). 2.



Kesamaan mahmul (predikat) Contoh tanaqudg yang salah: Ali pergi ke kantor dengan Ali memasak ikan.[4] Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan mahmul (predikat).



3.



Kesamaan waktu Contoh tanaqudh yang salah: Fatimah mengaji sekarang dengan Fatimah tidak mengaji kemarin. Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan waktu.



4.



Kesamaan makan (tempat) Contoh tanaqudh yang salah: Aisya duduk di rumah dengan Aisyah tidak duduk di kantor.



Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan tempat. Kesamaan quwwab dan fi’il Contoh tanaqudh yang salah: Anggur ialah cuka dengan Anggur bukan cuka. Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan cara. Yang satu dibuat supaya menjadi, dan yang satu menjadi dengan sendirinya. 6. Kesamaan al-kulli dan juz’i (hal sebagian dan keseluruhan) Contoh tanaqudh yang salah: Orang Afrika putih sebagiannya dengan Orang tidak putih seluruhnya. Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan kuantitasnya. 5.



7.



Kesamaan asy-syarat (Isi syarat) Contoh tanaqudh yang salah: Ia akan berhasil jika ia bekerja keras dengan Ia tidak akan berhasil jika ia malas. Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan isi syarat pada dua qadhiyah.



8.



Kesamaan al-idhafah (sandaran) Contoh tanaqudh yang salah: Umar Abu Rani sehat dengan Umar Abu Rita tidak sehat. Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan sandaran.[5]



B.



Pembagian Tanaqudh Tanaqudh dapat dilakukan pada qadhiyah-qadhiyah sebagai berikut: 1. Tanaqudh Qadhiyah Hamliyah Tanaqudh qadhiyah hamliyah adalah tanaqudh dari rangkaian lafadz yang mengandung pengertian atau bisa disebut kalimat. Contoh penggunaan tanaqudh hamliyah ialah: Keterangan: Mujibah adalah kalimat positif, Salibah adalah kalimat negatif. Pada Syakhsiyah (Subjek merupakan orang) Itu Muhammad (Syakhsiyah Mujibah) Lawan Itu bukan Muhammad (Syakhsiyah Salibah) Pada Kulliyah (subjek lafadz kulli dan predikat melekat pada seluruh satuan subjek) dan pada Juz’iyah (subjek lafadz kulli dan predikat terdapat pada satuan subjek) Setiap yang tumbuh butuh makanan (Kulliyah Mujibah) Lawan Kadang-kadang tidak setiap yang tumbuh butuh makanan (Juz’iyah Salibah). Pada Juz’iyah dan Kulliyah Sebagian bangsa sudah merdeka (Juz’iyah Mujibah) Lawan Tiada satu pun bangsa sudah merdeka (Kulliyah Salibah).



Pada Muhmalah (subjek kulli, tapi belum tentu atau terdapat pada semua atau sebagian satuan subjek) dengan Kulliyah. Kelapa buah (Muhmalah Mujibah) Lawan Kelapa bukan buah (Kulliyah Salibah).[6] 2.



Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Muttashillah Tanaqudh qadhiyah syarthiyah muttashillah adalah tanaqudh pada rangkaian dua kalimat (qadhiyah) dimana kalimat satu (muqaddam) dan kalimat dua (tali) saling berkaitan, dirangkai menggunakan syarat: jika, kalau, betapapun, dan sebagainya. Contoh penggunaan Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Muttasillah adalah: Pada Makhshushah (Kalimat satu dan kalimat dua terdapat keterkaitan dalam waktu atau keadaan) Jika Amir rajin, ia akan berhasil. (Makhshushah Mujibah) Lawan Tidaklah, jika Amir rajin ia akan berhasil. (Makhshushah Salibah) Pada Kulliyah dan Juz’iyah Setiap kali bangsa bersatu pembangunan akan berhasil. (Kulliyah Mujibah) Lawan Tidaklah, setiap kali bangsa bersatu pembangunan akan berhasil. (Juz’iyah Salibah) Pada Juz’iyah dan Kulliyah Kadang-kadang jika murid rajin, ia mendapat hadiah. (Juz’iyah Mujibah) Lawan Tidak sama sekali, ia mendapat hadiah (Kulliyah Salibah) Pada Muhmalah dan Kulliyah Jika harga migas naik, pasaran internasional ramai. (Muhmalah Mujibah) Lawan Tidak sama sekali jika harga migas naik, pasaran internasional ramai. (Kulliyah Salibah)



3.



Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah Tanaqudh qadhiyah syarthiyah munfashilah adalah tanaqudh pada rangkaian dua kalimat dimana kalimat satu dengan kalimat dua tidak saling berkaitan. Masing-masing kalimat tersebut diikat dengan kata adakalanya.



Contoh Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah adalah: Pada Makhshushah Adakalanya Ali di kampus hari ini, atau di luar kampus. (Makhsushah Mujibah) Lawan Tidaklah adakalanya Ali di kampus hari ini, atau di luar kampus. (Makhshushah Salibah) Pada Kulliyah dan Juz’iyah Selamanya, adakalanya suatu berita benar atau salah. (Kulliyah Mujibah) Lawan



Kadang-kadang, adakalanya suatu berita benar atau salah. (Juz’iyah Salibah) Pada Juz’iyah dan Kulliyah Kadang-kadang, adakalanya sayur banyak di pasar, adakalanya sedikit. (Juziyah Salibah) Lawan Tidak sama sekali adakalanya sayur banyak di pasar, adakalanya sedikit. (Kulliyah Mujibah) Pada Muhmalah dan Kulliyah Adakalnya mobil berjalan, adakalanya berhenti. (Muhmalah Mujibah) Lawan Tidak sama sekali adakalanya mobil berjalan, adakalnya berhenti. (Kulliyah Salibah).



BAB III PENUTUP



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Kesimpulan Tanaqudh atau hukum kontradiksi ialah dua qadhiyah (kalimat) yang saling berlawanan secara positif dan negatif. Sehingga yang satu benar dan yang lainnya salah. Contoh: A: Tiap-tiap besi adalah logam. Naqidnya (lawannya) B: Sebagian besi tidak logam. Maka, (A) benar, dan (B) salah Ada delapan syarat dua qadhiyah dikatakan tanaqudh, antara lain: Kesamaan maudhu (subjek) Kesamaan mahmul (predikat) Kesamaan waktu Kesamaan makan Kesamaan quwwah dan fi’il Kesamaan al-kulli dan juz’i Kesamaan asy-syarat Kesamaan al-idhafah Tanaqudh dapat dilakukan pada qadhiyah-qadhiyah sebagai berikut: Tanaqudh Qadhiyah Hamliyah Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Muttashillah Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah. DAFTRA PUSTAKA Abd.Mu’in, Taib Thahir. 1981. Ilmu Mantiq (LOGIKA). Jakarta :Widjaya. Baihaqi A.K. 1996. Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika. Darul Ulum Press. Musthofa, Cholil Bisri. 1991. Ilmu Mantiq. Al-Ma’arif Offset.



[1] Taib Thahir Abd.Mu’in. Ilmu Mantiq (LOGIKA). Jakarta:Widjaya. 1981. hlm. 106 [2] Cholil Bisri Musthofa, Ilmu Mantiq. Al-Ma’arif Offset. 1991. hlm. 39 [3] Taib Thahir Abd.Muin. Op. Cit. hlm. 106 [4] Taib Thahir Abd.Muin. Ibid. hlm. 107 [5] Taib Thahir Abd.Muin. Ibid. hlm. 107 [6] Baihaqi A.K. Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika. Darul Ulum Press. 1996. Hal. 96.



artikel dan makalah fiqih, hadis, tafsir berlahuan ahlussunnah wal jamaah makalah fiqih,tafsir, hadis dll Sabtu, 04 Juni 2011



mantiq-sullamul munauroq Di Tulis Oleh Ahmad Faruq Ardianto.



‫انواع العلم الحادث‬ A. Hukum Mempelajari Ilmu Mantiq Hukum mempelajari ilmu mantiq ada tiga pendapat, yaitu : 1. Ibnu Shalah dan imam Nawawi menghukumi haram dalam mempelajari ilmu mantiq 2. Al-Ghozali (1059-1111 M) memperbolehkan bahkan menganjurkan untk mempelajari ilmu mantiq. 3. Menurut pendapat yan masyhur. Hukum mempelajari ilmu mantiq adalah boleh bagi seorang yang telah sempurna dan mengerti tentan alqur’an dan hadits. Selainnya tidak boleh



B. Pengertian dan Macam-Macam Ilmu Ilmu menurut ahli mantiq (logika) ialah hal yang mengetahui sesuatu yang majhul secara yaqin atau zhann (dugaan), sesuai dengan kenyataan atau tidak. Seperti contoh seseorang yang melihat bayangan dari arah jauh dan ia mengetahui bahwa dia adalah manusia, dia yaqin betul dan kenyataannya bayangan tersebut adalah manusia, maka pengetahuan (penemuan) orang itu disebut Ilmu (buah fikiran) yang pasti benar. Tetapi jika melihat bayangan tersebut hanya menduga dan



kenyataanya memang demikian, maka hal tersebut disebut ilmu zhann yang sesuai dengan kenyataan (benar). Ilmu itu dibagi menjadi dua, yaitu ; 1. Ilmu qodim Yaitu ilmu yang hanya dimiliki oleh allah SWT. Yaitu ilmu yang tidak terbatas. 2. Ilmu hadits (baru) yaitu ilmu yang dimiliki oleh manusia secara keseluruhan. Sedangkan buah dari adanya ilmu manusia itu terbagi menjadi dua bagian yaitu : a.



Tashawwur (konsepsi), yaitu memahami atau mengetahui lafazh mufrad (tunggal) seperti pemahaman seseorang terhadap arti lafazh : manusia, rumah, pohon dan burung.



b.



Tashdiq (persepsi), yaitu memahami atau mengetahui kenyataan ke-nisbat-an(satuan atau rangkaian satuan) seperti pemahaman bahwa air laut itu asin, langit tidak di bawah kita.



C. Pembagian ilmu hadits (ilmu manusia) 1. Ilmu Nazhari (spekulatif) adalah Ilmu yang membutuhkan ta’ammul (angan-angan, renungan, pemikiran atau analisa). 2. ilmu dharuri adalah Ilmu yang tidak membutuhkan ta’ammul (angan-angan, renungan, pemikiran atau analisa).



D. Definisi dan Hujjah Definisi menurut ahli Mantiq adalah lafazh yang memberikan kepahaman tentang makna lafazh mufrad (tashawwur/konsepsi). Contoh: Ibu menyuruh anaknya ke warung membeli lumpur. Si anak bingung buat apa lumpur, padahal lumpur adalah tanah. Setelah dijelaskan bahwa lumpur adalah kue maka sang anak langsung paham. Hujjah maksudnya adalah kias (silogisme), kias menurut istilah ahli Mantiq adalah lafazh yang memberi pengertian pada tashdiq. Contoh: Ungkapan alam raya ini berubah-rubah dan setiap yang berubah adalah makhluk, ungkapan ini mengantarkan pada kesimpulan Alam Raya adalah makhluk.



E. Macam-Macam Dalalah (penunjuk) Dalalah (penunjuk) adalah sesuatu yang dapat menunjukkan suatu pengertian. Dalalah dibagi menjadi dua, yaitu :







Dalalah lafdhiyah, ialah tanda yang berupa bentuk kata, misalnya: Rumah, menunjukkan bangunan tempat tinggal yang terdiri dari dinding (papan/tembok), tiang, atap, pintu dan lainnya.. Dalalah Lafdhiyah (tanda yang berupa kata) itu terbagi menjadi tiga macam, yaitu; o



Thabi’iyah, yaitu dalalah yang bersifat pembawaan, seperti suara ‘Aduh” (rintihan) menunjukkan sakit.



o



Aqliyyah, yaitu dalalah yang berdasarkan akal, seperti suara dalam ruangan menunjukkan ada orang di dalamnya



o



Wadh’iyyah, yaitu dalalah yang berdasarkan penetapan istilah, seperti es teh, menunjukkan minuman teh diberi es.







Dalalah Ghairu lafdhiyah, ialah yang bukan berbentuk kata, misalnya: Merah muda, menunjukkan malu. Dalalah Ghoiru Lafzhiyyah (tanda yang bukan berupa kata) terbagi menjadi tiga yaitu: o



Thabi’iyah, yaitu dalalah yang bersifat pembawaan, seperti, merah muda, menunjukkan malu.



o



Aqliyyah, yaitu dalalah yang bedasarkan akal seperti, perubahan tatanan barang-barang di dalam kamar menunjukkan adanya orang di dalam kamar.



o



Wadh’iyyah, yaitu dalalah yang berupa penetapan seperti, bendera setengah tiang menandakan berkabung



F.



Macam-Macam Dalalah Wadh’iyyah Di dalam Ilmu Mantiq Dalalah lafhdiyyah Wadh’iyyah itu ada tiga macam, yaitu:







Dalalah Muthabaqah (Denotasi lengkap), yaoitu apabila maknaya sepenuhnya selaras dengan arti lengkapnya. Seperti makna sapi pada kalimat “saya membeli sapi” yang dimaksud sapi disini keselurihan sapi secara makna dan arti.







Dalalah Tadhammun (Denotasi Implikasi), yaitu apabila makna yang dimaksudkan hanya sebagian saja dari arti penuhnya. Kalimat “saya membei sapi” yang di maksud disini hanyalah sebagian tubuh sapi.







Dalalah Iltizam (Dinotasi Inhern), yaitu apabila makna yang dimaksudkan adalah pengertian lain tetapi merupakan hal lazim yang ada pada kata tersebut seperti kalimat “saya menarik sapi”. Sapi dalam kalimat di sini pengertiannya adalah tali yang merupakan kelaziman bagi sapi pemelihara.



BAB II LAFAZH DAN PEMBAGIANNYA



A. Pembahasan Tentang Kata-Kata Kata adalah bunyi atau satuan yang mengandung arti tertentu. Sedangkan Kalimat adalah kesatuan kata yang mengandung pikiran yang sempurna atau lengkap. Kalimat dalam tata bahasa sama dengan proposisi (‫ )القضية‬dalam ilmu logika (‫)المنطق‬. Kata bisa disebut juga Terma atau logika, tetapi tidak semua dapat dianggap Terma meskipun setiap Terma terdiri dari kata. 1. Pembagian Kata Lafazh yang musta’mal (term) itu terbagi menjadi dua macam, yaitu; a. Murakkab (komposit), jika term itu terdiri dari lebih dari satu kata. Lafazh murakkab (term komposit) meskipun dari kata mempunyai arti sendiri-sendiri tetapi jika digabungkan hanya menjadi satu pengertian. Contoh; rumah sakit, kuda putih dll. b. Mufrad (simpel), jika term itu terdiri dari satu kata atau satu istilah. Contoh:Manusia, negara dll. 2. Pembagian Lafazh Mufrad



Lafzh Mufrad itu terbagi menjadi dua macam, yaitu : a. Kulliy (Universal) adalah term yang dapat dipergunakan bagi setiap anggota suatau kelas dengan arti yang sama. Contoh: Manusia, sekolah, hewan dll. b. Juz’iy (Partikuler), kebaikan kulliy, yaitu Term yang menunjukkan satu obyek saja. Contoh: Ahmad, Presiden Republik Indonesia pertama. 3. Pembagian Lafazh Mufrad Kulliy Kulliy (Term Simpel Universal) terbagi menjadi dua, yaitu: a.



Dzati (Substansional), yaitu jika pengertian dari Kulliy itu bagian dari hakekat Juz’i sebagiannya, seperti Hewan (Unsur Animalitas) dan Natiq (Unsur rasionalitas) dinisbatkan pada manusia. Manusia hakekatnya hewan (sebagian) dan manusia hakekatnya berfikir (sebagian). Hewan sebagian dari pengertian manusia. Manusia sama dengan hewan yang berfikir (seluruhnya).



b.



Aridhi (Accidental), yaitu jika pengertian dari Kulliy tidak termasuk dalam hakekat Juz’i (sebagian)nya. Seperti Gubernur dinisbatkan kepada Sutiyoso, Gubernur bukan termasuk nhakekat Sutiyoso, buktinya kalau Sutiyoso tidak jadi Gubernur maka lafazh Gubernur tidak bisa lagi dinisbatkan ke Sutiyoso.



4. Pembagian Kulliyyat (Klarifikasi) Kulliyat lima (Klasifikasi predicable) disebut juga Pradicabel. Pradicable adalah nama-nama jenis predikat dalam hubungannya dengan subyek. Menurut Prophyrius, predicable itu ada lima macam yaitu : 1. Jinsi (‫)الجنس‬, yaitu himpunan golongan-golongan yamng menunjukkan hakekat sesuatu yang berbeda tetapi terpadu oleh persamaan sifat, seperti term “Hewan” merupakan genus dan golongan, manusia merupakan species. Genus lebih umum daripada species. 2. Fashol (‫)الفصل‬, artinya perbedaan, yaitu suatu atribut atau kumpulan atribut-atribut yang membedakan suatu kelas/golongan/species dengan genus yang sama. Contih, Rasionalitas memisahkan manusia dari golongan-golongan hewan lain. 3. Ardh (‫)العرض‬, yaitu atribut yang bukan merupakan sebagian dari konotasi (hakekat) term dan tidak merupakan kelanjutan dari konotasi itu. Contoh, Hitam, bukan atribut kusus bagi manusia, tapi anggota lainpun memiliki atribut hitam, seperti hewan. 4. Nau’ (‫)النوع‬, yaitu kelompok dari (individu) yang menunjukkan hakekat kebersamaan bentuknya dan sifat-sifat tertentu yang membedakannya dengangan dari golongan lain. Contoh, Term manusia, setiap individu memperlihatkan persamaan bentuk yang membedakan adalah kemampuan berfikir. 5. Khosh (‫)الخاص‬, yaitu satu atribut atau kumpulan atribut tambahan yang dimiliki secara husus oleh setiap individu golongan. Seperti tertawa, bagi manusia tertawa bukanlah hakekat tapi itu kusus ada pada manusia, selain manusia tidak ada tertawa.



5. Pembagian jinis Jinis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Jins qorib (‫)الجنس القريب‬, ialah genus yang dibawahnya tidak terdapat genus lain, hanya ada kelaskelas, golongan-golongan dan di atasnya terdapat genus yang paling tinggi. Contoh, Term Hewan, di bawahnya sudah tidak ada genus lain. Al-Jins Al-Qarib ini disebut juga dengan Al-jins Al-Safil. 2. Jinis ba’id (‫) الجنس البعيد‬, ialah genus yang di atasnya tidak ad genus lain dan di bawahnya ada. Contoh, Al-Jauhar yaitu, jasad, jasad hidup dan hewan. Al-Jins Al-Ba’id disebut juga Al-Jins Al-‘Ali. 3. Jinis wasath (‫)الجنس الوسط‬, ialah genus-genus yang diatas dan bawahnya terdapat genus lain. Contoh, jasad hidup (An-Nami) diatas ada genus jasad di bawahnya ada genus hewan.



B. Hubungan Lafazh Dengan Arti a. Pembagian Lafazh Menurut Arti Lafazh Kulliy yang mencakup dari segi arti itu ada lima macam, yaitu : 1. Tawathu’ , yaitu lafazh yang mempunyai banyak arti yang semua arti itu sama, seperti Manusia. 2. Tasyakuk , ialah kata yang mempunyai banyak arti tetapi artinya tidak sama, seperti kata Cahaya. 3. Takhaluf , ialah suatu kata yang arinya tidak sama dengan kata lain atau sejumlah lafazh yang memiliki arti sendiri-sendiri, seperti, kata “Manusia” dan kata “Kuda”. 4. Musytarak , ialah suatu kata yang mempunyai arti lebih dari satu, seperti kata “Amat”, kata ini dapat bermakna sangat bisa juga nama orang. 5. Mutaradif , ialah sejumlah kata yang berbeda diartikan dengan pengertian yang sama, seperti kata adat, aturan, kebiasaan dan norma adalah satu arti. b. Pembagian Lafazh Murrakab Lafazh yang Murakkab secara sempurna disebut Kalimat, kalimat itu dibagi mnjadi dua macam, yaitu : 1. Thalab yang artinya permintaan. Ini dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Amar yang artinya perintah. b. Do’a yang artinya permohonan. c. Iltimas yang artinya permintaan atau harapan. 2. Kalimat berita disebut juga keterangan, proposi (‫ )قضية‬kalimat berita inilah yang menjadi obyek bahasan Ilmu Mantiq (Logika).



B.



Kulli-Kulliyyat dan Juz’i-Juziyyat







Al-Kull , artinya menentukan hukum atas sesuatu secara majmuk (umum, sebagian atau keseluruhan).







Al-Kulliyyah artinya menentukan hukum atas sesuatu secara keseluruhan satu persatu. Contoh :



- Tiap-tiap yang bernyawa pasti merasakan mati. - Tak satupun makhluk hidup kekal di dunia ini.







Al-Juz’i artinya menetapkan hukum atas suatu secara tidak keseluruhan tapi sebagian dari keseluruhan. Contoh :



- Sebagian pemuda Indonesia bekerja di luar negri. - Tak semua pemuda Indonesia bekerja di luar negri.







Al-Juziyyah, artinya satuan suatu yang yang dari satuan itu beserta satuan-satuan lainnya berbentuk Al-Kullu, seperti atap, dinding, lantai adalah bagian dari rumah.



C.



Definisi (ta’rif)



1. Pembagian definisi Definisi terbagi menjadi tiga macam, yaitu : a. Definisi Esensial ( ‫ ) الحد‬terbagi menjadi dua macam yaitu; Tam (lengkap) dan Naqish (tak lengkap).  Definisi Essensial Lengkap (‫ )الحد التام‬ialah definisi yang tersusun dari jenis (genus) terdekat dan sifat pembeda/differentia. Contoh: Manusia adalah hewan yang berakal.  Definisi Essensial tak Lengkap (‫ )الحد الناقص‬ialah definisi yang tersusun dari sifat pembeda/differentia saja atau tersusun dari pembeda/differentia dan jenis/genus jauh. Contoh: - Manusia adalah yang berfikir. Manusia adalah benda yang berfikir. b. Definisi Eksidentil (‫ )الرسمى‬juga terbagi menjadi dua yaitu Tam (lengkap) dan Naqish (tak lengkap).  Definisi Eksidental Lengkap (‫ )الرسمى التام‬ialah definisi yang tersusun dari jenis (genus) terdekat dan sifat kusus. Contoh: Manusia adalah hewan yang dapat membaca.  Definisi Eksidental tak Lengkap (‫ )الرسمى الناقص‬ialah definisi yang hanya menyebutkan sifat khusus dan jenis (genus) jauh. Contoh: Manusia adalah yang dapat tertawa. Manusia adalah benda yang dapat tertawa. c. Definisi Nominal (‫ )اللفظي‬yaitu menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum dimengerti. Contoh: Nirwana adalah Surga.



2. Syarat-syarat Definisi Syarat-syarat definisi harus dipenuhi agar tidak terdapat cacat pada definisi tersebut. Dalam definisi adakalanya istila mu’arrif “‫ ( ”معرف‬Definiens/definisi) dan mu’arraf “‫( ”معرف‬Definiendum/yang diberi definisi). Dalam kitab Sullam Munauraq disebutkan yarat-syarat yang dominan bagi orang yang akan membuat suatu definisi, yaitu:  Definisi harus mengandung semua dari yang ada pada Definiendum dan tidak memasukkan yang tidak terkandung pada Definiendum, maksudnya tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit.  Definisi harus lebih jelas (lebih umum) dari pada Definiendum, tidak sebaliknya.  Definisi harus tidak terdiri dari suatu yang sama dengan Definiendum dalam hal kesamaran.  Definisi harus tidak mengandung kiasan (majaz) dengan tanpa ada tanda.  Definisi tidak boleh menggunakan kata yang musytarak (homonim) yang tidak disertai tanda (qorinah).  Definisi tidak boleh dimasuki ketentuan hukum.  Definisi Essensial (Had) tidak boleh ada kata atau di dalamnya, tetapi dalam Definisi Eksidental boleh.



BAB III PROPOSISI DAN OPPOSISI



A.



Proposisi dan Hukum-Hukumnya



1. Pengertian Proposisi (Qadhiyyah) Qadhiyyah (Proposisi) adalah sebuah pernyataan kalimat yang mungkin benar dan mungkin salah ditinjau dari segi kalimat pernyataan itu sendiri. Qadhiyyah disebut juga Kalam. Proposisi terdiri dari tiga unsur, yaitu: Subyek (‫ )موضوع‬Predikat (‫ )محمول‬dan Kopula(‫ رابطة‬/ ‫)نسبة‬. Kopula adalah satu bagian proposisi yang merupakan suatau tanda yang menyatakan hubungan diantara Subyek dan Predikat. Contoh: semua manusia adalah bermoral, proposisi ini terdiri term semua manusiaadalah subyek, bermoral adalah predikat dan adalah dinamai Kopula. 2. Macam-macam Proposisi Proposisi (‫ )قضية‬itu terbagi menjadi dua macam, yaitu: Proposisi Kategoris dan Proposisi Kondisional. a.



Proposisi Kategoris (‫ )قضية حملية‬dan Pembagiannya



Yaitu pernyataan yang antara subyek dan predikat tidak terkait dengan suatu syarat. Contoh: Semua makhluk akan sirna. Muhammad adalah utusan Allah. Proposisi Kategoris (‫ )قضية حملية‬terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Proposisi Kategoris Universal (‫)قضية حملية كلية‬, yaitu proposisi katagori yang subyeknya mencakup semua yang dikandungnya. Contoh: Manusia adalah makhluk yang bernyawa.



Proposisi Kategoris Universal di bagi menjadi dua, yaitu: -



Definitif (‫سورة‬ ّ ‫ ) ُم‬ialah Qadhiyyah hamliyyah kulliyyah yang didahului oleh sur.



-



Indefinitif (‫ ) ُمهــملة‬ialah Qadhiyyah hamliyyah kulliyyah muhmalah yang tidak idahului oleh sur. Sur adalah kata yang menunjukkan kualitas subyek, adakalanya Kulli dan Juz’i.



b. Proposisi Kondisional (‫ )قضية شرطية‬dan Pembagiannya Yaitu proposisi yang hubungan antara subyek dan predikat terkait dengan syarat. Proposisi Kondisional itu terbagi menjadi dua yaitu : 1. Proposisi Kondisional Hipotetis (‫ )قضية شرطية متصلة‬ialah proposisi kondisional yang hubungan antara subyek dan predikat merupakan hubungan yang tetap. 2. Proposisi Kondisional Disjunktif (‫ )قضية شرطية منفصلة‬ialah proposisi kondisional yang memastikan adanya hubungan yang berlainan diantara dua unsur proposisi itu. Proposisi Kondisional dipandang dari segi pengantar dan pengiring terbagi menjadi tiga, yaitu: Mani’u Jami’, yaitu terlarang berkumpul antara pengantar (‫ )مقـدم‬dan pengiring (‫ )تالي‬dan tidak mungkin



1.



dapat bergabung, tapi boleh sepi keduanya. 2.



Mani’u Khuluwwin, yaitu terlarang (tiada) satu dengan yang lain, tapi boleh berkumpul keduanya.



3.



Mani’u Jum’in Wa Khuluwwin, yaitu terlarang sepi dari salah satunya dan terlarang pula bersatu. Bentuk proposisi dapat dirumuskan menjadi:



-



Proposisi Universal Afirmatif (‫)قضية كلية مو جبة‬



-



Proposisi Universal Negatif (‫)قضية كلية سالبة‬



-



Proposisi Particuler Afirmatif (‫)قضية جزئية مو جبة‬



-



Proposisi Particuler Negataif (‫)قضية جزئية سالبة‬



3. Proposisi Kategoris Individual (‫)قضية حملية شخصية‬, yaitu proposisi katagoris yang subyeknya tidak mencakup semua jenisnya tetapi hanya sebagiannya saja. Contoh: Sebagian pejabat itu tidak koropsi. Proposisi Kategoris ditinjau dari segi predikat (‫ )محمول‬atau kualitasnya ada dua, yaitu: 1.



Proposisi Affirmatif ialah proposisi kategoris yang kopulanya membenarkan adanya persesuaian hubungan subyek dan predikat.



2.



Proposisi Negatif ialah proposisi kategoris yang kopulanya menyatakan bahwa antara subyek dan predikat tidak ada hubungan sama sekali.



B.



Tanaqudh (Opposisi)



1. Pengertin Opposisi (Pertentangan) Tanaqudh (Opposisi) ialah pertentangan yang terdapat pada dua proposisi yang mempunyai subyek dan predikat yang sama tetapi berbeda dalam kualitas atau kuantitasnya sehingga dapat menyebabkan yang lain benar dan salah. Contoh: Semua manusia hewan, Sebagian manusia tidak hewan 2. Bentuk-bentuk Opposisi Opposisi dalam logika bentuknya ada empat, yaitu: a.



Opposisi Subkontraris, yaitu hubungan antara dua proposisi/individu (‫ )قضية شخصية‬yang mempunyai subyek dan predikat yang sama tetapi beda kualitasnya.



b.



Opposisi Kontras, yaitu hubungan yang terdapt antara dua proposisi Universal (‫ )قضية كلية‬yang mempunyai subyek dan predikat yang sama tetapi beda kualitasnya.



c.



Opposisi Subalternasi, yaitu hubungan antara Proposisi Universal (‫ )قضية كلية‬dan Proposisi Particuler (‫ )قضية جزئية‬yang sam kualitasnya.



d.



Opposisi Kontradiktaris, yaitu pertentangan antara dua proposisi yang mempunyai predikat yang sama tetapi berbeda kualitas dan kuantitasnya.



C.



Pengubahan Proposisi Pengubahan Proposisi (Al-Aksu Al-Mustawi) adalah pembalikan Proposisi dilakukan dengan mengubah kedudukan dua bagian, yaitu subyek dan predikat sehingga yang semula menjadi subyek diubah menjadi predikat dan sebaliknya dengan syarat tetap memelihara kebenaran isi, tidak merubah kualitas dan kuantitasnya. Proposisi/keterangan yang pertama disebut dengan proposisi Asli(Convertend)dan Proposisi yang kedua disebut ‘Aks (Converse). Contoh: - Asli : Kecepatan transformasi informasi adalah ciri khusus abad modern. - ‘Aks : Ciri khusus abad modern adalah kecepatan transformasi informasi. Di dalam istilah Logika dikenal tiga jenis ‘Aks, yaitu :



1. Aksun Mustawi (Conversi) 2. Aksun Maqidhun Muwafiq (Obversi) 3. Aksun Naqidun Mukhalif (Kontraposisi) 1.



Proposisi Yang Tidak Dapat Dibuat ‘Aks



Semua proposisi itu dapat dibuat ‘Aks/pembalikannya kecuali proposisi yang mengandung dua unsur yaitu Salibah (Negatif) dn Juz’iyyah (Partikulatif). 2.



Proposisi Yang Dapat Dibuat ‘Aks ‘Aks atau pembalikan itu tidak dapat berlaku kecuali pada proposisi-proposisi yang memiliki tertib tabi’i (pasti), proposisi yang memiliki tertib ini adalah Proposisi Kategoris (‫ )قضية حملية‬dan Proposisi Kategoris Hipatesis(‫)قضية شرطية متصلة‬. Tartib Thabi’i adalah sesuatau yang urutannya dapat membentuk ma’na dan jika tartib/urutan itu dirubah tentu maksudnya berubah. Rinkasnya semua proposisi dapat dibuat ‘Aks/pembalikannya, kecuali :



-



Partikular Negatif (‫)الجزئية سالبة‬



-



General Negatif (‫)المهملة السالبة‬



-



Hipatetis Disjunktif (‫)شرطية منفصلة‬ BAB IV QIYAS DAN HUJJAH



A.



Qiyas dan Hakekatnya



1. Pengerian Qiyas (Silogisme) Pembahasan dalam bab ini sebenarnya adalah tentang Istidlal (penyimpulan secara tak langsung). Istidlal merupakan bab terpenting dalam Ilmu Mantiq dan merupakan tujuan penting, sebab dengan mempergunakan Istidlal pikiran dapat mengetahui hal-hal yang belum diketahui. istidlal ada dua macam yaitu : a. Istidlal Istiqra’i (Induksi), ialah menyimpulkan bedaasar penelitian pada bagian-bagin untuk menentukan suatu hukum yang bersifat umum. b. Contoh: Semua logam jika dipanaskan pasti memuai. c. Istidlal Qiyasi (Detuktif), ialah penyusunan dengan menggunakan keteranga-keterangan yang telah diakui kebenarannya untuk sampai pada keterangan tentang sesuatu yang belum diketahui. Al-Qiyas (Silogisme), adalah suatu bentuk penarikankonklusi secara deduktif tak langsung yang konklusinya ditarik dari permis yang telah disediakan secaara serempak. Contoh: -



Anda mengutamakan kepentingan Negara



-



Setiap orang yang mengutamakan kepentingan Negara adalah seorang Nasionalis



-



Anda adalah seorang Nasionalis 2. Pembagian Qiyas



Qiyas (Silogesme) menurut ahli Mantiq (logika adalah) itu ada dua bagian, yaitu: - Iqtirani, disebut juga Hamli (kategoris) - Istitsna’i, disebut juga Istiranti (hipatis) Qiyas Istirani (silogis Kataagori) Qiyas Istirani ialah Qiyas yang menunjukkan konklusi(‫ )نتيجة‬dengan tegas yang pasti. Dan Qiyas Iqtirani khusus ada pada proposisi kategori. Contoh:



- Semua manusia adalah makhluk



- Semua makhluk akan mati - Semua manusia akan mati 3. Aturan-aturan Umum Qiyas Iqtirani Dalam membuat Qiyas Iqtirani harus sesuai dengan aturan yaitu menyusub permis-permis dengan menurut aturan yang berlaku. Premis-premis adalah dasar dari kesimpulan deduktif yang diambil, premis-premis tersebut harus digambarkan sedemikian rupa hingga nampak dengan jelas ada. Premis Minor (‫صغير‬ ‫ )مقدمة‬ialah Proposisi yang mengandung term seperti; Arak adalh minuman yang memabukkan. Premis Mayor (‫)مقدمة كبير‬



minor(‫الصغير‬



‫)الحد‬,



ialah Proposisi yang mengandung term mayor (‫)الحد االكبر‬, seprti; Setiap



yang memabukkan adalh haram. Konklusi (‫ )نتيجة‬ialah Proposisi yang mengandung Term minor dan Term Mayor, seperti; Arak adalah haram. Qiyas itu juga harus mengandung tiga term, yaitu: 1.



Term Minor (‫ )الحد الصغير‬ialah yang menjadi subyek (‫ )موضوع‬dalam proposisi yang menjadi natijah.



2.



Term Mayor (‫ )الحد االكبر‬ialah kata yang menjadi predikat (‫ )محمول‬dalam proposisi yang menjadi natijah.



3.



Term Penengah (‫ )الحد الوسط‬ialah kata yang diulang-ulang di dalam dua proposisi, yaitu proposisi pertama disebut dengan premis minor dan proposisi yang kedua yang di sebut proposisi mayor.



B.



Bentuk-Bentuk Silogisme



1. Pengerian Syakat dan Dharb Syakal (‫ )الشـكــل‬artinya bentuk, Asyakul Qiyas artinya bentuk-bentuk silogisme yang berkaitan dengan term-term



yang terdapat pada permis-permis/muqaddimah-muqaddimah Qiyas



memperhatikan kualitas dan kuantitas.



dalam tidak



Dharb (‫ )الضرب‬artinya mode (mood), ialah bentuk silogisme yang ditentukan oleh kualitas (‫ )الكـيف‬dan kuantitas (‫)الكـم‬. 2. Macam-macam Bentuk Silogisme Bentuk silogisme ditentukan oleh letak Term Menengah yang lambangnya M, berdasarkan letaktersebut terdapat empat syakal silogisme, yaitu: Bentuk I (‫)الشكـل األول‬







Dalam bentuk ini, Term Menengah menjadi predikat pada premis minor dan subyek pada premis mayor. Contoh: -



Alam raya adalah sesuatu yang berubah



-



Sesuatu yang berubah adalah alam



-



Alam raya adalah baru Kata yang bergaris bawah adalah Term Menengah. Bentuk II (‫)الشكـل الثاني‬







Dalam bentuk ini Term Menengah menjadi predikat pada premis minor dan pada premis mayor. Contoh: -



Semua keadilan adalah kebaikan



-



Semua kedhaliman itu bukan kebaikan



-



Keadilan bukanlah kebaikan Bentuk III (‫)الشكـل الثالث‬







Dalam bentuk ini, Term Menengah menjadi subyek pada premis mayor dan pada premis minor. Contoh: - Semua makhluk berubah - Semua makhluk binasa - Sebagian yang berubah akan binasa Bentuk IV (‫)الشكـل الرابع‬







Dalam bentuk ini, Term Menengah menjadi subyek pada premis minor dan predikat pada premis mayor, bentuk ini kebalikan bentuk I. Contoh: -



Tak satupun makhluk itu abadi



-



Sebagian makhluk adalah manusia



-



Manusia tidak abadi



3. Aturan Proposisi Konklusi Konklusi (Natijah) yang diambil itu harus mengikuti premis yang lemah, maksudnya premis yang partikuler jika dibandingkan dengan yang universal, dan premis yang negatif jika dibandingkan dengan yang afirmatif, kesimpulan itu tidak boleh lebih umum daripada premis.



4. Membuang Struktur silogisme Salah satu Silogisme itu boleh dibuang, karena pengertiannya telah dapat dipahami. Boleh membuang premis minor, boleh membuang premis mayor atau membuang konklusi, bahkan kadangkadang premis dan klokusi dibuang keduanya. 5. Aturan Dalam Premis Suatu hal yang penting pada silogisme adalah persoalan kebenaran dan ketidak benaran pada premis-premis tak pernah timbul, karena permis-permis selalu diambil yang pasti dan benar, akibatnya koklusi sudah dilengkapi dengan hal-hal yang benar. Dengan demikian silogisme tinggal hanya mempersoalkan kebenaran bentuk dan tidak lagi mempersoalkan kebenaran isi.



C.



Silogisme Eksepsional (Qiyas Istitsna’i)



a. Pengertian Qiyas Istisna’ Silogisme Hepotetis disebut juga Silogisme Eksepsional, yaitu silogisme yang premis mayornya terdiri dari pernyataan bersyarat. Disebut Silogisme Eksepsional sebab premis minornya mengandung huruf istitsna’ “tetapi”. Silogisme Hepotetis ialah qiyas yang dapat menunjukkan atau kebalikannya dengan jelas, tidak melalui kekuatan pengertian yang terkandung pada premis, tetapi merupakan keadaan sebagai akibat daripada bab penegasan dan penindakan terhadap salah satu bagian premis mayor. b. Pembagian Qiyas Istitsna’i/Syarthi Silogisme Hepotetis itu ada dua, yaitu: 1.



Qiyas Syarthi Muttashil dan Hukum-hukumnya Qiyas Syarthi Muttashil memiliki Hukum-hukum yang berkaitan dengan natijah, yaitu: - Dengan menetapkan muqaddam, maka natijahnya pasti berupa penetapan taali.



- Dengan meniadakan taali, maka natijahnya pasti berupa muqaddam. 2.



Qiyas Syarthi Munfashil dan Hukum-hukumnya Qiyas Syarthi Munfashil ialah keterangan/proposisi yang premis mayornya terdapat kait pisah. Hukum-hukum Qiyas Syarthi Munfashil:



-



Apabila premis mayor dalam Qiyas Syarthi Munfashil mani’atu jam’in wa khuluwwin, maka penetapan salah satu dari dua bagian qiyas pasti melahirkan natijah ketiadaan bagian yang lain dan sebaliknya.



-



Apabila premis mayor Qiyas Syarthi Munfashilah itu mani’atu jam’in, maka penetapan salah satu bagian, pasti melahirkan kesimpulan tiadanya bagian lainnya, tidak sebaliknya.



-



Apabila premis mayor dalam Qiyas Syarthi Munfashil ini mani’atu khuluwwun, maka hukumnya kebalikan yang mani’atu jam’in, artinya peniadaan salah satu bagian dari dua bagian qiyas melahirkan tetapnya bagian yang lain, tidak sebaliknya.



D.



Macam-macam Qiyas



1. Qiyas Murakkab (Silogisme Majmuk) Qiyas Murakkab ialah Qiyas yang dirangkai dari dua qiyas atau beberapa qiyas dengan cara menjadikan suatu natijah tiap-tiap qiyas sebagai premis qiyas berikutnya. Qiyas Murakkab dibagi menjadi dua, yaitu:  Muttashilum Nata’i (‫)متصل النتائج‬, yaitu Qiyas Murakkab yang natijah-natijahnya disebutkan secara eksplisit, untuk dijadikan premis minor bagi Qiyas Lahiq.  Mufashilum Nataij (‫)منفصل النتائج‬, yaitu Qiyas Murakkab yang natijah-natijahnya tidak disebutkan secara eksplisit. 2. Qiyas Istiqra’ (Silogisme Induksi) Istiqra’ naqish adalah kajian tentang hal-hal yang ada pada hal-hal yang juz’iy dan menerapkan hasil kajian itu pada hal yang kulliy secara menyeluruh. Lawan Qiyas Istqra’ adalah Qiyas Manthiqi, yaitu menggunakan hal-hal yang kulliy (universal) untuk bukti hal-hal yang juz’iy. 3. Qiyas Tamtsil (Analogi) Qiyas Tamtsil ialah menetapkan hukum hal yang bersifat juz’iy pada hal juz’iy yang lain, karena adanya kesamaan antara keduanya.



E.



Pembagian Hujjah Hujjah itu ada dua macam, yaitu:



1. Hujjah Naqliyyah, ialah Hujjah yang diambil dari Al-Qu’an, Al-Hadits atau Ijma’ ulama’ 2. Hujjah Aqliyyah, ialah Hujjah yang berdasarkan akal. Hujjah ini ada lima yaitu: a. Khithabiyyah, yaitu Hujjah yang disusun dari premis-premis yang dapat diterima.Tujuannya yaitu untuk menyenangkan pendengar terhadap hal yang berguna untuknya. b. Syi’riyyah, yaitu Hujjah yang disusun dari premis-premis yang fantastis. Tujuannya yaitu untuk mempengaruhi jiwa/hati. c. Burhaniyyah, yaitu Hujjah yang disusun dari premis-premis yang meyakinkan dan dapat melahirkan kesimpulan yang benar. d. Jadaliyyah, yaitu Hujjah yang dari premis-premis yang umum yang telah dikenal oleh orang banyak. Tujuannya yaitu untuk melegakan orang yang tidak menguasai memahami premis-premis Hujjah Burhaniyyah atau untuk menekan lawan. e. Safsathaiyyah (Safistik), yaitu Hujjah yang disusun dari premi-premis yang salah tapi seolah-olah benar. Hubungan Antara Dalil dan Natijah Natijah dari susunan maqaddimah ini terdapat empat madzhab, yaitu” 1.



Madzhad Imam Al-Haramain, bahwa Natijah itu bersif Aqliyyah (Rasional).



2.



Madzhab Imam Al-Asy’ari, bahwa Natijah itu bersifat ‘adiy (kebiasaan).



3.



Madzhab Mu’tazillah, bahwa Natijah darimuqaddimah-muqaddimah yang telah tersusun itu bersifat tawallud.



4.



Madzhab Ahli Filsafat, bahwa Natijah yang timbul dari muqaddimah-muqaddimah yang telah tersusun adalah bersifat wajibah atau pasti.



F.



Kesalahan dalam Silogisme (Qiyas)



1. Kesalahan Dalam Segi Materi Kesalahan dalam qiyas dari segi materi adalah disebabkan makna, sebagaimana adanya kemiripan muqaddimah yang salah dengan muqaddimah yang benar. 2. Kesalahan Dari Segi Bentuk Kesalahan qiyas dari segi bentuk disebabkan bentuk tidak sesuai dengan salah satu dari empat bentuk qiyas yang telah diterangkan, atau bentuknya sudah sesuai dengan salah satu bentuk qiyas yang telah ditentukan, tetapi dalam mengambil kesimpulan tidak memenuhi syarat intaj.



REFERENSI







Ahmad Ad-Damanhuri, Idhahul Mubham, Jeddah: Al-Haramain.







Bisri Musthafa, Terjemah As-Sullam Al-Munauraq, Kudus: Menara Kudus, 1372 H.







Cholil Bisri Musthafa, Terjemah As-Sullam Al-Munauraq, Bandung: Al-Ma’arif, 1989 M.







Muhammad Husni, Pengantar Logika, Yogyakarta: Sumbangsih Offsett.







Nur Al-Ibrahimi Muhammad, Ilmu Mantiq, Surabaya : Maktabah Said Nabhan.



MAKALAH Tanaqudh dan ‘Aks Mustawy Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Mantiq Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan Dosen pengampu : M. Mujib Hidayat, M.Pd.I



Fatchurahman Ali (2021114145)



Kelas : PAI B



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN 2015



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, bahwa Mata Kuliah Ilmu Mantiq ini membahas tentang tata cara berfikir atau norma-norma berfikir manthiqy (berfikir logis), membahas tentang kaidahkaidah yang dapat membimbing manusia kearah berfikir secara benar yang bisa menghasilkan suatu kesimpulan yang benar, dan terhindar dari kesalahan. Dalam mempelajari ilmu ini kita pasti akan menemukan sub bahasan mengenaiTanaqudh (kontradiktif) dan ‘Aks Mustawy, disini kami akan mencoba sedikit mengulas mengenai pembahasan tersebut mulai dari pengertian, sayarat-syarat, cara membuat, dan pembagian. Seperti telah kita bicarakan dalam pembahasan lafadz, bahwa tanaqudh adalah dua hal yang tidak bisa berkumpul dan tidak pula bisa keduanya tidak ada, dalam satu objek dan waktu yang sama. Karena yang tidak bisa berkumpul dan berpisah itu dua hal. Karenanya sering pula disebut dengan nama naqidhain. Ketika seseorang mendiskusikan munculnya satu dalil, terkadang harus bersusah payah, terkadang harus dengan jalan qiyas untuk menetapkan suatu qadhiyah benar atau



tidak. Akal yang sedang mencari kebenaran terkadang harus melalui yang berkaitan dengan tanaqudh atau Al-‘Aks. karena mencari kebenaran qadhiyah dengan tidak langsung. B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan tanaqudh? 2. Apa saja syarat-syarat tanaqudh? 3. Bagaimana cara membuat tanaqudh? 4. Apakah yang dimaksud dengan ‘Aks Mustawy? 5. Bagaimana cara membuat ‘Aks Mustawy?



BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Tanaqudh Tanaqudh secara bahasa yaitu berlawanan, Tanaqudh atau hukum kontradiksi ialah dua qadhiyah (kalimat) yang saling berlawanan secara positif dan negatif. Sehingga yang satu benar dan yang lainnya salah.[1] Menurut istilah mantiq Tanaqudh adalah berbedanya dua qodhiyyah dipandang dari ijab(kepastian) salibah(tidak)-nya dan kebenarannya. Kalau dua qodiyyah berbeda(tanaqudh) dengan sendirinya salah satu dari qodhiyyah itu pasti benar. [2] B. Syarat-Syarat Tanaqudh Untuk membuat benar-tidaknya antara dua qodhiyah, diperlukan ittihad danittifaq(kesatuan dan kesamaan) antara unsur-unsurnya. 1. Kesamaan maudhu (subjek) Contoh tanaqudh yang salah: ¾ Ali tidur >< Ibrahim tidak tidur. Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan maudhu (subjek). 2. Kesamaan mahmul (predikat) Contoh tanaqudh yang salah: ¾ Ali sekolah >< Ali tidak mandi. Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan mahmul (predikat). 3. Kesamaan zaman (waktu) Contoh tanaqudh yang salah: ¾ Ali mengaji sekarang >< Ali tidak mengaji kemarin. Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan waktu. 4. Kesamaan makan (tempat) Contoh tanaqudh yang salah: ¾ Ali duduk di kamar >< Ali tidak duduk di teras. Contoh di atas dikatakan bukan tanaqudh karena tidak ada kesamaan tempat. 5. Kesamaan quwah dan fi’ly Contoh tanaqudh yang salah: ¾ Narkoba itu khamar (pada dasarnya) >< narkoba bukan khamar (dalam kenyataan). Walau khamar dan bukan khamar adalah tanaqudh, tetapi karena khamar pada qadhiyah pertama itu dimaksud quwah. sedang khamar pada qadhiyah kedua dimaksud fi’ly (kenyataan), maka ia tidak dinamakan tanaqudh.



6. Kesamaan al-kulli dan juz’i (hal sebagian dan keseluruhan) Contoh tanaqudh yang salah: ¾ Ayam itu hitam (sebagian) >< ayam itu tidak hitam (semuanya). Walau hitam dan tidak hitam itu dua hal yang tanaqudh, tetapi karena yang satu kulli dan yang satu juz’i, maka ia tidak disebut tanaqudh. 7. Kesamaan asy-syarat (Isi syarat) Contoh tanaqudh yang salah: ¾ Ali akan sekolah jika sehat >< Ali tidak sekolah jika tidak sehat. Walau Ali Sekolah dan Ali tidak sekolah terlihat tanaqudh, tetapi karena syaratnya tidak sama, maka tidak masuk dalam tanaqudh. 8. Kesamaan idhafah (sandaran) Contoh tanaqudh yang salah: ¾ Rumah Ali rusak pintunya >< Rumah Ali tidak rusak atapnya. Walau antara rusak dan tidak rusak pada contoh pertama terlihat tanaqudh, tetapi karena idhafahnya tidak sama maka tidak masuk dalam tanaqudh.[3] C. Metode Pembuatan Tanaqudh 1. Qodhiyah Hamliyah Qodhiyah hamliyah ada empat macam yaitu Qodhiyah Syakhsyah, Qodhiyah Muhmalah, Qodhiyah Kulliyah, dan Qodhiyah Juz’iyah. Cara membuat tanaqudh adalah apabila qodhiyahnya memakai : a. Qodhiyyah syakhsiyyah atau qodhiyyah muhmalah, cukup hanya berubah kaifnya (kepastian tidaknya/ ijab salibahnya), umpama: Yang asalnya: Kholid menulis (ijab) diubah menjadi : Kholid tidak menulis (salab). Yang asalnya: manusia itu hewan, cukup diubah menjadi : manusia itu tidak hewan. ‫زَ يْد َكاتِب‬ ¾ menjadi ¾ ‫ْس زَ يْد ِب َكاتِب‬ َ ‫لَي‬



‫سان َح َي َوان‬ َ ‫اْ ِال ْن‬ b. 1. 2.



1. 2. 3.



¾ menjadi ¾ ‫ْس بِ َحيَ َوان‬ َ ‫اْ ِال ْن‬ َ ‫سان لَي‬



Jadi yang asalnya mujabah berubah menjadi saalibah. Qodhiyyah musawwaroh, cara mentanaqudhkan, yaitu dengan mengubah (‫“ )س ْور‬soer”-nya. Soer itu adakalanya kulliy (setiap, semua, seluruh) dan adakalanya juz’iy (sebagian). Mujabah kulliyah: Semua manusia perlu makan, naqidhnya dengan Saalibah juz’iyyah : Sebagian manusia tidak perlu makan. Saalibah kulliyah: semua kayu berbuah, naqidhnya dengan Mujabah juz’iyyah: sebagian kayu tidak berbuah.[4] Keterangan/kesimpulan: Kebalikan (naqidh) dari qadhiyah syakhsiyyah mujabah, ialah qadhiyah syakhsiyah salibah. Dan sebaliknya. Naqidh qadhiyah muhmalah mujabah, ialah muhmalah salibah. Dan sebaliknya. Qadhiyah mujabah kulliyah, naqidhnya: salibah juz’iyah. Dan sebaliknya.



2. Tanaqudh Qodhiyah Syarthiyah Muttashilah



Tanaqudh qadhiyah syarthiyah muttashillah adalah tanaqudh pada rangkaian dua kalimat (qadhiyah) dimana kalimat satu (muqaddam) dan kalimat dua (tali) saling berkaitan, dirangkai menggunakan syarat: jika, kalau, betapapun, dan sebagainya. 1. Jika makhsushah mujabah, lawannya makhsushah salibah. Contoh: ¾ Jika bersungguh-sunguh, Ahmad akan lulus dalam ujian >< Tidaklah jika bersungguh-sungguh, Ahmad akan lulus ujian. 2. Jika kulliyah mujabah, lawannya juz’iyyah salibah. Contoh: ¾ Manakala beriman, orang-orang yang berakal itu selamat dalam hidupnya >< Tidaklah manakala beriman, orang-orang yang berakal itu selamat dalam hidupnya. 3. Jika juz’iyyah mujabah, lawannya kulliyah salibah. Contoh: ¾ Jika sunguh-sungguh, sebagian mahasiswa memperoleh penghargaan >< Tidaklah sama sekali jika sunguh-sungguh, mereka memperoleh penghargaan. 4. Jika muhmalah mujabah, lawannya kulliyah salibah. Contoh: ¾ Jika ahli kitab beriman, mereka lebih baik >< Tidaklah jika ahli kitab beriman mereka lebih baik. Keterangan : Qadhiyah Syarthiyah Muttashilah mempunyai tiga unsur kalimat yang mesti ada didalamnya, yaitu: ü Muqaddam )‫ (المقدم‬dikenali juga dengan jumlah as-syarat )‫(جملة الشرط‬. ü Tali )‫ (التالي‬dikenali juga dengan jumlah al-jawab )‫(جملة الجواب‬. ü Adat As-Syarat )‫(اداة الشرط‬ Contoh : · Jika (adat syarat) matahari terbit (muqaddam), terjadilah siang (tali). · Kalau (adat syarat) saya sehat (muqaddam), saya pergi ke rumah kamu (tali).



3. Tanaqudh Qodhiyah Syarthiyah Munfashilah Tanaqudh qadhiyah syarthiyah munfashilah adalah tanaqudh pada rangkaian dua kalimat dimana kalimat satu dengan kalimat dua tidak saling berkaitan. Masing-masing kalimat tersebut diikat dengan kata adakalanya. 1. Jika makhsushah mujabah, lawannya makhsushah salibah. Contoh: ¾ Adakalanya Ali di kampus hari ini, atau di luar kampus. >< Tidaklah adakalanya Ali di kampus hari ini, atau di luar kampus. 2. Jika kulliyah mujabah, maka lawannya juz’iyah salibah. Contoh: ¾ Selamanya adakalanya suatu berita benar atau salah. >< Kadang-kadang, adakalanya suatu berita benar atau salah. 3. Jika juz’iyyah mujabah, lawannya kulliyah salibah. Contoh: ¾ Kadang-kadang adakalanya sayur banyak di pasar, adakalanya sedikit. >< Tidak sama sekali adakalanya sayur banyak di pasar, adakalanya sedikit. 4. Jika muhmalah mujabah, lawannya muhmalah salibah. Contoh: ¾ Adakalnya mobil berjalan, adakalanya berhenti. >< Tidak sama sekali adakalanya mobil berjalan, adakalnya berhenti.[5] Keterangan :



Qadhiyah Syarthiyyah munfashilah itu berbeda dengan qadhiyah syarthiyah muttasilah yaitu qadhiyah yang menetapkan adanya perlawanan antara dua juzu’nya. Seperti: Laila adakalanya berjalan, adakalanya berlari. Kata berjalan dan berlari jelas berlawanan, berlainan dan berpisah. Namun kedua kata-kata ini diikat oleh kata adakalanya (adat syarat), sehingga muncul menjadi satu qadhiyah. Disebabkan yang diikat itu berlawanan maka ia diberi nama Qadhiyah Syarthiyah Munfasillah. (Munfasillah adalah: berpisah) D. ‘Aks Mustawy Kata ‘Aks dari segi bahasa berarti membalikkan, membelokkan, memalingkan.Maksudnya memindahkan posisi maudhu’ menjadi mahmul, dan muqoddam menjadi talidan sebaliknya. Sedang mustawy, berarti sama. Maksudnya dengan pergantian tempat tersebut tidak mengubah makna atau pengertiannya. Jadi tetap sama. karenanya dinamakan mustawy.[6] ‘Aks mustawi adalah membalikkan dua juz dari qodhiyyah, tetapi kebenaran kaif-nya dan kam-nya tetap tidak berubah (kecuali qodhiyah mujabah kulliyah, maka ‘aksnya qadhiyah mujabah juz’iyah).[7] Contoh: - Setiap orang Aceh adalah bangsa Indonesia ( Q1 ) Sebagian bangsa Indonesia adalah orang Aceh ( Q2 ) Setelah qadhiyah pertama diaks yang lantas memunculkan qadhiyah kedua ternyata keduanya tetap benar. Dengan demikian aksnya benar. E. Metode Pembuatan ‘Aks Mustawy 1. Pembuatan ‘Aks Mustawy Pada Qadhiyah Hamliyah ‘Aks qadhiyah hamliyah dilakukan dengan cara menukar maudhu qadhiyah asal menjadi mahmul qadhiyah aks dan mahmul qadhiyah aks menjadi mawdu qadhiyah asal. a. Jika mujabah kuliyah, ‘aks-nya mujabah juz’iyah. Contoh: ¾ Semua batuan adalah benda keras (ashl) Sebagian benda keras itu batu (‘aks) b. Jika mujabah juz’iyah, ‘aks-nya mujabah juz’iyah. Contoh: ¾ Sebagian orang Indonesia itu dokter (ashl) Sebagian dokter itu orang Indonesia (‘aks) c. Jika salibah kuliyah, ‘aks-nya salibah kuliyah. Contoh: ¾ Tidak satu pun kitab itu pena (ashl) Tidak satu pun pena itu kitab (‘aks) d. Jika salibah juz’iyah, ‘aks-nya tidak bisa dibuat sebab maknanya tidak akan benar. Contoh: ¾ Bukanlah sebagian barang tambang itu emas. Bukanlah sebagian emas itu barang tambang (salah) 2. Pembuatan ‘Aks Mustawy Pada Qadhiyah Syarthiyah Muttashilah Aks qadhiyah syarthiyah muttashilah dilakukan dengan cara membuat muqaddam pada qadhiyah asal menjadi tali pada qadhiyah aks dan tali pada qadhiyah aks menjadi muqaddam pada qadhiyah asal.



a. Jika mujabah juz’iyah, aks-nya mujabah juz’iyah. Contoh: ¾ Manakala realitas itu tumbuh berkembang, mereka mesti membutuhkan makanan (ashl) Terkadang terjadi jika realitas itu membutuhkan makanan, maka mesti yang tumbuh berkembang (‘aks) b. Jika mujabah juz’iyah, ‘aks-nya mujabah juz’iyah. Contoh: ¾ Terkadang terjadi, jika orang itu berada dirumah, maka ia tidur (ashl) Terkadang terjadi, jika orang itu tidur, maka ia berada dirumah (‘aks) c. Jika salibah kuliyah, ‘aks-nya salibah kuliyah. Contoh: ¾ Tidaklah sama sekali, jika manusia itu beradab, ia biadab (ashl) Tidaklah sama sekali, jika manusia itu biadab, ia beradab (‘aks) d. Jika salibah juz’iyah, maka ‘aks-nya tidak bisa dibuat sebab akan salah. Contoh: ¾ Kadang-kadang tidak, jika barang tambang maka ia emas. 3. Pembuatan ‘Aks Mustawy Pada Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah Untuk Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah tidak ada ‘aks-nya, sebab dalam Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah tidak terdapat keteraturan alamiah (tartib thabi’i), yang ada padanya adalah keteraturan penempatan yang tidak mungkin untuk dibuat ‘aks-nya (tartib wadh’i).[8] Catatan: Tartib Tabi’i ialah sesuatu yang urutanya dapat membentuk makna, dan jika tertib/urutan itu dirubah, tentu maksudnya berubah. Qodhiyyah Syarthiyyah Munfashilah, tidak dapat di’aks –mustawikan dikarenakan, kedua bagian dari qodhiyyah syarthiyyah munfashilah itu masing-masing patut kecuali menjadi muqoddam juga, menjadi taly dan sama sekali tidak mempengaruhi artinya. Cobalah kita perhatikan contoh ini: a. Kholid itu adakalnya mati dan adakalnya hidup, yang yang tersebut (contoh) adalah syarthiyah munfashilah. Kalaupun kita katakan: b. Kholid itu, adakalnya hidup dan adakalnya mati, akan sama saja. c. Adakalanya mati pada contoh (a) adalah muqoddam dan adakalanya hidup adalah taaliy. Kalau kita balik, seperti dalam contoh (b) akan tidak ada artinya. Sama saja. Kesimpulan Semua qodhiyyah dapat di’aks –mustawikan dan dimungkinkan dapat di’aks mustawikan kecuali: 1. Saalibah juz’iyyah. 2. Saalibah muhmalah. 3. Syarthiyyah munfashilah. Yang dapat dan mungkin di’aks –mustawikan : 1. Syarthiyyah muttashilah. 2. Mujabah muhmalah. 3. Mujabah kulliyah. 4. Saalibah kulliyah. 5. Mujabah juz’iyyah. 6. Hamliyyah.[9] Bila kita lihat dari sisi qadhiyah asal, maka ada tiga qadhiyah asal yang ‘aksnya juz’iyah mujabah: 1. Kulliyah mujabah. 2. Juz’iyah mujabah.



3. Muhmalah mujabah. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Menurut istilah mantiq Tanaqudh adalah berbedanya dua qodhiyyah dipandang dari ijab(kepastian) salibah(tidak)-nya dan kebenarannya. Kalau dua qodiyyah berbeda(tanaqudh) dengan sendirinya salah satu dari qodhiyyah itu pasti benar. Syarat –syarat tanaqudh ada 8 yaitu : Kesamaan maudhu (subjek), Kesamaan mahmul (predikat), Kesamaan zaman (waktu), Kesamaan makan, Kesamaan quwwah dan fi’ly, Kesamaan al-kulli dan juz’i, Kesamaan asy-syarat, dan Kesamaan idhafah. Cara pembuatan tanaqudh pada qodhiyyah syakhsiyyah atau qodhiyyah muhmalah, cukup hanya berubah kaifnya. Pada qodhiyyah musawwaroh, cara mentanaqudhkan, yaitu dengan mengubah (‫“ )س ْور‬soer”-nya. Dalam penyusunan qadhiyah syarthiyah muttashilah, berlaku pula syarat-syarat umum tanaqudh dan syarat-syarat yang berlaku pada Qodhiyyah Hamliyah. Dalam penyusunan qadhiyah syarthiyah munfashilah adalah sama seperti pada syarat-syarat qadhiyah syarthiyah muttashilah. ‘Aks mustawi adalah membalikkan dua juz dari qodhiyyah, tetapi kebenaran kaif-nya dan kam-nya tetap tidak berubah (kecuali qodhiyah mujabah kulliyah, maka ‘aksnya qadhiyah mujabah juz’iyah). ‘Aks qadhiyah hamliyah dilakukan dengan cara menukar maudhu qadhiyah asal menjadi mahmul qadhiyah aks dan mahmul qadhiyah aks menjadi mawdu qadhiyah asal. ‘Aks qadhiyah syarthiyah muttashilah dilakukan dengan cara membuat muqaddam pada qadhiyah asal menjadi tali pada qadhiyah aks dan tali pada qadhiyah aks menjadi muqaddam pada qadhiyah asal. Untuk qadhiyah syarthiyah munfashilah tidak ada ‘aks-nya.



DAFTAR PUSTAKA



Djalil, A. Basiq. 2010. LOGIKA (Ilmu Mantiq). Jakarta: Kencana Prenada Media Mustofa, Cholil Bisri. 2000. Ilmu Mantiq Terjemah Assulamul Munauroq. Bandung: PT. Alma’arif Sambas, Syukriadi. 1996. Mantik Kaidah Berpikir Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset



[1] Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islami, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1996), hlm.



100 [2] Cholil Bisri Mustofa, Ilmu Mantiq Terjemah Assulamul Munauroq, (Bandung: PT. Alma’arif, 2000), hlm. 50 [3] A. Basiq Djalil, LOGIKA (Ilmu Mantiq), (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2010), hlm. 55-58



[4] Cholil Bisri Mustofa, Op cit., hlm. 50 [5] Syukriadi Sambas, Loc cit,. hlm. 105 - 107 [6] A. Basiq Djalil, Loc cit., hlm. 60-61 [7] Cholil Bisri Mustofa, Loc cit., hlm. 51 [8] Syukriadi Sambas, Loc cit,. hlm. 108 - 111 [9] Cholil Bisri Mustofa, Loc cit.,hlm. 53-54