Proposisi Mantiq [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSISI



Disusun Oleh: NUR LATHFAH 11170340000075 TAMADHIR THAHARANIL B.M 11170340000080 ABDUL QODIR MALIKI 11170340000145 RIYADHUS SHALIHIN 11170340000158



JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019



Bab I



PENDAHULUAN Ilmu mantiq adalah ilmu yang berkaitan dengan pembicaraan yang masuk akal yang sesuai dengan keadaan dan kenyataan beserta argumentasi dan juga sesuai dengan dalil. Ilmu ini merupakan suatu metode dalam penelitian ilmiah sehingga dalam pembahasan Ilmu Mantiq tidak bisa dilepaskan dengan pembahasan sesuatu yang condong pada kebenaran dzatnya yang berlaku diantara manathiqah. Perkataan itu dipandang dari segi perkataan itu sendiri yang dapat condong kearah benar dan tidak benar, hal ini dalam ilmu mantiq disebut dengan “qadhiyah” atau “khobar”. Sesuatu itu akan mengandung kemungkinan dua kemungkinan yakni benar dan salah, hal tersebut dibuktikan dengan suatu eksperimen untuk memastikan kebenarannya. Sebagaimana yang telah kita ketahui, tashdiqi adalah penilaian dan penghukuman atas sesuatu dengan sesuatu yang lain (seperti: gunung itu indah; manusia itu bukan kera dan lain sebagainya). Atas dasar itu, tashdiq berkaitan dengan dua hal: maudhu’ dan mahmul (“gunung” sebagai maudhu’ dan “indah” sebagai mahmul). Gabungan dari dua sesuatu itu disebut qadhiyyah (proposisi).



Bab II Pembahasam



A. Pengertian Proposisi (Qadhiyah) Menurut KBBI proposisi (Qadhiyah) adalah ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H, M.A. berpendapat dalam bukunya yang berjudul Logika (Ilmu Mantiq) bahwa proposisi adalah kata-kata yang mempunyai makna atau arti. Atau dalam bahasa Indonesia nya disebut kalimat. 1 Contoh : - Makanan itu enak - Perjalanan ini melelahkan -



Urusan ini merepotkan



Suatu Qadhiyah bisa benar dan bisa salah, atau bisa kebetulan benar. Qadhiyah dikatakan benar bila ia sesuai dengan kenyataan, dan demikian juga dikatakan salah apabila ia tidak sesuai dengan kenyataan. Tidak semua kalimat itu sama adanya. Sebab terdapat kalimat yang benar-benar merupakan penuturan, ada yang sekedar mengungkapkan keinginan, perintah, seruan, keinginan, dan lainnya. Sedangkan yang dipersoalkan dalam logika ini hanya tentang penuturan. Proposisi juga dapat didefinisikan ungkapan keputusan dalam katakata. Secara subjektif keputusan berarti suatu aksi pikiran yang dengan itu kita membenarkan atau menyangkal sesuatu.2 Contoh : wanita itu bukan pacarku. Secara objektif, keputusan berarti sesuatu yang dapat dibenarkan disangkal.



atau



B. Unsur-unsur Proposisi Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, maka sebuah proposisi dipandang dari sudut bentuk penampilannya terdiri dari empat unsur, yakni: 1. Quantifier, yakni perkataan yang menunjukkan jumlah anggota kelas yang berkedudukan sebagai term subjek. 2. Term Subjek, yakni kelas yang di dalam proposisi dinyatakan termasuk atau tidak termasuk ke dalam kelas yang lainnya (term predikat). Term Subjek dilambangkan dengan huruf “S”. 1 2



A. Basiq Jalil, Logika (Ilmu Mantiq), hal.31 W. Poespoprodjo, Logika Scientifika, hal. 166



3. Kopula, yakni perkataan sebagai bagian dari sebuah proposisi yang menunjukkan sifat hubungan antara term subjek dan term predikat, yakni menunjukkan apakah term subjek termasuk atau tidak termasuk ke dalam term predikat. 4. Term Predikat, yakni kelas yang di dalam sebuah proposisi berkedudukan sebagai kelas yang ke dalamnya kelas yang berkedudukan sebagai term subjek dinyatakan termasuk atau tidak termasuk. Term Predikat dilambangkan dengan huruf “P”. Perkataan –perkataan yang dalam proposisi menyatakan “quantifier” dari proposisi yang bersangkutan ada dua, yakni perkataan “semua” dan perkataan “beberapa”. Perkataan “semua” menyatakan bahwa term subjek menunjuk pada semua anggota kelas yang di dalam proposisi berkedudukan sebagai term subjek. Proposisi yang quantifier-nya perkataan “semua” disebut “proposisi universal”. Perkataan ”beberapa” menunjukkan bahwa kelas yang berkedudukan sebagai term subjek hanya menunjuk pada sebagian saja dari anggota kelas yang di dalam proposisi berkedudukan sebagai term subjek. Proposisi yang quantifier-nya perkataan “beberapa” disebut “proposisi particular”. Perkataan dalam proposisi yang mengungkapkan kopula dari proposisi yang bersangkutan juga ada dua, yakni perkataan “adalah” dan perkataan “adalah bukan” (atau”adalah tidak”). Perkataan “adalah” sebagai kopula sebuah prorposisi menyatakan bahwa term subjek termasuk ke dalam term predikat, atau dengan perkataan lain, menyatakan bahwa term predikat mengiyakan term subjek. Proposisi yang demikian disebut “proposisi afirmatif”. Perkataan “adalah bukan” (“adalah tidak”) sebagai kopula sebuah proposisi menyatakan bahwa term subjek tidak termasuk ke dalam term predikat, atau, bahwa term predikat menyangkal term subjek. Proposisi yang demikian disebut “proposisi negatif”.3



C. Jenis-jenis Proposisi 3



B. Arief Sidharta, Pengantar Logika – Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), cet. 4, hal. 30-31.



Qadhiya dibagi menjadi dua yaitu Qadhiyah hamliyah dan Qadhiyah Syartiyah.  Proposisi Kategoris (Qadhiyah Hamliyah) Suatu keputusan dengan cara menghubungkan antara suatu mufrad (variable) dengan mufrad lainnya. Contoh : Besi adalah Logam yang bermanfaat, Emas adalah Logam yang mahal harganya. a) Pembagian Qadhiyah Hamliyah Qadhiyah Hamliyah tersusun dari tiga juz atau bagian, yaitu: 1. Mahkum Alaih yaitu Maudhu menurut Ilmu Mantiq, sedang menurut ilmu nahwu mubtada, fail, atau na’ib fa’il 2. Mahkum Bih, yaitu Mahmul menurut ilmu Mantiq, sedang menurut ilmu nahwu Khabar atau Fi’il 3. Rabithah ialah Lafadz yang menjadi penghubung antara Maudhu’ dan Mahmul, Lafadz penghubung itu ialah Dhamir Fashl, Seperti : ‫ أحمد كان كاتبا‬،‫علي هو فاهم‬ Qadhiyyah Hamliyyah



Rabithah



Mahmul



Mahkum Alaih



Qadhiyah Hamliyah dilihat dari segi mahmulnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 







Mujabah, (positif) ialah Suatu Qadhiyah yang terdapat Mahmul untuk Maudhu’ nya. Contoh : Khalid menulis dipapan tulis, Medan adalah kota terbesar di Sumatra Salibah (Negatif) ialah Suatu Qadhiyah yang tidak terdapat Mahmul untuk Maudhu’ nya. Contoh : Tidak seorang pun hadir dikelas, Sungai banten bukanlah lautan.



Qadhiyah Hamliyah dilihat dari segi Maudhu’ nya dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 







Syakhsiyah adalah suatu Qadhiyah yang Maudhu’ nya merupakan sesuatu tertentu atau terbatas (salah satu isim ma’rifat yang tujuh) . contoh : Muhammad adalah seorang Murid, Rumah itu ditempati, Muhamalah adalah suatu Qadhiyah yang Maudhu’nya lafadz kulli, tetapi mahmulnya belum tentu dimiliki oleh sebagian atau











semua Maudhu’ nya , contoh : Manusia itu Bijak, Hewan itu Jinak, Kuliyyah adalah Suatu Qadhiyah yang Maudhu’nya lafadz kulli , tetapi hukum Qadhiyyah nya tersebut berlaku untuk semua afrad maudhu’ nya, contoh : Semua manusia mempunyai akal pikiran, semua makhluk hidup membutuhkan makanan Juz’iyyah yaitu suatu Qadhiyah yang maudhu’nya lafadz kulli, tetapi hukum Qadhiyyah nya tersebut hanya berlaku untuk sebagian afrad maudhu’ nya, contoh : Sebagian manusia adalah pedagang, sebagian manusia adalah penyanyi, sebagian hewan adalah binatang jinak, sebagian hewan adalah binatang buas4 Sebagian pakar ilmu mantiq tidak memasukkan Syakhsiyyah kedalam hukum Qadhiyyah Hamliyyah, tetapi kedalam Qadhiyyah Kuliyyah, dan adapun Qadhiyyah Muhmalah, maka bisa dimasukkan kedalam Qadhiyah Kuliyyah dan Juziyyah, tetapi sesuai pakar ilmu mantiq dimasukkan kedalam qadhiyyah juziiyah5. Sebagai gambaran Ringkas dapat disimpulkan menjadi empat bagian : Qadhiyyah Hamliyyah



Mujabah



Kuliyyah



Salibah



Juziyyah



Kuliyyah



Juziyyah



Abdulchalic, A.Chaerudji. Ilmu Mantiq – Undang-Undang Berfikir Valid, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), cet. 1, hal. 48-50. 5 Ibid, Lih. M.Taib Thahir Abd. Mu’in memasukkan Qadhiyyah Syakhsiyah kedalam Qadhiyyah Kuliyyah (lihat Ilmu Mantiq, hlm.59) 4



b) Sur Qadhiyah Hamliyah dan Macam-Macamnya Sur adalah lafadz yang menunjukan banyaknya sesuau yang diberi hukum atasnya dari afrad maudhu’nya, dan qadhiyyah yang mengandunf sur disebut mahsyurah. Lafadz Sur ada empat macam, yaitu :  Lafadz Sur untuk Qadhiyyah Kuliyyah Mujabah, yaitu : Kaffah, ‘ammah, jami’, kull, dsb. Tiap-tiap lafadz menunjukan atas ketetapan mahmul untuk seluruh afrad maudhu’.  Lafadz Sur untuk Qadhiyyah Juziyyah Mujabah, yaitu : mu’dzhom, qalil, katsir, ba’du dsb. Tiap-tiap lafadz menunjukan atas ketetapan mahmul untuk sebagian afrad maudhu’.  Lafadz Sur untuk Qadhiyyah Kuliyyah Salibah, yaitu : La Wahid, La Ahad, La Syai’ dsb. Tiap-tiap lafadz menunjukan atas ketetapan mahmul untuk seluruh afrad maudhu’.  Lafadz Sur untuk Qadhiyyah Juziyyah Salibah, yaitu : Laisa Jami’, Laisa Kulli, Laisa Ba’du dsb. Tiap-tiap lafadz menunjukan atas ketetapan mahmul untuk sebagian afrad maudhu’6. 



Proposisi kondisional (Qhadiyah Syartiyah)



Secara etimologi. Qhadiyah syartiyah berarti keputusan bersyarat .sedangkan menurut istilah adalah suatu keputusan dengan cara menghubungkan satu qhadiyah dengan qhadiyah lainya disertai kata tertentu untuk menghubungkan keduanya yang semula berdiri sendiri, senhingga menjadi satu keputusan hipotesis. Contoh: “ jika besi dibakar, maka ia akan menjadi panas dan memuai”. Contoh tersebut semula terdiri dari dua qhadiyah, yaitu “besi dibakar” dan “akan memanas dan memuai”. Kemudian dihubungkan dengan cara menambahkan kata adat syarat yaitu (jika) pada qhadiyah pertama dan kata jawab syarat yaitu (maka). Sehingga terjadi hubungan saling bergantungan antara keduanya atau terjadi hubungan sebab-akibat. Qhadiyah syartiyah ini, dilihat dari segi susunan bangunannya, terdiri dari dua bagian: bagian pertama disebut “muqaddam” dan bagian kedua disebut “taliy”. Dilihat dari segi hubungan antara muqaddam dengan taliy, Qhadiyah syartiyah ini terbagi Atas dua macam, yaitu: Sambas, Syukriadi. Mantiq-Kaidah Berfikir Islam, (Bandung: PT.Rosdakarya offset, 2017) Hlm.85-87. 6



a). Qhadiyah syartiyah muttasilah. Yaitu: suatu keputusan dengan cara menghubungkan satu qhadiyah (muqaddam) dengan qhadiyah yang lain(taliy), dalam hubungan saling bergantungan dan sebab-akibat. Dalam hal hubungan saling kebergantungan dan adanya sebab-akibat antara muqaddam dan taliy terdapat dua kemungkinan, yaitu bisa positif (mujabah) dan bisa negatif (salibah). Contoh mujabah : “jika benda ini tumbuh berkembang, ia membutuhkan makanan” Contoh salibah : “tidaklah sama sekali, jika benda ini berupa batu, ia memerlukan makanan” Maksudnya: jika benda ini berupa batu, tidaklah sama sekali ia memerlukan makanan. Kaidah: jika hubungan antara muqaddam dan taliy merupakan hubungan saling bergantungan dan sebab-akibat, disebut Qhadiyah syartiyah muttasilah. Maka Dilihat dari situasi dan kondisi (awal dan azman), ada-tidak adanya kemestian anatara muqaddam dan taliy. Dalam proses pemutusanya ada empat macam, yaitu sebagai beriku: 1). Qhadiyah syartiyah muttashilah makhsushah. Yaitu suatu keputusan hipotesis dengan menatapkan adanya hubungan sebabakibat antara muqaddam dan taliy, atau dengan dengan tidak menetapkan adanya hubungan hubungan diantara keduanya dalam situasi dan kondisi tertentu. Contoh: “jika musuh datang kepadaku dengan mengakui kesalahannya, aku akan mema’afkannya”. 2). Qhadiyah syartiyah muttasilah kulliyah. Suatu keputrusan hipotesis dengan menetapkan adanya hubungan sebab-akibat antra muqaddam dan taliy atau tidak menetapkan adanya hubungan antara keduanya dalam semua kondisi dan situasi. Conttoh: “selama masyarakat itu bersatu, mereka akan sukses dalam perjuangan”. 3). Qhadiyah syartiyah muttashilah juz’iyyah. Suatu keputusan hipotesis dengan menetapkan adanya hubungan sebal akibat antara muqaddam dan taliy, atau dengan tidak menetapkan adanya hubungan antara keduanya secara sebagian dengan tidak menentukan kondisi dan situasi. Contoh: “terkadang terjadi jika murid itu rajin, ia akan memperoleh penghargaan”. 4). Qhadiyah syartiyah muttashilah mahmulah. Suatu keputusan hipotesis dengan menetapkan ada hubungan sebab akibat antara muqaddam dan taliy, atau dengan tidak menetapkan adanya hubungan



antara keduanya dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi tertentu. Contoh: “tidaklah, jika kau menghormatiku, lalu aku menghinamu”. b). Qhadiyah syartiyah munfashilah. Yaitu suatu keputusan dengan cara menghubungkan satu qhadiyah (muqaddam) dan qhadiyah lainya (taliy) dalam hubungan saling berbeda dan kontradiksi. Contoh mujabah : “ adakala pernyataan itu benar dan adakala pernyataan itu salah”. Contoh salibah : “tidaklah, adakala orang ini penyair dan adakala penulis”. Kaidah: jika hubungan antara muqaddam dan taliy berupa hubungan saling berbeda dan kontradiktif, maka disebut Qhadiyah syartiyah munfashilah. Maka dilihat dari situasi dan kondisi ketika proses penetapan ada dan tidaknya hubungan pertentangan diantara muqaddam dengan taliy, terdapat empat macam. Yaitu : 1). Qhadiyah syartiyah munfashilah makhsushah. Yaitu suatu keputusan hipotesis dengan menetapkan adanya pertentangan antara muqaddam dengan taliy atau tidak men etapkan adanya pertentangan antara keduanya dalam satu kondisi dan situasi. Contoh: “pada hari itu, adakalanya Fuad hasan itu ada di ibu kota, atau ada di luarb kota”. 2). Qhadiyah syartiyah munfashilah kulliyah. Keputusan hipotesis dengan menetapkan adanya pertentangan antara muqaddam dan taliy atau meniadakan adanya pertentangan keduanya. Contoh: “selamanya, bilangan itu adakalanya genap, atau adakalanya ganjil”. 3). Qhadiyah syartiyah munfashilah juz’iyyah. Suatu keputusan hipotesis dengan menetapkan sebagian adanya pertentangan antara muqaddam dan taliy atau tidak menetapkan adanya pertentangan antara keduanya tanpa menentukan situasi dan kondisi. Contoh: “terkadang terjadi adakalanya udara itu dingin dan adakalanya tidak dinngin”. 4). Qhadiyah syartiyah munfashilah mahmulah. Suatu keputusan hipotesis dengan menetapkan adanya pertentangan antara muqaddam dan taliy atau tidak menetapkan adanya pertentangan antara keduanya tanpa memperhatikan kondisi dan situasi. Contohnya: “adakalanya manusia itu bodoh dan adakalanya tidak bodoh”.7



DAFTAR PUSTAKA 7



DRS. H. Syukriyadi Sambas, Mantik-kaidah berpikir islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), cet 9, hal. 77-83 & 90-93.



A.Chaerudji, Abdulchalic. Ilmu Mantiq – Undang-Undang Berfikir Valid,Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013] B. Arief Sidharta, Pengantar Logika – Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah,Bandung: PT Refika Aditama, 2012 Djalil, A. Basiq, Logika (ilmu mantiq), Jakarta : Kencana, 2010 Syukriadi Sambas. Mantiq-Kaidah Berfikir Islam,Bandung: PT.Rosdakarya offset, 2017. W. Poespoprodjo, Logika Scientifika, Bandung : Remadja Karya, 1987