Metode Proyeksi Penduduk [PDF]

  • Author / Uploaded
  • aris
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

3. Beberapa Metode Proyeksi Penduduk



Model-model yang umum yang biasanya digunakan untuk proyeksi penduduk diantaranya adalah: 1. Model ekstrapolasi trend, yang diantaranya terdiri dari: a. Model Linear b. Model Geometric c. Model Parabolic 2. Model Komponen Kohor 3. Model Ratio a. Model “Constant Share” b. Model “Shift Share” c. Model “Share of Growth”



1. Model Ektrapolasi Trend



Model ekstrapolasi trend secara sederhana menggunakan trend penduduk masa yang lalu untuk memperkirakan jumlah penduduk masa yang akan datang. Metode ini adalah metode yang mudah digunakan dalam rangka proyeksi penduduk. Selain itu, metode ini juga digunakan untuk menghitung tingkat dan ratio pada masa yang akan datang berdasarkan tingkat dan ratio pada masa yang lalu. Model ekstrapolasi trend yang banyak digunakan adalah model linear, geometric dan parabolic. Asumsi dasar dari model linear, geometric dan parabolik adalah pertumbuhan atau penurunan akan berlanjut tanpa batas. Namun demikian, asumsi tersebut tidak mungkin February diberlakukan jika proyeksi yang disusun adalah proyeksi jangka panjang. Misalnya jika populasi di suatu daerah berkurang, dalam jangka panjang model ini akan memproyeksikan penduduk menjadi nol, dan bahkan menjadi negative. Demikian juga, jika jumlah penduduk di suatu daerah yang meningkat, tidak mungkin akan meningkat pada jumlah yang tanpa batas. Dalam kenyataannya, penduduk hanya akan meningkat sampai suatu tingkat dengan kapasitas yang maksimum dan kemudian akan kembali turun atau stabil dalam kaitannya dengan kepadatan penduduk, biaya hidup dan kualitas hidup. Oleh karenanya, penggunaan model ekstrapolasi trend



membutuhkan pemahaman yang baik tentang kecenderungan pertumbuhan masa lalu untuk membuat estimasi dengan batasan yang masuk akal (reasonable).



a. Model Linear (Aritmethic) Model linear menurut Klosterman (1990) adalah teknik proyeksi yang paling sederhana dari seluruh model trend. Model ini menggunakan persamaan derajat pertama (first degree equation). Berdasarkan hal tersebut, penduduk diproyeksikan sebagai fungsi dari waktu, dengan persamaan: Pt =α + βT Dimana :



Pt = penduduk pada tahun proyeksi t



α = intercept = penduduk pada tahun dasar β = koefisien = rata-rata pertambahan penduduk T = periode waktu proyeksi = selisih tahun proyeksi dengan tahun dasar Hasil proyeksi akan berbentuk suatu garis lurus. Model ini berasumsi bahwa penduduk akan bertambah/berkurang sebesar jumlah absolute yang sama/tetap (β) pada masa yang akan datang sesuai dengan kecenderungan yang terjadi pada masa lalu. Ini berarti bahwa, jika P t+1 dan Pt adalah jumlah populasi dalam tahun yang berurutan, P t+1 – Pt yang adalah perbedaan pertama yang selalu tetap (konstan). Klosterman (1990), mengacu pada Pittengar (1976), mengemukakan bahwa model ini hanya digunakan jika data yang tersedia relatif terbatas, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan model lain. Selanjutnya, Isserman (1977) mengemukakan bahwa model ini hanya dapat diaplikasikan untuk wilayah kecil dengan pertumbuhan yang lambat, dan tidak tepat untuk proyeksi pada wilayah-wilayah yang lebih luas dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi.



b. Model Geometric. Asumsi dalam model ini adalah penduduk akan bertambah/berkurang pada suatu tingkat pertumbuhan (persentase) yang tetap. Misalnya, jika Pt+1 dan Pt adalah jumlah penduduk dalam tahun yang berurutan, maka penduduk akan bertambah atau berkurang pada tingkat pertumbuhan yang tetap (yaitu sebesar Pt+1/Pt ) dari waktu ke waktu. Menurut Klosterman (1990), proyeksi



dengan tingkat pertumbuhan yang tetap ini umumnya dapat diterapkan pada wilayah, dimana pada tahun-tahun awal observasi pertambahan absolut penduduknya sedikit dan menjadi semakin banyak pada tahun-tahun akhir. Model geometric memiliki persamaan umum: Pt =α + βT



Persamaan diatas dapat ditransformasi kedalam bentuk linear melalui aplikasi logaritma, menjadi sebagai berikut: LogPt =Logα + T.logβ



d.



Model Parabolik Model parabolic seperti model geometric berasumsi bahwa penduduk suatu daerah tidak



tumbuh dalam bentuk linear. Namun demikian, tidak seperti model geometrik (yang berasumsi tingkat pertumbuhan konstan dari waktu ke waktu), pada model parabolic tingkat pertumbuhan penduduk dimungkinkan untuk meningkat atau menurun. Model ini menggunakan persamaan derajat kedua yang ditunjukkan sebagai berikut: Pt =α + β1T + β2T2 Model parabolic memiliki dua koefisien yaitu β1 dan β2. β1 adalah koefisien linear (T) yang menunjukkan pertumbuhan konstan, dan β2 adalah koefisien non-linear yang (T 2) yang menyebabkan perubahan tingkat pertumbuhan. Tanda positif atau negatif pada β1 dan β2 bervariasi tergantung pada apakah tingkat pertumbuhan tersebut akan meningkat atau menurun. Berdasarkan variasi pada tanda β1 dan β2, model akan menghasilkan empat scenario sebagai berikut:



Tabel. Skenario dalam Model Parabolik



β1



β2



Efek terhadap pertumbuhan penduduk Pertambahan yang semakin meningkat



+



+



Penduduk bertambah Kurva cekung ke atas (Concave upward) Pertambahan yang semakin berkurang



+



-



Penduduk berkurang Kurva cekung ke bawah (concave downward) Pertambahan yang semakin berkurang



-



+



Penduduk bertambah Kurva cekung ke atas (Concave upward) Pertambahan yang semakin meningkat



-



-



Penduduk berkurang Kurva cekung ke bawah (concave downward)



Klosterman (1990), menyarankan demographer untuk terlebih dahulu mencermati (menguji coba) model ini ketika akan diaplikasikan pada suatu daerah. Menurutnya, meskipun model ini baik untuk daerah dengan pertumbuhan atau penurunan yang cepat, namun demikian proyeksi jangka panjang akan menghasilkan angka yang sangat besar atau sangat kecil.



2. Model Komponen Kohor Model-model ekstrapolasi trend yang didiskusikan diatas mengacu pada perkiraan penduduk secara agregat, sementara model komponen kohor mengacu pada perubahan-perubahan komponen penduduk (yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi) secara terpisah. Penduduk secara keseluruhan dibagi kedalam beberapa kohor/kelompok umur. Interval (k) dari kohor ini umumnya dalam satu tahunan (0-1, 1 -2, 2-3 dst), lima tahunan (0-4, 5-9, 10-14 dst), atau 10 tahunan (0-9, 10-19, 20-29. Selanjutnya, kohor dibagi lagi berdasarkan gender dan etnis. Pengelompokan penduduk berdasarkan komponen-komponen yang mempengaruhi perubahan penduduk, kelompok umur, gender dan etnis akan membantu untuk membangun pemahaman yang lebih baik mengenai dinamika penduduk suatu daerah. Karena ukuran kohor



semakin kecil, maka akan semakin terperinci informasi yang dapat digunakan dalam analisis. Misalnya, bayi dan penduduk umur-umur tua akan memiliki persentase kematian yang lebih tinggi dibandingkan penduduk usia muda. Jumlah kelahiran akan bervariasi berdasarkan umur dan etnis dari penduduk wanita. Demikian juga, migrasi akan bervariasi menurut umur, gender dan etnis individu. Persamaan dalam model komponen kohor adalah:



Dimana: Pt = penduduk tahun t pada kohor di interval k t = tahun n = umur awal dari kohor k = jumlah tahun dalam kohor (interval kohor umur) DTH = total kematian IR = total kelahiran NMIG = total migrasi bersih



Karena penduduk kohor n pada tahun sebelumnya (



dalam kohor tersebut (



tahun t (



) dikurangi dengan jumlah kematian



) adalah jumlah penduduk yang bertahan hidup ke kohor n pada



), maka persamaan dapat ditulis ulang sebagai berikut:



Berikut diberikan perhitungan-perhitungan untuk ketiga komponen dalam metode ini: a. Mortalitas-Tingkat Survival Mortalitas dihitung dalam model sebagai jumlah penduduk dalam kohor tertentu n-k pada tahun t-k, yang bertahan hidup ke kohor berikutnya (n) pada tahun t.



Dimana:



penduduk dari kohor n-k pada tahun t-k



n-kSRVk = tingkat bertahan hidup (survival)



b. Kelahiran- Tingkat Fertilitas Fertilitas adalah jumlah bayi yang dilahirkan wanita usia subur (biasanya antara 15-44 tahun). Tingkat fertilitas diberikan melalui persamaan berikut:



Dimana:



tingkat fertilitas wanita dalam kohor n dari interval k



jumlah kelahiran oleh wanita pada kohor n



jumlah wanita dalam kohor n Tingkat fertilitas yang diperoleh dari rumus diatas dapat digunakan untuk menghitung



jumlah kelahiran dalam interval waktu yang sama sesuai dengan ukuran kohor. Misalnya, jika ukuran kohor adalah lima tahunan (0-4, 5-9, 10-14), maka proyeksi dapat dilakukan untuk interval lima tahunan (2005, 2010, 2015). Selanjutnya, jika wanita-wanita pada kohor umur tertentu tidak memiliki kelahiran, maka untuk keakuratan perhitungan, tingkat fertilitas perlu disesuaikan. Tingkat fertilitas yang disesuaikan adalah rata-rata dari dua tingkat fertilitas yang berurutan.



c. Migrasi bersih (Net Migration).



Migrasi bersih adalah perbedaan antara jumlah penduduk yang masuk dengan jumlah penduduk yang keluar dari suatu daerah, dengan persamaan:



3. Model Ratio Menurut Smith, Tayman dan Swanson (2001), model ratio-sebagaimana model ekstrapolasi trend- juga didasarkan pada trend masa lalu. Model ratio menggunakan konsep bahwa penduduk (atau perubahan penduduk) pada suatu wilayah yang lebih kecil (wilayah studi) merupakan proporsi dari penduduk (perubahan penduduk) dari wilayah yang lebih luas, atau wilayah basis (base area). Model ini sederhana dan mudah dalam perhitungannya serta membutuhkan data yang relative lebih sedikit. Meskipun demikian, model ini membutuhkan proyeksi penduduk dari wilayah basis tersebut. Model ratio mencakup model constant share, shift share dan model share of growth. a. Model Constant Share Model ini berasumsi bahwa share penduduk dari daerah studi merupakan suatu proporsi yang konstan dari daerah basis dan proyeksi dilakukan berdasarkan proporsi konstan tersebut. Model disajikan dalam bentuk persamaan berikut:



Dimana: P = jumlah penduduk pada daerah studi Pj = penduduk pada daerah basis atau daerah yang lebih luas yang didalamnya terdapat daerah studi l



= tahun akhir dari



observasi t = tahun proyeksi Jika data wilayah studi menunjukkan kecenderungan yang sama seperti wilayah basis, penggunaan model ini akan menghemat waktu dan lebih sederhana dalam penerapannya. Namun demikian, jika daerah studi dan daerah basis memiliki trend pertumbuhan yang berlawanan,



artinya jika daerah studi mengalami penurunan penduduk dan daerah basis mengalami peningkatan penduduk, atau sebaliknya, proyeksi ini tidak dapat diaplikasikan b. Model Shift Share Model shift share mencoba mengoreksi kelemahan dari model constant share dengan memasukkan indeks pergeseran (shift term) untuk menghitung perubahan share penduduk dari waktu ke waktu. Jika pertumbuhan daerah studi lebih cepat dari daerah basis maka shift term akan positif. Sebaliknya jika pertumbuhan daerah studi lebih lambat dari daerah basis, maka shift termnya akan negative. Persamaan dalam metode ini adalah sebagai berikut:



Dimana:



b



= tahun awal observasi



s = shift term z = jumlah tahun dalam proyeksi (t-1) y = jumlah tahun dalam periode observasi (1-b) Satu kelemahan utama dari metode ini adalah jika terjadi pertumbuhan atau pengurangan yang tinggi pada tahun dasar, hal ini dapat menyebabkan bertambahnya atau berkurangnya penduduk dalam jumlah yang sangat besar pada tahun proyeksi. Oleh karenanya, penggunaan metode ini untuk proyeksi penduduk jangka panjang harus dilakukan secara hati-hati. c. Metode “share of growth” Metode ini menggunakan share dari pertumbuhan penduduk bukannya share dari jumlah penduduk seperti yang digunakan dua model ratio sebelumnya. Asumsi dasar dari model ini adalah bahwa share pertumbuhan penduduk daerah studi pada periode observasi akan berlaku sama dalam periode proyeksi. Model ini disajikan dalam bentuk persamaan berikut:



Metode ini akan lebih tepat diterapkan jika trend pertumbuhan penduduk pada daerah studi sama dengan trend pertumbuhan pada daerah basis. Misalnya jika pertumbuhan penduduknya sama-sama meningkat atau sama-sama menurun.



4.



Data Dasar Proyeksi Penduduk



Badan Pusat Statistik (BPS) sudah beberapa kali membuat proyeksi penduduk berdasarkan data hasil Sensus Penduduk (SP) 1971, 1980, 1990, 2000 dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 dan 1995. Proyeksi penduduk yang terakhir dibuat adalah proyeksi penduduk berdasarkan hasil SP2000 yang lalu. Proyeksi penduduk berdasarkan SP2000 hanya mencakup periode 2000 – 2010. Untuk keperluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang diperlukan data jumlah penduduk sampai dengan tahun 2025. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan p royeksi p enduduk dari tahun 2010 samp ai dengan tahun 2025. Data dasar perhitungan proyeksi ini adalah data SP2000. Proyeksi penduduk Indonesia menurut umur, jenis kelamin dan provinsi yang disajikan dalam publikasi ini merupakan angka final dan mencakup kurun waktu dua puluh lima tahun, mulai tahun 2000 sampai dengan 2025. Pembuatan proyeksi dengan kurun waktu yang panjang ini dimaksudkan agar hasilnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan terutama untuk perencanaan jangka panjang. Data yang dipakai untuk perhitungan proyeksi ini terutama berdasarkan hasil SP2000. a.



Metode Proyeksi



Badan Pusat Statistik telah membuat beberapa skenario proyeksi penduduk Indonesia (20002025) mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi dengan dasar hasil Sensus Penduduk 2000. Proyeksi ini dibuat dengan metode komponen berdasarkan asumsi tentang kecenderungan fertilitas, mortalitas, serta perpindahan penduduk antar provinsi yang paling mungkin terjadi 25 tahun yang akan datang. Untuk proyeksi penduduk daerah perkotaan dilakukan dengan metode Urban Rural Growth Difference (URGD), yaitu dengan menggunakan selisih pertumbuhan penduduk daerah perkotaan dan penduduk daerah perdesaan. Pada tahap pertama, dihitung proyeksi penduduk Indonesia, kemudian proyeksi penduduk per provinsi. Jika proyeksi penduduk per provinsi ini dijumlahkan, maka hasilnya tidak akan sama dengan proyeksi penduduk Indonesia, sehingga untuk menyamakannya dilakukan iterasi, dengan penduduk Indonesia sebagai patokan. Pada tahap terakhir baru dilakukan perhitungan proyeksi penduduk daerah perkotaan. Kemudian, proyeksi tersebut dibahas dalam tim teknis yang dibentuk oleh



BPS, selanjutnya hasil pembahasan tersebut dibahas lebih lanjut dalam rapat tim yang terdiri dari para pejabat dari Bappenas, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Departemen Kesehatan, Badan Pusat Statistik dan instansi-instansi lain yang terkait. Dalam rapat tersebut selain dilakukan diskusi-diskusi teknis juga diputuskan bahwa untuk perencanaan Pembangunan Jangka Panjang (PJP) perlu dibuat suatu proyeksi penduduk yang bersifat resmi yang dapat dijadikan acuan oleh semua instansi pemerintah dalam menyusun perencanaannya masing-masing. b.



Sumber data



Meski tersedia berbagai sumber data yang dapat digunakan untuk melihat gambaran tentang pola tingkat kelahiran di Indonesia, namun untuk keperluan proyeksi ini, sumber data yang digunakan adalah Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 dan 2000 (SP71, SP80, SP90 dan SP2000), Survei Penduduk Antar Sensus 1985, 1995 (SUPAS85 dan SUPAS95). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk menjaga “konsistensi”data serta kesamaan metodologi dan definisi yang dipakai. Dengan demikian data yang akan dijajarkan dari masa lalu hingga perkiraan di masa yang akan datang tidak mengandung penyimpangan yang disebabkan oleh perbedaan metodologi dan definisi.



c.



Evaluasi Data Dasar



c.1 Evaluasi Data Umur dan Jenis Kelamin Data yang diperoleh dari hasil sensus dan survei biasanya masih mengandung kesalahan, walaupun telah diusahakan agar kesalahan tersebut tidak terjadi atau sekecil mungkin.Kesalahan yang paling sering ditemukan adalah kurang tepatnya pelaporan umur. Kesalahan ini sering terjadi,antara lain karena banyak penduduk terutama di daerah perdesaan yang tidak melaporkan umur dengan benar.Hal ini disebabkan penduduk tersebut tidak mengetahui tanggal kelahirannya atau umurnya, sehingga pelaporan umurnya hanya berdasarkan perkiraan sendiri atau perkiraan pencacah. Ada pula penduduk yang mengetahui umurnya secara pasti tetapi karena alasanalasan tertentu cenderung melaporkan umurnya menjadi lebih tua atau lebih muda.



Tabel 1. Rasio Jenis Kelamin menurut Golongan Umur Tahun 1971-2000



Golongan Umur (Tahun) (1)



1971



1980



1990



(2)



(3)



0-4



101,2



104,3



105,2



102,9



5-9



103,1



104,2



105,6



103,7



10-14



107,7



107,6



105,8



104,7



15-19



97,4



96,7



101,2



101,4



20-24



81,3



85,1



88,7



92,2



25-29



80,4



97,9



91,3



96,0



30-34



87,6



97,1



98,8



100,1



35-39



97,6



96,1



107,3



99,5



40-44



100,9



96,5



98,5



106,6



45-49



109,2



96,0



96,9



111,4



50-54



97,0



101,0



96,8



105,5



55-59



102,4



103,0



92,5



103,1



60-64



86,2



93,4



96,2



95,3



65-69



92,5



89,8



93,6



87,8



70-74



96,6



81,9



87,3



93,2



75+



93,6



82,3



78,5



86,2



Jumlah



97,2



98,8



99,4



100,6



(4)



2000 (5)



c.2 Perapian Umur Perapihan umur perlu dilakukan dengan tujuan untuk memperkecil kesalahan yang ada dalam data. Jika perapihan umur tidak dilakukan maka kesalahan-kesalahan itu akan terbawa ke dalam perhitungan proyeksi, sehingga akan mempengaruhi jumlah dan struktur umur penduduk dalam periode proyeksi tersebut. Dalam melakukan perapihan umur kesulitan yang dihadapi adalah tidak diketahui secara pasti letak kesalahan-kesalahan yang ada, sehingga sulit menentukan umur-umur mana yang sudah pasti salah dan mana yang benar,sehingga perapihan dilakukan untuk semua kelompok umur.



Perapihan data dasar penduduk menurut umur dan jenis kelamin dilakukan dalam tiga tahapan yang berbeda. Pertama, merapihkan data penduduk umur (10-64) tahun. Kedua, merapihkan data penduduk umur 65 tahun ke atas, tahap terakhir adalah merapihkan data penduduk umur (0-9) tahun. Masing-masing tahap perapihan data dasar dilakukan dengan metode yang berbeda. Tahap pertama, menggunakan metode dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN, 1956) yang disusun dalam paket komputer Micro Computer Programs for Demographics Analaysis (MCPDA). Secara umum formula yang digunakan adalah sebagai berikut: 5Px* = 1/16 (-5Px-10 + 4 5Px-5 + 10 5Px + 4 5Px+5 – 5Px+10) 5Px* = Jumlah penduduk yang telah dirapihkan menurut kelompok umur 5 tahunan 5Px



= Jumlah penduduk dari data dasar menurut kelompok umur 5 tahunan



Hasil perapihan penduduk menurut jenis kelamin pada kelompok umur 10-64 tahun menggambarkan keadaan pada tanggal 30 Juni 2000 (Census Date SP2000) yang digunakan sebagai dasar I perhitungan proyeksi. Tahap kedua adalah perapihan penduduk yang berusia 65 tahun ke atas, menggunakan distribusi umur penduduk 65 tahun ke atas dari suatu negara yang penduduknya sudah stabil. Kelompok penduduk ini tidak besar pengaruhnya terhadap hasil proyeksi karena jumlahnya relatif kecil dan dalam waktu relatif singkat akan berkurang menjadi nol. Tahap terakhir adalah merapihkan penduduk yang berumur 0-4 dan 5-9 tahun. Jumlah penduduk kelompok ini, terutama yang berumur 0 dan 1 tahun, jauh lebih kecil daripada yang diharapkan dan diduga karena lewat cacah. Untuk merapihkannya diperlukan data angka kelahiran total (TFR) masa lampau yang menggambarkan keadaan paling tidak 10 tahun sebelum pencacahan, jumlah dan susunan umur wanita usia subur, serta tingkat kematian dalam kurun waktu yang sama.