Modul MPI. IV. Manjemen Kasus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MATERI PELATIHAN INTI IV MANAJEMEN KASUS PENYAKIT MENULAR POTENSIAL KLB DAN WABAH PELATIHAN PENANGGULANGAN KLB DAN WABAH UNTUK TIM GERAK CEPAT (TGC) DI PUSKESMAS



KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DIREKTORAT SURVEILANS DAN KARANTINA KESEHATAN 2020



DAFTAR ISI I.



DESKRIPSI SINGKAT...........................................................................



1



II.



TUJUAN PEMBELAJARAN ..................................................................



2



III. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK......................................



2



IV. METODE ...............................................................................................



2



V. MEDIA DAN ALAT BANTU ...................................................................



2



VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN ........................



3



VII. URAIAN MATERI ..................................................................................



4



MATERI POKOK 1. MANAGEMEN KASUS PENYAKIT MENULAR POTENSIAL KLB DAN WABAH DI MASYARAKAT ...................................................



4



MATERI POKOK 2 : SISTEM RUJUKAN KASUS ...............................



12



VIII. EVALUASI.............................................................................................



15



IX. REFERENSI ..........................................................................................



15



X. LAMPIRAN ............................................................................................



16



i



MATERI PELATIHAN INTI. IV MANAJEMEN KASUS PENYAKIT MENULAR POTENSIAL KLB DAN WABAH



I.



DESKRIPSI SINGKAT Terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular potensial KLB dan



wabah menimbulkan efek yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat. KLB menyebabkan kenaikan angka kesakitan dan kematian, mempengaruhi produktifitas ekonomi, dan mempunyai potensi menyebar secara lintas provinsi dalam skala nasional dan dapat menyebar ke negara lain dalam skala internasional. Untuk meminimalkan efek buruk yang ditimbulkan, maka KLB harus dapat dideteksi dan dikendalikan dengan cepat. Dalam penanggulangan KLB seluruh fasilitas kesehatan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan terhadap penderita atau tersangka penderita, sesuai dengan kemampuannya. Adanya acuan (pedoman) yang sama dalam manajemen kasus sangat penting, mulai dari tingkat nasional sampai ke tingkat kabupaten/kota maupun puskesmas. Tujuan dari suatu manajemen kasus adalah memutus mata rantai penularan dan/atau pengobatan penderita. Prinsip dasar manajemen kasus penyakit menular potensial KLB/wabah di masyarakat setelah dilakukan pemeriksaan dan penegakan diagnosis oleh petugas pelayanan kesehatan di masyarakat dengan tujuan tersebut adalah tatalaksana terhadap kasus dan kontak erat melalui kegiatan Isolasi dan Karantina. Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 001 Tahun 2012, maka yang dimaksud dengan sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Tujuan adanya sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi dan pelayanan kesehatan secara terpadu agar penderita mendapatkan pertolongan kesehatan di fasilitas kesehatan kesehatan yang lebih memadai sehingga jiwanya dapat terselamatkan.



1



II.



TUJUAN PEMBELAJARAN A.



Hasil Belajar Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan managemen kasus penyakit menular potensial KLB dan wabah di masyarakat dan sistem rujukan penyakit menular potensial KLB dan wabah.



B.



Indikator Hasil Belajar Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat a)



Melakukan manajemen kasus penyakit menular potensial KLB dan wabah di masyarakat



b) III.



Melakukan sistim rujukan penyakit menular potensial KLB dan wabah



MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK Dalam modul ini akan dibahas materi pokok dan sub materi pokok sebagai berikut: Materi Pokok 1. Managemen Kasus Penyakit Menular Potensial KLB dan Wabah di Masyarakat. Sub Materi Pokok 1 : a. Isolasi kasus b. Karantina kontak erat Materi Pokok 2. Sistim Rujukan Penyakit Menular potensial KLB dan Wabah Sub Materi Pokok 2 : a. Koordinasi dengan RS rujukan b. Evakuasi dan transportasi kasus ke RS rujukan



IV.



METODE 1. Curah pendapat 2. Ceramah tanya jawab 3. Diskusi



V.



MEDIA DAN ALAT BANTU 1.



Bahan Tayang/ Slide



2.



Modul



3.



Laptop



2



VI.



4.



LCD



5.



ATK



6.



Flipchart



7.



Spidol



8.



Panduan Diskusi



LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran mata pelatihan ini. Langkah 1. Pengkondisian Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: Kegiatan Fasilitator a.



Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas.



b.



Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.



c.



Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.



d.



Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang melakukan managemen kasus penyakit menular potensial KLB/wabah di masyarakat dan sistem rujukan penyakit menular potensial KLB/Wabah di masyarakat



e.



Menggali pendapat peserta latih tentang managemen kasus penyakit menular potensial KLB/wabah di masyarakat dan sistem rujukan penyakit menular potensial KLB/Wabah di masyarakat



Langkah 2. Kegiatan Fasilitator a.



Menyampaikan ceramah, tanya jawab, dan Brain storming tentang managemen kasus penyakit menular potensial KLB/wabah di masyarakat yang meliputi: 1) Isolasi kasus 2) Karantina kontak erat



3



b.



Menyampaikan ceramah tanya jawab dan brain storming tentang sistem rujukan penyakit menular potensial KLB/Wabah di masyarakat 1) Koordinasi dengan RS rujukan



2) Evakuasi dan transportasi kasus ke RS rujukan c.



Mengajukan penugasan studi kasus dan diskusi kelompok managemen kasus penyakit menular potensial KLB/wabah di masyarakat dan sistem rujukan penyakit menular potensial KLB/Wabah di masyarakat



Langkah 3 Kegiatan fasilitator: a.



Fasilitator merangkum dan menjelaskan kembali hal-hal penting yang harus diperhatikan



dalam



managemen



kasus



penyakit



menular



potensial



KLB/wabah di masyarakt dan sistem rujukan penyakit menular potensial KLB/Wabah di masyarakat b.



Fasilitator menutup materi dengan mengucapkan salam dan terima kasih



VII. URAIAN MATERI Materi Pokok 1. Managemen Kasus Penyakit Menular Potensial KLB dan Wabah Di Masyarakat Mengacu pada Permenkes No.1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya, manajemen atau penatalaksanaan kasus penyakit menular potensial KLB/wabah merupakan salah satu upaya penanggulangan KLB/wabah. Kegiatan penatalaksanaan kasus tersebut mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, dan tindakan kekarantinaan. Prinsip dasar manajemen kasus penyakit menular potensial KLB/wabah di masyarakat setelah dilakukan pemeriksaan dan penegakan diagnosis oleh petugas pelayanan kesehatan di masyarakat adalah tatalaksana terhadap kasus dan kontak erat melalui kegiatan Isolasi dan Karantina. Walaupun konsep keduanya hampir sama yaitu memisahkan antara individu yang sakit dan kontak eratnya dengan populasi umum yang sehat, tetapi istilah keduanya dibedakan pada siapa yang dilakukan pemisahan dan pemantauan. Kedua kegiatan ini sangat penting untuk mengurangi risiko penularan di masyarakat, oleh karena ini



4



kegiatan ini berperan penting dalam memutus rantai penularan penyakit potensi KLB/wabah, sehingga sangat perlu untuk dilakukan dengan seksama oleh petugas kesehatan dan melibatkan komponen masyarakat. Mengacu pada Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, isolasi adalah pemisahan orang sakit dari orang sehat yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan. Kegiatan isolasi ini dilakukan pada kasus suspek dan kasus konfirmasi, baik yang bergejala maupun tidak bergejala, untuk dilakukan pengobatan intensif dan pemantauan



perkembangan



kesakitannya.



Sedangkan



karantina



adalah



pembatasan kegiatan dan atau pemisahan seseorang yang pernah terpapar penyakit menular potensial KLB/wabah, meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang dalam masa inkubasi, untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang lain di sekitarnya. Kegiatan karantina ini dilakukan pada close contact/kontak erat dari kasus konfirmasi dan probable selama waktu tertentu, tergantung pada masa inkubasi penyakitnya.



Keterangan:



Kasus Konfirmasi/Probabel Kontak erat Orang sehat



Gambar 1. Ilustrasi Manajemen Kasus dengan/tanpa Isolasi dan Karantina Selama isolasi dan karantina, petugas harus melakukan pemantauan harian kepada kasus terhadap perkembangan penyakit yang diderita dan kontak erat kasus terhadap gejala yang mungkin muncul selama proses karantina.



5



a. Isolasi Kasus Isolasi dilakukan kepada kasus suspek dan kasus yang sudah dinyatakan konfirmasi berdasarkan hasil laboratorium. Isolasi kasus penyakit menular potensial KLB/wabah biasanya dilakukan di rumah sakit rujukan khusus atau rumah sakit lain yang sudah memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan peraturan perundang-undangan. Namun berdasarkan definisi diatas, isolasi di rumah sakit rujukan lebih diutamakan kepada kasus suspek dan kasus konfirmasi yang menunjukkan gejala sedang sampai berat yang memerlukan pertolongan lebih intensif. Sedangkan untuk kasus suspek dan kasus konfirmasi dengan gejala ringan atau tanpa gejala dapat menjalani isolasi mandiri di rumah atau di fasilitas publik yang disiapkan oleh pemerintah untuk pelaksanaan isolasi. Prinsip utama isolasi kasus adalah mencegah penularan penyakit yang diderita kepada orang dan lingkungan di sekitarnya. Lamanya masa isolasi bergantung kepada masa inkubasi dan masa penularan penyakitnya. Ketika masa penularannya sudah diketahui, maka akan ditetapkan lamanya masa isolasi. Kasus yang menjalani isolasi harus menjalankan aturan-aturan terkait PPI dan dilakukan pemantauan secara berkala baik melalui kunjungan rumah maupun secara telemedicine oleh petugas FKTP. Pada kasus yang bergejala ringan dapat diberikan bekal obat-obatan yang bersifat simptomatik sesuai gejala yang dirasakan. Selain itu kasus sebaiknya diberikan informasi baik lisan maupun berupa leaflet berisi hal-hal yang harus diketahui dan dilaksanakan, terutama nomor kontak petugas yang bisa dihubungi bila terjadi perburukan. Petugas FKTP harus proaktif melakukan pemantauan kondisi kasus yang sedang menjalani isolasi. Bila kasus mengalami perkembangan munculnya gejala dan tanda kurang baik, petugas harus segera melakukan pemeriksaan dan evaluasi. Bila tidak memungkinkan dilakukan pemantauan lanjutan oleh FKTP, maka perlu menyiapkan rujukan ke FKRTL. Setelah masa isolasi berakhir, kasus diminta kontrol ke FKTP terdekat. Untuk isolasi mandiri berbasis komunitas, maka fasilitas isolasi sebaiknya memiliki kriteria sebagai berikut:



6



Indikator



Isolasi Mandiri (rumah, kos, hotel mandiri, apartemen, dll)



Isolasi di fasilitas khusus (sekolah, asrama haji, balai desa, hotel yang ditunjuk, tenda darurat dsb)



Definisi



Proses isolasi yang dilakukan secara mandiri di rumah atau tempat yang tidak dikelola oleh pemerintah dengan tetap mengikuti arahan dari petugas setempat



Fasilitas isolasi berbasis komunitas disiapkan untuk orang yang tidak mungkin menyelenggarakan upaya isolasi di rumah sendiri baik di gedung permanen atau non permanen



Sasaran



Kasus positif tanpa gejala, suspek Kasus positif tanpa gejala, Suspek sedangringan-sedang, orang yang tidak ringan yang dinilai tidak mampu melakukan memiliki penyakit penyerta isolasi mandiri dan tidak memenuhi persyaratan rawat di rumah sakit



Jenis Intervensi



Pemantauan suhu, gejala dan tanda perburukan harian oleh petugas



Lama isolasi



10-14 hari (bergantung perkembangan informasi penyakit atau pedoman)



Ketersediaan masker



Tersedia persediaan masker medis minimal untuk 14 hari (2-3 masker perhari)



Privasi/ tempat tidur



Sangat direkomendasikan untuk merawat pasien terkonfirmasi di kamar hunian tunggal dengan pintu dan sistem ventilasi udara yang terpisah untuk menghindari bercampurnya udara antar ruangan Kamar tidur terpisah dengan penghuni lainnya



Jika tidak memungkinkan kamar tidur terpisah, maka jarak antar tempat tidur minimal 2 meter dan pemisahan ruangan untuk pria dan wanita. Perhatian: kasus positif tidak boleh dicampur dengan kasus suspek (konsultasikan dengan dinas kesehatan setempat)



Pada kasus konfirmasi yang melakukan isolasi mandiri di rumah, pemantauan dilakukan oleh petugas FKTP/FKRTL berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat. Pemantauan dapat melalui telepon atau melalui kunjungan secara berkala (harian) dan dicatat pada formulir pemantauan harian yang sudah ditentukan. Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala harian. Jika sudah selesai isolasi/pemantauan maka dapat diberikan surat pernyataan selesai isolasi atau sembuh yang diterbitkan oleh FKTP atau Dinas Kesehatan setempat. 7



b. Karantina kontak erat Karantina dilakukan kepada orang yang memiliki Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi atau probable. Kriteria kontak erat pada umumnya ditetapkan berdasarkan cara penularan penyakitnya. Pada kasus yang ditularkan melalui droplet biasanya ditetapkan sebagai berikut: 



Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.







Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).







Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.







Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat.



Lamanya waktu karantina biasanya disesuaikan dengan masa inkubasi penyakit, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh agen penyakit untuk menimbulkan gejala di tubuh seseorang setelah terpapar dengan kasus. Sehingga pelaksanaan karantina terhitung sejak orang terakhir melakukan kontak erat terakhir dengan kasus konfirmasi atau probable. Tempat karantina dapat dilakukan secara mandiri di rumah masing-masing atau di fasilitas khusus yang disiapkan oleh pemerintah dengan persyaratan sebagai berikut:



Indikator



Karantina Mandiri (rumah, kos, apartemen, dll)



Karantina di fasilitas khusus (asrama haji, balai desa, Gedung pemerintah, tenda darurat dsb)



Definisi



Proses karantina yang dilakukan secara mandiri di rumah atau tempat yang tidak dikelola oleh pemerintah dengan tetap mengikuti arahan dari petugas setempat



Fasilitas karantina berbasis komunitas disiapkan untuk orang yang tidak mungkin menyelenggarakan upaya karantina di rumah sendiri baik di gedung permanen atau non permanen



Sasaran



Close Contact tanpa gejala, kasus suspect ringan sampai discarded.



Jenis Intervensi



Pemantauan suhu dan gejala harian mandiri atau oleh petugas



Lama karantina



14 hari (tergantung masa inkubasi masing-masing penyakit/sesuai pedoman)



8



Ketersediaan masker Privasi/ tempat tidur Teras atau akses ruang terbuka



Tersedia persediaan masker medis minimal untuk 14 hari Kamar tidur terpisah penghuni lainnya



dengan Jika tidak memungkinkan kamar tidur terpisah, maka jarak antar tempat tidur minimal 2 meter Disesuaikan untuk memungkinkan ventilasi baik, pencahayaan dan aktivitas fisik jika memungkinkan



Fasilitas Cuci Jika memungkinkan disediakan Fasilitas CTPS hanya digunakan untuk Tangan Pakai fasilitas CTPS terpisah dengan orang dalam karantina. Sabun (CTPS) penghuni lainnya. Jika tidak terpisah, pastikan sarana Jumlah fasilitas CTPS minimal cuci CTPS selalu dibersihkan dan tangan minimal satu kran untuk 10 orang. didisinfeksi. Jangan menggunakan lap yang sama. Untuk orang yang dikarantina lebih dianjurkan menggunakan kertas tisue. Sediakan tempat sampah tertutup untuk sampah tissue dan sampah lain.



MCK (Mandi Cuci, Kakus)



Sediakan kertas tissue untuk mengeringkan tangan. Jangan disediakan lap pengering. Sediakan tempat sampah tertutup untuk sampah tissue dan sampah lainnya Terdapat tanda jaga jarak untuk penghuni yang mengantri.



Sebaiknya terpisah dengan penghuni rumah lainnya, jika tidak memungkinkan maka harus sering dibersihkan (minimal 1x sehari atau setiap selesai digunakan) dengan desinfektan.



Jumlah toilet tersedia minimal 1 toilet untuk setiap 20 pasien serta terpisah untuk laki-laki, perempuan, anak-anak dan petugas kesehatan.



Ketersediaan air bersih mengalir yang memadai



Toilet dibersihkan dengan disinfektan minimal 2x sehari.



Pastikan tersedia toilet aksesibel Terdapat tanda jaga jarak untuk penghuni yang lokasinya tidak terlalu jauh dari yang mengantri. lokasi perawatan Dipastikan bahwa terdapat tangki septik yang aman (kedap dan tidak mencemari lingkungan) Ketersediaan air bersih mengalir yang memadai Pastikan tersedia toilet aksesibel yang lokasinya tidak terlalu jauh dari lokasi perawatan



9



Cuci pakaian



Terpisah dari anggota keluarga lain, Terpisah dari orang lainnya, dan jika dan jika mencuci direndam dengan mencuci direndam dengan deterjen deterjen



Lokasi



Disesuaikan, lebih baik jika tidak dalam pemukiman yang padat



Ventilasi



Ventilasi alami Terdapat jendela yang cukup dan bisa dibuka dengan aliran udara yang baik Untuk kamar terpisah maka satu kamar satu ventilasi/jendela (aliran udara tunggal) lebih baik



Logistik makanan dan air minum



Disiapkan oleh pemerintah



Peralatan makanan



Gunakan alat makan yang berbeda menggunakan air dan sabun cuci piring.



Tidak dalam pemukiman yang padat. Terdapat akses kendaraan roda empat.



Disediakan oleh pemerintah setempat (bisa juga dengan sistem gotong royong antar warga) Disajikan makanan yang bergizi dan Disajikan makanan yang bergizi dan seimbang. Menyesuaikan dengan seimbang. Menyesuaikan pula kebutuhan (misalnya makanan lunak dengan kebutuhan (misalnya untuk lansia) makanan lunak untuk lansia) Tersedia akses air minum Tersedia akses air minum



dengan



penghuni



lainnya,



cuci



Gunakan sarung tangan saat mengumpulkan peralatan makan, Hindari menyentuh wajah saat memindahkan dan membersihkan peralatan makanan yang sudah digunakan. Cuci tangan pakai sabun saat sesudah membersihkan peralatan makan Drainase



Saluran air yang tidak mengalir ke lingkungan luar



Sampah



Sampah dimasukkan kedalam plastik terpisah yang diletakkan dalam kamar, saat mengambil harus menggunakan masker dan sarung tangan Cuci tangan pakai sabun setelah membuang sampah



Ruang terbuka



Sebaiknya tersedia ruang terbuka untuk memberikan aspek kesegaran dan menghindarkan stress dengan tetap melakukan tindakan pencegahan infeksi



Penerangan



Memiliki penerangan dan sumber listrik yang memadai (dapat didukung dengan sumber listrik/penerangan cadangan) Memastikan cahaya terang di area ruangan, selasar, dan toilet.



Akses hiburan



Ada akses hiburan misalnya televisi, buku atau internet



10



Fasilitas ibadah



Ada ruang yang cukup untuk melakukan ibadah untuk setiap penghuni. Ibadah dilakukan secara terpisah dengan setiap penghuni. Peralatan ibadah perlu dicuci setiap hari.



Keamanan



Ada petugas yang melakukan pemantauan dengan berkoordinasi dengan gugus tugas setempat RT/RW juga dapat mengkoordinasi ke BPBD setempat untuk mendapatkan bantuan dan penjagaan keamanan



Aksesibilitas



Seluruh ruangan (tempat tidur, MCK, fasilitas cuci tangan, fasilitas ibadah, ruangan lainnya untuk istirahat) perlu mengakomodasi aksesibilitas untuk seluruh penghuni, termasuk bagi orang yang memiliki disabilitas fisik (misalnya menggunakan kursi roda), disabilitas sensorik (misalnya gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran), disabilitas mental, dan disabilitas intelektual. Pendamping perlu memahami juga dampak dan risiko COVID-19 terhadap penyandang disabilitas serta upaya pencegahan penularan. Alat bantu mobilitas (seperti kursi roda, tongkat penyangga, ‘walker’ atau penyangga untuk berjalan dan tongkat putih) sesering mungkin dibersihkan menggunakan cairan antiseptic atau desinfektan.



Akses evakuasi



Memiliki akses untuk evakuasi terutama jika muncul gejala COVID



Keluarga



Harus memahami bagaimana upaya pencegahan penularan: cara CTPS yang baik, etika batuk dan bersin, cara membersihkan perabotan, cara melakukan disinfeksi di rumah, cara menyiapkan makanan, cara mencuci pakaian, cara berkomunikasi dengan orang dalam karantina



Harus memahami bagaimana upaya pencegahan penularan: cara CTPS yang baik, etika batuk dan bersin, cara membersihkan perabotan, cara melakukan disinfeksi, cara menyiapkan makanan, cara mencuci pakaian, cara berkomunikasi dengan orang dalam karantina Keluarga dan kerabat hanya diperkenankan mengunjungi dengan jarak lebih dari 2 meter dengan menggunakan masker, tidak melakukan kontak fisik selama masa karantina dan harus memahami bagaimana upaya pencegahan infeksi



Seseorang yang menjalani karatina harus tetap menjalankan aturan-aturan terkait PPI. Selama masa karantina dilakukan pemantauan berkala untuk memantau perkembangan gejala yang mungkin muncul selama masa karantina. Apabila selama masa pemantauan tersebut muncul gejala yang



11



memenuhi kriteria suspek maka dilakukan tatalaksana sesuai kriteria. Pemantauan berkala dapat dilakukan baik melalui kunjungan rumah maupun secara telemedicine dan dicatat pada formulir pemantauan harian yang sudah ditentukan. Bentuk pemantauan berupa pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala harian. Pemantauan dilakukan oleh petugas FKTP dan berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat. Karantina dapat dihentikan apabila selama masa karantina tidak menunjukkan gejala penyakit potensial KLB/wabah, dan selanjutnya yang bersangkutan dapat diberikan surat pernyataan selesai masa karantina yang diterbitkan oleh FKTP atau Dinas Kesehatan setempat. Materi Pokok 2 : Sistem Rujukan Kasus Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 001 Tahun 2012, maka yang dimaksud



dengan



sistem



rujukan



pelayanan



kesehatan



adalah



penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Rujukan dilakukan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan tingkat pertama, kedua sampai ketiga kecuali pada keadaan darurat , bencana kekhususan permasalahan kesehatan pasien dan pertimbangan geografis. Apabila Fasyankes tempat penderita pertama kali berobat tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium/penunjang maupun perawatan terhadap penderita, baik dari segi sarana, prasarana maupun SDM maka wajib dirujuk oleh FKTP ke FKTL (RS Rujukan dan RS non Rujukan). Rujukan yang dimaksud dapat berasal dari FKTP ke FKRTL (RS Rujukan dan RS non Rujukan), maupun dari RS non rujukan ke RS rujukan. Beberapa kasus penyakit menular yang berpotensi wabah/KLB sudah memiliki RS rujukan khusus, antara lain : 



penyakit Flu Burung (Avian Influenza)  RS Rujukan untuk AI adalah 100 RS yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No 414 Tahun 2007.







penyakit virus ebola  RS rujukannya adalah 19 RS seperti yang tercantum dalam “Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Ebola”.







Penyakit COVID-19  RS rujukan berjumlah 132 RS seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 169 Tahun 2020. 12



Sementara untuk RS rujukan bagi penyakit lainnya adalah mengikuti sistem rujukan berjenjang, yakni RS Rujukan Regional (110 RS), RS Rujukan Provinsi (20 RS) dan RS Rujukan Nasional (14 RS) seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No 390 dan 391 Tahun 2014 serta Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan No 363 Tahun 2015. Ketentuan jumlah RS rujukan ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai perkembangan kapasitas rumah sakit di setiap daerah. Sistem rujukan berjenjang ini dikecualikan pada kondisi penderita gawat darurat. Koordinasi, Transportasi/Evakuasi dan Sistem Informasi serta pembiayaan dalam sistem rujukan kasus penyakit menular yang berpotensi menimbulkan KLB/wabah dilakukan sesuai dengan kondisi penderita dan ketersediaan sarana transportasi dan peraturan pemerintah yang berlaku.



Koordinasi Dengan RS Rujukan Dalam merujuk penderita dibutuhkan koordinasi yang baik antara pihak yang merujuk dan pihak penerima rujukan. Oleh karena itu dalam merujuk penderita ada beberapa prosedur yang diterapkan yaitu : 1) Pasien yang akan dirujuk harus dilengkapi dengan data pasien yang lengkap yang meliputi identitas, gejala penyakit dan riwayat perjalanan penyakit. 2) Fasyankes yang akan merujuk terlebih dahulu meminta persetujuan (informed consent), mengemukakan alasan dirujuk kepada penderita dan/ atau keluarga. Surat persetujuan (informed consent) disertakan bersama surat rujukan. 3) Dokter yang merujuk berkomunikasi dengan dokter di RS rujukan yang dituju dalam hal : kondisi klinis penderita, alasan merujuk, kelayakan kirim /transportable (sudah terpasang infus, oksigen) dan kondisi alat transportasi yang digunakan.  Disini bisa menggunakan Call Centre atau SPGDT bila daerah tersebut sudah mempunyai sistem tersebut atau koordinasi dengan RS yang dituju. 4) Dalam merujuk perlu dilampirkan fotokopi dokumen medik penderita, termasuk hasil-hasil pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. 5) Petugas pengantar penderita termasuk pengemudi harus menggunakan APD yang sesuai dengan jenis penyakit penderita. APD dilepaskan di RS rujukan, ditempatkan di kantong khusus untuk alat-alat infeksius dan segera di masukkan ke dalam insenerator.



13



Evakuasi dan Transportasi Penderita Dalam melakukan evakuasi atau pemindahan kasus/pasien yang akan dirujuk ke rumah sakit rujukan perlu memperhatikan alat transportasi yang akan digunakan serta jalur mobilisasi dari tempat merujuk ke alat transportasi dan dari alat transportasi ke ruang isolasi di rumah sakit rujukan. Hal ini sangat penting mengingat kasus yang akan dievakuasi dapat berpotensi menyebarkan agen penyakit di sepanjang perjalanan evakuasi bila kondisi diatas tidak diperhatikan, dan tentu akan sangat merugikan lingkungan yang akan dilalui. 



Alat Transportasi Penderita : 



Disarankan menggunakan ambulans gawat darurat/mobil puskesmas keliling yang dilengkapi dengan minimal tabung oksigen yang dilengkapi peralatan lainnya yang mendukung, seperti pulse oksimetri, emergensi kit, radio komunikasi.







Selama proses merujuk, penderita didampingi oleh dokter dan/atau perawat yang kompeten.







Prosedur desinfeksi kendaraan setelah merujuk penderita (terutama pada penderita yang transmisi penyakitnya melalui airborne, droplet dan kontak) antara lain : kendaraan dibersihkan dengan alat pembersih kuman, tutup selama 10 menit, cuci dengan air/lap basah, jemur/lap kering.







Jalur Mobilisasi Penderita Untuk penderita yang transmisi penyakitnya melalui vehicle, vektor maupun kontak tidak memerlukan jalur khusus saat menurunkan penderita dari ambulans di IGD sampai ke ruang perawatan/ruang isolasi. Sementara untuk penderita yang transmisi penyakitnya melalui airborne atau droplet (seperti COVID-19, Ebola dan AI), untuk pintu masuknya di IGD adalah melalui pintu masuk yang berbeda dari jalur penderita umum lainnya, untuk kemudian langsung dibawa ke ruang isolasi, dengan seminimal mungkin kontak dengan penderita lainnya.



Sistem Pembiayaan Peraturan



pemerintah



mengenai pendanaan yang



timbul dalam upaya



penanggulangan KLB/Wabah dibebankan pada anggaran Pemerintahan Daerah . Bila pemerintah daerah tidak mampu maka dimungkinkan mengajukan permintaan



14



bantuan kepada Pemerintah atau pemerintah daerah lainnya sesuai Permenkes 1501 tahun 2010.



VIII. EVALUASI  Pertanyaan dari fasilitator A. Apa yang dimaksud Isolasi dan karantina? Apa yang membedakan keduanya? B. Bagaimana manajemen kasus yang dilakukan isolasi ? C. Bagaimana manajemen kontak erat yang dilakukan karantina ? D. Apa yang dimaksud sistem rujukan pelayanan kesehatan? E. Bagaimana prosedur merujuk penderita ke RS rujukan? F. Bagaimana alat transportasi yang digunakan saat merujuk? G. Bagaimana jalur mobilisasi penderita yang dirujuk? IX.



REFERENSI







Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.







Undang-undang No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.







Peraturan Menteri Kesehatan No 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.







Peraturan Menteri Kesehatan No 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.







Keputusan Menteri Kesehatan No 414 Tahun 2007 tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Flu Burung (Avian Influenza).







Keputusan Menteri Kesehatan No. 390 Tahun 2014 tentang Pedoman Penetapan RS Rujukan Nasional.







Keputusan Menteri Kesehatan No. 391 Tahun 2014 tentang Pedoman Penetapan RS Rujukan Regional.







Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan No. HK.02.03/363/2015 tentang Penetapan RS Rujukan Provinsi dan RS Rujukan Regional.







Keputusan Menteri Kesehatan No. 169 Tahun 2020 tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penyakit Infeksi Emerging Tertentu.







Keputusan Menteri Kesehatan No. 413 Tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.







Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit (Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2010).



15



X.



LAMPIRAN Panduan Diskusi Kelompok



Tujuan: Setelah melakukan diskusi kelompok, peserta mampu memahami manajemen kasus penyakit menular potensial KLB dan wabah di masyarakat serta melakukan system rujukannya. Alat dan Bahan: 1.



Panduan Diskusi



2.



Lembar kasus



3.



Alat tulis



4.



Laptop



Langkah-langkah: 1. Fasilitator membagi peserta dalam 3 kelompok kecil @ 10 orang, dan menentukan ketua, notulen dan penyaji, untuk mendiskusikan kasus sebagai berikut: a. Kelompok 1: Demam Berdarah Dengue b. Kelompok 2: COVID-19 c. Kelompok 3: Difteri 2. Setiap kelompok ditugaskan untuk mendiskusikan: a. Tata laksana dan pemantauan harian kasus yang sedang diisolasi di rumah dan fasilitas khusus b. Tata laksana kontak erat kasus yang dilakukan karantina rumah dan fasilitas khusus c. Tahapan system rujukan (koordinasi dengan RS rujukan, evakuasi dan transportasi kasus) Setiap kelompok menyiapkan hasil diskusi pada Flipchart atau Powerpoint. Waktu diskusi: 10 menit 3. Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya @ 5 menit, dan kelompok lain menanggapi @ 5 menit (waktu: 3 kelompok x 10 menit = 30 menit), dan per kelompok. 4. Fasilitator melakukan klarifikasi dan menyimpulkan hasil diskusi (5 menit) Waktu: 1 JPL (45 menit)



16



TIM PENYUSUN Penasehat: drg. R. Vensya Sitohang M.Epid



(Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan)



Penangggungjawab: drh. Endang Burni. P, M.Kes



(Kasubdit Surveilans Kemenkes)



Ketua: dr. Triya Novita Dinihari,



(Kepala Seksi Kewaspadaan Dini)



Sekretaris: Abdurahman, SKM, M.Kes Tim Penyusun: Abdurahman, SKM, M.Kes



Subdit Surveilans



Abdur Rachim, SKM, M.Kes



PAEI



dr. Aisyah, MKM



BBPK Ciloto



Bayu Aji, SE, MScPH



Subdit Advokasi Kesehatan Dit. Promkes



Berkat Putra S. SKM



Subdit Surveilans



Edy Purwanto, SKM, M.Kes



Subdit Surveilans



Eka Muhiriyah, SKM, MKM



Subdit Surveilans



Emita Ajis, SKM, MPH



Subdit Surveilans



Helvy Yunida,S.Tr.Keb,SAP, MM



BBPK Ciloto



Husni, SKM, MPH



FETP Indonesia



Kambang Sariadji, M.Biomed



Puslitbang Biomedis



dr. Listiana Azizah, Sp.KP



Subdit Penyakit Infeksi Emerging



dr. Masri Sembiring Maha,DTMH,MCTM



Puslitbang Biomedis



Menikha Maulida, SKM , MPH



FETP Indonesia



dr. A. Muchtar Nasir , M.Epid



Subdit Penyakit Infeksi Emerging



Nina Hernawati, S.Kep, Ners, MKKK



BBPK Ciloto



Puhilan, SKM, M.Epid



Subdit Surveilans



Tanti Lukitaningsih, SKM, M.Kes



PAEI



dr. Titi Sundari, Sp.P



RSPI Sulianti Saroso



Ns. Tri Diani Agustuti, S,Kep, M.Kep



RSPI Sulianti Saroso



dr. Yan Bani Luza Prima W., MKM



BBPK Ciloto



17