3 0 319 KB
Modul Audit Investigasi
Andre Sabam P Munthe Universitas Hasanuddin
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan modul audit investigatif ini. Terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada dosen kami Bapak Drs. Muh. Ashari, MSA, Ak, CA yang telah memberikan bimbingan kepada kami. Modul ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang audit investigasi, yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Modul ini memuat tentang tindakan mencegah, mendeteksi dan mengidentifikasi fraud. Kami berharap modul ini dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari dan memahami konsep dan implementasi dari pencegahan fraud, pendeteksian fraud dan profiling tehadap pelaku,korban dan perbuatan fraud. Makassar,
Mei 2016
Penulis
Page |1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i DAFTAR ISI............................................................................................................. ii I.TINJAUAN MATA KULIAH....................................................................................... 1 II.PENDAHULUAN.................................................................................................... 3 III.MATERI PEMBELAJARAN...................................................................................... 5 1.
2.
3.
Mencegah Fraud.............................................................................................. 5 1.1
Gejala Gunung Es................................................................................... 5
1.2
Pelajaran dari Report To The Nations.....................................................6
1.3
Pengendalian Intern...............................................................................6
1.4
Langkah-langkah Pencegahan Fraud....................................................11
1.5
Mengefektifkan fungsi Internal Audit dalam Pencegahan Fraud...........13
Mendeteksi Fraud.......................................................................................... 15 2.1
Kesenjangan antara Kenyataan dan Harapan......................................16
2.2
Standar Audit untuk Menemukan Fraud...............................................17
2.3
Audit Umum dan Pemeriksaan Fraud...................................................17
2.4
Tanda-tanda terjadinya fraud(Red Flag)...............................................19
2.5
Pelajaran dari Report to the Nations....................................................22
2.6
Short Case terkait Deteksi Fraud..........................................................22
Profil Pelaku, Korban, dan Perbuatan Fraud...................................................26 3.1
Profiling................................................................................................ 26
3.2
Profiling dalam Kejahatan Terorganisasi...............................................27
3.3
Profiling Terhadap Perbuatan (Kejahatan,Fraud, dan Lain-lain)............28
3.4
Profil Korban Fraud............................................................................... 28
3.5
Latihan Profiling................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 30
Page |2
I.
TINJAUAN MATA KULIAH A. 1. Deskripsi Mata Kuliah B. Mata kuliah Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi merupakan mata kuliah terbaru yang wajib disajikan dalam program pendidikan S1 kepada seluruh mahasiswa Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin. Mata kuliah ini memberikan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan mengenai teori dan praktik akuntansi forensik di Indonesia. Secara garis besar, mata kuliah ini menjelaskan tentang pengantar akuntansi forensik, fraud, investigasi, ketentuan perundang-undangan, dan penutup. 2. Kegunaan Mata Kuliah C. Mata kuliah ini telah menempatkan posisinya menjadi lebih penting seiring dengan meningkatkan permintaan atas jasa-jasa dalam bidang akuntansi forensik. Oleh karena itu, mata kuliah ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa jurusan akuntansi khususnya dan mahasiswa semua jurusan pada umumnya, untuk meningkatkan pemahamannya mengenai akuntansi forensik sebagai upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. 3. Sasaran Belajar D. Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa
diharapkan
mampu
memahami, menjelaskan, dan memraktikkan konsep akuntansi forensik dan audit investigatif, khususnya dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. 4. Strategi Pembelajaran E. Pembelajaran modul ini dilakukan dengan menggunakan metode Student Center Learning
(SCL).
pembelajaran
Metode
yang
ini
aktif
cooperative/colaborative
menempatkan
menyerap
learning
materi
untu
mahasiswa kuliah
topik-topik
sebagai
dengan yang
subyek
pendekatan membutuhkan
keterampilan dan bekerja dalam bentuk kelompok (tim) dan studi lapangan. Setiap kelompok akan mempresentasikan topik tertentu di depan kelas dengan format presentasi seperti seminar, untuk kemudian didiskusikan dalam bentuk sesi tanya jawab. F. G. H. 5. Petunjuk Belajar bagi Mahasiswa dalam mempelajari modul I. Mahasiswa dapat menggunakan materi bahan bacaan sebagai berikut:
1
a. Buku Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, karya Theodorus Tuanakotta (2010). b. Peraturan perundang-undangan; dan c. Artikel-artikel terkait lainnya yang relevan dengan topik pembahasan.
2
J.
II.
PENDAHULUAN 1. Sasaran pembelajaran yang ingin dicapai a. Memberikan pemahaman akan pentingnya mencegah fraud b. Memiliki dimensi pemikiran terkait tindakan mencegah fraud yang lebih luas melalui studi kasus dan pengembangan teknik.
c.
Memahami hal-hal yang menjadi penghambat dalam proses pencegahan fraud
d. e. Mengetahui profil prilaku fraud untuk mendeteksi dan mencegah fraud f. Mengetahui profil korban fraud untuk memudahkan penyebaran informasi fraud g. Mengetahui profil perbuatan fraud untuk memudahkan identifikasi upaya ataupun operandi fraud dan mengukur dampak perbuatan fraud tersebut.
2. Ruang lingkup bahan modul K. Bahan modul ini terutama berasal dari buku Akuntansi Forensik dan Investigatif oleh Tuanakotta (2010).
3. Manfaat mempelajari modul L. Dengan mempelajari modul ini, memudahkan pembaca dalam memahami: a. Tindakan pencegahan fraud b. Tindakan mendeteksi fraud c. Profiling pelaku, korban, dan perbuatan fraud
4. Urutan pembahasan M. Modul ini dibagi dalam 3 (tiga) bagian. Bagian pertama akan membahas tentang pencegahan fraud. Pada awal pembahasan, pembaca akan diberikan pengantar bagaimana pengungkapan fraud hingga saat ini dapat digambarkan dengan gejala gunung es dimana kelihatan besar di permukaan namun yang tidak kelihatan masih lebih besar lagi. Pembaca selanjutnya disajikan dengan Anti-Fraud Controls yang dikeluarkan oleh Association of Certified Fraud Examiners. Pada bagian ini juga akan disajikan Fraud–Specific Internal Control yang memudahkan pembaca untuk memahami dan menerapkan pengendalian internal yang cukup untuk mencegah munculnya fraud. N. Dalam bagian pertama fraud belum terjadi oleh karenanya perusahaan atau lembaga berusaha untuk pencegahannya. Bagaimana kalau fraud sudah terjadi? Pertanyaan ini akan dijawab melalui bagian kedua. Pada bagian kedua, pembaca akan disajikan dengan kesenjangan yang muncul antara harapan dari shareholder terhadapa kenyataan
pendeteksian
fraud
yang
dipraktikkan
oleh
auditor
independen.
Selanjutnya, pembaca akan disajikan dengan perbedaan antara standar audit umum dengan standar pemeriksaan fraud.
3
O. Dalam upaya menemukan dan mencegah fraud, perlu diketahu profil pelaku fraud. Profil berbeda dari foto yg menggambarkan fisik seseorang, bentuk wajah, warna kulit, bentuk hidung maupun ciri khusus lainnya seperti tahi lalat. Profil disini memberi gambaran mengenai berbagai ciri (traits) dari suatu kelompok orang seperti rentang umur, jenjang pendidikan, kelompok sosial (kelas atas, menengah, bawah) bahkan kelompok etnis dan seterusnya. Bagian ketiga akan menjelaskan secara umum tiga profil, yakni profil pelaku fraud, profil korban fraud, dan profil dari fraud itu sendiri. Pada bagian ini, upaya untuk mengidentifikasi profil itu sendiri disebut dengan profiling. P. Q.
4
III.
MATERI PEMBELAJARAN 1. MENCEGAH FRAUD 1.1 Gejala Gunung Es R.
Kecurangan bermula dari yang kecil, kemudian membesar dan pada
akhirnya akan mencelakakan. Untuk itu perlu ada semacam program yang terstruktur serta tertata baik menekan praktik kecurangan. Tujuan utamanya mencegah dan mendeteksi kecurangan serta melakukan langkah penyelamatan dari kerugian yang tidak diinginkan. S. Menurut Vona (2011:8) dalam mendefenisikan fraud maka tindakan tersebut harus dikategorikan sebagai berikut: a. Tindakan yang dilakukan pada organisasi atau oleh organisasi atau untuk organisasi b. Tidakan yang dilakukan oleh sumber internal atau eksternal. skenario dapat mencakup kedua belah pihak. c. Tindakan yang disengaja dan tersembunyi. d. Tindakan biasanya ilegal atau menunjukkan kesalahan. e. Tindakan menyebabkan hilangnya dana perusahaan, nilai perusahaan, atau reputasi perusahaan, atau manfaat yang tidak sah apakah diterima secara pribadi atau oleh orang lain. T.
Dari definisi ini memperlihatkan bahwa dalam kecurangan ada
penyimpangan
dan
atau
tindakan
illegal,
penipuan
yang
disengaja
yang
menguntungkan individu maupun organisasi, artinya dibalik itu ada pihak yang dirugikan, sedangkan pelakunya bisa organisasi atau individu. Artinya ini dapat dilakukan untuk manfaat dan/atau kerugian organisasi oleh orang di luar atau orang lain dalam organisasi. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kecurangan ini adalah suatu penyajian yang palsu atau penyembunyian fakta yang material yang menyebabkan seseorang memiliki sesuatu secara tidak sah. U. Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di Indonesia sukar untuk menyebutkan suatu angka yang handal. Tetapi penelitian yang dilakukan diluar negeri (dengan sampling) mengindikasikan bahwa fraud yang terungkap, sekalipun secara absolute besar, namun dibandingkan dengan seluruh fraud yang sebenarnya terjadi, relative kecil.Inilah gejala gunung es. V. Davia et al dalam tuanakotta (2010:272) mengelompokan fraud dalam tiga kelompok sebagai berikut: a. fraud yang sudah ada tuntutan hukum (prosecution), tanpa memperhatikan bagaimana keputusan pengadilan. b. fraud yang ditemukan, tetapi belum ada tuntutan hukum. 5
c. fraud yang belum ditemukan. W.
Yang bisa diketahui khalayak ramai adalah fraud dalam kelompok I.
Dengan dibukanya kepada umum laporan-laporan hasil pemeriksaan BPK, kelimpok II juga bisa diketahui. Namun khusus untuk fraud yang berupa tindak pidana (korupsi misalnya), hasil pemeriksaan tersebut masih berupa indikasi. Kalau sudah lebih konkrit sekalipun, itu adalah khusus kasus-kasus yang berkenaan dengan keuangan Negara. X.
Fraud dalam kelompok II lebih sulit lagi diketahui karena adanya
lembaga perlindungan hukum yang sering dimanfaatkan tertuduh, yakni pencemaran nama baik apalagi fraud dalam kelompok III, tertutup rapat, hanya diketahui Tuhan dan pelakunya. Kelompok I hanyalah 20%,sedangkan kelompok II dan III masingmasing 40%, kesimpulannya lebih banyak yang tidak kita ketahui daripada yang kita ketahui tentang fraud. Yang lebih gawat lagi, fraud ditemukan secara kebetulan. 1.2 Pelajaran dari Report To The Nations Y. 1.3 Pengendalian Intern Z.
Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan
dalam pemikiran dan praktiknya. Oleh karena itu, Davia et al. dalam tuanakotta (2010:275) mengingatkan kita untuk meyakinkan apa yang dimaksud dengan pengendalian intern, ketika orang menggunakannya dalam percakapann sehari-hari. Mereka mencatata sedikitnya empat defenisi pendendalian intern sebagai berikut: a. Definisi 1 (sebelum September 1992) AA. The condition sought by, and/or resulting from, processes undertaken by an entity to prevent and deter fraud, terjemahan: kondisi yang diinginkan, atau merupakan hasil, dari berbagai proses yang dilaksanakan suatu entitas untuk mencegah dan menimbulkan efek jera terhadap fraud (sebelum definisi COSO). b. Definisi 2 (sesudah tahun 1992) AB. A process, effected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of effectiveness and afficiency of operations, reliability of financial reporting, and compliance with applicable laws and regulations, terjemahan : suatu proses yang dirancang dan dilaksanakan oleh Dewan, manajemen dan pegawai untuk memberikan kepastian yang memadai dalam mencapai kegiatan usaha yang efektif dan efisien, kehandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lainnya yang relevan. Definisi ini dikenal sebagai definisi COSO (the Committee of Sponsoring Organizations of the Treaddway Commission) yang 6
merambah ke spektrum fungsi manajemen yang luas, dan bukan pada fraud sematamata. AC. Pertama, definisi COSO langsung menyinggung tujuan bisns yang paling mendasar
yakni
pencapaian
sasaran-sasaran
kinerja
dan
profitabilitas,
dan
pengamanan sumber daya. Kedua, berkenaan dengan pembuatan laporan keuangan yang handal, termasuk laporan-laporan interim dan pengumuman kepada khalayak ramai seperti terbitan mengenai laba. Ketiga, definisi ini menekankan ketaatan kepada ketentuan perundang-undangan. Definisi COSO sangat luas, ingin mengatur segalagalanya sehingga kehilangan kekhasan, dalam laporan COSO: Perspektif yang berbeda-beda mengenai pengendalian intern bukanlah tidak perlu. Pengendalian intern berurusan dengan tujuan entitas dan kelompok yang berbeda-beda tertarik dengan tujuan-tujuan yang berbeda dan untuk alasan yang berbeda. Selanjutnya, laporan COSO menulis: definisi yang mempunyai tujuan khusus. Meskipun suatu entitas mempertimbangkan efektivitas dari ketiga kelompok tujuan bisnis,ia mungkin juga ingin memusatkan perhatian pada kegiatan atau tujuan tertentu. Dengan menentukan dan menjelaskan tujuan-tujuan khusus, definisi pengendalian intern dengan tujuan yang khas.. c. Definisi 3 (AICPA 1988) AD. For the purposes of an audit of financial statement balances, an entity’s internal control structure consists of the following three elements:the control environment,the accounting system,and control procedures.—Statement on Auditing Standards No.53, April 1988. Terjemahan: untuk tujuan audit saldo laporan keuangan, struktur pengendalian intern suatu entitas terdiri atas tiga unsur: lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur-prosedur pengendalian. Definisi ini sederhana tetapi menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya, terutama bagi anggota AICPA yang mengharapkan adanya petunjuk. AE. SAS 53 agaknya memagari penerapan pengendalian intern untuk mencegah dan mengungkapkan fraud pada fraud yang dilakukan karyawan, yang nilainya tidak besar: kecurangan oleh karyawan biasanya tidak besar jumlahnya dan disembunyikan dengan cara yang tidak membuat aktiva bersih dan laba bersih salah saji. Ketidak beresan semacam ini lebih efisien dan efektif ditangani dengan struktur pengendalian intern yang berfungsi dan dengan penutupan asuransi kerugian terhadap karyawan. Selanjutnya SAS menegaskan bahwa pengendalian intern jangan diharapkan mencegah atau membuat jera terhadap fraud yang dilakukan manajemen: penyimpangan yang besar-besar oleh manajemen di eselon atas jarang terjadi dan tidak dapat dicegah oleh prosedur pengendalian tertentu karena manajemen tingkat tinggi itu berada diatas pengendalian yang membuat jera pegawai 7
(kecil) atau manajemen senior dengan mudah mematikan atau mengabaikan pengendalian tersebut. d. Definisi 4 (khusus untuk mencegah fraud) AF. A system of “special purpose” processes and procedures designed and practiced for the primary if not sole purpose of preventing or deterring fraud. Terjemahan: suatu sistem dengan proses dan prosedur yang bertujuan khusus, dirancang dan dilaksanakan untuk tujuan utama, kalau bukan satu-satunya tujuan untuk mencegah dan menghalangi (dengan membuat jera) terjadinya fraud. AG. Inilah definisi pengendalian intern yang secara khusus atau spesifik ditujukan untuk menangani fraud atau fraud-specific internal control yang akan dipakai dalam pembahasan berikut. 1.3.1 Pengendalian Intern Aktif AH.
Pengendalian Intern
adalah pengendalian intern yang dilakukan
secara aktif. Aktif biasanya merupakan bentuk
pengendalian intern yang paling
banyak di terapkan. Sarana–sarana Pengendalian Intern Aktif yang sering di pakai pada umumnya sudah dikenal dalam sistem akuntansi, meliputi: a. AI.
Tandatangan Tanda tangan merupakan sarana Pengendalian Intern Aktif karena dokumen yang
seharusnya ditandatangani tetapi belum ditandatangani adalah tidak sah. Asumsinya tanpa
tandatangan
apa
musti
dilaksanakan
tidak
dapat
terlaksana
(pembayaran,transfer,dll). Masalahnya adalah bahwa mereka yang perlu mengetahui benar tidaknya tandatangan (1) bukan ahli membaca tandatangan atau tulisan tangan; (2) tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk mempelajari tandatangan yang ada pada dokumen yang bersangkutan; (3) tidak mempunyai sample tandatangan untuk mengetahui otentik/tidaknya tandatangan; (4) tandatangannya sendiri tidak mempunyai “titik-titik” yang memungkinkan analisis tandatangan yang memadai dan (5) tidak mempunyai pengetahuan mengenai siapa yang berhak menandatangani. b. AJ.
Tandatangan kaunter (countersigning)
Pembubuhan lebih dari satu tandatangan dianggap lebih aman, khususnya bagi pihak ketiga atau pihak diluar perusahaan atau lembaga yang berangkutan. Anggapannya adalah penandatanganan lainnya mengawasi rekannya. Dalam fraud, memalsu lebih dari satu tandatangan tidak lebih sukar dari memalsukan satu tandatangan. c.
AK.
Password dan PIN (Personnel Identification Numbers )
Sarana ini menjadi popular ketika manusia berinteraksi dengan komputer. Tanpa password atau PIN, seseorang tidak bisa mengakses apa yang diinginkannya.karena itu 8
password atau PIN dianggap sarana dalam Pengendalian Intern Aktif. Kuncinya adalah kerahasiaan. Masalahnya, orang mencatat password atau PIN-nya. Catatan ini “bisa ditemukan” oleh pelaku fraud. Lebih dari itu ada kecenderungan orang “meminjamkan” password atau PIN kepada rekannya. d. AL.
Pemisahan tugas
Pemisahan tugas menghndari seseorang dapat melaksanakan sendiri seluruh transaksi. Merupakan bagian dari Pengendalian Intern Aktif karena secara teoritis pelaku fraud yang bertindak seorang diri tidak dapat melaksanakan fraudnya. Latar belakang pemikirannya orang-orang yang tugasnya dipisahkan, tidak bersekongkol. e.
AM.
Pengendalian asset secara fisik Pengendalian asset secara fisik pada dasarnya mengatur gerak-gerik barang
(masuk, keluar, dan penyimpanannya) memerlukan otorisasi. Di sini justru titik lemahnya. Dokumen dan tandatangan mudah dipalsukan. f. AN.
Pengendalian persediaan secara real time (Real-time inventory control) Ini adalah perpetual inventory yang mengikuti pergerakan persediaan secara
on time. Persediaan diberi bar code atau bahkan ditanam dengan radio chip yang merekam keberadaannya. Keuntungan nyatanya adalah pencatatan menjadi akurat. Kelemahannya sistem automatisasi juga mudah dimanipulasi. g. AO.
Pagar, gembok, dan semua bangunan dan penghalang fisik Perlindungan melalui pembatasan akses terhadap harta berharga sangat
popular. Harga peralatan canggih yang mahal seringkali memberi rasa aman yang palsu. h. AP.
Pencocokkan dokumen
Pencocokkan antara order pembelian, dokumen penerimaan barang, dan nota tagihan mencoba menghindari selisih-selisih dan kerugian bagi perusahaan. i.
AQ.
Formulir yang sudah dicetak nomornya (Pre-numbered accountable forms) Mencegah penggunaan formulis berganda, bahwa formulir digunakan sesuai
urutan dan gagasannya sangat sederhana. AR. 1.3.2 Pengendalian Intern Pasif AS.
Dalam Pengendalian Intern Pasif dari permukaan kelihatan tidak ada
pengamanan namun ada peredam yang membuat pelanggar atau pelaku fraud jera. Peredam ini diumumkan secara luas, dan sistemnya memastikan hal ini. AT.
Perbedaan antara Pengendalian Intern Aktif dan Pengendalian Intern
Pasif adalah: a. Dalam hal biaya, Pengendalian Intern Aktif jauh lebih mahal dari Pengendalian Intern Pasif. 9
b. Pengendalian Intern Aktif kasat mata atau dapat diduga dan dapat ditembus. Pengendalian Intern Pasif dilain pihak tidak kasat mata dan tidak dapat diduga (orang yang tertangkap tangan seolah-olah mendapat lotere atau terkutuk) dan karenanya tidak terelakkan. Dalam Pengendalian Intern Pasif pertanyaannya adalah seberapa nekadnya si calon pelaku. AU. a.
Beberapa bentuk lain dari Pengendalian Intern Pasif meliputi :
Pengendalian yang khas untuk masalah yang dihadapi (Customized Controls) AV.
Sebenarnya customized controls merupakan hasil dari berpikir positif, ketika
Pengendalian Intern Aktif tidak memberikan pemecahan. Contohnya dari suatu lembaga di Amerika. Secara tidak sengaja terungkap fraud yang dilakukan suatu kontraktor. Ia hanya mengecat satu kali (satu lapisan cat) tetapi menagih kepada lembaga ini seolaholah menagih mengecat dua kali, karenanya lembaga tersebut mempertimbangkan Pengendalian Intern Aktif yang mana mengeluarkan biaya yang sangat tinggi. Kegagalan Pengendalian Intern Aktif memberi solusi, menyebabkan seseorang yang berfikir positif menemukan jawaban yang brilian. Setiap pengecatan pertama selesai, kontraktor juga memberi lapisan tipis dengan warna terang lalu melaksanakan pengecatan kedua dan biayanya tidak seberapa. Pengendalian Intern Pasif ini Customized untuk masalah yang dihadapi. b.
Jejak Audit (Audit Trails) AW.
Sistem yang dikomputerisasi seringkali menggunakan Pengendalian Intern
Pasif, karena ada jejak-jejak atau perubahan dalam catatan, yang ditinggalkan atau terekam dalam sistem. Ini akan menjadi Pengendalian Intern Pasif yang efektif apabila jejak-jejak yang berupa fraud dapat menunjuk kepada pelakunya. c.
Audit yang fokus (Focused Audits) AX.
Focused audit adalah audit terhadap hal-hal tertentu yang sangat khusus,
yang berdasarkan pengalaman rawan dan sering dijadikan sasaran fraud. Mungkin ada petunjuk tentang profile tertentu, apakah dari perbuatannya atau jenis transaksinya. AY.
Secara psikologis, focused audits juga memberi kesan “jangan coba-coba
lakukan hal itu”, selalu ketahuan deh! d.
Pengintaian atas kegiatan kunci (surveillance Of Key Activities) AZ.
Pengintaian bisa dilakukan denga bermacam-macam cara, mulai dari kamera
video yang merekam kegiatan di suatu ruangan sampai ruang kaca dengan cermin satu arah. Surveillance juga dapat dilakukan dalam jaringan computer, dari waktu ke waktu untuk melihat kegiatan pegawai yang memanfaatkan fasilitas kantor. e.
Pemindahan tugas (Rotation Of Key Personnel) BA.
Rotasi karyawan kunci merupakan Pengendalian Intern Pasif yang efektif
kalau kehadirannya merupakan persyaratan utama dalam melakukan fraud. Seorang 10
supervisor di bank harus ada di bank kalau ia menyelewengkan uang pelanggab yang mendapat kesan bahwa itu transaksi bank yang sah. Kalau ia harus mengambil cuti dan tugasnya diambil alih oleh rekannya, mekanisme pengawasannya berjalan tanpa biaya tambahan. 1.4 Langkah-langkah Pencegahan Fraud BB.
American Institute of Certified Public Accounts (AICPA) dan
beberapa organisasi profesional lainya Association of certified Fraud Examiners (ACFF), information
system Audit
and Control Association
society for Human Resource management Detection
of
Fraud,
mensposori
sebuah
(IMA),
dan
dalam Buku 2 ―Prevention And pedoman
atau
guide
tentang
pencegahaan kecurangan―Management Antifraud Programs and control:guidance to help prevent and detect Fraud‖ BC.
Menurut Zabihollah Rezaee dan Richard Riley (2005:7) menjelaskan
ada tiga unsur yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen perusahaan bila ingin mencegah terjadinya tindakan fraud, yaitu: a. Menciptakan dan mengembalikan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika yang tinggi. b. Penerapan dan evaluasi Proses Pengendalian anti kecurangan. c. Pengembangan Proses Pengawasan (Oversight Process) BD.
Ketiga hal tersebut akan dijelaskan maksud dan pengertian
masing- masing, seperti hal yang dibawah ini: 1.4.1 Menciptakan dan mengembalikan budaya yang menghargai kejujuran dan nilainilai etika yang tinggi. BE.
Salah satu tanggung jawab organisasi adalah menumbuhkan budaya
yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika yang tinggi dan menjelaskan perilaku yang diharapakan dan kesadaran dari masing-masing pegawai, menciptakan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika tinggi hendaknya mencangkup hal-hal sebagai berikut: a. Setting the at the top BF. Penelaahan peraturan perundang-undangan, tujuanya untuk memperoleh pengertian mengenai peraturan-peraturan yang bersifat umum yang ditetapkan pada semua instansi atau organisasi. b. Merekrut dan mempromosikan karyawan yang tepat BG. Diadakan penyeleksian pada setiap perekrutan staff dan
ditempatkan
sesuai dengan bidang keahlianya. c. Pelatihan BH. Setiap anggota pada sub-sub organisasi seharusnya mengikuti pelatihanpelatihan
yang
diadakan
oleh 11
pemerintah
kota
bandung
untuk
meningkatkan profesionalisme dan kualitas kerja karyawan maupun entitas itu sendiri. d. Disiplin. BI. Seluruh staff baik karyawan maupun atasan harus mentaati peraturanperaturan yang telah dibuat oleh instansi pemeritah kota bandung, agar kinerja staff dapat berjalan lancar. BJ. BK. 1.4.2 Penerapan dan evaluasi proses pengendalian anti-fraud
BL.
Fraud
tidak akan
terjadi tanpa persepsi adanya kesempatan dan
menyembunyikan perbuatannya organisasi hendaknya proaktif mengurangi kesempatan dengan : a. mengidentifikasi dan mengukur resiko fraud BM. Identifikasi fraud mencakup identifikasi indikator-indikator kecurangan
sebenarnya dapat teridentifikasi jika pengendalian internal dalam entitas tersebut berjalan dengan baik. Beberapa hal yang harus dimiliki oleh entitas agar pendeteksian fraud lebih lancar antara lain : a) Memiliki
keahlian
dan
pengetahuan
yang
memadai
dalam
mengidentifikasi indikator terjadinya fraud. b) Memiliki sikap kewaspadaan yang tinggi terhadap kemungkinan kelemahan pengendalian intern dengan melakukan serangkaian pengujian untuk menemukan indikator terjadinya fraud. c) Memiliki keakuratan & kecermatan dalam mengevaluasi indikator- indikator fraud tersebut. b. Pengurangan risiko fraud a) Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen. b) Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan. c) Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya. d) Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen. e) Menyarankan perbaikan-perbaikan
operasional
dalam
rangka
meningkatkan efisensi dan efektifitas c. implementasi dan monitoring pengendalian intern. BN. Implementasi dan monitoring pengendalian intern yang diterapkan kepada bawahan
akan
sangat
meminimalisir
terjadinya
fraud
tentunya
dengan
mengandalkan kemampuan teknis yaitu pengetahuan akuntansi dan auditing yang dibantu dengan kemampuan penyidikan 12
1.5 Mengefektifkan fungsi Internal Audit dalam Pencegahan Fraud BO.
Walaupun
kecurangan tidak
akan
internal terjadi,
auditor namun
ia
tidak harus
dapat
menjamin
menggunakan
bahwa
kemahiran
jabatannya dengan saksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan
dan
dapat
memberikan
saran-saran
yang
bermafaat
kepada
manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan. BP. internal
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh manajemen agar fungsi audit
bisa
efektif
membantu
manajemen
dalam
melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya adalah: BQ. 1) Internal audit departemen harus mempunyai kedudukan yang independen dalam organisasi perusahaan dalam artikata ia tidak boleh terlibat kegiatan operasional perusahaan dan bertanggungjawab
kepada
atau
melaporkan
kegiatannya
kepada top manajemen 2) Internal audit departemen harus mempunyai uraian tugas secara tertulis, sehingga setiap auditor mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawabnya. 3) Internal audit harus mempunyai internal audit manual yang berguna untuk a. mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas b. menentukan standar yang berguna untuk mengukur dan meningkatkan performance c. memberi keyakinan bahwa hasil akhir internal audit departemen sesuai dengan requirement dari internal audit director 4) Harus ada dukungan yang kuat dari top manajemen kepada internal audit departemen . Dukungan tersebut dapat berupaya: a. penempatan internal audit departemen dalam posisi yang independen b. penempatan audit staf dengan gaji yang cukup menarik c. penyediaan waktu yang cukup dari top manajemen untuk membaca, mendengarkan dan mempelajari laporan –laporan internal audit departemen dan respon yang cepat dan tegas terhadap saran-saran perbaikan yang diajukan oleh internal auditor BR. 5) Internal audit
departemen harus memiliki sumber daya yang profesional, capable,
bisa bersikap objective dan mempunyai integritas serta loyalitas yang tinggi 6) Internal auditor harus bisa bekerjasama dengan akuntan public Jika internal auditor sudah bisa bekerja secara efisien dan efektif dan bisa bekerjasama dengan akuntan publik, maka audit fee yang harus dibayar kepada KAP bisa ditekan menjadi lebih rendah karena hasil kerja internal auditor bisa mempercepat dan mempermudah penyelesaian pekerjaan KAP 13
BS.
14
2. MENDETEKSI FRAUD BT.
Mencegah fraud adalah bagian dari fraud audit yang bersifat proaktif,
sedangkan mendeteksi fraud adalah bagian dari fraud audit yang bersifat investigatif. Orang awam mengharapkan suatu audit umum yang dapat mendeteksi segala macam fraud. Di sisi lain, akuntan publik berupaya memasang pagar-pagar yang membatasi
tanggung
jawabnya,
khususnya
mengenai
penemuan
atau
pengungkapan fraud. Di antara keduanya terdapat kesenjangan. Davia menyarankan fraud-specific examination untuk akuntansi forensik. BU. kecurangan
Tindakan yang dilakukan untuk mengetahui memang
benar
terjadi,
bahwa
suatu
kasus
siapa pelakunya, siapa korbannya, serta
apa yang menyebabkan kecurangan itu terjadi. Karena ketika seorang pelaku melakukan tindakan kecurangan pastilah ada alasan atau pendorong yang mengakibatkannya melakukan tindak kecurangan. Kunci utama pada pendeteksian fraud adalah untuk dapat melihat adanya kesalahan dan ketidakberesan. BV.
Fraud (kecurangan) pada hakekatnya tersembunyi dan pelakunya
pada umumnya juga akan menyembunyikan jejaknya. Oleh karena itu, pendeteksian fraud
juga
tidak
dapat
dilakukan
langsung
dengan
melihat
jejak
yang
ditinggalkannya. Pendeteksian fraud dilakukan dengan mengidentifikasi tanda- tanda atau gejala terjadinya, kemudian dianalisis apakah tanda-tanda itu dapat menunjukkan identifikasi awal terjadinya fraud. BW.
Menurut Karyono (2013 : 92-94) terdapat beberapa langkah dalam
mendeteksi fraud. Langkah awal dari pendeteksian fraud
ialah memahami
aktivitas organisasi dan mengenal serta memahami seluruh sektor usaha. Pada pemahaman itu diidentifikasi apakah organisasi telah menerapkan pengendalian intern yang andal baik dalam rancangan struktur pengendalian maupun dalam pelaksanaan.
Langkah
selanjutnya
adalah
dengan
memahami
tanda-tanda
penyebab terjadinya fraud. Tanda-tanda penyebab terjadinya fraud berupa berbagai keanehan, keganjilan, dan penyimpangan dari keadaan yang seharusnya serta kelemahan dalam pengendalian intern. Pendeteksian fraud terhadap gejala dan tanda-tanda fraud dapat pula dilakukan terhadap kondisi atau situasi tertentu yang disebut bendera merah (red flags) yaitu suatu kondisi yang memberi isyarat dini terjadinya fraud (fraud warning signs). Pendeteksian selanjutnya dilakukan dengan critical point of auditing dan teknik analisis kepekaan. Critical point of auditing adalah teknik pendeteksian fraud melalui audit atas catatan akuntansi yang
mengarah
pada gejala atau kemungkinan terjadinya. Teknik analisis kepekaan adalah teknik pendeteksian fraud didasarkan pada analisis dengan memandang pelaku potensial. 15
Analisisnya ditujukan pada posisi tertentu apakah ada peluang tindakan fraud dan apa saja yang dapat dilakukan. BX.
Dalam
pendeteksian
fraud,
auditor
independen
mempunyai
tanggung jawab untuk melakukan deteksi atas kecurangan yang terjadi. Tidak hanya auditor independen, akan tetapi auditor intern maupun auditor pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mendeteksi fraud. Tanggung jawab auditor independen untuk mendeteksi fraud diatur di dalam standar profesinya. Dalam standar Profesional Akuntan Publik diatur tentang tanggung jawab auditor independen untuk mendeteksi kekeliruan, ketidakberesan, dan pelanggaran hukum. BY.
Pada standar tersebut, tidak ada jaminan penuh bahwa hasil auditor
independen akan dapat mendeteksi kekeliruan, ketidakberesan, dan pelanggaran hukum. Akan tetapi, diatur keharusan bagi para auditor untuk dapat menemukan risiko bahwa suatu kekeliruan, ketidakberesan, dan pelanggaran hukum yang mungkin menyebabkan laporan keuangan berisi salah satu material. Tanggung jawab yang dimiliki auditor untuk mendeteksi kekeliruan dan ketidakberesan mengharuskan auditor untuk memahami karakteristik dan kerumitan yang terkait dengan berbagai karakteristik tersebut, kemudian dirancang prosedur audit yang cocok dan hasilnya dievaluasi. BZ. 2.1 Kesenjangan antara Kenyataan dan Harapan CA.
Sejak permulaan, profesi audit yang dijalankan akuntan publik
menolak emngambil tanggung jawab dalam menemukan fraud. Dalam dasawarsa terakhir, perubahan lebih banyak dalam retorika ketimbang substansi. CB.
Tidak ada keraguan bahwa masih tetap ada kesenjangan komunikasi
antara harapan pemakai laporan keuangan dan apa yang dipraktikkan auditor independen. Para auditor independen masih berkutat pada Statement on Auditing Procedure No. 1 (tahun 1939) yang hanya sedikit dimodifikasi dalam Codification of Statements on Auditing Procedure (1951) yang masih dihayati para auditor independen. CC.
Gagasan bahwa audit umum tidak dirancang untuk mengungkapkan
kecurangan, sampai saat ini tercermin dari praktik audit yang peduli dengan kecurangan yang menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar. Yang tidak dipedulikan auditor independen adalah kategori fraud berupa pencurian atau kehilangan aset. CD.
Fraudulent financial reporting diartikan sebagai “intentional or reckless
conduct, wheteher act or omission, that result in materially misleading financial statement”. (“kesengajaan atau kecerobohan dalam melakukan sesuatu atau tidak 16
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, yang menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan secara material”). Penyebab fraudulent financial reporting: a. Keserakahan b. Tekanan yang dirasakan oleh manajemen CE.
Dalam banyak konstruksi kejahatan korporasi dimana bentuk
perseroan terbatas yang dipilih, direksinya malah menjadi boneka. Tidak jarang direksi terdiri dari mantan pejabat militer dan sipil yang KTP-nya dipinjam untuk membuat akte, padahal mereka tidak mengerti bisnis sama sekali. Fraudulent financial reporting ini dimanfaatkan untuk “mengelola” pinjaman bank. CF. 2.2 Standar Audit untuk Menemukan Fraud CG.
Kalau
auditor
independen
bekerja
tanpa
standar
audit,
ia
menempatkan dirinya dalam posisi yang sangat lemah. Terutama ketika ia memberikan audit yang diharapkan menemukan fraud. Maka diperlukan fraudspesific examination. CH.
Para praktisi harus tahu apa yang mereka harapkan dari standar
untuk pemeriksaan yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud. Sekurang – kurangnya para praktisi harus menyadari hal – hal berikut: a. b. c. d.
Mereka tidak bisa memberikan jaminan bahwa mereka bisa menemukan fraud Seluruh pekerjaan didasarkan atas standar audit Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan klien Praktisi bersedia untuk memperluas jasanya dari tahap proactive review ke tahap pendalaman apabila ada indikasi terjadinya fraud.
2.3 Audit Umum dan Pemeriksaan Fraud CI.
Banyak orang/perusahaan yang beranggapan bahwa Audit Umum
tidak jauh berbeda dengan pemeriksaan fraud, dibeberapa perusahan seringkali pemeriksaan fraud dilakukan oleh Auditor Reguler yang tidak memiliki latar belakang pemeriksaan fraud atau tidak dibekali dengan teknik - teknik/prinsip dasar pemeriksaan fraud. CJ.
Sebagai gambaran berikut adalah perbedaan mendasar antara proses
Audit Umum dan pemeriksaan fraud : CK. CL.Issue CO. CR. CU. ve CX.
CM.
Auditing
CN.
Fraud Examination
Timing Scope Objecti
CP.Recurring CS. General CV.Opinion
CQ. Non-recurring CT.Spesific CW. Affix blame
Relatio
CY.Non-adversarial
CZ.Adversarial
17
nship DA. Metho DB. Audit dology techniques DD. Presu DE. Professional mption skepticism DG. DH. Penjelasan Tabel:
DC. Fraud examination techniques DF.Proof
DI. Timing Auditing : adalah proses yang dilakukan secara berulang kembali(reccuring), teratur dan berkala, dibeberapa perusahaann proses auditing dibagi dalam 4 kwartal yang lazimnya disebubt Q1, Q2, Q3 dan Q4. perusahaan yang menerapkan type auditing seperti ini biasanya memiliki satuan kerja audit yang berlapis. untuk pemeriksaan terhadap kantor cabang berdasarkan kwartal biasanya dilakukan oleh auditor daerah, dan secara random dilakukan oleh kantor pusat. DJ. Fraud
Examination
: Investigasi
atau
pemeriksaan
fraud
adalah
proses
pemeriksaan yang tidak berulang kembali(non Recurring). pemeriksaan dilakukan setelah adanya indikasi yang dilaporkan. DK.
Scope / ruang lingkup
DL.Auditing : ruang linkup pemeriksaan biasanya terkait dengan data keuangan. untuk proses kredit di Bank yang memiliki unit kerja Mikro biasanya melingkupi, data kredit, Operasional dan Collection. DM. Fraud Examination : Ruang lingkup pemeriksaan fraud lebih spesifik, yang berdasarkan pada adanya indikasi, dugaan, tuduhan atau sangkaan. DN.
Objective
DO.
Auditing : Tujuan audit adalah untuk memberikan pendapat atas kewajaran
laporan keuangan, di Bank yang memiliki unit kerja Mikro, tujuan audit adalah untuk memastikan bahwa proses pemberian kredit, operational dan Collection sudah sesuai dengan kebijakan internal perusahaan dan regulator. DP.Fraud Examination : Tujuan investigasi atau pemeriksaan fraud lebih kearah untuk memastikan apakah indikasi Fraud yang dilaporkan benar benar terjadi atau hanya pelanggaran prosedur biasa akibat kelalaian karyawan, serta menentukan siapakah pihak yang bertanggung jawab terhadap kejadian fraud tersebut (bisa internal maupun eksternal). DQ.
Relationship
DR.
Auditing
: Sifat dari Audit adalah tidak bermusuhan (non
Adversarial) DS. fraud Examination : Sifat dari pemeriksaan fraud adalah bermusuhan (affix blame) karena pada ahirnya investigator atau pemeriksa harus menentukan siapakah pihak yang bertanggung jawab atau bersalah atas kejadian fraud tersebut. 18
DT.Methodologi DU. Auditing : Audit terutama dilakukan terhadap data keuangan DV.Fraud Examination : Pemeriksaan fraud dilakukan dengan memeriksa dokumen, menganilasa data external, pada perbankan mikro misalnya (surat pernyataan debitur, data debitur, Surat keterangan usaha berupa SIUP/TDP dll) serta proses interview/interogasi terhadap karyawan internal, instansi terkait maupun pihak ketiga lainnya. DW.
Presumption
DX.
Auditing
: Seorang
auditor
melakukan
tugasnya
dengan Profesional
Skepiticism DY. Fraud Examination : seorang investigator/pemeriksa fraud melakukan tugasnya
dengan cara mengumpulkan dan mengorganisir seluruh bukti untuk mendukung atau membantah indikasi yang dilaporkan, yang meliputi dugaan, tuduhan dan sangkaan atas fraud yang terjadi DZ. EA. 2.4 Tanda-tanda terjadinya fraud(Red Flag) EB.
Fraud dapat
sedini
mungkin
terdeteksi
jika
manajemen
atau
internal auditor jeli melihat tanda-tanda fraud tersebut. Tanda-tanda fraud tersebut beberapa diantaranya yaitu : a. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun tahun b. c. d. e.
sebelumnya. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. Seseorang menangani hampir semua transaksi yang penting. Transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai. Perkembangan perusahaan yang sulit. EC.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui dengan jelas tanda-tanda
fraud dapat dilihat dari perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dari tahun-tahun sebelumnya.
Hal
ini disebabkan karena adanya manipulasi laporan
keuangan yang dilakukan oleh pelaku untuk menutupi fraud sehingga timbul perbedaan angka-angka. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang tidak jelas juga dapat memicu seseorang melakukan fraud karena karyawan dapat bertindak semena-mena. ED.
Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-bukti
tidak sifatnya langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan ataupun kecurigaan dari rekan sekerja. Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik 19
tertentu,
baik yang
merupakan kondisi / keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakterikstik yang bersifat kondisi / situasi tertentu, perilaku / kondisi seseorang personal tersebut dinamakan Red flag (Fraud indicators). EE.
Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak selalu merupakan
indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi. EF.
Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap Red flag tersebut
dapat membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan.
Berikut adalah gambaran secara garis
besar pendeteksian kecurangan berdasar fraud tree oleh ACFE. 1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud). EG. Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut: 1) analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase. Sebagai contoh, adanya kenaikan persentase hutang niaga dengan total hutang dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya penurunan persentase biaya penjualan dengan total penjualan dari 20% menjadi 17%
mungkin
dapat
kecurangan. 2) analisis horizontal,
menjadi
satu
dasar
adanya pemeriksaan
yaitu teknik untuk menganalisis
persentase-
persentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode laporan. Sebagai contoh adanya kenaikan penjualan sebesar 80% sedangkan harga pokok mengalami kenaikan 140%. Dengan asumsi tidak ada perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan pembelian,
maka
hal
ini
dapat
dan
menimbulkan sangkaan adanya
pembelian fiktif, penggelapan, atau transaksi illegal lainnya. 3) analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Sebagai contoh adalah current ratio, adanya penggelapan uang atau pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut. 2. Kecurangan Asset Missappropriation EH. Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan
kategori
ini sangat
banyak variasinya. Namun, pemahaman yang tepat atas pengendalian intern yang
baik
dalam
pos-pos
tersebut
akan sangat membantu dalam
melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, terdapat banyak sekali
teknik
yang
dapat
dipergunakan 20
untuk
mendeteksi
setiap
kasus
penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. EI. Misalnya, untuk mendeteksi metode
deteksi
sangat
efektif
deteksi
akan
yang bila
kecurangan
dapat
digunakan.
digunakan
menunjukkan
dalam
secara
pembelian
ada beberapa
Metode-metode tersebut
akan
kombinasi gabungan, setiap metode
anomalies
/ gejala penyimpangan yang dapat
diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu, metode-metode tersebut
akan
menunjukkan
pengendalian intern dan mengingatkan
kelemahan-kelemahan
dalam
/ memberi peringatan pada auditor
akan adanya potensi terjadinya kecurangan di masa mendatang. EJ. l review EK.
Analytica Suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan
ketidak biasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan dengan penjualan bersihnya yang dapat mengindikasikan adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah biala dibandingkan dengan tingkat penjualannya. Metode analitis lainnya adalah perbandingan pembelian
persediaan
bahan baku dengan tahun sekarang yang
mungkin mengindikasikan adanya kecurangan overbilling scheme atau kecurangan pembelian ganda. EL.
EM. Statistical sampling EN. Sebagaimana dapat
persediaan,
dokumen
dasar
diuji secara sampling untuk menentukan
pembelian
ketidakbiasaan
(irregularities), metode deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu attributnya, misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar alamat PO BOX akan mengungkapkan adanya pemasok fiktif EO. EQ.
EP. Vendor complaints
or
outsider
ER.
Komplain
/
keluhan
pihak
lain merupakan
alat
dari deteksi
konsumen, yang
pemasok,
baik
yang
atau dapat
mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. ET.
ES. Site observation EU.
visit
–
Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada
tidaknya pengendalian intern di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi dilaksanakan kadangkala akan memberi 21
peringatan pada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai potensi bermasalah EV.
EW.
Dalam banyak kasus kecurangan, khususnya kasus pencurian
dan penggelapan aset, biasanya terdapat tiga faktor, yaitu: EX. a. ada satu tekanan pada seseorang, seperti kebutuhan keuangan, EY. b. adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menyembunyikan kecurangan yang dilakukan, EZ. c.
adanya cara pembenaran perilaku tersebut yang sesuai
dengan tingkatan integritas pelakunya, 3. Korupsi FA. Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan kecurangan
komplain ini
ke
kemudian
perusahaan.
dilakukan
Atas
analisis
sangkaan terjadinya
terhadap tersangka atau
transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (Red flag) si penerima maupun si pemberi. Orang-orang yang menerima dana korupsi ataupun penggelapan dana pada umumnya mempunyai karakteristik (red flag) sebagai berikut: 1) The Big Spender 2) The Gift taker 3) The Odd couple 4) The Rule breaker 5) The Complainer 6) The Genuine need FB.
Sedangkan
orang
yang
melakukan
pembayaran
mempunyai karakteristik (red flag) sebagai berikut: 1) 2) 3) 4)
The Sleaze factor The too Succesful bidder Poor quality, higher prices The one-person operation
FC. 2.5 Pelajaran dari Report to the Nations a. Rata – rata (median) berlangsungnya fraud sebelum dideteksi adalah lebih dari satu tahun, yakni antara 17 sampai 30 bulan b. Hampir separuh fraud (46,2% tahun 2008) diketahui karena ada yang membocorkan. 20% di 2008 terungkap secara kebetulan. c. 51,7% fraud yang dilakukan oleh pemilik, terungkap karena bocoran. 57,7% bocoran datang dari karyawan.
22
2.6 Short Case terkait Deteksi Fraud FD. Shortcase 1 FE.
Dennis, seorang teman lama di kampus, menghubungi Anda minggu
lalu. Dennis memiliki beberapa usaha pencucian mobil, dan ia percaya bahwa penipuan laporan keuangan yang mungkin terjadi. (Dia membayar bonus pada setiap manajer cuci mobil jika suatu tingkat tertentu laba diperoleh dan khawatir bahwa terdapat beberapa manajer yang melebih-lebihkan laba untuk mendapatkan bonus lebih tinggi). Dennis datang hari ini untuk melihat apakah Anda dapat membantu dia menentukan jika kecurigaannya adalah valid. Dia membawa serta laporan keuangan untuk setiap cuci mobil (laporan laba rugi, neraca, dan laporan arus kas) untuk lima tahun terakhir.
FF. Jawab: FG.
Dalam mendeteksi terjadinya fraud, dapat melakukan “analisis terhadap
laporan keuangan” perusahaan pencucian mobil dengan menggunakan metodemetode tertentu, diantaranya: 1
Membandingkan saldo akun dalam laporan keungan antar periode FH.
Metode ini melihat langsung saldo dalam setiap akun dalam laporan
keuangan dari suatu periode ke periode berikutnya, apakah terdapat perubahan ke arah yang diharapkan dan apakah besarnya perubahan adalah wajar apa tidak. 2
Menghitung rasio. FI.
Menghitung rasio laporan keuangan suatu periode dan periode berikutnya
kemudian membandingkannya antar periode. Metode ini untuk melihat apakah perubahan likuiditas, efisiensi, solvabilitas, dan profitabilitas terjadi seperti yang diharapkan. Perubahan rasio yang tidak masuk akal sering hasil dari aktivitas fraud oleh manajer. 3
Melakukan analisis vertikal FJ.
Mengubah angka laporan keuangan menjadi bentuk persentase. Untuk
neraca, total aset ditetapkan 100 persen, dan semua saldo lainnya adalah persentase dari total aset. Hal ini untuk mempermudah melihat bagian-bagian dalam laporan keuangan dan memeriksa kontribusi suatu akun terhadap keseluruhan total neraca dan laporan lainnya. 4
Melakukan analisis horisontal FK.
Analisis ini mengkonversi laporan ke dalam angka yang lebih mudah
dipahami, dan kemudian angka tersebut dibandingkan dari periode ke periode. Sehingga mempermudah dalam melihat perubahan angka akun-akun dalam laporan keuangan antar periode. 23
FL. Shortcase 2 FM.
Penipuan besar sering dapat dideteksi dengan melakukan analisa keuangan.
Meskipun analisis semacam itu dapat meningkatkan pusat perhatian, tidak semua bendera merah adalah hasil dari kegiatan penipuan. Penjelasan yang masuk akal sering ada untuk anomali dalam laporan keuangan. Laporan arus kas adalah satu laporan keuangan yang dianalisis untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya penipuan. Pernyataan ini untuk Kelly Enterprises, Inc, selama tiga tahun ditunjukkan dalam tabel pada Halaman di bawah ini. FN.
1
Identifikasi kemungkinan terjadinya bendera merah.
2
Menunjukkan jika ada penjelasan yang masuk akal untuk bidang yang menjadi pusat perhatian.
FO. Jawab: 24
1
Kemungkinan terjadinya bendera merah dalam laporan arus kas: Dalam Laporan Arus Kas, kenaikan atau penurunan yang tidak masuk akal menjadi “red flag” dan harus diselidiki . Karena laporan arus kas berfokus pada perubahan. Dalam
Kasus ini terdapat perbedaan
peningkatan dan penurunan arus kas: FP. • Kas bersih dari aktivitas operasi yang lebih tinggi $100 dari pada perhitungan yang seharusnya pada tahun 2012 (harusnya 399 menjadi 499),
dan lebih rendah $30 dari pada perhitungan yang
seharusnya pada tahun 2011 (harusnya 720 menjadi 690) FQ. • Kas bersih dari aktivitas pembiayaan yang lebih besar $300 daripada perhitungan yang seharusnya pada tahun 2011. FR.
25
2
FS. Penjelasan yang masuk akal untuk bidang yang menjadi pusat perhatian: FT. Karena laporan arus kas berfokus pada penurunan dan peningkatan arus kas , yang menjadi fokus perhatian adalah: FU. • Mengapa piutang turun secara signifikan.? FV. • Mengapa terjadi peningkatan persediaan (penurunan)? FW. • Mengapa terjadi peningkatan hutang (penurunan)? FX. • Mengapa ada peningkatan hutang ketika persediaan menurun? FY. • Mengapa aset dijual (dibeli)? FZ. • Dari mana uang untuk membayar dividen?
GA. GB. GC. GD.
26
3. PROFIL PELAKU, KORBAN, DAN PERBUATAN FRAUD 3.1 Profiling GE.
Profiling adalah upaya untuk mengidentifikasi profil. Profiling daam
memberantas kejahatan bukanlah upaya baru. GF.
GG. Profil Penjahat Kerah Putih di Amerika Serikat 1. Laki-laki, kulit putih, berpendidikan S1 2. Suka mengambil risiko 3. Egois 4. Ingin mengetahui 5. Keinginan untuk mengabaikan atau melanggar ketentuan dan sedapat mungkin mencari jalan pintas 6. Bekerja sepanjang hari bahkan di akhir pekan sehingga memberi kesan bahwa ia pekerja keras. 7. Di bawah tekanan dan penyendiri, meskipun pada saat yang sama ia mempunyai hubungan kerja yang erat dengan pemasok tertentu. 8. Termotivasi oleh ketamakan dan materi,menghamburkan uang secara teratur.
hadiah-hadiah
yang
bersifat
9. Berada dalam kesulitan keuangan GH. GI.
10. Tidak bahagia di tempat kerjanyadan mengeluh karena diperlakukan tidak adil GJ.
Tabel diatas menunjukkan profiling yang dilakukan Association of
Certified Fraud Examiners di Amerika Serikat. Beberapa catatan sehubungan dengan profil pada tabel tsb : a. Dalam profil tersebut secara spesifik disebutkan bahwa profil pelaku kejahatan kerah putih adalah orang berkulit putih. Sebaliknya, profil pelaku kejahatan perampokan, pembunuhan dan kejahatan lain dengan kekerasan menunjuk kepada kelompok etnis minoritas yang tidak berpendidikan dan tidak mempunyai lapangan kerja. Untuk dapat melakukan kejahatan kerah putih, seseorang mesti menduduki jabatan “kerah putih”. Dan melalui berbagai program pemerintah disana, kelompok minoritas seperti etnis Afro American dan Latino, mulai memperoleh peluang menduduki jabatan kerah putih. b. Pelaku kejahatan kerah putih
di Amerika Serikat
berasal dari kelompok
berpenghasilan menengah ke atas. Karena sering dihubungkan dengan ketamakan. 27
c. Sejalan dengan argumen yang menjelaskan profil etnis dan kelompok penghasilan menengah ke atas, kita dapat memaklumi profil pendidikan mereka. GK.
Profiling penting dan bermanfaat, hanya kita perlu memahami makna
dari profil yang dihasilkan. Di pasar uang dan pasar modal, profil pelaku fraud sering kali mengagumkan. Mereka cerdas, mempunyai track record yang luar biasa, pekerja keras dan cenderung menjadi informal leader dengan kharisma yang melampaui wewenang yang diberikan jabatan. Nick Lesson dalam kasus Barings Bank merupakan profil pelaku fraud yang bersifat spekulatif di bursa valuta asing. GL.
Sarbanes Oxley Act didasarkan atas profiling dari para auditor yang
tidak independen, yang membuat audit mereka tumpul. Dari sinila disyaratkan ketentuan rotasi partner, batasan mengenai pemberian jasa non audit, persyaratan ketat jika seseorang pindah dari KAP ke kliennya dan sebaliknya. GM. 3.2 Profiling dalam Kejahatan Terorganisasi GN.
George A. Manning, seorang akuntan forensik dari kantor pajak
Amerika Serikat menulis mengenai profile dari organisasi yang melakukan kejahatan yang terorganisasi. GO.
Dalam masyarakat dengan beraneka ragam etnis seperti di Amerika
Serikat, profiling dilakukan dari segi budaya atau kebiasaan etnis yang bersangkutan. Manning juga membahas beberapa ciri penjahat dari etnis Asia yaitu : a. Menyepelekan dan tidak menganggap penegak hukum sebagai abdi masyarakat. Di Asia, penegak hukum berfungsi untuk melindungi merea yang berkuasa dan pertai meraka. b. Menciptakan “mata uang bawah tanah” dengan mempertukarkan komoditas. Mata uang bawah tanah ini memungkinkan mereka menghilangkan jejak dokumen dan melakukan penyelundupan pajak. Biasanya mereka menanamkan uang mereka dalam emas, permata, intan dan berlian. c. Menyelenggarakan “perkumpulan simpan pinjam” yang sangat informal. Terdiri atas 10-20 orang, umumnya wanita. Terjadi tawar menawar untuk penggunaan uang dalam periode tertentu. Pemenangnya adalah penawar tertinggi. d. Setiap pejabat dapat dibeli dengan penyuapan yang biasa terjadi di Asia. GP.Beberapa kebijakan KPK yang merupakan kewajiban bagi pimpinan KPK : a. Memberitahukan kepada pimpinan lain mengenai pertemuan dengan pihak lain. b. Menolak dibayari makan, biaya akomodasi dan bentuk kesenangan lain oleh siapa pun. c. Membatasi pertemuan di ruang publik.
28
d. Memberitahukan kepada pimpinan lain mengenai keluarga, kawan, dan pihak lain yang secara intensif masih berkomunikasi. GQ.
SEMACAM
PROFILING
:
CONTOH
PERPAJAKAN
DI
ZAMAN
PENJAJAHAN BELANDA GR.
Di zaman Hindia Belanda, penjajah membuat semacam profil dari
pembukuan pedagang Tionghoa, India, Arab dan Jepang. Praktik-praktik pembukuan ini didokumentasikan oleh Jawatan Pajak pada waktu itu pada tahun 1937. GS.
Para pelepas uang, dan kemudian para bankir, juga membuat profil
dari pedagang-pedagang Tionghoa dari berbagai etnis. Profil ini menjelaskan bidang spesialisasi perdagangan dan industri masing-masing etnis; gejala adanya overcrowding karena kelompok etnis cenderung meniru bidang usaha sesama mereka; kondisi gagal bayar; ciri-ciri khas dalam berdagang 3.3 Profiling Terhadap Perbuatan (Kejahatan,Fraud, dan Lain-lain) GT.
Profiling dapat dilakukan dalam upaya mengenal perbuatannya atau
cara melaksanakan perbuatannya (modus operandi). Profil dari fraud disebut juga tipologi fraud. GU.
Berbagai
lembaga
besar
(Bank Indonesia,
Dirjen
Pajak,dsb),
mengumpulkan tipologi fraud yang ada di wilayahnya, untuk mengantisipasi jenis fraud yang muncul dalam wilayah lembaga tersebut. GV.
Pakar-pakar hukum pidana mengkompilasi kasus-kasus tindak pidana
berdasarkan konsep hukum yang diterapkan, untuk memudahkan menyiapkan argumen dalam kasus serupa. 3.4 Profil Korban Fraud GW.
Profiling dapat dilakukan juga pada korban fraud. Tujuannya untuk
memudahkan target penyebaran informasi. GX.
Surat-surat kabar sering memberitakan orang yang mudah menjadi
korban kejahatan tertentu. Di Indonesia sendiri dalam beberapa waktu sempat ramai dengan berbagai macam aksi penipuan berkedok “hadiah” yang meminta korban membayar sejumlah uang tertentu, dan juga berbagai bentuk yang lain yang umumnya cenderung mirip. 3.5 Latihan Profiling GY.
Seorang akuntan forensik memerlukan pendidikan, pelatihan, dan
praktik yang cukup untuk mencapai tingkat keterampilan yang memadai dalam profiling. 29
GZ.
Salah satu bentuk latihan :
HA.
Peserta diberi foto dan keterangan singkat para pelaku korupsi dalam
penyuapan, yang berasal dari fakta dalam persidangan dan informasi yang sudah tersiar. Peserta diminta mem-profile para pemberi suap. HB.
Dalam latihan ini, tidak hanya kesamaan latar belakang dan ciri
pelaku saja yang perlu dihasilkan, tetapi juga harus dapat dimanfaatkan KPK untuk program pencegahan korupsi HC.
Illustrasi di bawah ini memberikan sebuah gambaran sederhana
bahwa kita seringkali terkecoh dengan penampilan seseorang dalam kaitannyadengan perbuatan fraud. Dua orang (laki-laki) masuk ke sebuah bank. Satu orang memakai jas dan berdasi sambil menenteng tas “notebook”, rambutnya terpotong rapi dan dari tubuhnya tercium aroma parfum terkenal. Satu orang lainnya berambut gondrong, memakai T-shirt bercelana jeans, seluruh tangannya dipenuhi dengan tatoo sambil menenteng helm motor di tangannya.
HD. HE.
Jika kita menjadi petugas bank dimaksud, manakah dari kedua
orang ini yang kita yakini akan melakukan perbuatan jahat terhadap bank? HF.Sebagian besar di antara kita sepakat, bahwa laki-laki yang menggunakan jas adalah
orang
yang
dalam
posisi
tidak untuk
melakukan
perbuatan fraud
terhadap bank. Sehingga dalam posisi sedemikian laki-laki yang berjas tadi yakin bahwa kemungkinan ia untuk dicurigai akan memperdayai bank sangat kecil dibandingkan laki-laki lain yang masuk bersamanya. Suatu tanggapan umum yang sering terjadi dalam lingkungan kerja kita, jika
seorang
rekan
kerja
dituduh
melakukan perbuatan fraud, adalah kalimat yang lazim kita dengar, “Saya tidak yakin dia melakukan itu......dia adalah
staf
saya
yang
paling
dapat
dipercaya.....atau rekan kerja saya yang paling baik.....atau......(pujian-pujian dan rasa ketidakpercayaan lainnya)”.
Sehingga tidak jarang terjadi pelaku fraud
adalah orang yang sama sekali tidak dicurigai, orang kepercayaan, dan orang yang seringkali bekerja sama secara baik dengan korbannya. HG.
HH.
30
HI. DAFTAR PUSTAKA HJ. HK.
HL. HM. HN. HO. HP.
Association of Certified Fraud Examiner. (2015). Report to the nation on occupational fraud and abuse. Austin: Association of Certified Fraud Examiner. Karyono. (2013). Forensic Fraud. Yogyakarta: CV Andi Offset. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2008). Fraud Auditing. Bogor: Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Tuanakotta, T. (2010). Akuntansi Forensik & Audit Investigatif. Jakarta: Salemba Empat. Vona, L. W. (2011). The Fraud Audit. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
HQ. HR. HS. HT. HU. HV.
31