Orde 2 Modul [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Program Studi Teknik Telekomunikasi - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung



Praktikum Pengolahan Sinyal Waktu Kontinyu



sebagai bagian dari Mata Kuliah ET 2004



Modul 3 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua



Β©Institut Teknologi Bandung Disusun oleh : Irma Zakia 31 Maret, 2017 1



I.



Pendahuluan



Dalam penerapannya, sistem dengan orde tinggi sering diimplementasikan dan direpresentasikan sebagai interkoneksi seri atau paralel dari sistem-sistem orde satu dan orde dua. Dengan demikian, analisis, perancangan, dan pemahaman kelakukan sistem orde tinggi dapat diketahui dengan mengamati kelakuan sistem orde satu dan orde dua. Secara fisis, sistem orde satu memodelkan sistem dengan satu buah elemen penyimpan energi, misalnya induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian RC. Sementara itu, sistem orde dua memodelkan sistem dengan dua buah elemen penyimpan energi, misalnya kapasitor dan induktor pada rangkaian RLC. Kelakuan sistem orde satu, melalui percobaan menggunakan rangkaian RC, telah diketahui dalam hal respons impuls dan respons step (modul 1), serta respons frekuensi (modul 2). Modul ini fokus pada analisis kelakuan sistem orde dua dalam hal respons step (domain waktu) dan respons frekuensi (domain frekuensi). Sistem orde dua yang digunakan pada percobaan berupa rangkaian RLC seri. Bergantung dari nilai damping ratio, respons step sistem orde dua menuju keadaan mantap dengan berosilasi dengan amplituda osilasi mengecil (underdamped) atau menuju keadaan mantap secara eksponensial tanpa osilasi (critically damped,overdamped). Untuk menentukan respons frekuensi sistem, sistem diberi sinyal masukan sinus (steady-state). Pada bagian luaran, perubahan amplituda dan fasa pada sinyal sinus luaran digunakan untuk menentukan masing-masing respons magnituda dan respons fasa sistem. Berbeda dengan tampilan respons frekuensi pada modul 2, respons frekuensi pada modul ini ditampilkan dalam diagram Bode. II.



Tujuan



a. Memahami kelakuan sistem orde dua pada domain waktu melalui respons step sistem b. Memahami kelakuan sistem orde dua pada domain frekuensi melalui respons frekuensi sistem c. Memahami konsep respons frekuensi dengan diagram Bode d. Memahami konsep aproksimasi respons frekuensi pada diagram Bode e. Memahami kelakuan sistem orde dua dari lokasi pole dan zero III. Dasar Teori III.1. Sifat Sistem Orde Dua dari Nilai Damping Ratio Setiap persamaan homogen dari sistem orde dua yang dideskripsikan melalui persamaan differensial dapat ditulis dalam bentuk 𝑑 2 𝑦 (𝑑) 𝑑𝑑 2



+ 2πœπœ”π‘›



2



𝑑𝑦 (𝑑) 𝑑𝑑



+ πœ”π‘› 2 𝑦 𝑑 = 0



(1)



Adapun 𝜁 menyatakan damping ratio, yang menunjukkan seberapa besar redaman / hambatan pada sistem. Sementara itu, parameter πœ”π‘› menyatakan frekuensi alami sistem. Hal ini berarti sistem berosilasi dengan frekuensi πœ”π‘› (dengan amplituda osilasi tetap terhadap waktu) jika damping ratio bernilai nol. Dari persamaan homogen tersebut, lokasi dua buah pole 𝑝1 dan 𝑝2 dapat ditentukan melalui 𝑝1 = βˆ’πœπœ”π‘› + πœ”π‘› 𝜁 2 βˆ’ 1



(2)



𝑝2 = βˆ’πœπœ”π‘› βˆ’ πœ”π‘› 𝜁 2 βˆ’ 1



(3)



Besarnya nilai damping ratio menentukan lokasi pole serta sifat sistem. Untuk sistem yang stabil, sifat sistem terbagi menjadi underdamped, overdamped, dan critically damped (Tabel 1). Tabel 1. Sifat sistem dan lokasi pole berdasarkan nilai damping ratio



Damping ratio 0 0, atau semua pole berada pada sebelah kiri sumbu imajiner Im{𝑠}. Dengan asumsi sistem domain waktu bersifat riil, pole kompleks memiliki pasangan pole yang bernilai konjugasi kompleks. Pole yang kompleks (0 < 𝜁 < 1) memberikan karakteristik domain waktu berupa respons yang berosilasi dengan amplituda osilasi mengecil. Sementara itu, pole rill (𝜁 β‰₯ 1) memberikan karakteristik domain waktu berupa respons eksponensial.



III.2. Karakteristik Domain Waktu Sistem Orde Dua Pada bagian ini, karakteristik domain waktu sistem orde dua LTI kausal, yang dideskripsikan dalam bentuk persamaan differensial, diberikan dalam hal respons step sistem. Sistem orde dua diwakili melalui rangkaian RLC seri, yang diberi masukan berupa tegangan sinyal DC π‘₯(𝑑) (Gbr. 2). Sinyal luaran 𝑦(𝑑) yang diamati adalah tegangan pada kapasitor.



3



Gbr. 1 Pengaruh Damping Ratio terhadap Lokasi Pole pada Sistem Orde Dua



𝑦(𝑑)



π‘₯(𝑑)



Gbr. 2. Rangkaian RLC seri dengan tegangan kapasitor sebagai luaran



Untuk analisis luaran 𝑦(𝑑) saat sistem sudah steady-state, maka masukan π‘₯(𝑑) yang berupa unit step (sinyal DC) ekivalen dengan masukan sinus frekuensi nol (πœ” = 0). Dengan demikian, kapasitor menjadi open-circuit, sedangkan induktor short-circuit. Hal ini berarti dalam keadaan steady-state, respons step sistem sama dengan tegangan sumber, atau 𝑦(𝑑) = π‘₯(𝑑). Persamaan differensial rangkaian RLC seri menjadi 𝑑 2 𝑦 (𝑑) 𝑑𝑑 2



𝑅 𝑑𝑦 (𝑑)



+𝐿



𝑑𝑑



1



1



+ 𝐿𝐢 𝑦 𝑑 = 𝐿𝐢 π‘₯ 𝑑



(4)



Dengan melihat korespondensi antara persamaan (1) dengan (4), maka frekuensi alami sistem ditulis sebagai 1



πœ”π‘› =



𝐿𝐢



(5)



dan damping ratio 𝑅



𝜁 = 2πœ”



4



𝑛𝐿



(6)



Sehingga persamaan (4) dapat ditulis juga 𝑑 2 𝑦 (𝑑) 𝑑𝑑 2



+ 2πœπœ”π‘›



𝑑𝑦 (𝑑) 𝑑𝑑



+ πœ”π‘› 2 𝑦 𝑑 = πœ”π‘› 2 π‘₯ 𝑑



(7)



Meningkatnya nilai R akan menghasilkan rangkaian yang jika semula bersifat underdamped, menjadi critically damped atau overdamped. Secara fisis, hal ini dapat diartikan, dengan meningkatnya nilai R (damping ratio meningkat), rugi-rugi energi juga meningkat, sehingga osilasi sistem berkurang. Contoh lain adalah pada rangkaian osilator LC ideal: energi ditransfer dari L ke C dan sebaliknya tanpa rugi-rugi rangkaian, sehingga dihasilkan sinyal yang berosilasi selamanya. Jika hambatan R dihubungkan seri dengan rangkaian LC ideal tersebut, maka R bertindak sebagai rugi-rugi. Pada keadaan demikian, R menyebabkan rangkaian berosilasi dengan amplituda menurun bahkan lama-kelamaan menjadi nol. Dengan menggunakan transformasi Laplace, fungsi transfer sistem yang diimplementasikan dengan persamaan (7) adalah πœ” 2



𝐻 𝑠 = 𝑠 2 +2πœπœ”π‘› 𝑠+πœ” 𝑛



𝑛



= (π‘ βˆ’π‘



2



πœ”π‘› 2



(8)



1 )(π‘ βˆ’π‘ 2 )



Luaran sistem dengan masukan berupa unit step menjadi πœ”π‘› 2



π‘Œ 𝑠 = 𝑠(π‘ βˆ’π‘



(9)



1 )(π‘ βˆ’π‘ 2 )



Respons step 𝑠 𝑑 = β„’ βˆ’1 (π‘Œ 𝑠 ). Dikarenakan π‘Œ(𝑠) rasional, 𝑠 𝑑 dapat ditentukan melalui ekspansi pecahan parsial dari π‘Œ(𝑠). Untuk 𝜁 β‰  1, kedua pole tidak berulang (𝑝1 β‰  𝑝2 ), sehingga bentuk ekspansi pecahan parsial π‘Œ 𝑠



πœβ‰ 1



Selanjutnya dapat dihitung 𝐴1 = 1, 𝐴2 =



=



𝐴1 𝑠



+



𝐴2



1 2



𝜁 2 βˆ’1βˆ’πœ



𝐴



+ (π‘ βˆ’π‘3



π‘ βˆ’π‘ 1



𝜁 2 βˆ’1



(10)



2)



, dan 𝐴3 =



1 2



𝜁 2 βˆ’1+𝜁



𝜁 2 βˆ’1



.



Sementara itu, untuk 𝜁 = 1, kedua pole berulang (𝑝1 = 𝑝2 ), sehingga bentuk ekspansi pecahan parsial π‘Œ 𝑠



𝜁=1



=



𝐡1 𝑠



+



𝐡2 π‘ βˆ’π‘ 1



𝐡



+ (π‘ βˆ’π‘3



2 1)



Nilai konstanta dihitung sebagai 𝐡1 = 1, 𝐡2 = βˆ’1, dan 𝐡3 = βˆ’πœ”π‘› . Respons step sistem menjadi



5



(11)



Gbr. 3. Respons step rangkaian RLC seri dengan πœ”π‘› = 3.1623 . 105 rad/s



1 βˆ’ 𝑒 βˆ’πœπœ” 𝑛 𝑑 cos



1 βˆ’ 𝜁 2 πœ”π‘› 𝑑 βˆ’



𝜁 1 βˆ’ 𝜁2



𝑒 βˆ’πœπœ” 𝑛 𝑑 sin



1 βˆ’ 𝑒 βˆ’πœ” 𝑛 𝑑 βˆ’ πœ”π‘› 𝑑𝑒 βˆ’πœ” 𝑛 𝑑 𝑒 𝑑 ,



1 βˆ’ 𝜁 2 πœ”π‘› 𝑑



𝑒 𝑑 , untuk 0 < 𝜁 < 1



untuk 𝜁 = 1



𝑠 𝑑 = 1+



𝑒 2



βˆ’πœπœ” 𝑛 +



𝜁2βˆ’1πœ” 𝑛 𝑑



𝑒



+ 2



2 𝜁 βˆ’1βˆ’πœ 𝜁 βˆ’1



2



βˆ’πœ πœ” 𝑛 βˆ’



𝜁2βˆ’1πœ” 𝑛 𝑑



𝑒 𝑑 , untuk 𝜁 > 1 2



2 𝜁 βˆ’1+𝜁 𝜁 βˆ’1 (12)



Respons step teoritis untuk berbagai nilai damping ratio diperlihatkan pada Gbr. 3. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tampak bahawa respons transien sistem (berosilasi atau eksponensial) bergantung dari nilai damping ratio. III. 3. Penentuan dan Aproksimasi Respons Frekuensi dengan Diagram Bode Spektrum suatu sinyal dan respons frekuensi suatu sistem dapat ditampilkan dalam diagram Bode. Diagram Bode dari spektrum magnituda 𝑋(π‘—πœ”) menampilkan spektrum dalam skala logaritmik 20log10 𝑋(π‘—πœ”) dB terhadap frekuensi skala logaritmik. Sementara itu, diagram Bode spektrum fasa arg⁑ (𝑋(π‘—πœ”)) menampilkan spektrum fasa terhadap frekuensi skala logaritmik. Definisi diagram Bode yang demikian berlaku juga untuk respons magnituda 𝐻(π‘—πœ”) dan respons fasa arg⁑ (𝐻(π‘—πœ”)) suatu sistem.



6



Tampilan spektrum magnituda dalam skala logaritmik memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1. Hubungan penjumlahan antara spektrum sinyal masukan dengan respons frekuensi log π‘Œ(π‘—πœ”) = log 𝑋(π‘—πœ”) + log 𝐻(π‘—πœ”) 2.



(13)



Jangkauan nilai magnituda yang lebih besar memberikan tampilan lebih detil, misalnya redaman pada daerah stopband lebih terlihat jelas pada skala logaritmik .



Sementara itu, tampilan frekuensi dalam skala logaritmik memiliki keuntungan sebagai berikut: 1. Jangkauan frekuensi yang lebih besar. 2. Kemudahan dalam menampilkan aproksimasi Bode diagram dengan menggunakan nilai asimptotik frekuensi. Secara umum, respons frekuensi dari sistem dengan fungsi transfer rasional dapat ditulis sebagai 𝐻 π‘—πœ” = 𝑏



𝑀 π‘˜=1 (π‘—πœ” βˆ’π‘§ π‘˜ ) 𝑁 (π‘—πœ” βˆ’π‘ ) π‘˜ π‘˜=1



=𝑏



π‘—πœ” βˆ’π‘§1 π‘—πœ” βˆ’π‘§2 …(π‘—πœ” βˆ’π‘§ 𝑀 ) π‘—πœ” βˆ’π‘ 1 π‘—πœ” βˆ’π‘ 2 …(π‘—πœ” βˆ’π‘ 𝑁 )



(14)



dengan π‘§π‘˜ dan π‘π‘˜ masing-masing menyatakan lokasi zero dan pole, sedangkan 𝑏 menyatakan konstanta. Diasumsikan sistem kausal dan stabil, sehingga semua pole berada di sebelah kiri bidang s. Penggambaran respons frekuensi dengan diagram Bode dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu: 1. Pole dan zero riil 2. Pasangan pole dan zero berkonjugasi kompleks Pole dan Zero Riil Tanpa mengurangi maksud secara umum, diasumsikan terdapat 𝐿 buah zero pada titik pusat, yaitu π‘§π‘˜ = 0, π‘˜ = 1,2, … , 𝐿, sehingga respons frekuensi menjadi 𝐻 π‘—πœ” = 𝑏



=𝐡



(π‘—πœ”)𝐿 π‘—πœ” βˆ’ 𝑧𝐿+1 π‘—πœ” βˆ’ 𝑧𝐿+2 … (π‘—πœ” βˆ’ 𝑧𝑀 ) π‘—πœ” βˆ’ 𝑝1 π‘—πœ” βˆ’ 𝑝2 … (π‘—πœ” βˆ’ 𝑝𝑁 ) π‘—πœ” π‘—πœ” π‘—πœ” 1βˆ’ …(1βˆ’ ) 𝑧 𝐿+1 𝑧 𝐿+2 𝑧𝑀 π‘—πœ” π‘—πœ” π‘—πœ” 1βˆ’ 1βˆ’ …(1βˆ’ ) 𝑝1 𝑝2 𝑝𝑁



(π‘—πœ” )𝐿 1βˆ’



(15)



dengan 𝐡=𝑏



𝑀 π‘˜=𝐿+1 (βˆ’π‘§ π‘˜ ) 𝑁 (βˆ’π‘ ) π‘˜ π‘˜=1



7



(16)



Respons magnituda dalam dB dan respons fasa, masing-masing ditulis sebagai 𝑀



𝐻(π‘—πœ”)



𝑑𝐡



= 20log10 𝐡 + 𝐿20log10 πœ” +



π‘—πœ” 1βˆ’ βˆ’ π‘§π‘˜



20log10 π‘˜=𝐿+1



𝑁



20log10 1 βˆ’ π‘˜=1



π‘—πœ” π‘π‘˜ (17)



dan arg 𝐻 π‘—πœ”



= arg 𝐡 + 𝐿 90° +



𝑀 π‘˜=𝐿+1 arg⁑ 1



π‘—πœ”



βˆ’π‘§



βˆ’



π‘˜



𝑁 π‘˜=1 arg⁑ 1



0, if 𝐡 β‰₯ 0 Β±πœ‹, if 𝐡 < 0



arg 𝐡 =



π‘—πœ”



βˆ’π‘



π‘˜



(18)



(19)



Persamaan repons magnituda dan respons fasa tersebut menunjukkan terdapat beberapa faktor yang dijumlahkan dan dikurangkan. Faktor yang menjadi perhatian khusus adalah faktor yang masih mengandung pole dan zero, yang masing-masing disebut sebagai faktor pole dan faktor zero. Tanpa mengurangi maksud secara umum, penjelasan berikut hanya melihat respons akibat faktor pole. Misal terdapat sebuah pole pada lokasi 𝑝1 = βˆ’π›Ό, 𝛼 ∈ β„›. Magnituda dan fasa akibat faktor pole, masing-masing menjadi 20log10 1 +



π‘—πœ” 𝛼



= 20log10 1 +



πœ” 2 𝛼



(20)



dan arg⁑ 1 +



π‘—πœ” 𝛼



= tanβˆ’1



πœ” 𝛼



(21)



Besarnya magnituda dan fasa diaproksimasi menggunakan asimptot frekuensi, yang masingmasing terlihat pada Tabel 2 dan 3. Karena faktor pole berada pada bagian penyebut dari 𝐻(π‘—πœ”), maka kontribusinya negatif dari nilai magnituda dan fasa yang masing -masing telah diberikan pada Tabel 2 dan 3. Hal sebaliknya berlaku untuk faktor zero.



8



Tabel 2. Magnituda faktor pole untuk pole riil



Aproksimasi



Frekuensi



Magnituda dari Faktor Pole 𝟐𝟎π₯𝐨𝐠 𝟏𝟎 𝟏 +



πœ” β‰ͺ1 𝛼 πœ” ≫1 𝛼 πœ” =1 𝛼



Frekuensi rendah Frekuensi tinggi Frekuensi corner



𝝎 𝜢



𝟐



β‰ˆ 0 dB πœ”



β‰ˆ 20log10



𝛼



οƒ  gradien 20 dB/decade β‰ˆ 0 dB



Tabel 3. Fasa faktor pole untuk pole riil



Aproksimasi



Frekuensi



Fasa dari Faktor Pole 𝝎 π­πšπ§βˆ’πŸ 𝜢 β‰ˆ 0Β°



Frekuensi rendah



πœ” β‰ͺ1 𝛼



Frekuensi tinggi



πœ” ≫1 𝛼



β‰ˆ 90Β°



πœ” =1 𝛼



= 45Β°



Frekuensi pertengahan



0.1