Paper Studi Kasus Babesiosis Pada Anjing Borna Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PATOLOGI KLINIK VETERINER LAPORAN KASUS BABESIOSIS PADA ANJING DOBERMAN (BORNA)



OLEH: KELOMPOK 3 1. LUH MADE NANDA AYUNI.S



(1809511016)



2. NI MADE RITA ADNYANI



(1809511017)



3. KADEK LENI MARTHA DIANA



(1809511019)



4. NURUL AMIRA



(1809511020)



5. THERESIA ENE



(1809511022)



6. NI LUH DEWI KUSTIANTARI



(1809511025)



FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2020 i



KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Laporan Kasus Babesiosis Pada Anjing Doberman (Borna) “ dengan tepat waktu. Paper ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen pengampu mata kuliah Patologi Klinik Veteriner penyusun menyadari kekurangan-kekurangan dalam penyusunan paper. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengalaman dan kemampuan yang penyusun miliki. Penyusun menyadari bahwa tugas ini masih banyak memiliki kekurangan, oleh karena itu atas segala kekurangannya penyusun memohon maaf. Kritik dan saran penyusun terima dalam rangka lebih menyempurnakan kembali paper yang penyusun bawakan dan diharapkan dapat menjadi ilmu yang berguna bagi yang membacanya.



Denpasar, 19 November 2020



Penyusun



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii DAFTAR TABEL ................................................................................................................iv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................2 1.4 Manfaat Penulisan .....................................................................................................2 BAB II MATERI DAN METODE 2.1 Materi .........................................................................................................................3 2.2 Metode .......................................................................................................................4 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Studi Kasus ................................................................................................................5 3.2 Hasil dan Pembahasan ...............................................................................................5 3.3 Diagnosis....................................................................................................................7 3.4 Pengobatan .................................................................................................................7 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ................................................................................................................9 4.2 Saran ...........................................................................................................................9 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................10



iii



DAFTAR TABEL Tabel 1. Hasil Hematologi Lengkap Anjing Borna ............................................................ 6



iv



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan anjing merupakan salah satu hal penting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, agar anjing selalu dalam keadaan yang sehat dan optimal. Banyak penyakit yang seringkali menyerang anjing, diantaranya yaitu infeksi ektoparasit seperti kutu dan caplak. Investasi kutu dan caplak menyebabkan masuknya protozoa, virus dan riketsia yang dapat menimbulkan penyakit pada anjing. Salah satu protozoa yang sering menginfeksi anjing melalui gigitan caplak yaitu Babesia sp. Babesia sp. merupakan protozoa penyebab babesiosis, yang dapat menginfeksi anjing melalui gigitan caplak. Proses penyebaran babesiosis terjadi melalui vektor caplak Rhipicephalus sanguineus (R. sanguineus). Kejadian babesiosis pada anjing umumnya disebabkan oleh Babesia canis dan Babesia gibsoni. Babesia canis memiliki ukuran yg lebih besar dibandingkan dengan Babesia gibsoni. Babesia canis memiliki ukuran 4 – 5 um, sedangkan Babesia gibsoni memiliki ukuran 1 – 3 um. Babesia sp. merupakan salah satu parasit intraeritrositik yang dapat menyebabkan rusaknya eritrosit, parasit ini juga berbentuk menyerupai buah pear. Babesia sp menginfeksi anjing dalam bentuk sporozoid yang terdapat dalam saliva caplak ketika caplak menggigit inang. Sporozoid akan berpenetrasi dalam RBC dan akan mengalami fase parasitic dalam RBC. Sporozoid yg telah masuk dalam RBC disebut tropozoid. Tropozoid dalam RBC akan mengalami pembelahan biner menjadi merozoid. Bersamaan dengan lisis eritrosit, merozoit akan menginfeksi eritrosit yg lainnya. Faktor kerusakan eritrosit inilah yang penting dalam babesiosis, yang menimbulkan gejala seperti lemas, tidak nafsu makan, demam, anemia, splenomegaly, lymphadenopathy, ikhterus, diare, muntah, hemoglobinemia, hemoglobinuria jaundice dan gagal ginjal. Babesiosis dapat menimbulkan perubahan pada profil sel darah merah (eritrosit) anjing. Hal ini disebabkan darah merupakan bagian tubuh yang berbentuk cairan dan memegang peranan penting dalam proses fisiologis dan patologis, yang bilamana terjadi gangguan fisiologis dan patologis pada anjing dapat menyebabkan perubahan pada nilai hematologi. Oleh karena itu, seringkali pemeriksaan hematologi dapat dijadikan screening test untuk menilai kesehatan hewan secara umum, kemampuan tubuh melawan infeksi dalam evaluasi status 1



fisiologis hewan dan untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit. Parameter hematologi yang diperiksa dalam kasus infeksi Babesia sp. adalah jumlah sel darah merah (eritrosit), konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimanakah studi kasus dari Babesiosis pada Anjing Doberman? 2. Bagainanakah hasil dan pembahasan yang didapat dari pemeriksaan Babesiosis pada Anjing Doberman? 3. Bagaimanakah diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan dari kasus Babesiosis pada Anjing Doberman? 4. Bagaimanakah pengobatan yang dilakukan atau diberikan pada kasus Babesiosis pada Anjing Doberman?



1.3 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu : 1. Untuk mengetahui bagaimana studi kasus dari Babesiosis pada Anjing Doberman 2. Agar mengetahui bagaimana hasil dan pembahasan yang didapat dari pemeriksaan Babesiosis pada Anjing Doberman 3. Untuk mengetahui bagaimana diagnosis yang didapat berdasarkan hasil pemeriksaan dari kasus Babesiosis pada Anjing Doberman 4. Agar mengetahui bagaimana pengobatan yang dapat dilakukan atau diberikan pada kasus Babesiosis pada Anjing Doberman



1.4 Manfaat Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu agar pembaca dan penyusun lebih mengetahui bagaimana studi kasus, hasil pemeriksaan, diagnosis, dan pengobatan dari Babesiosis pada Anjing Doberman ini, dengan demikian dapat lebih mengerti dan memahami bagaimana isi dari materi ini serta tentunya menambah wawasan pembaca dan penyusun



2



BAB II MATERI DAN METODE 2.1 Materi Babesiosis pada anjing disebabkan oleh Babesia canis (subfilum: apicomplexa, ordo: piroplasmida, genus: babesia, spesies Babesia canine) yang diperantai oleh caplak (tickborne) yaitu caplak-anjing coklat Rhipicephalus sanguineus sebagai vektor utama. Babesiosis telah tersebar di seluruh dunia, terutama di negara tropis dan subtropis (Lubis, 2006). Babesiosis atau piroplasmosis yaitu suatu penyakit hewan yang bisa menular (zoonosis). Babesia canis merupakan parasite protozoa darah yang menyerang eritrosit. Secara morfologi parasit darah ini menyerupai Babesia bigemina yang menyerang sapi dengan vector caplak Dermacentor marginatus dan Rhipicephalus sanguineus. Siklus hidup Babesia canine pada hospes anjing dimulai saat caplak yang mengandung Babesia menghisap darah anjing. Dari saliva caplak ditularkan sporozoid yang masuk ke peredaran darah hospes dan menginfeksi eritrosit. Di dalam eritrosit, sporozoid berkembang menjadi tropozoid, kemudian menginfeksi eritrosit lain dan menjadi merozoid serta pre-gametosit. Apabila ada caplak yang menghisap darah anjing yang telah terinfeksi babesia, stadium pre-gametosit dapat masuk ke dalam tubuh caplak dan berada di epitel usus caplak. Pada usus caplak ini terjadi gametogoni (diferensiasi gamet dan pembentukan zigot). Kemudian menjadi kinate yang dapat ditransmisi secara trans-stadial maupun trans-ovarial. Pembentukan stadium infektif babesia ini terjadi di glandula saliva caplak sebagai sporozoid (Cahuvin et al., 2009). Salah satu penyakit yang paling sering menular pada anjing yang dilepas liarkan adalah infeksi parasit. Infeksi parasit yang umum menyerang anjing adalah cacing dan caplak. Infestasi caplak bisa ditularkan melalui kontak langsung dengan anjing yang memilIki caplak, dan bisa juga langsung dari lingkungan. Infeksi babesia pada anjing akan menunjukan gejala klinis seperti demam, anemia, anoreksia, hemoglobinuria, dan hemolisis darah yang sering kali menyebabkan kematian (Krause et al., 2007)



3



2.2 Metode Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi temuan klinis. Pemeriksaan fisik dilakukan berdasarkan metode Widodo dkk.(2011) : a) Sampel darah diambil dari anjing (Borna) melalui vena Cephalica antibrachii sebanyak 2 ml menggunakan syringe 5 ml kemudian ditempatkan pada tabung vacuum EDTA. Darah dalam tabung vacuum EDTA diperlukan untuk pemeriksaan hematologi lengkap dg menggunakan cell counter - blood analyzer Hemavet., sedangkan preparat ulas darah dibuat langsung dari darah utuh (whole blood) segera setelah pengambilan darah. b) Pembuatan preparat ulas darah dengan cara sampel darah segar diteteskan pada satu sisi gelas obyek. Salah satu sisi gelas obyek lain ditempatkan pada ujung gelas obyek pertama dengan membentuk sudut 30o - 45o. Gelas obyek kedua ditarik sampai menyentuh tetes darah dan dibiarkan menyebar sepanjang tepi gelas obyek kedua. Gelas obyek kedua didorong ke sepanjang permukaan gelas obyek pertama sehingga terbentuk lapisan darah tipis dan merata c) Preparat ulas yang telah kering difiksasi ke dalam metanol selama 5 menit. Kemudian preparat diangkat dan dikeringkan di udara. Setelah kering, dilakukan pewarnaan menggunakan larutan Giemsa 10 % selama 45-60 menit. Kemudian preparat ulas yang telah diwarnai dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di udara d) Preparat ulas darah dapat dibaca di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali untuk identifikasi morfologi eritrosit. Identifikasi morfologi eritrosit ditekankan pada ukuran, bentuk, distribusi, intensitas warna dan abnormalitas struktur eritrosit serta eritroparasit Babesia sp.



4



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Studi Kasus Anjing dibawa ke klinik dg keluhan kurang nafsu makan, pernah dioperasi Gastric volvulus dilatation, pernah menderita Amoebiasis, ada infestasi ektoparasit, kaki belakang kanan pernah menderita luka2, pernah menderita Anal sacculitis. Anjing tersebut bernama Borna, ras Doberman, umur 8 tahun, jenis kelamin jantan, berat badan 34,6 kg, suhu tubuhnya 38 derajat celcius, frekuensi jantung 96 x / menit dan frekuensi nafas 44 x / menit. 3.2 Hasil dan Pembahasan Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan anjing (Borna) tidak mau makan, secara umum tidak ditemukan adanya kelainan apapun. Hasil pemeriksaan laboratorium analisa hematologi lengkap menunjukkan adanya limfositopenia, monositopenia, eosinofilia dan trombositopenia. Babesiosis pada anjing dapat terjadi secara ringan, sedang, dan berat. Babesiosis yg bersifat ringan akan menunjukkan adanya penurunan PCV kurang dari 10 % dan gejala anemia yg muncul adalah bersifat regeneratif. Keadaan trombositopenia dapat terjadi pada kasus babesiosis yg bersifat sedang hingga berat, dan dapat terjadi tanpa menimbulkan adanya anemia (Barr & Bowman 2006). Hasil pemeriksaan mikroskopik preparat ulas darah ditemukan adanya parasit Babesia sp. (+++) dalam stadium merozoit (dalam eritrosit). Berdasarkan pemeriksaan mikroskopik kemungkinan penyebabnya adalah Babesia sp., walaupun untuk meningkatkan sensitifitas dan akurasi atau spesifisitasnya perlu di periksa lebih lanjut dg menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk membuktikan jenis babesianya. Adapun hasil pemeriksaan hematologi lengkap dan preparat ulas darah secara rinci disajikan pada Tabel 1.



5



Nilai jumlah RBC masih dalam batas standar normal bawah sedangkan jumlah HGB dan HCT menunjukkan penurunan yg terindikasi adanya gangguan pada sel darah merah. Namun demikian gangguan tersebut masih dalam kategori ringan. Nilai trombosit mengalami penurunan (trombositopenia) yg akan memperparah kondisi sistem peredaran darah. Menurut Kettner F. dkk., Trombositopenia mungkin dikarenakan suatu kombinasi beberapa faktor, termasuk penyakit babesiosis yg terjadi bersamaan dg penyakit seperti Canine Monocytic Ehrlichiosis. Tingkat perbedaan keparahan trombositopenia sangat besar hubungannya dg jenis penyebab parasit Babesia sp. nya pada spesies induk semang yg sama. Hasil pemeriksaan mikroskopik preparat ulas darah menunjukkan bahwa Borna terinfeksi oleh parasit darah yg disebut Babesia sp. (+++) Untuk mengobati kondisi anemia diberikan obat-obatan yg merangsang proses hemopoitik yaitu Sangobion, sedangkan obat untuk menghindari infeksi sekunder oleh bakteri diberikan Doxycycline @ 5 mg/kg BB per oral interval 12 jam selama 10 hari. Prednison diberikan 1-3 mg/kg BB per oral interval 12 jam selama 7 hari dg tujuan mengurangi permeabilitas kapiler dan menginduksi vasokonstriksi, meningkatkan jumlah 6



trombosit, neutrofil dan RBC yg bersirkulasi. Untuk menurunkan atau memberantas parasit darah diberikan Clindamycin @ 25 mg/kg BB per oral interval 12 jam selama 14 hari. Secara klinis dan hematologis menunjukkan adanya perbaikan kondisi kesehatan hewan.



3.3 Diagnosis Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan mikroskopis melaui preparat ulas darah, maka diketahui bahwa anjing tersebut menderita Babesiosis.untuk memperkuat duagnosis perlu dilakukan diagnosis banding yaitu dengan Immune Mediated Hemolytic Anemia (IMHA), infeksi Rickettsia, infeksi parasit darah (Ehrlichiosis, Haemobartonellosis, Anaplasmosis).



3.4 Pengobatan Mengobati kondisi anemia pada pasien dengan diberikan obat-obatan yang merangsang proses hemopoitik. Salah satunya adalah hematodin 1 ml/5 kg BB selama 6 hari, sedangkan untuk menurunkan atau memberantas parasit darah diberikan Clindamycin 25 mg/kg BB (PO; q12) selama 7 hari. Clindamycin merupakan suatu antibiotik yang bekerja dengan mengikat subunit 50S ribosom pada bakteria yang peka, sehingga menghambat pembentukan ikatan peptide. Pada protozoa clindamycin beraksi melalui hilangnya plastid 35 kb DNA yang diperlukan untuk produksi vakuola tempat hidup parasit. Clindamycin dapat menekan perkembangan parasitemia sehingga mengurangi gejala klinis dari infeksi Babesia sp. seperti anemia, anoreksia, dan kelemahan, walaupun tidak secara komplit menghilangkan parasit dari darah perifer pada dosis yang digunakan. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian clindamycin efektif untuk terapi babesiosis pada anjing tanpa menimbulkan efek samping. Pada studi kasus babesiosis pada anjing ras Doberman, Wijaya (2018) menyatakan bahwa untuk menurunkan atau memberantas parasit darah diberikan Clindamycin 25 mg/kg BB (PO; q12) selama 14 hari menunjukkan adanya perbaikan kondisi kesehatan hewan baik secara klinis maupun hematologis. Menurut Agus Wijaya (2018), pengobatan babesiosis pada anjing dengan menggunakan Clindamycin 25 mg/kg BB, (PO) dua kali per hari selama 14 hari, secara bertahap dapat menurunkan tingkat parasitemia dan menyebabkan perubahan 7



morfologi yang diindikasikan adanya degenerasi parasit misalnya, segmentasi, penurunan ukuran, kerusakan inti atau nukleus sel, penurunan atau tidak terlihatnya sitoplasma. Antibiotik diberikan juga untuk menghindari infeksi sekunder oleh bakteri adalah Oxytetracycline 15 mg/kg BB (PO; q12) selama 7 hari. Dexametason diberikan 0.5-1 mg/kg BB (IM) 3-5 hari selama 7 hari dengan tujuan mengurangi permeabilitas kapiler dan menginduksi vasokonstriksi, meningkatkan jumlah trombosit, neutrofil dan RBC yang bersirkulasi.



8



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 



Kejadian babesiosis pada anjing umumnya disebabkan oleh Babesia canis dan Babesia gibsoni. Babesia canis memiliki ukuran yg lebih besar dibandingkan dengan Babesia gibsoni







Dari hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium menyatakan bahwa anjing (Borna) terinfeksi Babesia sp.







Hasil pemeriksaan mikroskopik preparat ulas darah ditemukan adanya parasit Babesia sp. (+++) dalam stadium merozoit (dalam eritrosit). Berdasarkan pemeriksaan mikroskopik kemungkinan penyebabnya adalah Babesia sp







Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan anjing (Borna) tidak mau makan, secara umum tidak ditemukan adanya kelainan apapun.







Hasil pemeriksaan laboratorium analisa hematologi lengkap menunjukkan adanya limfositopenia, monositopenia, eosinofilia dan trombositopenia. Babesiosis pada anjing dapat terjadi secara ringan, sedang, dan berat







Untuk mengobati kondisi anemia diberikan obat-obatan yg merangsang proses hemopoitik yaitu Sangobion, sedangkan obat untuk menghindari infeksi sekunder oleh bakteri diberikan Doxycycline ,Prednison dengan tujuan mengurangi permeabilitas kapiler dan menginduksi vasokonstriksi, meningkatkan jumlah trombosit, neutrofil dan RBC yg bersirkulasi. Untuk menurunkan atau memberantas parasit darah diberikan Clindamycin. Secara klinis dan hematologis menunjukkan adanya perbaikan kondisi kesehatan hewan



4.2 Saran Dengan adanya paper ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca untuk mendalami dan memahami tentang Babesiosis. Akan tetapi banyak sekali kesalahan yang mungkin terdapat dalam paper ini, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Semata. Oleh karena itu, kritik dan saran kami terima untuk membenahi dan memperbaiki isi paper ini. Terima kasih.



9



DAFTAR PUSTAKA Pradnya Paramita, Ni Made Diana., & Widyastuti, Sri Kayati. (2019). Studi Kasus : Babesiosis Pada Anjing Persilangan. Indonesia Medicus Veterinus. 8(1), 79-89. Wijaya, Agus. (2018). Studi Kasus : Babesiosis Pada Anjing Doberman (Borna).Proc of the 20th Fava Congress & The 15th Kivnas PDHI, Bali. 1(3), 595-597.



10