Pedoman Ukm Puskesmas Kaleke [PDF]

  • Author / Uploaded
  • farid
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang



Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan tingkat pertama dan merupakan garda terdepan dalam melayani masyarakat. Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat, membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerja (PERMENKES Nomor 75 Tahun 2004). Salah satu fungsi pokok puskesmas adalah pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan yang diselenggarakan termasuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, pada Pasal 4 disebutkan bahwasanya puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Adapun fungsi puskesmas sebagaimana tertuang pada Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 meliputi : 1. Penyelenggaraan UKM (upaya kesehatan Masyarakat) tingkat pertama di wilayah kerja. 2. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perorangan) tingkat pertama di wilayah kerja. Upaya kesehatan tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial yaitu : 1. UKM Promosi Kesehatan (Promkes) 2. UKM Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana. (KIAKB) 3. UKM Gizi 4. UKM Kesehatan Lingkungan (Kesling) 5. UKM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Upaya kesehatan masyarakat baik esensial harus diselenggarakan sesuai dengan pedoman yang telah di tetapkan untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal Kabupaten Sigi 1.2



Tujuan Pedoman



Pedoman Upaya Kesehatan Masyarakat bertujuan untuk menjadi acuan bagi seluruh aktifitas pelayanan upaya kesehatan yang dilaksanakan di puskesmas Kaleke, sehingga pada akhirnya pelayanan upaya kesehatan dapat dilaksanakan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). 1.3



Ruang Lingkup Pelayanan



Ruang lingkup pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Kaleke meliputi yaitu : 1. UKM Promosi Kesehatan (Promkes) 1



2. 3. 4. 5. 6.



UKM UKM UKM UKM UKM



Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga berencana (KIAKB) Gizi Kesehatan Lingkungan (Kesling) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Perawtan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)



1.4 Definisi Operasional 1.4.1 Upaya promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dan oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. 1.4.2 Upaya kesehatan ibu dan anak dan KB adalah upaya kesehatan primer yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan kesehatan ibu dalam menjalankan fungsi reproduksi yang berkualitas serta upaya kelangsungan hidup, pengembangan dan perlindungan bayi, anak bawah lima tahun (BALITA) dan anak usia pra sekolah dalam proses tumbuh kembang. Keluarga berencana adalah upaya keesehatan primer yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan kesehatan pasangan usia subur dalam menjalankan fungsi reproduksi yang berkualitas. 1.4.3 Upaya peningkatan gizi masyarakat adalah kegiatan untuk mengupayakan peningkatan status gizi masyarakat dengan pengelolaan terkoordinasi dari berbagai profesi kesehatan serta dukungan peran serta aktif masyarakat. 1.4.4 Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan oleh puskesmas untuk menjadikan lingkungan yang sehat dalam rangka pencegahan terhadap penyakit yang berhubungan dengan lingkungan dan menciptakan lingkungan yang dapat mengoptimalkan penyembuhan suatu penyakit di masyarakat. 1.4.5 Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit adalah suatu upaya untuk mencegah agar penyakit menular tidak menyebar didalam masyarakat, yang dilakukan antara lain dengan memberikan kekebalan kepada host melalui kegiatan penyuluhan kesehatan, surveylans dan imunisasi. 1.4.6 Upaya perawatan kesehatan masyarakat upaya puskesmas dalam melakukan perawatan bagi penderita yang di lakukan di rumah.



BAB II 2



STANDAR KETENAGAAN 2.1



Kualifikasi Sumber Daya Manusia Upaya Kesehatan Masyarakat Berikut ini kualifikasi sumber daya manusia dan realisasi tenaga upaya kesehatan yang telah ada di puskesmas Kaleke : Tabel 2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia dan Realisasi Puskesmas Kaleke Tahun 2018 No



Upaya Kesehatan Masyarakat



1



UKM Promkes



2



Kualifikasi SDM



Realisasi



UKM KIA & KB



S1 Kesehatan Masyarakat D3 Kebidanan



S1 Kesehatan Masyarakat D3 Kebidanan



3



UKM Gizi



D3 Gizi



4



UKM Kes. Lingkungan



D3 Kesling



S1 kesehatan masyarakat gizi D3 Kesling



5



UKM P2P



D3 Keperawatan



S1 keperawatan



6



UKM Perkesmas



D3 Keperawatan



D3 Keperawatan



2.2 Jadwal Kegiatan 2.2.1 Jadwal kegiatan UKM di susun berdasarkan RUK (Rencana Usulan Kegiatan) tahunan yang sudah dirancang oleh pemegang program. RUK sendiri disusun berdasarkan kebutuhan serta adanya permintaan dari masyarakat. 2.2.2 Pengaturan kegiatan upaya kesehatan masyarakat dilakukan bersama oleh para pemegang program dalam kegiatan rapat UKM dengan persetujuan Kepala Puskesmas. 2.2.3 Jadwal kegiatan di buat untuk jangka waktu satu tahun dan di pecah dcalam jadwal kegiatan bulanan 2.2.4 Jadwal kegiatan di koordinasikan dan di komunikasikan kepada lintas program maupun lintas sektoral.



3



BAB III TATALAKSANA PELAYANAN 3.1 Tata Laksana Upaya Promosi Kesehatan 3.1.1 Pengertian dan Strategi Upaya Promosi Kesehatan Upaya Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dan, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Berdasarkan definisi tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa Promosi Kesehatan Puskesmas adalah upaya puskesmas melaksanakan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan setiap individu, keluarga serta lingkungannya secara mandiri dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat. Berdasarkan Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, strategi dasar utama Promosi Kesehatan adalah (1) Pemberdayaan, (2) Bina Suasana, (3) Advokasi, serta dijiwai semangat dan (4) Kemitraan. 1. Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkan dan meningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan individu ,keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, menciptakan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan. a. Pemberdayaan Individu Dilakukan oleh setiap petugas kesehatan terhadap individu-individu yang datang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tujuannya memperkenalkan prilaku baru kepada bindividu yang mungkin mengubah prilaku yang selama ini dipraktikkan oleh individu . Misalnya :  Setiap ibu yang telah mendapat pelayanan pengobatan untuk anak balitanya,dapat disampaikan tentang manfaat menimbang anak balita secara berkala untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan anak balitanya.  Ibu yang dikunjungi ke rumahnya oleh petugas puskesmas, yang berhenti memeriksakan kandungannya ke Puskesmas. Metode yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari dialog, demonstrasi, konseling, dan bimbingan. Demikian pula media komunikasi yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari lembar balik, leaflet, gambar/foto ( poster ) atau media lain yang mudah dibawa untuk kunjungan rumah. b. Pemberdayaan Keluarga Dilakukan oleh petugas puskesmas yang melaksanakan kunjungan rumah terhadap keluarga yaitu keluarga dari individu pengunjung Puskesmas atau keluarga-keluarga yang berada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan dari Pemberdayaan keluarga ini juga untuk memperkenalkan prilaku baru yang mungkin mengubah perilaku yang selama ini dipraktikkan oleh keluarga tersebut. Perilaku baru misalnya prilaku buang air ke jamban, konsumsi garam beryodium, memelihara TOGA, menguras bak mandi, menutup persediaan air, mengubur benda-benda buangan yang menampung air, konsumsi makanan berserat ( buah dan Sayur ) 4



Pemberian informasi tentang prilaku yang diperkenalkan seperti tersebut diatas perlu dilakukan secara sistematis agar anggota-anggota keluarga yang dikunjungi oleh petugas Puskesmas dapat menerima dari tahap tahu menjadi mau dan mampu melaksanakan . Metode dan media komunikasi yang digunakan untuk Pemberdayaan keluarga dapat berupa pilihan atau kombinasi antara lain dari dialog, demonstrasi, konseling, dan bimbingan. Demikian pula media komunikasi yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari lembar balik, leaflet, gambar/foto ( poster ) atau media lain yang mudah dibawa untuk kunjungan rumah. c. Pemberdayaan Masyarakat Dilakukan oleh Petugas Puskesmas yang merupakan penggerakan atau pengorganisasian masyarakat, kegiatan ini diawali dengan membantu kelompok masyarakat yang mengenali masalah-masalah yang mengganggu kesehatan sehingga masalah tersebut menjadi masalah bersama, kemudian masalah tersebut dimusyawarahkan untuk dipecahkan secara bersama. Beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh Puskesmas berwujud UKBM seperti Posyandu, POD, Panti Pemulihan Gizi, Kadarzi, Dokcil, SBH, Poskestren dll. Disamping itu Puskesmas juga berfungsi sebagai Pusat penggerak Pembangunan berwawasan kesehatan yaitu : 1. Menggerakkan Lintas Sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan Pembangunan yang berwawasan kesehatan. 2. Memantau dan melaporkan secaqra aktif dampak kesehatan dan penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya. 3. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan. Ketiga hal tersebut bertujuan untuk mendorong LS/LSM/Dunia swasta untuk membantu pelayanan promosi kesehatan melalui bantuan dana, sarana, metode yang dimilikinya dan diutamakan pada sasaran yang tepat. Manfaat melakukan promosi kesehatan di rumah tangga adalah anggota keluarga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, produktifitas keluarga meningkat serta pengeluaran biaya akibat gangguan kesehatan dapat dialokasikan untukpemenuhan gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan. Selain itu masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat, mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, mempu mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat seperti posyandu, tabulin dll. Manfaat bagi Pemerintah juga sangat besar yaitu peningkatan kinerja dan citra pemerintah, alokasi biaya penanganan masalah kesehatan dapat dialihkan untuk pengembangan lingkungan sehat serta penyediaan sarana kesehatan yang merata dan bermutu. 2. Bina Suasana Merupakan upaya menciptakan suasana atau lingkungan sosial yang mendorong individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat dan berperan aktif dalam setiap upaya penyelenggaraan kesehatan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan apabila lingkungan sosialnya mendukung. Keluarga atau orang yang mengantarkan pasien ke Puskesmas serta petugas kesehatan mempunyai pengaruh untuk menciptakan lingkungan yang kondusif atau mendukung opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan. 5



Oleh karena itu, metode yang tepat disini adalah penggunaan media, seperti pembagian selebaran, pemasangan poster atau penayangan video yang berkaitan dengan penyakit pasien. Dengan demikian, mereka dapat membantu menyampaikan informasi yang diperoleh kepada pasien. 3. Advokasi Merupakan upaya atau proses yang terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (tokoh-tokoh masyarakat informal dan formal) agar masyarakat di lingkungan puskesmas berdaya untuk mencegah serta meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat. 4. Kemitraan Dalam pemberdayaan, bina suasana dan advokasi, prinsip-prinsip kemitraan harus ditegakkan. Kemitraan dikembangkan antara petugas kesehatan Puskesmas dan sasarannya (pasien atau pihak lain) dalam pelaksanaan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi). 3.1.2 Fasilitas dan Pendukung Pelayanan 1. Metode dan Media Metode komunikasi yang dilakukan harus memperhatikan kemasan informasi, keadaan penerima informasi serta hal lain seperti ruang dan waktu. Media atau sarana informasi juga harus dipilih mengikuti metode yang telah ditetapkan, memperhatikan sasaran atau penerima informasi. bila penerima informasi tidak bisa membaca maka komunikasi tidak akan efektif jika digunakan media yang penuh tulisan, atau bila penerima informasi hanya memiliki waktu yang sangat dingkat, tidak akan efektif jika diberikan poster yang memiliki kalimat yang panjang. 2. Sumber Daya Sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah disebutkan bahwa standar tenaga khusus promosi kesehatan untuk puskesmas adalah sebagai berikut : Kualifikasi Jumlah Kompetensi Umum S1 masyarakat



Kesehatan 1 orang



a. Membantu tenaga kesehatan lain merancang pemberdayaan masyarakat b. Melakukan bina suasana dan advokasi



D 3 Kesehatan + minat & bakat di bidang promosi



Sedangkan untuk standar sarana/peralatan promosi Puskesmas minimalnya adalah sebagai berikut : No Jenis Sarana / Peralatan Jumlah 1.



Flipchart dan stands



1 set



2.



Overhead Projektor ( OHP )



1 buah



3.



Amplifier dan wireless microphone



1 set



4.



Kamera Foto



1 buah 6



kesehatan



5.



Megaphone/ Public address System



1 set



6.



Portable generator



1 buah



7.



Tape/cassette recorder/player



1 buah



8.



Papan informasi



1 Buah



3.1.3



Kegiatan Promosi Kesehatan di Dalam Gedung Puskesmas Promosi kesehatan yang dilaksanakan di lingkungan dan gedung puskesmas seperti di tempat pendaftaran, poliklinik, ruang perawatan, laboratorium, kamar obat, tempat pembayaran dan halaman puskesmas. 1. Tempat Pendaftaran Dapat dilakukan dengan penyebaran informasi melalui media seperti poster, leaflet, selebaran yang dapat dipasang/diletakkan didepan loket pendaftaran. Adapun jenis informasi yang disediakan yaitu : a. Alur pelayanan puskesmas b. Jenis pelayanan kesehatan c. Denah poliklinik d. Informasi masalah kesehatan yang menjadi isu pada saat itu e. Peraturan kesehatan seperti dilarang merokok, dilarang meludah sembarangan, membuang sampah pada tempatnya, daln lain-lain. Memberikan salam kepada pengunjung puskesmas termasuk dari kegiatan promosi karena sudah terjadi komunikasi awal yang menimbulkan kesan yang baik. 2. Poliklinik Petugas kesehatan puskesmas yang melayani pasien meluangkan waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien berkenaan dengan penyakitnya atau obat yang harus ditelannya. Guna memudahkan pemberdayaan dalam pelayanan medis, harus disediakan berbagai media (alat peraga) seperti misalnya lembar balik, poster, gambar-gambar atau model-mdel anatomi, dan brosur yang bisa dibawa pasien. Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah orang yang mengantarkannya ke Puskesmas. Oleh karena itu, khususnya di Ruang tunggu perlu dipasang media seperti poster, selebaran yang berisi informasi tentang berbagai penyakit dan pencegahannya. 3. Ruang Pelayanan KIA & KB Sebagian besar pengunjung adalah ibu-ibu dan balita yang tidak sakit, yaitu ibu-ibu yang memeriksakan kehamilannya atau hendak bersalin, atau mereka yang memerlukan pelayanan kontrasepsi. Oleh karena itu perlu dipasang poster atau selebaran tentang berbagai penyakit, khususnya yang menyerang bayi dan balita. Disamping itu, tentang pentingnya memeriksakan kehamilan teratur, pentingnya tablet Fe, imunisasi yang lengkapbagi bayi, pemberian ASI Eksklusif, memantau tumbuh kembang balita, dan lain-lain. 4. Laboratorium Kesadaran yang ingin diciptakan dalam dirimereka adalah pentingnya melakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu : a. Bagi pasien untuk ketepatan diagnosis yang dilakukan dokter 7



b. Bagi pengunjung sehat lainnya yaitu untuk memantau kondisi kesehatan, agar dapat diupayakan untuk tetap sehat. Oleh karena itu, perlu dipasang poster dan leaflet yang dapat diambil gratis. 5. Ruang Pelayanan Obat Kesadaran yang ingin diciptakan dalam diri mereka adalah terutama sebagai berikut : a. Manfaat obat generik dan keuntungan jika menggunakan obat generik. b. Kedisiplinan dan kesabaran dalam menggunakan obat sesuai dengan petunjuk dokter. c. Pentingnya memelihara Taman Obat Keluarga (TOGA) dalam rangka memenuhi kebutuhan akan obat-obatan sederhana. Selain dipasang poster dan disediakan lefalet tentang informasi kesehatan, ditempat ruang ini dapat dioperasikan tape recorder yang menyampaikan pesan-pesan tersebut. 6. Klinik Khusus Beberapa prinsip pemberian informasi melalui konseling kepada pasien ; a. Memberikan suasana gembira dan semangat hidup. b. Menghargai pasien/klien sepenuh hat c. Melihat pasien atau individu sebagai subyek d. Mengembangkan dialog yang menyentuh perasaan e. Memberikan keteladanan 7. Halaman a. Di tempat parkir, seperti Seruan Presiden tentang Kesehatan, bahaya merokok, melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dll b. Di taman Puskesmas, bisa digunakan untuk menanam Tanaman Obat Keluarga (TOGA) c. Di dinding Puskesmas bisa dipasangkan poster-poster tentang kesehatan d. Di pagar pembatas Puskesmas, dapat dipasang spanduk-spanduk untuk menggalakkan kampanye kesehatan, seperti kampanye Hari Kesehatan Nasional, Kampanye Hari AIDS, dll. e. Di kantin Puskesmas juga bisa ditampilkan pesan-pesan yang berkaitan dengan konsumsi gizi seimbang, cara membaca sehat, dll. f. Di tempat ibadah, bisa disampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kesehatan jiwa (yang dikaitkan dengna perintah agama) dan pentingnya menjaga kebersihan/kesehatan lingkungan. Selain di tempat-tempat yang disebutkan diatas, di Puskesmas juga bisa dilakukan penyuluhan di dalam gedung dengan memanfaatkan tape recorder sebagai media penyuluhan. Tape recorder bisa digunakan untuk memutar penyuluhan-penyuluhan kesehatan sehingga semua orang yang ada di dalam gedung Puskesmas akan mendengar penyuluhan yang sedang diputar. Selain itu, penyuluhan juga bisa dilakukan oleh petugas langsung secara bergantian menggunakan pengeras suara disaat pasien sedang ramai menunggu antrian berobat. 3.1.4 Kegiatan Promosi Kesehatan di Luar Gedung Puskesmas Promosi kesehatan di luar gedung adalah promosi kesehatan yang dilakukan puskesmas di luar gedung puskesmas. Artinya promosi kesehatan dilakukan untuk masyarakat yang berada di wilayah kerja puskesmas.



8



Pelaksanaan promosi kesehatan di luar gedung dilakukan oleh Puskesmas bekerjasama dengan berbagai pihak potensial lainnya, yaitu : 1) Promosi Kesehatan melalui pendekatan individu 2) Promosi Kesehatan melalui pendekatan kelompok ( Tim Penggerak PKK, posyandu, karang taruna, majelis taklim, dan lain-lain) 3) Promosi kesehatan melalui pendekatan organisasi massa (seperti kelompok kesenian tradisional dan lain-lain) 4) Penggerakkan dan pengorganisasian masyarakat. Kerja sama yang dilakukan oleh Puskesmas dengan berbagai pihak bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang sehat di wilayah kerja Puskesmas. Sehat bukan hanya bebas dari penyakit fisik, karena keluhankeluhan yang dilontarkan seseorang kepada tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh hal-hal lain diluar gangguan fisiknya, seperti mental emosional, sosial, dan ekonomi. Untuk mewujudkan masyarakat sehat tidak bisa dilaksanakan oleh Pemerintah saja, tetapi juga dibantu oleh Lembaga Swadaya Masyarakat.



LSM



Air Serat Mineral Vitamin



LSM



UKBM



Perilaku Hidup Bersih dan Sehat



Mikro



Protein Makro Lemak Karbohidrat



Pendapatan tinggi



Gizi Seimbang Proses



Pemerintah



KSM



Masyarakat Sehat



Mutu Layanan Yang Baik



Produktivitas meningkat



Lingkungan Sehat Pendapatan tinggi



- Air



Bersih - Jamban sehat - Pengelolaan Sampah - Pembuangan limbah sehat



Bayi, Anak sekolah, Pekerja Bumil, Pasien, Lansia,



KSM Perilaku Hidup Bersih dan Sehat



LSM UKBM



LSM



Untuk mewujudkan Konstruksi Sehat, paradigma yang dipakai adalah paradigma sehat (aku akan menjaga kesehatanku agar aku bisa produktif bekerja), bukan paradigma sakit (bila aku sakit, maka aku akan berobat). Prioritas program utama adalah Promotif dan preventif (peningkatan derajat kesehatan dan pencegahan penyakit), bukan kuratif (pengobatan). Dari skema di atas terlihat bahwa, kesehatan masyarakat bisa diwujudkan dengan penekanan prioritas pada perilaku hidup bersih dan sehat, keseimbangan pola konsumsi, terbangunnya lingkungan yang sehat, dan terciptanya mutu pelayanan kesehatan yang baik.



9



Untuk mewujudkan Konstruksi Sehat, maka perlu diwujudkan “Program Nagari Sehat” secara komprehensif. Program Nagari sehat mempunyai standar – standar dan indikator. Dasar hukum Program Nagari Sehat adalah : 1. Kepmendagri No. 650/174 Tahun 1998 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat 2. Kepmendagri No. 650-185 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat 3. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/MENKES/PB/VIII/2005 Tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat. 1. Pengertian Nagari Sehat Nagari Sehat adalah suatu kondisi dari suatu wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi di dalam masyarakat yang saling mendukung melalui koordinasi Kelompok Kerja (Pokja) Nagari Sehat dan difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan masing-masing. Kawasan sehat adalah suatu kondisi wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat bagi masyarakat, melalui peningkatan suatu kawasan potensial dengan berbagai kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat, kelompok usaha dan pemerintah daerah. Forum Kabupaten Sehat dan Forum Komunikasi Nagari Sehat adalah wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan menyalurkan aspirasinya. Di Kabupaten disebut Forum Kabupaten sehat atau nama lain yang disepakati masyarakat. Forum Kabupaten Sehat berperan menentukan arah, prioritas, dan perencanaan pembangunan wilayahnya yang mengintegrasikan berbagai aspek, sehingga dapat mewujudkan wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni oleh warganya.Di Kecamatan disebut Forum Komunikasi Nagari Sehat (FKNS) atau nama lain yang disepakati masyarakat. FKNS mempunyai peran mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronkan dan mensimplikasikan perioritas, perencanaan antara Nagari satu dengan Nagari lainnya di wilayah Kecamatan yang dilakukan oleh masing-masing Pokja Nagari Sehat. Kelompok Kerja (Pokja) Nagari Sehat adalah wadah bagi masyarakat di nagari yang bergerak dibidang usaha ekonomi, sosial dan budaya, dan kesehatan untuk menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasi dalam kegiatan yang disepakati mereka. 2. Tujuan Nagari Sehat Tujuan Program Nagari Sehat pada dasarnya adalah tercapainya kondisi Kabupaten < Kecamatan, dan Nagari untuk hidup dengan bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan bekerja bagi warganya dengan terlaksananya berbagai program-program kesehatan dan sektor lain, sehingga dapat meningkatkan sarana dan produktifitas dan perekonomian masyarakat. 3. Sasaran Nagari Sehat a. Terlaksananya program kesehatan dan sektor terkait yang sinkron dengan kebutuhan masyarakat, melalui perberdayaan Kelompok Kerja (Pokja) yang disepakati masyarakat. b. Terbentuknya Kelompok Kerja (Pokja) masyarakat yang mampu menjalin kerjasama antar masyarakat, pemerintah Kecamatan, 10



Kabupaten, dan pihak swasta, serta dapat menampung aspirasi masyarakat dan kebijakan pemerintah secara seimbang dan berkelanjutan dalam mewujutkan sinergi pembangunan yang baik. c. Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial – budaya, perilaku, dan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara adil, merata dan terjangkau dengan memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di Nagari tersebut secara mandiri. d. Terwujudnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk meningkatkan produktifitas masyarakatnya sehingga mampu meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi lebih baik. 4. Ciri-ciri Nagari Sehat a. Program Nagari Sehat dilaksanakan dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku melalui pembentukan Kelompok Kerja(Pokja) yang disepakati masyarakat dengan dukungan pemerintah daerah dan mendapatkan fasilitasi dari sektor terkait melalui program yang telah direncanakan. b. Pendekatan tergantung permasalahan yang dihadapi c. Berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masayarakat, sedangkan pemerintah sebagai fasilitator. d. Mengutamakan proses, tapi tetap punya target – target antara, tidak mempunyai batas waktu, berkembang sesuai sasaran yang diinginkan masyarakat. e. Menyelenggarakan semua program yang menjadi permasalahan di Nagari, secara bertahap, dimulai dengan kegiatan yang menjadi prioritas bagi masyarakat di Nagari didasarkan kesepakatan dari masyarakat (Toma, LSM setempat). f. Perencanaan yang disusun juga merupakan Master Plan Nagari. g. Perlu komitmen kuat dari Pemerintah Kabupaten yang merupakan partner kunci pelaksanaan kegiatan h. Dalam pelaksanaan kegiatan harus terintegrasi kondisi fisik, geografis, dan budaya setempat. i. Setiap Desa menetapkan tatanan potensial sebagai entry point“ yang dimulai dengan kegiatan sederhana yang disepakati masyarakat”, kemudian berkembang dalam aspek yang lebih luas, menuju Nagari Sehat. j. Kesepakatan tentang pilihan tatanan Naagri Sehat dengan kegiatan yang menjadi pilihan serta jenis dan besaran indikatornya ditetapkan oleh Kelompok Kerja. k. Program-program yang belum menjadi pilihan masyarakat diselenggarakan secara rutin oleh masing-masing sektor dan secara bertahap program-program tersebut disosialisasikan secara intensif kepada masyarakat dan sektor terkait melalui pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja. l. Pelaksanaan kegiatan Nagari Sehat sepenuhnya dibiayai dan dilaksanakan oleh Nagari yang bersangkutan bekerjasama dengan sektor terkait. m. Evaluasi kegiatan Nagari Sehat dilakukan oleh Pemerintahan Nagari bersama Pokja, pemerintah daerah, LSM, dan para pelaku pembangunan lainnya. 5. Strategi a. Melibatkan semua potensi yang ada di masyarakat untuk terlibat dalam Pokja, sebagai penggerak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. 11



b. Pokja didampingi oleh sektor tekhnis sesuai dengan potensi tatanan sehat, dengan melakukan advokasi kepada penentu kebijakan. c. Mengembangkan kegiatan yang sesuai dengann visi dan misi potensi Nagari dengan berbagai simbol, moto, dan semboyan yang dipahami dan memberikan rasa kebanggaan bagi warganya. d. Mengembangkan informasi dan promosi yang tepat sesuai dengan kondisi setempat baik berupa media tradisional,media cetak, elektronik, dan melalui internet,. e. Meningkatkan potensi ekonomi Nagari dengan kegiatan yang menjadi kesepakatan masyarakat. f. Menjalin kerjasama antar Pokja yang melaksanakan program Nagari Sehat. 6. Tatanan Nagari Sehat a. Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana Umum Sehat. b. Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib & Pelayanan Transportasi Sehat. c. Kawasan Industri & Perkantoran yang Sehat. d. Kawasan Kawasan Pariwisata Sehat. e. Kawasan Pertambangan Sehat. f. Kawasan Hutan Sehat. g. Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri. h. Ketahanan Pangan dan Gizi. i. Kehidupan Sosial yang Sehat. Puskesmas Kaleke melalui Promosi Kesehatan juga ikut berperan aktif dalam meningkatkan peran serta kelompok-kelompok masyarakat untuk menciptakan Nagari Sehat. Adapun pendekatan yang dilakukan oleh Puskesmas Kaleke adalah melalui : 1. Posyandu Balita Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh untuk dan bersama masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Tujuan Posyandu : a. b. c. d.



Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.



Sasaran Posyandu : a. b. c. d.



Bayi Anak Balita Ibu hamil, melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui Pasangan Usia subur (PUS)



12



Fungsi Posyandu : a. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB b. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB Manfaat Posyandu : a. Bagi Masyarakat  Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB  Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama terkait dengan kesehatan ibu dan anak  Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan sektor lain terkait b. Bagi Kader,Pengurus Posyandu dan Tokoh Masyarakat  Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan AKI dan AKB  Dapat mewujudkan aktualitas dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan. c. Bagi Puskesmas  Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, upaya pelayanan kesehatan strata pertama  Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan sesuai dengan kondisi setempat.  Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui pemberian pelayanan secara terpadu. d. Bagi Sektor Lain  Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor terkait.  Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tupoksi masing-masing sektor lain Puskesmas Kaleke memiliki 21 Posyandu yang berdasarkan tingkat perkembangannya sudah berstatus Madya. Adapun Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kaleke adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 Nama Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2020 NO NAMA POSYANDU 1 Sejahtera 2 Bahagia 3 sakura 4 mekar 5 Anutapura 1 6 Anutapura 2 7 Anutapura 3 8 Tulip 1 9 Tulip 2 10 Melati 1 13



Kaleke DESA sibonu kalukutinggu balaroa pewunu kaleke kaleke kaleke rarapadende rarapadende balamoa



11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21



Melati 2 Anggrek 1 Anggrek 2 Anggrek 3 Pucuk beringin 1 Pucuk beringin 2 Pucuk beringin 3 Lestari 1 Lestari 2 flamboyan seroja



balamoa Pesaku Pesaku Pesaku Mantikole Mantikole Mantikole bobo bobo Balumpewa Luku



Kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kaleke terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/pilihan. Kegiatan utama yang dilakukan di Posyandu meliputi : 1) 2) 3) 4) 5)



Pelayanan kesehatan untuk Ibu dan Anak (KIA). Keluarga Berencana Imunisasi Gizi Pencegahan dan penanggulangan Diare



Kegiatan pengembangan yang dilakukan di posyandu adalah : 1) 2)



Bina Keluarga Balita Penemuan dini dan pengamatan penyakit Potensial Kejadian Luar biasa (KLB), misalnya : ISPA, DBD, gizi buruk, polio, dan lain-lain. 3) Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) 4) Program diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan, malalui tanaman obat keluarga (TOGA). 2. Posyandu Lansia Umur Harapan hidup di Indonesia meningkat dari 68,6 th (2004) menjadi 69,8 th (2010) (BPS) dan menjadi 70,8 th (2015), dan diperkirakan akan meningkat menjadi 72,2 th (2030-2035). Salah satu permasalahan yang sangat mendasar pada lanjut usia adalah masalah kesehatan sehingga diperlukan pembinaan kesehatan pada kelompok pra lanjut usia dan lanjut usia, bahkan sejak usia dini. Tujuan umum Kebijakan Program Kesehatan Lanjut Usia adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia untuk mencapai lansia yang sehat, mandiri, aktif, produktif dan berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat. Tujuan khususnya adalah : 1) 2) 3) 4) 5)



Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan santun Lansia Meningkatnya koordinasi Lintas program, Lintas Sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat dan pihak terkait. Meningkatnya ketersediaan data dan informasi di bidang kesehatan lansia. Meningkatnya peran serta dan pemberdayaan keluarga,masyarkat dan lansia dalam upaya peningkatan kesehatan lansia Meningkatnya peran serta Lansiadalam upaya peningkatan kesehatan keluarga dan masyarakat



14



Adapun Prinsip Pelayanan Kesehatan Lansia : 1) 2) 3) 4) 5)



Menjadi Lansia sehat adalah hak asasi setiap manusia Pelayanan Kesehatan Primer adalah ujung tombak untuk tercapainya Lansia sehat yang didukung oleh pelayanan rujukan yang berkualitas Partisipasi lansia perlu diupayakan dalam setiap kegiatan baik dikeluarga maupun masyarakat berupa kegiatan sosial ekonoomi sesuai dengan kemampuan, minat dan kondisi kesehatannya Pelayanan bagi lansia diupayakan secara lintas disiplin dan lintas sektor Pelayanan bagi lansia perlu dilaksanakan dengan memperhatikan gender dan kesamaan hak.



Posyandu Lansia adalah suatu wadah pelayanan lanjut usia di masyarakat dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan masyarakat itu sendiridan dilaksanakan bersama oleh masyarakat, kader, lembaga swadaya masyarakat, lintas sektor, swasta dan organisasi sosial menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif. Adapun jenis pelayanan yang diberikan 1) Pelayanan kesehatan 2) Pemberian Makanan Tambahan 3) Kegiatan olah raga 4) Kegiatan non kesehatan dibawah bimbingan sektor lain 5) Perawatan lanjut usia di kelompok. 3. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) Peningkatan prevalensi PTM menjadi ancaman yang serius dalam pembangunan di bidang kesehatan karena mengancam pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, upaya pengendalian PTM ditekankan pada upaya mencegah masyarakat yang sehat agar tidak jatuh ke fase berisiko atau menjadi sakit berkomplikasi. Agar upaya tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan partisipasi masyarakat sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM yang berbasis masyarakat yaitu Posbindu PTM. Posbindu PTM merupakan kegiatan secara terintegrasi untuk mencegah dan mengendalikan faktor resiko PTM berbasis masyarakat sesuai sumber daya dan kebiasaan masyarakat. Kegiatan mencakup deteksi dini dan tindak lanjut terhadap faktor risiko PTM serta upaya promosi kesehatan melalui berbagai kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan terutama dalam tatanan Nagari Sehat. Pelaksana kegiatan deteksi dini dan tindak lanjut faktor resiko PTM adalah anggota masyarakat itu sendiri, yaitu Kader Posbindu PTM dan dibina oleh Puskesmas. Jenis kegiatan yang dilaksanakan di Posbindu PTM meliputi : 1) 2) 3) 4)



Kegiatan penggalian informasi faktor resiko dengan wawancara sederhana tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktivitas fisik, merokok, kurang makan sayur dan buah, serta informasi lainnya. Kegiatan pengukuran IMT, lingkar perut, serta analisa lemak tubuh dilakukan 1 kali dalam sebulan. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 bulan satu kali. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit diselenggarakan tiga tahu tahun sekali dan bagi yang sudah mempunyai 15



5) 6) 7) 8) 9)



faktor resiko PTM atau penyandang diabetes mellituspaling sedikit satu tahun sekali. Kegiatan pmeriksaan kolesterol total darah dan trigliserida bagi yang sehat dilakukan 6 bulan – 1 tahun sekali, bagi yang memiliki faktor resiko 1 – 3 bulan sekali. Kegiatan pemeriksaan IVA dilakukan minimal 5 tahun sekali Kegiatan konseling dan penyuluhan harus dilakukan setiap Posbindu PTM diselenggarakan. Kagiatan aktifitas fisik atau olahraga dilakukan setiap minggu. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya. Puskesmas Kaleke memiliki 22 Posbindu PTM di wilayah kerja puskesmas



Kaleke 4. Pos Gizi Kasus gizi buruk perlu penanganan yang serius karena memberi dampak yang buruk terhadap perkembangan sel-sel otak dan memberi kontribusi yang besar terhadap kematian anak. Berbagai metode telah dilakukan di Puskesmas Kaleke, seperti penyuluhan gizi, pembinaan melalui kunjungan rumah, konseling gizi dan pemberian PMT, namun hal tersebut belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Salah satu upaya lain yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi tersebut adalah melalui pelaksanaan program gizi yang berkesinambungan dengan memperhatikan sumber daya yang ada. Positive Deviance dan Pos Gizi merupakan program gizi yang berbasis keluarga dan masyarakat bagi anak yang beresiko kurang energi protein. PD merupakan penyimpangan perilaku yang positif yaitu mengidentifikasi berbagai perilaku positif dari ibu yang memiliki anak bergizi baik tetapi dari keluarga kurang mampu dan menularkan kebiasaan tersebut kepada keluarga kurang mampu lainnya yang memiliki anak kurang gizi disuatu masyarakat. Pos Pemulihan Gizi merupakan tempat atau rumah yang digunakan untuk mengadakan kegiatan pemulihan dan pendidikan gizi. Tujuan dilakukannya kegiatan Positive Deviance adalah : 1) 2) 3)



Menurunkan prevalensi kasus gizi buruk dan gizi kurang Mengetahui penyebab terjadinya gizi buruk dan gizi kurang pada balita Mengetahui perilaku positif ibu balita kurang mampu dan memiliki anak bergizi baik 4) Mencegah gangguan tumbuh kembang berkelanjutan. 5) Pemberdayaan masyarakat dalam mengentaskan gizi buruk dan gizi kurang. Langkah-langkah kegiatan Positive Deviance : 1) Survey Mawas Diri (SMD) SMD dilakukan oleh kader dengan cara mengolah data penimbangan balita 3 bulan berturut-turut, sehingga didapatkan balita yang berada di Bawah Garis Merah serta balita yang berada di pita kuning pada Kartu Menuju sehat. 2) Musyawarah Masyarakat Jorong (MMD) MMD dilakukan dengan dihadiri oleh Perangkat Nagari, Tokoh Agama, PKK, Tokoh Masyarakat, Petugas Puskesmas serta ibu balita yang balitanya akan diikut sertakan pada Pos Gizi. Pada kegiatan ini disampaikan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan oleh kader dan memusyawarahkan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan jumlah balita gizi kurang 3) Focus Group Discussion (FGD) 16



Focuss Group Discussion (FGD) adalah diskusi yang dilakukan oleh ibu yang memiliki balita kurang gizi dengan ibu yang memiliki balita bergizi baik dan sama-sama berasal dari keluarga kurang mampu. Dari hasil kegiatan FGD tersebut didapatkanlah perilaku positif dari ibu yang memiliki balita bergizi baik yang nantinya akan ditularkan ke ibu yang memiliki balita bergizi kurang. Dalam pelaksanaannya pos gizi dilaksanakan selama 12 hari berturutturut. Setiap hari ibu balita akan membawa balita ke Pos Gizi dan ikut memasak makanan bersama kader untuk diberikan kepada balita yang bergizi kurang. Selama proses memasak makanan yang dilakukan oleh kader bersama dengan orang tua, maka balita akan diberikan permainan edukasi. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dilakukan pada hari pertama dan terakhir pelaksanaan Pos Gizi. Balita dinyatakan lulus Pos Gizi jika terjadi kenaikan berat badan balita minimal 200 gram. 5. Pos Usaha Kesehatan Kerja (Pos UKK) Pos UKK adalah bentuk pemberdayaan masyarakat di kelompok pekerja informal utamanya di upaya promotif, preventif untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan dan pengaruh buruk yang diakibatkan oleh bekerja. Prinsip Pos UKK adalah dari, oleh, untuk kelompok pekerja informal di masyarakat. Pos UKK dilaksakan oleh kader yang berasal dan dipilih oleh masyarakat pekerja dan sudah dilatih oleh Petugas Puskesmas. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Kader Pos UKK : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 6.



Mempersiapkan dan melaksankan pertemuan tingkat desa Mempersiapkan dan melaksanakan serta membahas Survey Mawas Diri bersama Petugas Puskesmas serta Lembaga Masyarakat Desa. Menyajikan hasil SMD dalam kelompok pekerja di desa dalam MMD Menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan kerja. Menentukan lokasi Pos UKK Membuat perencanaan upaya kesehatan kerja Kegiatan penyuluhan peningkatan kesehatan kerja dan pencegahan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja Memberikan pertolongan pertama pada penyakit dan kecelakaan akibat kerja Merujuk penderita yang memerlukan perawatan lebih lanjut ke Puskesmas Kegiatan Pencatatan dan pelaporan Membina hubungan baik dengan pekerja binaannya, LMD, Petugas PPL dan Petugas Puskesmas Mengelola keuangan Pos UKK Membina kemampuan diri. Usaha Kesehatan Sekolah



Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya membina dan mengembangkan kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah, perguruan agama serta usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan kesehatan di lingkungan sekolah. Alasan Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah 1) Anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawan terhadap masalah kesehatan. 17



2) Usia sekolah sangat peka untuk menanamkan pengertian dan kebiasaan hidup sehat. 3) Sekolah merupakan institusi masyarakat yang terorganisasi dengan baik. 4) Keadaan kesehatan anak sekolah akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar yang dicapai. 5) Anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari kelompok usia anakanak yang menerapkan wajib belajar. 6) Pendidikan kesehatan melalui anak-anak Sekolah sangat efektif untuk merubah perilaku dan kebisaan ibu sehat umumnya. Tujuan Khusus Untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat kesehatan peserta didik yang mencakup: 1. M nurunkan angka kesakitan anak sekolah 2. Meningkatkan kesehatan peserta didik baik fisik, mental maupun sosial. 3. Agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan prinsip-prinsip hidup sehat serta berpartisipasi aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di sekolah. 4. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak sekolah. 5. Meningkatkan daya tangkal dan daya hayat terhadap pengaruh buruk narkotika, rokok, alkohol dan Obat berbahaya lainnya. Sasaran Pembinaan UKS 1) Peserta didik 2) Pembina UKS (teknis dan nonteknis) 3) Sarana dan prasarana pendidikan



kesehatan dan pelayanan kesehatan lingkungan sekolah. Ruang Lingkup Kegiatan UKS Kegiatan utama usaha kesehatan sekolah disebut dengan Trias UKS, yang terdiri dari: 1) Pendidikan kesehatan 2) Pelayanan kesehatan 3) Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat. Pembinaan UKS Pembinaan program UKS, pada tingkat Kabupaten dan Kecamatan dibentuk dengan membentuk tim pembina usaha kesehatan sekolah (TPUKS). Beberapa kegiatan TPUKS tersebut antara lain meliputi: 1) Pembinaan sarana keteladanan gizi, seperti kantin sekolah. 2) Pembinaan sarana keteladanan lingkungan, seperti pemeliharaan dan pengawasan pengelolaan sampah, SPAL, WC dan kamar mandi, kebersihan kantin sekolah, ruang UKS dan ruang kelas,  usaha mencegah pengendalian vektor penyakit. 3) Pembinaan personal higiene peserta didik dengan pemeriksaan rutin kebersihan kuku, telinga, rambut, gigi, serta dengan mengajarkan cara gosok gigi yang benar.



18



4) Pengembangan kemampuan peserta didik untuk berperan aktif dalam pelayanan kesehatan antara lain dalam bentuk kader kesehatan sekolah dan dokter kecil 5) Penjaringan kesehatan peserta didik baru 6) Pemeriksaan kesehatan secara periodik 7) Imunisasi, pengawasan sanitasi air, usaha P3K di sekolah 8) Rujukan medik, penanganan kasus anemia 9) Forum komunikasi terpadu dan pencatatan dan pelaporan Pelaksana program UKS antara lain meliputi guru UKS, peserta didik, Tim UKS Puskesmas, serta masyarakat sekolah (komite sekolah). Pada tingkat Puskesmas, dengan seorang koordinator pelaksana terdiri dari dokter, perawat, petugas imunisasi, pelaksana gizi, serta sanitarian. Prinsip-prinsip pengelolaan UKS : 1) Mengikutsertakan peran serta masyarakat sekolah, yang antara lain meliputi  guru, peserta didik, karyawan sekolah, Komite Sekolah (orang tua murid). 2) Kegiatan yang terintegrasi, dengan pelayanan kesehatan menyeluruh yang menyangkut segala upaya kesehatan pokok puskesmas sebagai satu kesatuan yang utuh dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan peserta didik. 3) Melaksanakan rujukan, dengan mengatasi masalah kesehatan yang tak dapat diatasi di sekolah ke fasilitas kesehatan seperti Puskesmas atau rumah sakit. 4) Kolaborasi tim, dengan melibatkan kerja sama lintas sektoral dengan pembagian tugas pokok dan fungsi yang jelas Kegiatan-kegiatan UKS Kegiatan UKS meliputi antara lain : 1) Pemeriksaan kesehatan (kesehatan gigi dan mulut, mata telinga dan tenggerokan, kulit dan rambut), Kegiatan UKGS ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu: a. Tahap I ( Paket Minimal) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang belum terjangkau oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang ada di puskesmas. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini berupa:  Pendidikan /penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh guru sesuai dengan kurikulum dari Departemen Pendidikan Nasional.  Pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa kegiatan bimbingan pelihara diri bagi murid, minimal untuk kelas I, II dan III, berupa sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali dalam sebulan.  Rujukan kesehatan gigi dan mulut bagi yang memerlukan. b. Tahap II ( Paket Standart) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah terjangkau oleh tenaga kesehatan, sedangkan fasilitas kesehatan gigi puskesmas masih terbatas. Kegiatan yang dilakukan pada tahap II ini berupa :  Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi)  Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut oleh guru sesuai dengan kurikulum.  Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untuk murid kelas I, II dan III berupa sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang



19



mengandung fluor minimal 1 kali dalam sebulan dam pembersihan karang gigi.  Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I SD diikuti pencabutan gigi susu yang telah waktunya lepas/tanggal dan pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.  Pelayanan medis gigi dasar bagi murid yang membutuhkan perawatan.  Rujukan bagi yang memerlukan. c. Tahap III (Paket Optimal) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah terjangkau oleh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan gigi yang dimiliki puskesmas sudah memadai. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini berupa :  Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi)  Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan kurikulum.  Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untik kelas I, II dan III berupa sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali dalam sebulan dan pembersihan karang gigi.  Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti pencabutan gigi susu yang telah waktunya tanggal/lepas.  Pelayanan medis gigi dasar atas permintaan dari murid kelas I sampai dengan kelas VI.  Pelayanan medis gigi dasar pada murid kelas terpilih/selektif sesuai kebutuhan.  Rujukan bagi yang memerlukan. Selain 3 tahapan diatas, cakupan pelaksanaan UKGS dalan ketentuan Depkes RI tahun 2000 juga dijelaskan bahwa : 1. Frekwensi pembinaan petugas UKGS ke SD minmal 2 kali dalam setahun. 2. Minimal 75 % murid SD mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut. 3. Minimal 80 % murid SD mendapatkan perawatan medis gigi dasar dari seluruh murid SD yang telah terjaring untuk mendapatkan perawatan lanjutan. Kegiatan UKGS dilaporkan dengan menggunakan variabel kegiatan sebagai berikut : 1. Jumlah murid SD kelas I, II dan III yang mendapat DHE 2. Jumlah murid kelas I, II dan III yang melaksanakan sikat gigi massal dengan pasta gigi yang mengandung fluor. 3. Jumlah guru atau dokter kecil yang mendapat pelatihan UKGS. 4. Jumlah murid kelas I yang dilakukan penjaringan kesehatan. 5. Jumlah murid kelas I yang dicabut giginya yang sudah waktunya tanggal. 6. Jumlah yang mendapatkan pengobatan darurat dari guru. 7. Jumlah yang kelas I sampai kelas VI yang mendapat DHE. 8. Jumlah murid kelas I dan II yang yang mendapat surface protection. 9. Jumlah murid kelas I sampai kelas VI yang mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas permintaan.



20



Semua data kegiatan dapat ditampilkan dengan menggunakan diagram batang, dan kegiatan ini didokumentasikan melalui foto-foto kegiatan dan rekaman video: 1. Pemeriksaan perkembangan kecerdasan, 2. Pemberian imunisasi, 3. Penemuan kasus-kasus dini, 4. Pengobatan sederhana, 5. Pertolongan pertama. 6. Rujukan 7. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) Kwalitas pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang ada didalamnya.Dalam rangka meningktkan derajat kesehatan gigi masyarakat Indonesia, dokter gigi diharapkan dapat memberikan semua jenis pelayanan yang sesuai dengan kompetensinya. Berdasarkan undang-undang no: 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi dan pemulihan kesehatan gigi yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Salah satu tindakan yang dilakukan untuk pengembangan kesehatan gigi dan mulut adalah Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) 1) Manfaat yang dapat diambil dari kegiatan UKGM 2) Meningkatnya derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat 3) Meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut masyarakat 4) Meningkatnya sikap/kebiasaan pemeliharaan sehehatan gigi dan mulut 5) Ibu hamil dan masyarakat mendapatkan pelayanan medis gigi dasar. Kegiatan UKGMD meliputi: 1) Kegiatan promotif meliputi: Upaya promotif dilakukan dengan pelatihan kader UKGMD dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi serta pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut . 2) Kegiatan preventif meliputi: pemeriksaan dan sosialisasi cara menyikat gigi yang baik dan benar. Bentuk kegiatan UKGMD adalah penyuluhan dan pemeriksaan gigi kepada seluruh sasaran, mempraktekkan cara menyikat gigi yang benar pada balita. Kegiatan UKGMD dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan kelas ibu balita, kelas ibu hamil, kegiatan posyandu,posyandu lansia, kegiatan DDTK, puskesmas keliling, posbindu. Cakupan pelayanan kegiatan UKGMD meliputi : 1) Jumlah ibu hamil dengan kelainan gigi dan mulut. 2) Jumlah ibu hamil yang dirujuk. 3) Jumlah ibu hamil yang mendapat perawatan. 4) Jumlah balita yang bebas karies. 5) Jumlah balita yang dirujuk. 6) Jumlah balita yang mendapat perawatan. 7) Jumlah penduduk yang dirujuk kader. 8) Jumlah penduduk yang mendapatkan pengobatan sederhana. 9) Jumlah kunjungan petugas untuk pembinaan. 21



Laporan kegiatan UKGMD bersifat kumulatif, dan data dapat ditampilkan dengan digram batang. Semua kegiatan dapat didokumentasikan melalui audio visual atau visual saja. 8. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Menurut Wordl Health Organization (WHO) yang termasuk edalam kelompok remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun, dan secara demografis kelompok remaja dibagi menjadi kelompok usia 10-14 tahun dan kelompok usia 15-19 tahun. Sementara Undang-Undang No.23 tentang Perlindungan Anak mengelompokkan setiap orang yang berusia sampai dengan 18 tahun sebagai ‘anak’, sehingga berdasarkan Undang-Undang ini sebagian besar remaja termasuk dalam kelompok anak. Berdasarkan undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa sasaran pengguna layanan PKPR adalah kelompok remaja usia 10 – 18 tahun. Waluaupun demikian mengingat batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun, maka Kementerian Kesehatan menetapkan sasaran pengguna layanan PKPR meliputi remaja berusia 1-10 sampai 19 tahun,tanpa memandang status pernikahan. Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbegai kelompok remaja, antara lain : 1) Remaja di sekolah : sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah luar biasa 2) Remaja diluar sekolah : karang taruna, saka bakti husada, palang merah remaja, panti yatim piatu/rehabilitasi, kelompok belajar mengajar, organisasi remaja, rumah singgah, kelompok keagamaan. 3) Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan status pernikahan. 4) Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah terinfeksi HIV, remaja yang terkena dampak HIV/AIDS, remaja yang menjadi yatim/piatu terkena AIDS. 5) Remaja yang berkebutuhan khusus, yang meliputi kelompok remaja sebagai berikut :  Korban kekerasan, korban traficking, korban eksploitasi seksual  Penyandang cacat, di lembaga pemasyarakatan (LAPAS), anak jalanan, dan remaja pekerja.  Di daerah konflik (pengungsian), dan diaerah terpencil. Paket pelayanan remaja yang sesuai dengan kebutuhan meliputi palayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang harus diberikan secara komprehensif di semua tempat yang akan melakukan pelayanan remaja dengan pendekatan PKPR. Intervensi meliputi : 1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja (meliputi infeksi manular seksual/IMS, HIV&AIDS) termasuk seksualitas dan pubertas. 2) Pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja 3) Pelayanan gizi (anemia, kekurangan dan kelebihan gizi) termasuk konseling dan adukasi 4) Tumbuh kembang remaja 5) Skrining status TT pada remaja 6) Pelayanan kesehatan jiwa remaja, meliputi : masalah psikososial, gangguan jiwa, dan kualitas hidup. 7) Pencegahan dan penggulangan NAPZA 8) Deteksi dan penanganan kekerasan terhadap remaja 9) Deteksi dan penanganan tuberkulosis 10) Deteksi dan penanganan kecacingan. 3.2 Tatalaksana Upaya Kesehatan Ibu dan Anak & Keluarga Berencana 22



Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut : 1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas kesehatan. 2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke fasilitas kesehatan. 3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah. 5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat. 6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. 7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar. 3.2.1 Pelayanan Antenatal Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas: 1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan. 2. Ukur tekanan darah. 3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas). 4. Ukur tinggi fundus uteri. 5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ). 6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid  (TT) bila diperlukan. 7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. 8. Test laboratorium (rutin dan khusus). 9. Tatalaksana kasus 10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan. Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok ber-risiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia. Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :  Minimal 1 kali pada triwulan pertama. 23



 Minimal 1 kali pada triwulan kedua.  Minimal 2 kali pada triwulan ketiga. Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu hamil adalah : dokter Spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat. 3.2.2. Pertolongan Persalinan Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Pencegahan infeksi 2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar. 3. Manajemen aktif kala III 4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. 5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). 6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan. 3.2.3 Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :  Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah persalinan.  Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan (8 – 14 hari).  Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan (36 – 42 hari). Pelayanan yang diberikan adalah : 1. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. 2. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus). 3. Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya. 4. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan. 5. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali , pertama segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul Vitamin A pertama. 6. Pelayanan KB pasca salin Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat. 3.2.4 Pelayanan Kesehatan Neonatus



24



Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus : 1. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 – 48 Jam setelah lahir. 2. Kunjungan Neonatalke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir. 3. Kunjungan Neonatalke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah lahir. Kunjungan neonatalbertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan Bayi baru Lahir dan pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang meliputi : 1. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir  Anamnesis  Pemeriksaan Fisik : a. Lihat postur, tonus, dan aktifitas bayi. b. Lihat pada kulit bayi. c. Hitung pernafasan dan lihat tarikan dinding dada ketika bayi sedang tidak menangis. d. Hitung detak jantung dengan stetoskop. Stetoskop diletakkan pada dada kiri bayi setinggi apeks. e. Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan termometer. f. Lihat dan raba bagian kepala. g. Lihat pada mata. h. Lihat bagian dalam mulut (lidah, selaput lendir) Jika bayi menangis, masukkan satu jari yang menggunakan sarung tangan ke dalam dan raba langit-langit. i. Lihat dan raba pada bagian perut, Lihat pada tali pusat. Lihat pada punggung dan raba tulang belakang. j. Lihat pada lubang anus, hindari untuk memasukkan alat atau jari dalam melakukan pemeriksaan anus. k. Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air besar. l. Lihat dan raba pada alat kelamin bagian luar. m. Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air kecil. n. Timbang bayi dengan menggunakan selimut, hasil timbangan dikurangi selimut. o. Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi. Jelaskan cara dan alat. p. Menilai cara menyusui, minta ibu untuk menyusui bayinya. Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM  Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI.  Pemberian Vitamin K1, Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu perawatan bayi baru lahir. 25



Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah termasuk perawatan tali pusat dengan menggunakan Buku KIA.  Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan neonatus adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat. 



3.2.5 Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat. Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal , tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya. Faktor risiko pada ibu hamil adalah : 1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. 2. Anak lebih dari 4. 3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun. 4. Kurang Energi Kronis (KEK)dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan. 5. Anemia dengan dari Hemoglobin < 11 g/dl. 6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang 7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini. 8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis, kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (DiabetesMellitus, Sistemik Lupus Eritematosus, dll), tumor dan keganasan 9. Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital 10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksivakum/ forseps. 11. Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan, Infeksi masa nifas, psikosis post partum (post partum blues). 12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital. 13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster. 14. Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin besar. 15. Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu. Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9 – 12 kg selama masa kehamilan Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain : 1. Ketuban pecah dini. 26



2.



Perdarahan pervaginam : Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio plasenta Intra Partum : robekan jalan lahir Post Partum : atonia uteri, retensio plasenta, plasenta inkarserata, kelainan pembekuan darah, subinvolusi uteri 3. Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik > 140 mmHg, diastolik > 90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial. 4. Ancaman persalinan prematur. 5. Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus abdominalis, Sepsis. 6. Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju. 7. Infeksi masa nifas. Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi faktor risiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu. Faktor risiko pada neonatus adalah sama dengan faktor risiko pada ibu hamil. Ibu hamil yang memiliki faktor risiko akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada neonatus. Deteksi dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai berikut : 1. Tidak Mau Minum/menyusu atau memuntahkan semua 2. Riwayat Kejang 3. Bergerak hanya jika dirangsang/Letargis 4. Frekwensi Napas < = 30 X/menit dan >= 60x/menit 5. Suhu tubuh = 37,5 C 6. Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat 7. Merintih 8. Ada pustul Kulit 9. Nanah banyak di mata 10. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut. 11. Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat 12. Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat 13. Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI 14. BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram 15. Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit. Komplikasi pada neonatus antara lain : 1. Prematuritas dan BBLR (bayi berat lahir rendah < 2500 gr) 2. Asfiksia 3. Infeksi Bakteri 4. Kejang 5. 5. Ikterus 6. 6. Diare 7. Hipotermia 8. Tetanus neonatorum 9. Masalah pemberian ASI 10. Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll. 3.2.6 Penanganan Komplikasi Kebidanan Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh   



27



tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga  sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani. Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan maka diperlukan adanya fasilititas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam.Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi: 1. Pelayanan obstetri : Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas. Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (preeklampsi dan eklampsi) Pencegahan dan penanganan infeksi. Penanganan partus lama/macet. Penanganan abortus. Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi rujukan. 2. Pelayanan neonatus : Penanganan asfiksia bayi baru lahir. Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).  Hipotermi  Hipoglikemia  Ikterus  Masalah pemberian minum Penanganan gangguan nafas. Penanganan kejang. Penanganan infeksi neonatus. Rujukan dan transportasi bayi baru lahir. Persiapan umum sebelum tindakan kegawatdaruratan neonatus 3.2.7 Pelayanan neonatus dengan komplikasi Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian oleh dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan rumah sakit pemerintah/swasta. Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal. Hari Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan di luar rahim. Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi pada hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama kehidupannya. Faktor resiko pada neonatus akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi, deteksi dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai berikut : Tidak mau minum/ menyusu atau memuntahkan semua Riwayat kejang Bergerak hanya jika dirangsang / Letargis. 28



Frekwensi napas ≤ 30 x/menit dan ≥ 60 x/menit. Suhu tubuh  ≤ 35,5°C dan ≥ 37,5°C Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat. Merintih. Ada pustule kulit. Nanah banyak di mata. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut. Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat. Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat. Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI. BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram) Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit. Komplikasi pada neonatus antara lain : Asfiksia bayi baru lahir. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)  Hipotermi  Hipoglikemia  Ikterus  Masalah pemberian minum Gangguan napas Kejang Infeksi Neonatus Klasifikasi dalam MTBM :  Infeksi bakteri (termasuk klasifikasi Infeksi Bakteri Lokal dan Penyakit Sangat Berat atau Infeksi Bakteri Berat)  Ikterus (termasuk klasifikasi Ikterus Berat dan Ikterus)  Diare (termasuk klasifikasi Diare Dehidrasi Berat dan Diare Dehidrasi Ringan/Sedang)  Berat badan rendah menurut umur dan atau masalah pemberian ASI.  Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll. Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu PONED dengan target setiap kabupaten harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu PONED. Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/RS PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani. Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU Kabupaten mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) yang siap selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan pelayanan emergensi dasar dan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan neonatus level II serta transfusi darah. Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus – kasus komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi kematian ibu dan neonatus. -



3.2.8 Pelayanan Kesehatan Bayi 29



Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir. Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi : - Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan. - Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan. - Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan. - Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan. Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :  Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4, DPT/HB 1,2,3, Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun.  Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK).  Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan).  Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI,  tanda – tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA.  Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan , perawat dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya seperti petugas gizi. 3.2.9 Pelayanan kesehatan anak balita Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat . Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak  (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti  dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak. Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut. Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan 30



paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi. Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi : a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturutturut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan. b. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung. c. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun. d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita e. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS. 3.2.10 Pelayanan KB Berkualitas Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian Ibu dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan yang ingin mempunyai anak. Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan. Bagi Pasangan Usia Subur yang ingin menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dapat menggunakan metode kontrasepsi yang meliputi :  KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus interuptus).  Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).  Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi). Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) mencapai 61,4% (SDKI 2007) dan angka ini merupakan pencapaianyang cukuptinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yangdipakai lebih banyak menggunakan metode jangka pendek seperti pil dansuntik. Menurut data SDKI 2007 akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar 31,6%, pil 13,2 %, AKDR 4,8%, susuk 2,8%, tubektomi 3,1%, vasektomi 0,2% dan kondom 1,3%. Hal ini terkait dengan tingginya angka putus pemakaian (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang terus menerus. Disamping itu pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan “4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak). Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standard dan variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program KB 31



perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada masyarakat adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat. 3.2.11Indikator Pemantauan Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Sasaran yang digunakan dalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan prinsip konsep wilayah (misalnya: Untuk provinsi memakai sasaran provinsi, untuk kabupaten memakai sasaran kabupaten). 1. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1) Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah : Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100% Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui Proyeksi, dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan menggunakan rumus  : 1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir CBR kabupaten yang diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat Statistik (BPS) di kabupaten. Bila angka CBR kabupaten tidak ada maka dapat digunakan angka terakhir CBR propinsi. CBR propinsi dapat diperoleh juga dari buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2007 – 2011 (Pusat Data Kesehatan Depkes RI, tahun 2007). Contoh :untuk menghitung perkiraan jumlah ibu hamil di nagari X di kabupaten Y yang mempunyai penduduk sebanyak 2 .000 jiwa dan angka CBR terakhir kabupaten Y 27,0/1.000 penduduk, maka : Jumlah ibu hamil = 1,10 X 0,027 x 2.000 = 59,4. Jadi sasaran ibu hamil di nagari X adalah 59 orang. 2. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K4) Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Rumus yang dipergunakan adalah : Jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali sesuai standaroleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah dalam 1 tahun 3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)



32



X 100%



Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan sesuai standar. Rumus yang digunakan sebagai berikut : Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100% Jumlah sasaran ibu bersalin disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan menggunakan rumus : 1,05 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk Contoh : untuk menghitung perkiraan jumlah ibu bersalin di nagari X di kabupaten Y yang mempunyai penduduk sebanyak 2.000 penduduk dan angka CBR terakhir kabupaten Y 27,0/1.000 penduduk maka : Jumlah ibu bersalin = 1,05 X 0,027 x 2.000 = 56,7. Jadi sasaran ibu bersalin di nagari X adalah 56 orang. 4. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3) Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam – 3 hari, 8 – 14 hari dan 36 – 42 hari setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu nifas, di samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun X 100% Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu bersalin. 5. Cakupan pelayanan neonatus pertama (KN 1) Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 – 48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.Dengan indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan pelayanan kesehatan neonatal. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut : Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 – 48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100% Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun Jumlah sasaran bayi bisa didapatkan dari perhitungan jumlah perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam satu wilayah tertentu dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah penduduk Contoh : untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa Z di Kota Y Propinsi X yang mempunyai penduduk sebanyak 1.500 jiwa dan angka CBR terakhir Kota Y 24,8/1.000 penduduk, maka : Jumlah bayi = 0,0248 x 1500 = 37,2. Jadi sasaran bayi di desa Z adalah 37 bayi. 6. Cakupan pelayanan neonatus Lengkap (KN Lengkap). 33



Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar sedikitnya tiga kali yaitu 1 kali pada 6 – 48 jam, 1 kali pada hari ke 3 – hari ke 7 dan 1 kali pada hari ke 8 – hari ke 28 setelah lahir disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut : Jumlah neonatus yang telah memperoleh 3 kali pelayanan kunjungan neonatal sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun 7. Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh Masyarakat Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi  yang ditemukan oleh kader atau dukun bayi atau masyarakat  serta dirujuk ke tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Masyarakat disini, bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri. Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas. Rumus yang dipergunakan : Jumlah ibu hamil yang berisiko yang ditemukan kader atau dukun bayi atau masyarakatdi suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100% 20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah dalam 1 tahun 8. Cakupan Penanganan komplikasi Obstetri (PK) Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara professional kepada ibu hamil bersalin dan nifas dengan komplikasi. Rumus yang dipergunakan : Jumlah komplikasi kebidanan yang mendapatkan penanganan definitive di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100% 20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun 9. Neonatus dengan komplikasi yang ditangani Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara definitif oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Penanganan definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup atau mati. Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan dalam menangani kasus – kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut : Jumlah neonatus dengan komplikasi yang mendapat penanganan definitif di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100% x jumlah sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun 34



10. Cakupan kunjungan bayi (29 hari – 11 bulan) Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari – 2 bulan, 1 kali pada umur 3 – 5 bulan, dan satu kali pada umur 6 – 8 bulan dan 1 kali pada umur 9 – 11 bulan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan bayi. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut : Jumlah bayi yang telah memperoleh 4 kali pelayanan kesehatan sesuai standardi suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100% Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun 11. Cakupan pelayanan anak balita (12 – 59 bulan). Adalah cakupan anak balita (12 – 59 bulan) yang memperoleh pelayanan sesuai standar, meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan perkembangan minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x setahun Rumus yang digunakan adalah : Jumlah anak balita yg memperoleh pelayanan sesuai standar disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100% Jumlah seluruh anak balita disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun 12. Cakupan Pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani dengan MTBS Adalah cakupan anak balita (umur 12 – 59 bulan) yang berobat ke Puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Rumus yang digunakan adalah : Jumlah anak balita sakit yg memperoleh pelayanan sesuai tatalaksana MTBS di Puskesmas di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100% Jumlah seluruh anak balita sakit yg berkunjung ke Puskesmas di suatu wilkerja dalam 1 tahun Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang ke puskesmas (register rawat jalan di Puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang mendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan MTBS 13. Cakupan Peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate) Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih aktif menggunakan alat dan obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama yang masih aktif memakai alokon terus-menerus hingga saat ini untuk menunda, menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan. Rumus yang dipergunakan: Jumlah peserta KB aktif di suatu wilayah kerja padakurun waktu tertentu Jumlah seluruh PUS di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun



X 100%



3.2.12Pengumpulan, Pencatatan dan Pengolahan Data KIA 1. Jenis data Data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS KIA adalah : 35



a.



Data Sasaran :  Jumlah seluruh ibu hamil  Jumlah seluruh ibu bersalin  Jumlah ibu nifas  Jumlah seluruh bayi  Jumlah seluruh anak balita  Jumlah seluruh PUS



b. Data pelayanan :  Jumlah K1  Jumlah K4  Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan  Jumlah ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF 3) oleh tenaga kesehatan  Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 6-48 jam  Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan lengkap pada umur 0-28 hari (KN 1, KN 2, KN 3)  Jumlah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan factor risiko/komplikasi yang dideteksi oleh masyarakat  Jumlah kasus komplikasi obstetri yang ditangani  Jumlah neonatus dengan komplikasi yang ditangani  Jumlah bayi yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 29 hari–11 bulan sedikitnya 4 kali  Jumlah anak balita (12–59 bulan) yang mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya 8 kali  Jumlah anak balita sakit yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar  Jumlah peserta KB aktif 2. Sumber data Data sasaran berasal dari perkiraan jumlah sasaran (proyeksi) yang dihitung berdasarkan rumus. Berdasarkan data tersebut, Bidan di Desa bersama dukun bersalin/bayi dan kader melakukan pendataan dan pencatatan sasaran di wilayah kerjanya. Data pelayanan pada umumnya berasal dari :  Register kohort ibu  Register kohort bayi  Register kohort anak balita  Register kohort KB 3. Pengolahan Data Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku kohort dan dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan Koordinator di Puskesmas menerima laporan bulanan tersebut dari semua BdD dan mengolahnya menjadi laporan dan informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan yang disebut PWS KIA. Informasi per nagari dan per kecamatan tersebut disajikan dalam bentuk grafik PWS KIA yang harus dibuat oleh tiap Bidan Koordinator. Langkah pengolahan data adalah : Pembersihan data, Validasi dan Pengelompokan.



36



1. Pembersihan data : melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir yang tersedia. 2. Validasi : melihat kebenaran dan ketepatan data. 3. Pengelompokan : sesuai dengan kebutuhan data yang harus dilaporkan. Contoh :  Pembersihan data : Melakukan koreksi terhadap laporan yangmasuk dari Bidan di nagari mengenai duplikasi nama, duplikasi alamat, catatan ibu langsung di K4 tanpa melewati K1.  Validasi : Mecocokkan apabila ternyata K4 & K1 lebih besar daripada jumlah ibu hamil, jumlah ibu bersalin lebih besar daripada ibu hamil.  Pengelompokan : Mengelompokkan ibu hamil anemi berdasarkan nagari untuk persiapan intervensi, ibu hamil dengan KEK untuk persiapan intervensi. Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk : Narasi, Tabulasi, Grafik dan Peta. 1. Narasi : dipergunakan untuk menyusun laporan atau profil suatu wilayah kerja, misalnya dalam Laporan PWS KIA yang diserahkan kepada instansi terkait. 2. Tabulasi : dipergunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk lampiran. 3. Grafik : dipergunakan untuk presentasi dalam membandingkan keadaan antar waktu, antar tempat dan pelayanan. Sebagian besar hasil PWS disajikan dalam bentuk grafik. 4. Peta :dipergunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan gambarangeografis. Puskesmas yang sudah menggunakan komputer untuk mengolah data KIA maka data dari kartu- kartu pelayanan bidan di nagari, dimasukkan ke dalam komputer sehingga proses pengolahan data oleh bidan di nagari dan bidan koordinator Puskesmas akan terbantu dan lebih cepat. 3.2.13 Pembuatan Grafik PWS KIA PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai, yang juga menggambarkan pencapaian tiap nagari dalam tiap bulan. Di bawah ini dijabarkan cara membuat grafik PWS KIA untuk tingkat puskesmas, yang dilakukan tiap bulan, untuk semua nagari. Langkah – langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS KIA : 1. Penyiapan data Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator diperoleh dari catatan ibu hamil per nagari, register kegiatan harian, register kohort ibu dan bayi, kegiatan pemantauan ibu hamil per nagari, catatan posyandu, laporan dari bidan / dokter praktik swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya. Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah : a. Data cakupan per nagari dalam kurun waktu yang sama Misalnya: untuk membuat grafik cakupan K4 bulan juni di wilayah kerja puskesmas X, maka diperlukan data cakupan K4 nagari A, nagari B, nagari C, dst pada bulan Juni. Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah: b. Data cakupan per bulan Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang mempunyai korelasi misalnya: 37



c. K1, K4 dan Pn 2. Membuat Grafik a. Menentukan target rata2 per bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertikal (sumbu Y), caranya target 1 tahun/12 b. Hasil perhitungan cakupan kumulatif, dimasukan kedalam lajur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat (tertinggi sebalah kiri) c. Nama desa ditulis pada lajur desa, menyesuaikan lajur kumulatif d. Hasil perhitungan bulan ini dan bulan lalu untuk tiap desa dimasukan ke lajur masing2 e. Gambar anak panah untuk mengisi lajur trend, f. Bila bulan ini lebih tinggi dari bulan lalu maka trend naik (↑) g. Bila bulan ini lebih rendah dari bulan lalu maka trend turun (↓) h. Bila bulan ini sama dari bulan lalu maka trend tetap (−) 3.2.14 Analisis dan Tindak Lanjut Analisis yang dapat dilakukan mulai dari yang sederhana hingga analisis lanjut sesuai dengan tingkatan penggunaannya. 1. Analisis Sederhana Analisis ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar wilayah terhadap target dan kecenderungan dari waktu ke waktu. Analisis sederhana ini bermanfaat untuk mengetahui nagari mana yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang harus dilakukan. Contoh analisis sederhana Analisis dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada pemantauan bulan Juni 2008 dapat digambarkan dalam matriks seperti di bawah ini. Desa Cakupan Terhadap cakupan Status Desa terhadap target bulan lalu



A B C D E



Diatas Dibawah



Naik Turun Tetap



+ + + + +



+ + + + +



Baik Baik Kurang Cukup Jelek



Dari matriks diatas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan Desa, yaitu : 1) Status baik. Adalah Desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan Juni 2008, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa - desa ini adalah Desa A dan Desa B. Jika keadaan tersebut berlanjut, maka Desa - desa tersebut akan mencapai atau melebihi target tahunan yang ditentukan. 2) Status kurang. Adalah Desa dengan cakupan diatas target bulan Juni 2008, namun mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa C, yang perlu mendapatkan perhatian karena cakupan bulan lalu ini hanya 5% (lebih kecil dari cakupan bulan minimal 7,5%). Jika cakupan terus menurun, maka Desa tersebut tidak akan mencapai target tahunan yang ditentukan. 3) Status cukup. 38



Adalah Desa dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, namun mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa D, yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih daripada cakupan bulanan minimal 7,5%. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana, maka Desa ini kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang ditentukan. 4) Status jelek. Adalah Desa dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun dibandingkan dengan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa E, yang perlu diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya dapat ditingkatkan diatas cakupan bulanan minimal agar dapat mengejar kekurangan target sampai bulan Juni, sehingga dapat pula mencapai target tahunan yang ditentukan. 2. Analisis Lanjut Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan variable tertentu dengan variable terkait lainnya untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variable yang dimaksud. Contoh analisis lanjut : Analisis grafik PWS KIA K1, K4, Pn Desa Cakupan Cakupan K4 Cakupan Pn Keterangan K1 A 70 % 60 % 50 % DO K4 B 85 % 70 % DO Pn C D E Apabila Drop Out (DO) K1 - K4 lebih dari 10 % berarti wilayah tersebut bermasalah dan perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut. Drop Out tersebut dapat disebabkan karena ibu yang kontak pertama (K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3 bulan. Sehingga diperlukan intervensi peningkatan pendataan ibu hamil yang lebih intensif. 3.2.15 Rencana Tindak Lanjut Bagi kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi puskesmas. Keputusan tersebut harus dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuai dengan spesifikasi daerah. Skema Alternatif Tindak Lanjut (Alt) Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan semua pihak yang terkait : 1. Bagi Desa yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan antara lain perbaikan mutu pelayanan. 2. Bagi Desa berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek, perlu prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan. 3. Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus dibicarakan dalam pertemuan mini lokakarya puskesmas dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten (untuk mendapat bantuan dari kabupaten). 4. Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran, dan mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus



39



dibicarakan pada rapat koordinasi kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten (untuk mendapat bantuan dari kabupaten). Sumber : Sub Direktorat Kesehatan Ibu yang merupakan pembahasan akhir dan hasil editing dari dr. Andi Ayusianto dan dr. Kirana 3.2.16 Pelayanan Kesehatan Bayi 1. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan Persalinan Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi baru lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya atau rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam). Asuhan bayi baru lahir meliputi: 1. Pencegahan infeksi (PI) 2. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi 3. Pemotongan dan perawatan tali pusat 4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 5. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi. 6. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri 7. Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan 8. Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata antibiotika dosis tunggal 9. Pemeriksaan bayi baru lahir 10. Pemberian ASI eksklusif 11. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) 2. Pelayanan Kesehatan Bayi Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir. Pelaksana pelayanan kesehatan bayi : a. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan b. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan c. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan d. Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulusi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi : 1. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2, 3, 4, DPT/HB 1, 2, 3, Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun 2. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK) 3. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan)



40



4. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda-tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA 5. Penanganan dan rujukan kasus bila di perlukan Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat. 3. Bentuk Pelayanan kesehatan pada bayi : a. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) IMD adalah memberikan pelayanan kesehatan pada anak dengan mendekapkan bayi diantara kedua payudara ibunya segera setelah lahir. Memberikan kesempatan bayi menyusui sendiri segera setelah lahir dengan meletakkan bayi di dada atau perut dan kulit bayi melekat pada kulit ibu (skin to skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam sampai bayi menyusui sendiri. Hal ini dapat menghindari kematian bayi dan penyakit yang menyerang bayi, karena kandungan antibodi yang ada pada colostrum dan ASI. Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD. Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan) : 1. Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin 2. Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat. 3. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu. Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi. 4. Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu. 5. Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum menyusu. 6. Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal selama satu jam, bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam 7. Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi lebih dekat dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30 menit. Setelah IMD selesai, maka dilanjutkan langkah berikut : 1. Dilakukan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep matadan imunisasi Hepatitis B (HB 0). 2. Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada periode setelah IMD sampai 2-3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan atau perawat. 3. Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL. 4. Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata (Oxytetrasiklin 1%). 5. Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan hati. b. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Pemeriksaan 41



bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya, oleh dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat mendampingi tenaga kesehatan yang memeriksa. c. Pencegahan infeksi Pemotongan tali pusat pada BBL normal dilakukan sekitar 2 menit setelah bayi baru lahir atau setelah penyuntikan oksitosin 10 IU intramuskular kepada ibu. Hindari pembungkusan tali pusat atau jika di bungkus tutupi dengan kassa steril dalam keadaan longgar, agar tetap terkena udara dan akan lebih mudah kering. d. Pencegahan hilangnya panas tubuh bayi Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat dan hindari bayi terpapar langsung dengan suhu lingkungan e. Kunjungan Neonatal Adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu : 1. Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir 2. Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari 3. Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat dilaksanakan di puskesmas atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang diberikan mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada algoritma bayi muda (Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM) termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, perawatan tali pusat, penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan rumah sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak diberikan pada saat lahir). 4. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) Hipotiroid Kongenital adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir. Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, bisa mengakibatkan hambatan pertumbuhan (cebol) dan retardasi mental (keterbelakangan mental). Lebih dari 90 % bayi dengan HK tidak memperlihatkan gejala saat dilahirkan. Kalaupun ada sangat samar dan tidak khas. Komponen yang sangat penting dalam system skrining BBL adalah : 1. KIE (Konseling Informasi Edukasi) Tenaga kesehatan yang menolong persalinan bayi dan pelaksanaan asuhan perinatal bertanggung jawab untuk memberikan KIE kepada orang tua bayi tentang SHK 2. Proses Skrining a. Persiapan : mendorong orang tua untuk mau melakukan SHK b. Persetujuan (informed consent) c. Penolakan (dissent consent) d. Pengambilan specimen yang harus diperhatikan :  Waktu pengambilan (timing) : paling ideal umur bayi 48 – 72 jam (KN2), jangan lakukan dalam 24 jam I karena kadar TSH masih tinggi, sehingga hasil nya menjadi positif palsu,.  Data : isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar dalam kartu informasi  Metode dan tempat pengambilan darah : Metode pengambilan darah dari tumit bayi, teteskan darah ke tengah bulatan kertas saring sampai bulatan terisi penuh dan tembus kedua sisi. Kertas saring berada di bagian atas kartu identitas bayi. 42







Pengiriman/transportasi specimen : Kertas saring di masukkan ke dalam amplop, langsung dikirim melalui pos ekspres, tidak boleh lebih dari 7 hari sejak specimen di ambil, perjalanan tidak boleh lebih 3 hari.  Proses Skrining di laboratorium  Koreksi terhadap kemungkinan kesalahan dalam pengambilan specimen Hal pertama yang harus dilakukan jika mendapatkan hasil test positif adalah sesegera mungkin menghubungi orang tua bayi yang bersangkutan. Tugas dari tim tindak lanjut bayi dengan hasil test positif ialah mencari tempat tinggal bayi tsb dan memfasilitasi pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis. 3.2.17 Pelayanan Kesehatan Pada Anak Balita Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat. Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak. Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana ditingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut. Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departeman Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi. Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi : 1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturutturut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan. 2. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan 43



kemandirian minimal 2 kali setahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung. Index : SDIDTK (STIMULASI DETEKSI INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG) Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988 dan termasuk salah satu program pokok Puskesmas Kegiatan ini dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraanan tara keluarga, masyarakat dengan tenaga professional Tidak ada perbedaan yang signifikan antara SDIDTK dengan DDTK, hanyalah perbedaan istilah. Program SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa lima tahun pertama kehidupan, diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga professional kesehatan, pendidikan dan sosial). SDIDTK adalah pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa 5tahun pertama kehidupan . Diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara : keluarga, masyarakat dengan tenaga professional (kesehatan, pendidikan dan sosial). Indikator keberhasilan program SDIDTK adalah 90% balita dan anak prasekolah terjangkau oleh kegiatan SDIDTK pada tahun 2015.Tujuan agar semua balita umur 0–5 tahun dan anak prasekolah umur 5-6 tahun tumbuh dan berkembang secara optimal. 1. Pengertian Pertumbuhan, Perkembangan, dan Stimulasi  Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.  Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.  Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0 – 6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengganti orang tua/pengasuh anak, anggota keluarga lain atau kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Prinsip Dasar Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu :  Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.  Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena akan meniru tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya.  Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak. 44







Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.  Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak , terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak.  Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di sekitar anak.  Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.  Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas keberhasilannya. 3. Jenis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jaringannya, berupa: a.



Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui/menemukan status gizi kurang/buruk dan mikrosefali/makrosefali. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dilakukan dengan pengukuran Berat Badan terhadap Tinggi Badan dengan tujuan untuk memnetukan status gizi anak, normal, kurus, kurus sekali atau gemuk. Selain itu, juga dilakukan pengukuran Lingkar Kepala Anak (LKA) dengan tujuan untuk mengetahui lingkar kepala anak dalam batas normal atau diluar batas normal. b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu untuk mengetahui gangguan perkembangan anak (Keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan daya dengar.  Deteksi dini penyimpangan perkembangan dilakukan dengan :  Skrining/Pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuisioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.  Tes Daya Dengar (TDD) dengan tujuan untuk menemukan gangguan pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindak lanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak.  Tes daya Lihat (TDL) dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini kelainan daya dengar agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat menjadi lebih besar. c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Ada beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi secara dini adanya penyimpangan mental emosional pada anak, yaitu; Kuisioner Masalah Mental Emosional (KMME) bagi anak umur 36 bulan sampai 72 bulan.Tujuannya untuk mendeteksi secara dini adanya penyimpangan/masalah mental emosional pada anak prasekolah. Alat yang digunakan adalah :  Ceklist Autis anak praseolah  (Checklist for Autism in Toddler/CATT) bagi anak umur 18 bulan samapai 36 bulan.



45



Tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya Autis pada anak umur 18 bulan – 36 bulan.  Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) menggunakan Abreviated Conner Rating Scale bagi anak umur 36 bulan ke atas. d. Sasaran deteksi dini : a. Sasaran Langsung : Semua anak umur 0-6 tahun yang ada di wilayah kerja Puskesmas b. Sasaran Tidak Langsung : Tenaga kesehatan yang berkerja di lini terdepan (Dokter, Bidan, Perawat, Ahli Gizi, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat dan sebagainya), Tenaga pendidik, Petugas lapangan KB, Petugas sosial yang terkait dengan pembinaan tumbuh kembang anak, Petugas sektor swasta dan profesi lainnya. e. Rujukan Dini Penyimpangan Perkembangan Anak Rujukan diperlukan jika masalah/penyimpangan perkembangan anak tidak dapat ditangani meskipun sudah dilakukan tindakan intervensi. Rujukan penyimpangan tumbuh kembang dilakukan secara berjenjang sebagai berikut:  Tingkat keluarga dan masyarakat Keluarga dan masyarakat (orang tua, anggota keluarga lainnya dan kader) dianjurkan untuk membawa anak ke tenaga kesehatan di Puskesmas dan jaringan atau Rumah Sakit. Orang tua perlu diingatkan membawa catatan pemantauan tumbuh kembang buku KIA.  Tingkat Puskesmas dan jaringannya Pada rujukan dini, bidan dan perawat di posyandu, Polindes, Pustu termasuk Puskesmas keliling, melakukan tindakan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang sesuai standar pelayanan yang terdapat pada buku pedoman. Bila kasus penyimpangan tersebut ternyata memerlukan penanganan lanjut, maka dilakukan rujukan ke tim medis di Puskesmas.  Tingkat Rumah Sakit Rujukan Bila kasus penyimpangan tersebut tidak dapat di tangani di Puskesmas maka perlu dirujuk ke Rumah Sakit Kabupaten yang mempunyai fasilitas klinik tumbuh kembang anak dengan dokter spesialis anak, ahli gizi serta laboratorium/pemeriksaan penunjang diagnostic. Rumah Sakit Provinsi sebagai tempat rujukan sekunder diharapkan memiliki klinik tumbuh kembang anak yang didukung oleh tim dokter spesialis anak, kesehatan jiwa, kesehatan mata, THT, rehabilitasi medik, ahli terapi, ahli gizi dan psikolog. Index : PELAYANAN KESEHATAN LAIN PADA BALITA 1. Pemantauan pertumbuhan balita dengan Buku KIA Buku KIA adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya Buku KIA harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter. Buku KIA menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian makan pada anak.  Buku KIA juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau 46



memulihkan kesehatan- nya. Buku KIA berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit.Buku KIA juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya 2. Pemberian Kapsul Vitamin A  Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata. Kekurangan vitamin A bisa terjadi karena serapan vitamin A pada mata mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening ( kornea mata ). Vitamin A juga berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan infeksi lain. Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga menengah kebawah. Vitamin A terdiri dari 2 jenis : a. Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia 6-11 bulan satu kali dalam satu tahun b. Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita  Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia (mata kering). 3. Pelayanan Posyandu Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup : a. Penimbangan berat badan b. Penentuan status pertumbuhan c. Penyuluhan d. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas, dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas. 4. Manajemen Terpadu Balita Sakit Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif 47



(pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.  Dalam pelaksanaannya, MTBS ini dibedakan dalam 2 kategori, yaitu : a. Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM (Usia 1 hari sampai 2 bulan) Pengelolaan bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan ini, meliputi penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut.Dalam manajemen terpadu bayi muda ini, dilakukan pengelolaan terhadap penyakit-penyakit yang lazim terjadi pada bayi muda, antara lain adanya kejang, gangguan nafas, hipotermi, kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, gangguan saluran cerna, diare serta kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian ASI. b. Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun Tahapan pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada usia 2 bulan sampai 5 tahun ini sama seperti manajemen terpadu bayi muda, yaitu penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut. Dalam MTBS usia 2 bulan sampai 5 tahun ini, dilaksanakan pengelolaan terhadap beberapa penyakit pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Beberapa penyakit yang lazim terjadi pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, aantara lain adanya tanda bahaya umum ( tidak bias minum atau menetek, muntah, kejang, letargis, atau tidak sadar ), batuk dan sukar bernafas, diare, demam, masalah telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan anemia ). 5. Konseling pada keluarga balita Konseling yang dapat diberikan adalah :  a. Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita b. Pemberian makanan bayi c. Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun. d. Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita e. Peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan 3.3 Tatalaksana Upaya Gizi Masyarakat 3.3.1 Jenis Pelayanan Gizi 1. Penanggulangan Gizi Buruk Gizi Buruk pada Balita dapat menyebabkan penurunan kecerdasan dan daya tahan tubuh bahkan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pada ibu hamil dapat menyebabkan bayinya BBLR. Penanggulangan Gizi Buruk perlu dilakukan secara terpadu. Keterlibatan lintas sektor dan lintas program merupakan penentu yang amat penting dalam keberhasilan penanggulangan gizi buruk. Pelayanan diberikan terhadap Balita (0-59 Bulan) dengan status gizi buruk (BB/PB 5 MB



ADA



RAGU



TAK ADA



RUJUK



3. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN RABIES Penyakit Anjing gila ( Rabies ) merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus terutama pada anjing, kucing dan kera. Penyakit ini bila sudah menunjukan gejala klinis pada hewan atau manusia selalu diakhiri dengan kematian, sehingga menibulkan rasa cemas dan takut bagi orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran serta keresahan bagi masyarakat pada umumnya. Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan nasional dan merupakan kerjasama 3 (tiga) Kementrian, yaitu : kementrian Kesehatan, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Pertenakkan. 1. Tujuan : a. Menekan serendah rendahnya kesakitan dan kematian akibat rabies b. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus gigitan Hewan Penular Rabies( anjing, Kucinng,dan kera ) dengan perawatan cuci luka memakai sabun dan pemberian VAR atau kombinasi VAR & SAR sesuai indikasi 2. Sasaran : a. Masyarakat b. Penderita / Tergigit c. Keluarga Penderita/tergigit d. Petugas Kesehatan e. Lintas Sektoral 3. Kegiatan pelayanan yang dilaksanakan : a. Pelacakan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies ( HPR ) - Untuk melaksanakan penatalaksanaan sedini mungkin terhadap kasus gigitan HPR agar tidak menimbulkan keresahan bagi penderita, keluarga maupun masyarakat dan untuk mencegah terjadinya KLB. - Pengambilan dan Pemeriksaan Spesimen Pengambilan dan pemeriksaan dilakukan bekerjasama dengan dinas peternakan kecamatan / kabupaten b. Pembentukan Puskesmas Rabies Center Puskesmas Rabies center dibentuk dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan. Bertujuan untuk mempermudah akses pelayanan kesehatan terhadap kasus-kasus gigitan HPR. Selain itu juga rabies center dibentuk agar dapat lebih mudah untuk melakukan Monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan, ketersediaan logistik untuk penatalaksanaan kasus 65



gigitan.Puskesmas Rabies Center berfugsi untuk melayani puskesmas yang ada disekitarnya antara 1 sampai dengan 5 Puskesmas. Puskesmas Rabies Center dibentuk dengan mempertimbangkan : - Letak Lokasi / Geografis suatu daerah, - Transportasi - Ketersediaan Tenaga yang kompeten dan sudah dilatih, - Ketersedian Sarana dan Prasarana untuk penyimpanan VAR dan SAR c. Penyuluhan / Pertemuan/ Sosialisasi program tingkat Nagari, Kecamatan dan Tingkat Kabupaten. Kegiatan ini merupakan pemberian materi dan evaluasi tetang Program Rabies. Hal ini untuk melihat dan memantau permasalahan permasalahan program rabies dan sekaligus untuk mengkoordinasikan antara rabies center dengan puskesmas satelit. Kegiatan ini di ikuti oleh Petugas Pengelola Rabies, Kepala Puskesmas dan petugas Rumah Sakit umum. Pada pertemuan ini juga akan dihadiri oleh petugas dari Dinas Peternakan. 4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Rabies a. Logistik berupa Obat ; VAR dan SAR b. Logistik Non Obat  Bahan Pembersih luka gigitan : Hands Scone, Betadine, Sabun Deterjen / Cairan Antiseptik, yodium, kasa steril  Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain. 1. Format Pelaporan - Laporan Bulanan : Laporan Kasus gigitan, Laporan Pemakaian VAR / SAR - Register Kasus dan Formulir Pelacakan kasus 2. Visualisasi Data - Peta Wilayah Kasus Gigitan HPR - Grafik Kasus Gigitan HPR berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat dan berdasarkan Waktu - Grafik Kasus Gigitan yang meninggal dan kasus Diberi VAR / SAR 4. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN FILARIASIS Penyakit Kaki Gajah ( Filariasis ) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan karena infeksi cacing filaria yang hidup dalam saluran dan kelenjar getah bening yang dapat menyebabkan gejala akut dan kronis. Penyakit kaki gajah merupakan penyebab utama kecacatan, stigma sosial, hambatan psikososial yang menetap dan penurunan produktifitas kerja individu, keluarga dan masyarakat sehingga menibulkan kerugian ekonomi. 1. Tujuan : a. Memutus rantai penularan b. Penemuan penderita dan tata laksana kasus c. Menurunkan angka mikrofilaria < 1% 2.Sasaran : a. Masyarakat b. Penderita c. Keluarga Penderita d. Petugas Kesehatan e. Lintas Sektoral



3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan : 66



a.



Upaya Pencegahan dan Pemberantasan :  Meniadakan sumber penularan dengan mencari / pelacakan kasus dan mengobati semua penderita  Pengobatan Massal Filariasis  Survey Darah Jari ( SDJ ) : Rapid Diagnostik Test ( RDT ) merupakan evaluasi dari pengobatan massal filariasis, sasaran untuk RDT ini adalah siswa kelas I dan kelas II SD, petugas yang melaksanakan adalah petugas kesehatan ( Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten ) yang akan mengambil sampel darah kepada sasaran.  Sosialisaasi dan Pelaksanaan TAS ( Transmission Assesment Survey) Kegiatan TAS Juga Merupakan evaluasi dari pengobatan massal filariasis, kegiatan ini dilaksanakan setelah 5 (lima) tahun pengobatan massal dikaksanakan b. Pendidikan Kesehatan kepada Masyarakat Melakukan kegiatan sosialisasi / penyuluhan di masyarakat, di sekolah maupun di tempat-tempat umum lain. c. Memberantas Vektor dan Larvanya Pemberantasan vektor dapat dilakukan secara biologis, Fisik maupun kimiawi 4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Filariasis a. Logistik berupa Obat ; DEC, Albendazol, Paracetamol b. Logistik Non Obat  RDT Filariasis  Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, kapas, Boks Slide, Hand Scone dan lain-lain.  Bahan diagnostik : Giemsa, cairan Buffer  Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain. 5. Format Pelaporan - Laporan Bulanan Filariasis - Laporan Pengobatan Massal Filariasis - Register Kasus dan Formulir Pelacakan kasus 6. Visualisasi Data - Peta Wilayah Kasus Filariasis - Grafik Kasus Filariasis berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat - Grafik Hasil Pengobatan Massal Filariasis 7. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Setiap tahun ribuan orang meninggal karena Demam Berdarah dengue (DBD) dan sering menyebabkan kejadian luar biasa. Penyakit ini bersifat musiman dan biasanya kasusnya meningkat pada musim hujan. DBD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena angka kesakitan pada semua kelompok umur cukup tinggi. Masih tingginya angka kesakitan dan kematian DBD disebabkan karena ketidak pedulian masyarakat dalam upaya menanggulangi DBD, sebagian masyarakat sudah tahu cara pencegahannya tetapi tidak melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) untuk mencegah DBD. Faktor – faktor yang mempengaruhi penyebar luasan DBD, antara lain : Prilaku masyarakat, Perubahan iklim, pertumbuhan ekonomi, ketersediaan air bersih.



1. Tujuan : 67



a. Memutus rantai penularan b. Penemuan penderita dan tata laksana kasus c. Menurunkan angka Kesakitan dan kematian akibat DBD 2. Sasaran : a. Masyarakat b. Penderita DBD c. Keluarga Penderita DBD d. Petugas Kesehatan e. Lintas Sektoral 3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan : a. Pengendalian Vektor  Pengendalian Fisik ; PSN  Pengendalian Biologis  Pengendalian Kimiawi :  Larvasida  Penyemprotan / Fogging Demam Berdarah Dengue ditularkan terutama oleh Nyamuk Aedes Aegypti. Cara pencegahan / pemberantasan yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memberantas vektor ( Nyamuk penularnya ), karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Salah satu kegiatan pencegahan yang dilaksanakan adalah dengan melakukan penyemprotan terhadap vektor penular. Penyemprotan dilakukan apabila ditemukan kasus positif DBD yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit dan ditemukan jentik disekitar rumah tempat tinggal penderita. Kegiatan penyemprotan dilakukan dalam 2 kali periode di satu wilayah yang dilakukan fogging dengan interval waktu 1 Minggu. b. Sosialisasi / Pelatihan Jumantik (Juru Pemantau Jentik ) Pelatihan Jumantik dapat dilakukan pada Masyarakat dan Anak Sekolah.Tujuannya adalah :  Meningkatkan Pengetahuan masyarakat / kader dan Petugas tentang penyakit BDB dan penanggulangannya.  Meningkatkan Partisipasi masyarakat dan penanggulangan penyakit DBD c. Surveilans Kasus Miningkatan Sistem Surveilans di tingkat Puskemas dan Rumah sakit serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. d. Penemuan dan tatalaksana kasus e. Penyuluhan / Pendidikan Kesehatan Penyuluhan dapat dilakukan di : Sarana Kesehatan, Sekolah, di Masyarakat dan di tempat umum. 4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan DBD a. Logistik berupa Obat , Cairan Infus, Oksien b. Logistik Non Obat  RDT DDB : IgG, IgM, Ns1  Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, kapas, dan lainlain.  Bahan diagnostik : Giemsa, cairan Buffer  Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.  Peralatan dan Perlengkapan Fogging  Insektisida untuk pengendalian Vektor 5. Format Pelaporan Laporan Bulanan DBD Laporan Penyelidikan Epidemiologi 68



6. Visualisasi Data Peta Wilayah Kasus DBD Grafik Kasus DBD berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat dan Waktu



Sistem Pelaporan DBD Kemenkes



Dinkes Provinsi



Dinkes Kab/Kota Form KDRS



Puskesmas/ PHC



Dokter Praktik/ Klinik



Rumah Sakit



Epidemiological Investigation/ Penyelidikan Epidemiologis



Penderita Penanggulangan Fokus



BAGAN PENANGGULANGAN FOKUS Penderita DBD



Penyelidikan Epidemiologi (PE) -Pencarian penderita atau tersangka DBD lainnya -Pemeriksaan jentik



Di lokasi tempat tinggal penderita dan rumah/ bangunan lainnya dengan radius 100 m (kurang lebih 20 rumah/ bangunan secara acak)



Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya dan/atau ≥ 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik (≥5%)



Positif



Negatif



1. PSN DBD 2. Larvasidasi radius 200 m 3. Penyuluhan 4. Fogging, radius 200 m (2 siklus interval 1 minggu)



1. PSN DBD 2. Larvasidasi radius 200 m 3. Penyuluhan



69



Tatalaksana



DBD



:



Tersangka Infeksi Virus Dengue Demam tinggi, mendadak 3 hari Periksa Hb, Ht, leukosit, trombosit



8. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN MALARIA Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Setiap athun lebih dari 500 juta manuasia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta diantaranya meninggal dunia. Penyakit ini berpengaruh terhadap tingginya angka kematian bayi, balita dan wanita hamil serta menurunkan produktivitas sumber daya manusia. Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain ; diagnosis dini, pengobatan yang cepat dan tepat, surveilan dan pengendalian vektor yang semuanya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan malaria. Keterbatasan SDM kesehatan untuk dapat menjangkau semua penduduk diwilayah kerjanya menyebabkan cakupan penemuan masih rendah dan sering terjadi KLB. Oleh sebab itu perlu adanya kepedulian masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya penanggulangan malaria dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dan kader sebagai ujung tombak masyarakat. 1. Tujuan : a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Malaria b. Memutus rantai penularan Malaria c. Melakukan Pengobatan yang tepat ( ACT ) untuk mencegah terjadinya kematian akibat malaria 2. Sasaran : a. Masyarakat b. Penderita Malaria c. Keluarga Penderita 3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan : a. Penemuan dan pengobatan penderita. 70



Kegiatan penemuan dan pengobatan penderta dapat dilakukan secara aktif maupun pasif dan melalui kegiatan survey, bentuk kegiatannya antara lain : 1. Active Case Detection ( ACD ) Penemuan penderita dengan cara Petugas / JMD/ Kader secara aktif mencari penderita dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat insiden kasus malaria di daerah tersebut. 2. Pasif Case Detection ( PCD ) Upaya penemuan penderita secara pasif menunggu penderita datang berobat, dilakukan oleh tenaga kesehatan di unit pelayanan kesehatan. 3. Mass Fever Survey ( MFS ) Kegiatan pengambilan sediaan darah pada semua oprang yang menunjukkan gejala klinis malaria di suatu wilayah. 4. Mass Blood Survey ( MBS ) Upaya pencarian dan penemuan penderita malaria melalui survey didaerah endemis yang penduduknya tidak lagi menunjukkan gejala spesifik malaria. Pada kegiatan ini dapat juga dilaksanakan sosialisasi bagi petugas, kader dan tokoh masyarakat. 5. Kontak Survey Pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang tinggal serumah dengan penderita Positif malaria atau orang-orang tinggal disekitar rumah penderita malaria. 6. Surveilan Migrasi Kegiatan pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang menunjukkan gejala klinis malaria yang datang dari daerah endemis malaria. b. Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data dan kajian epidemiologis secara terus menerus dan sistematis c. Melaksanakan Peneyelidikan Epidemiologi d. Melakukan Intervensi untuk pengendalian Vektor dengan kegiatan ; Larvasidasi, Penyemprotan dan Kelambunisasi e. Pelatihan Kader 4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Malaria a. Logistik berupa Obat : ACT ( Darplex, Arterakine, OAM ), Obat Non ACT ( Kina, Primakuine, Artermeter ) b. Logistik Non Obat/ Bahan dan alat diagnostik : RDT, Giemsa, Microslide, Blood Lancet, Hand scone, Mikroskop, Kelambu LLIN’s, boks slide dan rak slide. c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain. 5. Format Pelaporan Laporan Bulanan Kasus Malaria Laporan Logistik Malaria Laporan Penyelidikan Epidemiologi



71



Subdit Malaria Tgl. 15 (bulan berikut)



Gudang Farmasi Provinsi



Dinkes Provinsi (LOGMAL 3A/3B)



Labkes Provinsi



Tgl. 10 (bulan berikut)



Gudang Farmasi Kabupaten/Kota



Labkes Kabupaten/Kota



Dinkes Kab/Kota (LOGMAL 2A/2B) Tgl. 5 (bulan berikut)



Gudang Farmasi Puskesmas



Labkes Puskesmas



Puskesmas (LOGMAL – 1)



6. Visualisasi Data - Peta Wilayah Kasus Malaria - Grafik Kasus Malaria berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu Alur Penemuan Penderita Malaria



Pasien datang dengan Gejala Klinis Demam atau Riwayat Demam dari 7 hari lalu Periksa Darah Dengan : RDT / Miskroskop



Hasil Postif Malaria Obati sesuai standar



Hasil Negatif



Ulangi Pemeriksaan Darah setiap 24 Jam – 48 Jam



Hasil Positif



Cari Etiologi Demam yang Lain Therapi sesuaiEtiologi



8. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN DIARE Hingga saat ini penyakit masih merupakan masalah kesehatan Malariadiare Obati sesuai standar masyarakat di indonesia, beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare disebabkan oleh kuman melalui kontaminasi makanan/minuman yang tercemar tinja atau kontak lansung dengan penderita, sedangkan faktor lainnya meliputi faktor lingkungan dan penjamu. Kegiatan Pengendalian dan pemberantasan diare dilaksanakan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan pennggulangan KLB dengan meningkatkan kerjasma lintas program dan lintas sektoral serta partisipasi aktif masyarakat. 1. Tujuan : a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Diare b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya KLB / kematian akibat Diare. 2. Sasaran : 72



a. Masyarakat b. Penderita Diare dan Keluarga c. Lintas program dan sektor 3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan : a. Pengamatan terhadap kasus dan faktor resiko b. Penyuluhan kesehatan yang intensif secara kelompok dan keliling dalam pencegahan dan pembuatan media sederhana c. Menyiapkan Stock Oralit (Logistik ) dan mendistribusikan ke Bidan Desa dan Posyandu d. Desiminasi informasi kepada kepala wilayah dan kepala desa serta masyarakat e. Penatalaksanaan / Penangggulangan kasus dengan cepat dan tepat f. Perbaikan kualitas air dan lingkungan melalui inspeksi sanitasi (IS) dan pengambilan sampel g. Pembentukan Pojok Oralit Penentuan Tingkat Dehidrasi akibat Diare DERAJAT DEHIDRASI Penilaian Tanpa Dehidrasi



Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi berat Sedang



Bila terdapat dua tanda atau lebih Keadaan Umum



Baik/ Sadar



Gelisah / Rewel



Lesu, sadar



Mata



Tidak Cekung



Cekung



Cekung



Keinginan untuk minum



Normal



Ingin minum terus



Malas minum



Kembali segera



Kembali lambat



Kembali lambat



Turgor



Lunglai/tidak



sangat



4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Diare a. Logistik berupa Obat : Oralit, Zinc, Cairan Infus b. Logistik Non Obat : Peralatan Infus set c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain. 5. Format Pelaporan - Laporan Bulanan Kasus Diare - Laporan Penyelidikan Epidemiologi 6. Visualisasi Data - Peta Wilayah Kasus Diare - Grafik Kasus Diare berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu - Grafik Cakupan proporsi penderita diberi oralit dan diberi RL 9. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN ISPA / PNEUMONIA 73



Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien disarana kesehatan, sekitar 15 – 30 % kunjungan rawat jalan dan rawat inap disebabkan oleh ISPA. Dalam pelaksanaan P2P ISPA memerlukan komitmen pemerintah pusat, pemerintah daerah, dukungan lintas program, lintas sektoral serta peran serta masyarakat termasuk dunia usaha. 1. Tujuan : a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Ispa/Pneumonia b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian akibat Ispa / Pneumonia 2. Sasaran : a. Masyarakat b. Penderita ISPA c. Keluarga Penderita ISPA 3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan : a. Penemuan dan tatalaksana Kasus ; Penemuan secara pasif maupun aktif b. Surveilans c. Pemberdayaan Masyarakat : Pelatihan kader d. Penyuluhan yang intensif tentang ISPA e. Rujukan kasus 4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan ISPA a. Logistik berupa Obat : Kontrimoksazol, Paracetamol, Amoksilin b. Alat Bantu Tata Laksana : Sound Timer, Oksigen Konsentrator. c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain. d. VCD 5. Format Pelaporan Laporan Bulanan Kasus Ispa Registrasi Penderita Ispa Laporan Penyelidikan Epidemiologi



74



ALUR P E N C ATATAN d a n P E LAP O R AN P E N D E R ITA IS P A B ALITA D I P US KE S MAS LB 1 •1302 •1401



KARTU PENDERITA/ FORM PENCATATAN MTBS PASIEN RJ; •FREK.NAPAS



BUKU HARIAN REG. RAWAT JALAN



Bidang Yankes



LAP. BULANAN PROG. P2 ISPA: •BBP •P •PB



KLASIFIKASI P2 ISPA & TATALAKSANA STANDAR



BPMK



6. Visualisasi Data - Peta Wilayah Kasus ISPA dan Pneumonia - Grafik Kasus ISPA berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu - Grafik Cakupan proporsi Penderita Ispa / Pneumonia yang di tangani dan dirujuk. - Grafik Pengunaan Obat-Obatan 9. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN HIV/AIDS HIV dan AIDS adalah masalah darurat Global yang merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap pembangunan sosial ekonomi, stabilitas dan keamanan negara. Situasi epidemi yang semakin meluas memberikan berbagai dampak terhadap kehidupan negara. Harus diingat bahwa belum ada vaksin untuk mencegah HIV/AIDS, dan pengobatannya juga belum ada. Pencegahan sangat tergantung pada kampanye kesadaran masyarakat dan perubahan perilaku individu dalam lingkungan yang mendukung, yang memerlukan waktu dan kesabaran. 1. Tujuan : 1. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan karena HIV /AIDS 2. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian akibat HIV / AIDS 2. Sasaran : 1. Masyarakat 2. Penderita dan keluarga 3. Lintas program dan Lintas sektor terkait. 3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan : 75



a. b. c. d.



Penemuan dan tatalaksana Kasus ; Penemuan secara pasif maupun aktif Rujukan kasus Pemberdayaan Masyarakat Penyuluhan dan sosialisasi yang intensif tentang HIV / AIDS kepada masyarakat dan ditingkat sekolah e. Pelayanan Gizi dan Laboratorium f. Klinik VCT g. Perawatan dirumah h. Pelatihan Petugas : Konselor i. Pengembangan Layanan Komprehensif HIV & IMS yang berkesinambungan (LKB). LKB adalah Upaya yang meliputi upaya promotif, prenventif, kuratif dan rehabilitatif yang mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS. Pelayanan yang diberikan sejak dari rumah atau komunitas , fasilitas kesehatan dan kembali ke rumah atau komunitas ; juga selama perjalanan infeksi HIV ( semenjak belum terinfeksi sampai stadium terminal). Dimana kegiatan dilaksanakan harus melibatakan seluruh aspek terkait baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Komponen utama dalam pengendalian HIV adalah ; Pencegahan, Perawatan, Pengobatan, dukungan dan konseling. Layanan Komprehensif dan berkesinambungan juga memberikan dukungan baik aspek manajerial, medis, psikologi maupun sosial ODHA selama perawatan dan pengobatan untuk mengurangi atau menyelesaikan masalah yang dihadapinya. 4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan HIV/AIDS j. Obat-Obatan : ARV k. Alat Diagnostik : Rapid Test / RDT l. Alat APD untuk Petugas Kesehatan m. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain. 5. Format Pelaporan - Laporan Bulanan Puskesmas 6. Visualisasi Data - Peta Wilayah Kasus HIV AIDS - Grafik Kasus HIV/ ADIS berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu



Strategi Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Ke Bayi dan Kegiatan Pendukungnya ProgramSurveilens, imunisasis dan wabah bencana ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular kurang dari 24 jam. Prioritas penyakit menular harus ditanggulangi 100% sesuai dengan Permenkes nomor ;1501 Tahun 2010 adalah leptospirosis, hepatitis, demam berdarah dengue, Kolera, Pes, Campak, H1N1(Avian Influensa Baru, Antrak, Rabies, Polio, Pertusis, Difteri, Malaria, Maningitis, Yellow Fiver, chikungunya, dan penyakit menular tertentu lainya ; tubercolusis paru, HIV/AIDS, kusta, pneumonia, filariasis . Penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah BBLR, Kematian Ibu, Kematian Bayi/Neonatus, Anemia, Bumil Lila,Persalinan, BGM, Kwashiokort, 76



Marasmus, Gizi Buruk, dan lain-lain penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes melitus dan kanker. Rencana kerja indikatif berupa kegiatan pokok dalam rangka pelaksanaan program Surveilens, Imunisasi dan wabah bencana antara lain : 1. Penyelidikan Epidemiologi 2. Pelacakan, Peningkatan penemuan kasus penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan penanggulangan wabah dan KIPI 3. Penemuan secara pasif dan aktif melalui Penyeldikan epidemiologi / kunjungan lapangan penyakit 4. Pengambilan dan pengiriman sampel penyakit 5. Peningkatan Imunisasi 6. Melaksanakan vaksinasi balita dan anak sekolah 7. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko< 24 jam 8. Melaksanaan Pelatihan Siaga Bencana untuk tenaga Puskesmas dan Kabupaten B. TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN : 1. Tujuan : a. Menurunnya angka kesakitan, Kecacatan dan kematian akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular< 24 jam b. Merekomendasikan untuk Memutuskanmata rantai penularan penyakit c. Merekomendasikan untuk Meningkatkan perilaku masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan faktor risiko Penyakit Tidak Menular 2. Sasaran Kegiatan : Sasaran dalam pelaksanaan kegiatan, meliputi : a. Masyarakat b. Penderita c. Keluarga Penderita d. Petugas Kesehatan / Lintas Program / Lintas Sektoral C. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN Kegiatan yang dilaksanakan pada program surveilens, imunisasi dan wabah bencana terdiri dari : 1. Peningkatan Surveilens Epidemiologi dan penaggulangan wabah a. Tujuan :  Mencegah terjadinya penularan penyakit dan wabah penyakit  Mencegah, menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan angka kematian akibat penyakit menular dan tidak menular < 24 jam  Mencegah wabah penyakit menular dan tidak menular melalui penyeledikan epidemiologi  Merekomendasikan untuk melakukan pemutusan mata rantai penularan penyakitpada lintas program dan lintas sektor terkait  Melalukan Investigasi / kunjungan lapangan kelokasi terjangkit penyakit  Melakukan pengumpulan data, pengolahan dan menganalisa data dan membuat kesimpulan dan mendistribusikan kepada yang berkepentingan. b. Sasaran :  Masyarakat  Penderita  Keluarga Penderita  Petugas Kesehatan  Lintas Program dan Lintas Sektoral c. Kegiatan yang akan dilaksanakan : 77



1. Melakukan Pertemuan Surveilens, Siaga Bencana, Petugas /tim Pemeriksa haji tingkat Kabupaten dan Pertemuan Zona surveilens tingkat Kecamatan dan tingkat nagari bagi petugas kesehatan, kader kesehatan. 2. Pengambilan dan pengiriman sampel, kegiatan meliputi :  Kunjungan rumah kepada seluruh kepala keluarga& anggota keluarga  Pengambilan sampel  Pengiriman sampel 3. Penyeldikan epidemiologi / Penyelidikan KLB : Penemuan Kasus dini dilaksanakan di setiap Puskesmas, Pustu Pembantu, Polindes dan Rumah sakitdan dimasyarakat. Tujuan pokok dari penyelidikan KLB adalah untuk mengetahui cara mencegah penularan lebih lanjut dari penyebab penyakit. 4. Pelaksanaan Surveilans Terpadu Penyakit Surveilens Terpadu Penyakit merupakan proses kegiatan yang terus menerus dan sistematis yang membutuhkan dukungan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi serta dukungan sumber daya yang memadai, kegiatan penyelenggaraan Surveilens Terpadu meliputi :  Pengumpulan dan Pengolahan Data Data untuk Surveilens bersumber dari register rawat jalan, raway inap, Puskesmas Pembantu serta dari masyarakat  Analisa serta Rekomendasi Tindak lanjut Analisa dilakukan baik secara mingguan, bulanan maupun tahunan  Umpan Balik Mengirim umpan balik bualanan dan permintaan perbaikan data ke Puskesmas Pembantu dan jejaringnya.  Laporan 2. Peningkatan Imunisasi dan Pelayanan Imunisasi pada Anak Sekolah a. Tujuan :  Terlaksananya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan wabah  Turunnya angka PD3I melalui kegiatan BIAS dan Penanggulangan KIPI  Menurunkan AKI dan AKABA melalui PD3I  Memutus mata rantai penularan penyakit melalui Vaksinasi balita dan anak sekolah  Terjaringnnya Kasus KIPI dan Penanganan kasus KIPI 100%  Teraksananya Penyeleidikan Epedemiologi penemuan kasus tersangka penyakit menular sedini mungkin atau