Pemasaran Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah Opini



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



David Wijaya*)



Abstrak ewasa ini, persaingan antarsekolah semakin atraktif. Pemasaran untuk lembaga pendidikan mutlak diperlukan. Sekolah sebagai lembaga penyedia jasa pendidikan perlu belajar dan memiliki inisiatif untuk meningkatkan kepuasan pelanggan (siswa) karena pendidikan merupakan proses sirkuler yang saling mempengaruhi dan berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan strategi pemasaran jasa pendidikan untuk memenangkan kompetisi antar sekolah serta untuk meningkatkan akselerasi peningkatan kualitas dan profesionalisme manajemen sekolah.



D



Kata kunci: Pemasaran jasa pendidikan, daya saing sekolah, lembaga pendidikan Nowadays, an interscholastic competition is more attractive. Marketing for the educational institution is absolutely needed. School as an educational service institution requires learning and having initiative to increase customer satisfaction (student) because education represents a circular process which influences each other and have continuation. Therefore, service marketing strategy of education is needed to win interscholastic competition, and also to increase acceleration of quality improvement and management professionalism of school.



Pendahuluan Setiap kali kita mendengar kata pemasaran (marketing), maka pemikiran kita selalu tertuju kepada dunia bisnis. Hal ini wajar karena kata atau istilah marketing tersebut seringkali muncul dan berkembang di kalangan bisnis, baik bisnis jasa maupun bisnis manufaktur. Lalu, timbul pertanyaan apakah perlu memasarkan sekolah. Pemasaran untuk lembaga pendidikan (terutama sekolah) mutlak diperlukan. Pertama, sebagai lembaga nonprofit yang bergerak dalam bidang jasa pendidikan, untuk level apa saja, kita perlu meyakinkan masyarakat dan “pelanggan” (peserta didik, orang tua, serta pihak-pihak terkait lainnya) bahwa lembaga pendidikan



*) Dosen Universitas Krida Wacana Jakarta



42



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



yang kita kelola masih tetap eksis. Kedua, kita perlu meyakinkan masyarakat dan “pelanggan” bahwa layanan jasa pendidikan yang kita lakukan sungguh relevan dengan kebutuhan mereka. Ketiga, kita perlu melakukan kegiatan pemasaran agar jenis dan macam jasa pendidikan yang kita lakukan dapat dikenal dan dimengerti secara luas oleh masyarakat, apalagi “pelanggan” kita. Keempat, agar eksistensi lembaga pendidikan yang kita kelola tidak ditinggalkan oleh masyarakat luas serta “pelanggan” potensial. Dengan demikian, kegiatan pemasaran bukan sekedar kegiatan bisnis agar lembaga-lembaga pendidikan yang kita kelola mendapatkan peserta didik atau murid, melainkan juga merupakan bentuk tanggung jawab (accountability) kita kepada



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



masyarakat luas (publik) akan layanan jasa pendidikan yang telah, sedang, dan akan kita lakukan. Akhir-akhir ini, kita seringkali mendengar berbagai komentar tentang mutu pendidikan. Pada umumnya, komentar yang ada hanyalah sebatas wacana karena masyarakat melihat dan merasakan rendahnya mutu pendidikan tetapi sulit untuk membuktikan kebenaran dari komentar tersebut. Oleh karena itu, kita perlu mencari dari mana penyebab timbulnya wacana tersebut. Untuk membuktikan wacana tersebut, tidak cukup hanya menggunakan data Human Development Index (HDI) yang menjadi acuan untuk menunjukkan keadaan pendidikan kita dibandingkan negara lain. Data HDI tersebut tidak dapat menunjukkan keadaan pendidikan secara khusus karena variabel yang digunakan sebagai ukuran bukan hanya pendidikan, melainkan juga variabel kesehatan dan pendapatan per kapita. Beragam keluhan yang dilontarkan masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan terhadap mutu pelayanan pendidikan perlu ditanggapi. Oleh karena itu, sangatlah tidak adil kalau mutu seluruh lembaga pendidikan beserta keluarannya disamaratakan karena banyak lembaga pendidikan yang baik dengan keluarannya yang baik pula. Lembaga pendidikan tersebut menjadi idaman bagi pengguna jasa pendidikan. Hal ini dapat digunakan sebagai indikator bahwa masih banyak lembaga pendidikan yang dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan keinginan konsumennya (siswa) serta lembaga pendidikan tersebut menghasilkan keluaran yang didambakan oleh masyarakat. Dewasa ini, persaingan antarsekolah semakin atraktif. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya berbagai upaya kreatif dan inovatif dari para penyelenggara pendidikan untuk terus menggali “keunikan dan keunggulan” sekolahnya agar semakin dibutuhkan dan diminati oleh para pengguna jasa pendidikan. Masuknya sekolah-sekolah unggulan dengan kurikulum bertaraf internasional serta lahirnya sekolah negeri maupun sekolah swasta yang menawarkan beranekaragam keunggulan fasilitas, bahkan dengan biaya yang relatif terjangkau, akan menambah maraknya persaingan di dalam dunia pendidikan. Kegiatan pemasaran di dalam dunia pendidikan yang dulu dianggap tabu karena berbau bisnis dan cenderung profit oriented, sekarang sudah



dilakukan secara terbuka dan terang-terangan. Sekolah sebagai lembaga penyedia jasa pendidikan perlu belajar dan memiliki inisiatif untuk meningkatkan kepuasan pelanggan karena pendidikan merupakan proses sirkuler yang saling mempengaruhi dan berkelanjutan. Hal ini menjadi sinyal positif dalam hal peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan. Upaya sekolah untuk menggaet input yang lebih capable dan matang (calon siswa potensial) telah menjadi tuntutan yang wajib dipenuhi dalam rangka mendukung proses pembelajaran serta meningkatkan daya saing antar sekolah. Oleh karena itu, diperlukan strategi pemasaran jasa pendidikan untuk memenangkan kompetisi antar sekolah serta untuk meningkatkan akselerasi peningkatan kualitas dan profesionalisme manajemen sekolah. Definisi Jasa Dewasa ini, jasa pendidikan memegang peranan vital dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Akan tetapi, minat dan perhatian pada aspek kualitas jasa pendidikan dapat dikatakan baru berkembang dalam satu dekade terakhir ini. Keberhasilan jasa pendidikan dapat ditentukan dalam bentuk pemberian layanan yang berkualitas kepada para pengguna jasa pendidikan (siswa). Sebelum lebih jauh membahas mengenai pemasaran jasa pendidikan, maka terlebih dahulu akan dibahas mengenai pengertian jasa dari beberapa ahli sehingga pemasaran jasa pendidikan yang dimaksud dalam artikel ini dapat dipahami secara komprehensif. Menurut Lovelock (2004), jasa dapat didefinisikan sebagai berikut. 1. Tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu kelompok kepada kelompok lainnya. 2. Aktivitas ekonomi yang menciptakan nilai dan menyediakan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu. 3. Sesuatu yang dapat dibeli dan dijual. Senada dengan Lovelock, Zeithaml dan Bitner (2003) mengatakan bahwa jasa meliputi semua aktivitas ekonomi dengan output selain produk fisik atau konstruksi, yang pada dasarnya dikonsumsi dan diproduksi pada saat yang bersamaan, serta menyediakan nilai tambah (dalam bentuk kenyamanan, hiburan, ketepatan waktu, kesenangan, atau kesehatan) Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



43



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



yang pada hakekatnya tidak berwujud bagi para pembeli pertamanya. Sedangkan Kotler dan Keller (2006) mengemukakan pengertian jasa sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Pada bagian lain, Stanton (2002) mendefinisikan jasa sebagai aktivitas-aktivitas yang dapat diidentifikasi dan tidak berwujud yang merupakan obyek utama dari suatu transaksi yang dirancang untuk menyediakan kepuasan yang diinginkan oleh pelanggan. Lamb et al. (2001) memberikan pengertian jasa sebagai hasil dari usaha penggunaan manusia dan mesin terhadap sejumlah orang atau obyek. Jasa meliputi suatu perbuatan, kinerja, atau suatu upaya yang tidak dapat diproses secara fisik. Definisi jasa menurut Alex (2006) adalah suatu produk tidak berwujud yang melibatkan suatu perbuatan, kinerja, atau usaha yang secara fisik tidak dapat dimiliki. Komponen utama dari jasa adalah tidak berwujud, yang meliputi sewa barang, perubahan dan perbaikan barang yang dimiliki oleh pelanggan, dan jasa pribadi. Dari definisi yang dikemukakan oleh Lovelock, Zeithaml dan Bitner, Kotler dan Keller, Stanton, Lamb et al. dan Alex, maka dapat dikatakan bahwa jasa merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud, namun dapat dinikmati. Jasa merupakan tindakan atau perbuatan yang seringkali melibatkan hal-hal yang berwujud. Akan tetapi, jasa itu sendiri pada dasarnya tidak berwujud. Menurut Munir (1991), jasa adalah suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu yang diberikan kepada orang lain (dalam hal ini pelanggan) agar kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan mereka. Menurut Siagian (1998), jasa secara umum adalah upaya untuk memberikan kesenangankesenangan kepada pelanggan dengan adanya kemudahan-kemudahan agar pelanggan dapat memenuhi kebutuhannya. Dari definisi yang dikemukakan oleh Munir dan Siagian, maka dapat dikatakan bahwa jasa merupakan suatu kegiatan yang dilakukan



44



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



untuk memberikan manfaat bagi pelanggan yang sesuai dengan harapan pelanggan. Dari pengertian jasa yang telah dikemukakan oleh beberapa penulis di atas, maka dapat dikatakan bahwa jasa merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi untuk memberikan manfaat bagi pelanggan. Jasa merupakan tindakan atau perbuatan yang seringkali melibatkan hal-hal yang berwujud. Akan tetapi, jasa itu sendiri pada dasarnya tidak berwujud. Pada dasarnya, produk yang dihasilkan oleh sekolah adalah jasa pendidikan dan lulusan, yang disajikan kepada pelanggannya, yaitu siswa. Jasa pendidikan terbagi atas jasa kurikuler, penelitian, pengembangan kehidupan bermasyarakat, ekstrakurikuler, dan administrasi. Bentuk jasa pendidikan tersebut hendaknya sejalan dengan permintaan pasar atau keinginan pasar yang diikuti oleh kemampuan dan kesediaan dalam membeli jasa pendidikan. Sekolah hendaknya dapat berorientasi kepada kepuasan pelanggannya. Jasa pendidikan merupakan jasa yang bersifat kompleks karena bersifat padat karya dan padat modal. Padat karya berarti dibutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus dalam bidang pendidikan, sedangkan padat modal berarti membutuhkan infrastruktur pendidikan yang lengkap dan mahal.



Klasifikasi Jasa Pengelompokkan jasa akan membantu kita dalam memahami manajemen jasa. Untuk menunjukkan beberapa masalah umum yang terjadi secara lintas sektoral, Schmenner (1986) mengelompokkan jasa ke dalam matriks proses jasa. Di dalam matriks ini, jasa diklasifikasikan menjadi dua dimensi yang secara signifikan mempengaruhi karakter proses penyampaian jasa, yaitu: 1. Dimensi vertikal Dimensi vertikal ini mengukur tingkat intensitas tenaga kerja, yaitu rasio antara biaya tenaga kerja terhadap biaya modal. Oleh karena itu, jasa ini memerlukan modal yang besar, seperti rumah sakit, yang berada di posisi baris bawah karena investasi awal yang berupa gedung rumah sakit beserta segala fasilitas dan peralatannya jauh diatas biaya tenaga kerja. Sementara itu, jasa



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



yang bersifat padat karya seperti sekolah, berada di posisi baris atas karena biaya tenaga kerjanya relatif lebih besar daripada kebutuhan modal kerjanya. 2. Dimensi horizontal Dimensi horizontal ini mengukur tingkat interaksi dan kustomisasi pelanggan, dimana variabel pemasaran yang menggambarkan kemampuan pelanggan itu mempengaruhi sifat-sifat jasa yang disampaikan kepadanya. Jika dibandingkan dengan jasa yang dikustomisasi, jasa yang distandarisasi memerlukan sedikit interaksi antara pelanggan dengan penyedia jasa. Misalnya, interaksi antara tamu hotel dengan duty manager tidak sebesar interaksi antara dokter dengan pasiennya. Itulah sebabnya maka pada matriks di bawah ini, terlihat bahwa hotel berada pada kolom kiri bawah, sedangkan dokter berada pada kolom kanan atas. Pada matriks strategi dalam Gambar 1 di bawah ini, jasa dikelompokkan ke dalam empat kuadran yang masing-masing diberi nama untuk menggambarkan sifat jasa yang diilustrasikan.



beberapa jasa yang dapat dikustomisasi, tetapi hal ini masih dilakukan di dalam lingkungan dengan modal yang tinggi, seperti rumah sakit dan bengkel mobil. 3. Jasa massal (mass service) Pelanggan jasa massal akan menerima jasa yang seragam, yang dibuat dengan konsep padat karya, seperti sekolah, pedagang eceran, dan pedagang grosir. 4. Jasa profesi (professional service) Pelanggan jasa profesi akan menerima layanan khusus dari para spesialis dan bentuk layanannya berbeda-beda untuk setiap individu pelanggan, seperti arsitek, konsultan bisnis, akuntan, dan dokter. Kotler dan Keller (2006) mengklasifikasikan industri jasa menjadi 4 sektor, yaitu: 1. Sektor pemerintah, yang berada pada bisnis jasa, meliputi pengadilan, pelayanan ketenagakerjaan, rumah sakit, lembaga pemberi pinjaman, militer, kepolisian, pemadam kebakaran, kantor pos, lembaga pembuat peraturan, dan sekolah. 2. Sektor nirlaba swasta, yang berada pada bisnis jasa, meliputi museum, badan amal, gereja, perguruan tinggi, yayasan, dan rumah sakit. 3. Sektor bisnis, yang berada Gambar 1: Matriks Proses Jasa pada bisnis jasa, meliputi Tingkat interaksi dan kustomisasi perusahaan penerbangan, bank, jasa komputer, hotel, Mass Service Professional Service perusahaan asuransi, konsulTinggi tan hukum, konsultan manajeSekolah Dokter P e d a g a n g e c e r a n K o n s u l t a n b i s n i s men, praktek dokter, perusaTingkat intensitas tenaga kerja haan film, dan perusahaan real Service Factory Service Shop estat. R en d ah Maskapai penerbangan Rumah sakit 4. Sektor manufaktur, yang Hotel Bengkel mobil merupakan penyedia jasa, R en d ah Tinggi meliputi operator komputer, akuntan, dan staf hukum.



Berdasarkan matriks di atas, jasa dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori sebagai berikut. 1. Pabrik jasa (service factory) Seperti halnya suatu pabrik, pabrik jasa menyediakan jasa yang telah terstandarisasi dan pada umumnya memerlukan investasi yang tinggi, seperti maskapai penerbangan dan hotel. 2. Toko jasa (service shop) Seperti halnya barang-barang yang dijual di sebuah toko, toko jasa menyediakan



Karakteristik Jasa Pada dasarnya, jasa merupakan sesuatu yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain yang sifatnya tidak berwujud dan tidak memiliki dampak perpindahan hak milik. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan karakteristik jasa yang perlu dipertimbangkan dalam merancang program pemasaran. Karakteristik jasa pendidikan di bawah ini diadaptasi dari pernyataan Tjiptono (2000) yang mengatakan bahwa jasa secara umum memiliki karakteristik utama sebagai berikut.



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



45



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



1. Intangibility (Tidak Berwujud) Jasa pendidikan tidak berwujud sehingga menyebabkan para pengguna jasa pendidikan tidak dapat melihat, mencium, mendengar, dan merasakan hasil pendidikan sebelum mereka mengkonsum-sinya (menjadi subsistem lembaga pendidikan). Akan tetapi, jika para pengguna jasa pendidikan telah mengkonsumsi jasa pendidikan, atau dengan kata lain, mereka telah menjadi lulusan lembaga pendidikan, mereka dapat merasakan dan melihat hasil keluaran pendidikan yang telah mereka terima. Oleh karena itu, tugas dari para pemasar jasa pendidikan adalah mentransformasi jasa pendidikan yang tidak berwujud menjadi manfaat pendidikan (lulusan) yang konkret. Untuk menghindari ketidakpastian, maka para pengguna jasa pendidikan akan mencari tanda atau informasi tentang kualitas jasa pendidikan tersebut. Tanda atau informasi tersebut dapat diperoleh berdasarkan letak lokasi lembaga pendidikan, lembaga pendidikan penyelenggara, peralatan dan alat komunikasi yang digunakan, serta besarnya biaya yang ditetapkan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan lembaga pendidikan untuk meningkatkan calon pengguna jasa pendidikan, yaitu sebagai berikut. a. Meningkatkan visualisasi jasa pendidikan yang tidak berwujud menjadi jasa pendidikan yang berwujud. b. Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga pendidikan). c. Menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga pendidikan (education brand name). d. Memakai nama seseorang yang sudah dikenal untuk meningkatkan kepercayaan konsumen (pengguna jasa pendidikan). 2. Inseparability (Tidak Dapat Dipisahkan) Jasa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, yaitu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa tersebut. Artinya, jasa pendidikan dihasilkan dan dikonsumsi secara serempak (simultan) pada waktu yang bersamaan. Jika peserta didik membeli jasa, maka mereka akan berhadapan langsung dengan penyedia jasa pendidikan.



46



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



Dengan demikian, jasa pendidikan lebih diutamakan penjualannya secara langsung dengan skala operasi yang terbatas. Oleh karena itu, lembaga pendidikan dapat menggunakan strategi bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih cepat, atau melatih para penyaji jasa agar mereka mampu membina kepercayaan para pelanggannya (peserta didik). 3. Variability (Bervariasi) Jasa pendidikan bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, yaitu banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenisnya tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa pendidikan, yaitu: a. Partisipasi pelanggan (peserta didik) selama penyampaian jasa pendidikan. b. Moral atau motivasi guru dalam melayani pelanggan (peserta didik). c. Beban kerja sekolah. 4. Perishability (Tidak Tahan Lama) Jasa pendidikan merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Sifat tidak tahan lama berarti jasa tidak dapat dimasukkan ke dalam gudang atau dijadikan persediaan. Dalam bidang pendidikan, sifat tidak tahan lama ini dapat dijelaskan dengan kondisi kosongnya kelas atau tidak adanya siswa di kelas sehingga menyebabkan hilangnya pendapatan sekolah. Sedangkan sifat tidak dapat disimpan berarti jasa tersebut bersifat mudah lenyap. Dalam bidang pendidikan, sifat tidak dapat disimpan dapat dijelaskan dengan kondisi sekolah yang banyak memiliki guru karena adanya permintaan jasa pendidikan sewaktu kegiatan belajar yang padat jika dibandingkan dengan permintaan jasa pendidikan yang cukup merata setiap hari di sekolah. Apabila diperhatikan batasan dan karakteristik jasa pendidikan yang telah diutarakan di atas, maka ternyata dunia pendidikan merupakan bagian dari batasan tersebut. Dengan demikian, lembaga pendidikan termasuk dalam kategori lembaga pemberi jasa para konsumen, dalam hal ini adalah siswa dan orang tua siswa. Mereka inilah yang berhak memberikan penilaian apakah bermutu atau tidaknya suatu output lembaga pendidikan.



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



Tantangan Pengelola Jasa Pengelola jasa dalam kategori jasa apapun mempunyai tantangan yang serupa. Agar dapat bertahan dalam situasi ekonomi yang turbulen, maka jasa yang memerlukan investasi yang besar seperti rumah sakit perlu mengikuti perkembangan teknologi. Selain itu, juga diperlukan manajer khusus untuk mengatur penggunaan semua peralatan rumah sakit yang dimiliki. Sementara itu, manajer dari industri jasa yang sangat mengandalkan kemampuan individual seperti profesi konsultan atau dokter, harus lebih berkonsentrasi pada hal-hal pribadi. Tingkat kustomisasi pelanggan mempengaruhi kemampuan untuk mengendalikan kualitas jasa yang disampaikan dari persepsi jasa yang diterima pelanggan. Schmenner (1986) menunjukkan berbagai tantangan yang dihadapi pengelola jasa dalam setiap proses jasanya pada Gambar 2 di bawah ini.



Kepala sekolah selaku pengelola jasa massal (mass service) dihadapkan kepada berbagai tantangan sebagai berikut. 1. Melakukan Rekrutmen Guru dan Staf Sekolah Gorton (1976) mengatakan bahwa tujuan dari rekrutmen pegawai adalah menyediakan calon pegawai yang betulbetul baik (surplus of candidates) dan yang paling memenuhi kualifikasi (most qualified and oustanding individuals) untuk sebuah posisi. Dalam rangka mendapatkan calon guru dan staf sekolah yang profesional, paling memenuhi kualifikasi, dan menjanjikan untuk menduduki posisi tertentu tidak mudah. Oleh karena itu, Bafadal (2003) mengemukakan beberapa prinsip yang harus dipegang teguh baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan rekrutmen guru dan staf sekolah, yaitu sebagai berikut.



Tantangan pengelola jasa (intensitas tenaga kerja tinggi): 1. Rekrutmen 2. Pelatihan 3. Pengembangan 4. Pengendalian 5. Kesejahteraan karyawan 6. Pertumbuhan usaha Tantangan pengelola jasa (interaksi dan kustomisasi rendah): 1. Pemasaran dan promosi 2. Menyajikan jasa yang “hangat” 3. Memperhatikan lingkungan fisik di sekitarnya 4. Membuat SOP



Mass Service Service Factory



Professional Service Service Shop



Tantangan pengelola jasa (interaksi dan kustomisasi tinggi): 1. Mencegah kenaikan harga 2. Mempertahankan kualitas 3. Cepat tanggap 4. Mengatur SDM 5. Organisasi flat 6. Loyalitas karyawan



Tantangan pengelola jasa (intensitas tenaga kerja rendah): 1. Menentukan modal kerja 2. Mengikuti perkembangan teknologi 3. Mengatur permintaan 4. Jadwal penyampaian jasa



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



47



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



a.



2.



3.



48



Rekrutmen guru dan staf sekolah harus dirancang secara matang agar dapat memenuhi kebutuhan. b. Rekrutmen guru dan staf sekolah harus dilakukan secara obyektif. c. Agar mendapat calon guru dan staf sekolah yang profesional, maka sebaiknya materi seleksi pegawai baru harus komprehensif mencakup semua aspek persyaratan yang harus dimiliki oleh calon guru dan staf sekolah. Mengadakan Program Pelatihan Guru dan Staf Sekolah Dalam rangka memberdayakan guru dan staf sekolah agar memiliki kemampuan dan sifat-sifat jasa pendidikan berkualitas, maka perlu diadakan program pelatihan guru dan staf sekolah yang meliputi sebagai berikut: a. Program Pendidikan Prajabatan Program pendidikan prajabatan meliputi ketentuan mengenai pendidikan minimum calon guru dan staf sekolah serta prosedur seleksi calon guru dan staf sekolah yang memperhatikan aspek kebutuhan obyektif (kualitas dan kuantitas) serta keterbukaan (semua informasi tentang penerimaan tenaga guru dan staf sekolah harus disampaikan kepada masyarakat luas dan jelas). b. Program Pendidikan dan/atau Pelatihan dalam Jabatan Program pendidikan dan/atau pelatihan dalam jabatan meliputi orientasi jabatan, pelatihan dalam jabatan, dan pendidikan dalam jabatan yang memperhatikan aspek kebutuhan obyektif, keterbukaan, serta pemanfaatan (memanfaatkan tenaga guru dan staf sekolah yang telah mengikuti program pendidikan dan/ atau pelatihan dalam jabatan). Mengadakan Program Pengembangan Guru dan Staf Sekolah Tahapan dalam program pengembangan guru dan staf sekolah (Bafadal, 2003): a. Mengidentifikasi kekurangan, kelemahan, kesulitan, atau masalahmasalah yang seringkali dimiliki atau dialami oleh guru dan staf sekolah. b. Menetapkan program pengembangan yang sekiranya diperlukan untuk mengatasi kekurangan, kelemahan, Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



4.



kesulitan, dan masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami oleh guru dan staf sekolah. c. Merumuskan tujuan dari program pengembangan yang diharapkan dapat dicapai pada akhir program pengembangan. d. Menetapkan serta merancang materi dan media yang akan digunakan dalam program pengembangan. e. Menetapkan serta merancang metode dan media yang akan digunakan dalam program pengembangan. f. Menetapkan bentuk dan mengembangkan instrumen penilaian yang akan digunakan dalam mengukur keberhasilan program pengembangan. g. Menyusun dan mengalokasikan anggaran dari program pengembangan. h. Melaksanakan program pengembangan sesuai dengan materi, metode, dan media yang telah ditetapkan dan dirancang sebelumnya. i. Mengukur keberhasilan dari program pengembangan. j. Menetapkan program tindak lanjut pengembangan guru dan staf sekolah di masa mendatang. Mengendalikan Seluruh Kegiatan Sekolah Untuk mengetahui kondisi yang perlu diteliti kepala sekolah selaku supervisor, maka kita perlu menjawab pertanyaan sebagai berikut (Suryosubroto, 2004): a. Bagaimana keadaan gedung sekolah? Apakah sudah baik dan memenuhi syarat atau sudah rusak? Bagaimana usaha perbaikannya? b. Apakah perlengkapan sekolah dan alat-alat pelajaran cukup dan memenuhi persyaratan filosofis, psikologis, dan didaktis? Jika belum, apa kurangnya? Bagaimana usaha untuk mencukupinya? c. Bagaimana keadaan gurunya? Apakah terlalu banyak wanitanya? Apakah terlalu banyak guru honorer daripada guru tetap? Apakah ada kemungkinan usaha untuk menjaga keadaan dengan sebaik-baiknya? d. Bagaimana semangat kerja guru dan pegawai sekolah? Apakah banyak pegawai dan guru yang malas?



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



5.



Bagaimana absensi/presensi mereka? Apa yang menjadi sebabnya? e. Bagaimana cara guru mengajar? Apakah sesuai dengan kurikulum yang berlaku? Adakah usaha mereka untuk selalu memperbaiki dan mencoba metode-metode mengajar yang baik? f. Bagaimana hasil pelajaran dan pendidikan siswa? Apakah terlihat adanya kemajuan/perbaikan dari setiap triwulan atau semester dari tahun ke tahun? g. Bagaimana usaha yang dilakukan untuk memperbaiki serta meningkatkan cara kerja dan mutu guru? Apakah dengan usaha menambah kesejahteraan mereka? Apakah dengan mengadakan kunjungan kelas pada waktu mereka mengajar, rapat, sanggar kerja (workshop), pelatihan staf, atau up-grading? h. Bagaimana sikap dan perasaan tanggung jawab guru dalam partisipasinya terhadap pembinaan dan kemajuan sekolah? Adakah sikap dan sifat kepemimpinan dari kepala sekolah yang kurang sesuai sehingga mempengaruhi situasi kehidupan sekolah pada umumnya? Meningkatkan Kesejahteraan Guru dan Staf Sekolah Ada delapan hal yang diinginkan guru melalui kerjanya, yaitu rasa aman dan hidup layak, kondisi kerja yang menyenangkan, rasa diikutsertakan, perlakuan yang wajar dan jujur, rasa mampu, pengakuan dan penghargaan atas sumbangan, ikut ambil bagian dalam pembentukan kebijakan sekolah, serta kesempatan untuk mempertahankan “self respect” (Wiles, 1955). Delapan kebutuhan tersebut dapat dikembangkan menjadi itemitem pertanyaan untuk mengukur kepuasan kerja guru, yaitu antara lain: a. Bagaimana kepuasan guru terhadap gaji yang diperoleh? b. Apakah gaji yang diperoleh guru dapat memenuhi kebutuhan pokoknya? c. Bagaimana kepuasan guru terhadap keadaan kondisi kerja di sekolah?



d.



Bagaimana kepuasan guru terhadap partisipasinya dalam kegiatan sekolah? e. Bagaimana kepuasan guru terhadap perlakuan kepala sekolah? f. Dan sebagainya. 6. Melakukan Strategi Pertumbuhan Usaha di Sekolah Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan usaha di sekolah, sekolah perlu menciptakan dirinya sebagai sekolah yang efektif. Lockheed (1990) menyatakan bahwa sekolah yang efektif memiliki karakteristik sebagai berikut. a. Komunikasi yang lebih terbuka: komunikasi antara stakeholders meningkat. b. Pengambilan keputusan bersama: stakeholders mengalami lebih banyak tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. c. Memperhatikan kebutuhan guru: perhatian dan kemampuan sekolah terhadap kebutuhan guru dapat memberikan motivasi pada guru. d. Memperhatikan kebutuhan siswa: sekolah yang memperhatikan kebutuhan siswanya akan lebih diterima oleh siswa, orang tua, dan masyarakat. e. Keterpaduan antara sekolah dengan masyarakat: sekolah mempunyai peran sosial yang penting dalam masyarakat. Oleh karena itu, kepala sekolah selaku pengelola jasa massal sekolah menghadapi berbagai tantangan seperti melakukan rekrutmen guru dan staf sekolah, mengadakan program pelatihan guru dan staf sekolah, mengadakan program pengembangan guru dan staf sekolah, mengendalikan seluruh kegiatan sekolah, meningkatkan kesejahteraan guru dan staf sekolah, serta melakukan strategi pertumbuhan usaha di sekolahnya dalam rangka meningkatkan daya saing sekolah.



Pemasaran Jasa Pendidikan Fungsi pemasaran pada organisasi yang berorientasi laba (perusahaan) dengan organisasi nirlaba (sekolah) sangat berbeda.



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



49



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



Perbedaan yang nyata terletak pada cara organisasi dalam memperoleh sumber dana yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasi. Perusahaan memperoleh modal pertamanya dari para investor atau pemegang saham. Jika perusahaan telah beroperasi, dana operasional perusahaan terutama diperoleh dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Dalam hal ini, perusahaan hanya menghadapi satu unsur pokok, yaitu konsumen. Jika produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat memuaskan para konsumennya, maka transaksi akan terjadi dan perusahaan mempunyai dana untuk dapat melanjutkan aktivitas operasionalnya. Sebaliknya, organisasi nirlaba (sekolah) memperoleh dana dari sumbangan para donatur atau lembaga induk yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. Sebagai akibatnya, dalam sekolah timbul transaksi tertentu yang jarang terjadi dalam perusahaan, yaitu penerimaan sumbangan. Dengan anggaran yang diperolehnya itu, sekolah menghasilkan jasa yang ditawarkan kepada konsumennya (siswa). Berbeda dengan perusahaan, apabila jasa yang dihasilkan sekolah ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan siswanya, maka para donatur masih mungkin akan memberi dana lagi jika para donatur masih menganggap sekolah itu baik. Sebaliknya, meskipun jasa yang dihasilkan oleh sekolah itu sesuai dengan kebutuhan dan keinginan siswanya, itu belum menjamin bahwa anggaran para donatur untuk sekolah itu akan meningkat. Konsekuensi dari perbedaan perusahaan dengan sekolah tersebut adalah bahwa ukuran keberhasilan perusahaan dan sekolah itu berbeda. Perusahaan yang pada dasarnya berorientasi terhadap laba akan dianggap sukses jika berhasil meraup untung yang besar. Sebaliknya, pada sekolah, meskipun berhasil memperoleh dana yang lebih besar dari para donatur, mungkin saja sekolah tersebut gagal dalam memanfaatkan sumber daya tersebut secara efektif dan efisien bagi pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswanya. Oleh karena itu, kemampuan sekolah dalam memperoleh sumber daya tidak dapat dijadikan ukuran keberhasilan organisasi sekolah. Dengan demikian, keberhasilan sekolah harus diukur dari sejauh mana jasa yang dihasilkan oleh



50



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



sekolah tersebut telah memenuhi kebutuhan dan keinginan siswanya. Menurut Kotler dan Fox (1995), institusi pendidikan memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Hubungan timbal balik ini terkait erat dengan teori pertukaran sosial. Institusi pendidikan memerlukan berbagai macam sumber daya (seperti para siswa, dana, sukarelawan, waktu, dan energi), dan sebagai imbalannya menawarkan pelayanan dan kepuasan. Hal ini sangat bervariasi tergantung pada jenis institusinya. Misalnya, sekolah menyediakan jasa pemeliharaan dan perawatan anak (custodial care), jasa kemasyarakatan, serta penyiapan murid untuk ujian negara. Ada lima bidang pertukaran utama dalam suatu lingkungan institusi pendidikan, yaitu: 1. Lingkungan internal, yaitu kelompokkelompok di dalam organisasi sekolah. 2. Lingkungan pasar, yaitu kelompokkelompok yang menyediakan sumber daya bagi organisasi sekolah. 3. Lingkungan publik, yaitu masyarakat yang pandangannya dapat mempengaruhi organisasi sekolah dan cara kerja organisasi sekolah. 4. Lingkungan kompetitif, yaitu institusiinstitusi pendidikan yang bersaing di dalam pasar dan/atau untuk mendapatkan dukungan masyarakat. 5. Lingkungan makro, yaitu kerangka kebijakan dan administratif yang lebih luas di mana organisasi sekolah diselenggarakan. Joewono (2008) menjelaskan pengertian pemasaran jasa sebagai suatu konsep pemasaran yang mendefinisikan bahwa organisasi harus lebih peduli terhadap apa yang dirasakan konsumen dibanding apa yang dipikirkan konsumen tentang produk/jasa yang mereka tawarkan. Di dalam pemasaran jasa, lebih penting mengetahui bagaimana cara menawarkan produk/jasa daripada apa yang ditawarkan produk/jasa. Jadi, pemasaran jasa bertujuan untuk menciptakan memorable experience bagi konsumen. Konsep “7n1” Trustworthy Excellent Service yang dikemukakan Joewono (2008) dapat diaplikasikan dalam rangka memberikan layanan pendidikan berkualitas, yaitu: 1. Memahami Guru harus memahami kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi siswa sehingga



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



menjadi dasar awal dalam pemberian layanan pendidikan berkualitas. 2. Menyambut Guru harus menunjukkan perhatian kepada siswa dengan cara menyambutnya melalui sapaan, anggukan, jabat tangan, atau cara lainnya sehingga membangun simpati awal siswa serta memberi kesan bahwa dirinya menghargai siswanya. 3. Tanggap Guru harus tanggap kalau ada kebutuhan layanan siswa yang perlu direspon. 4. Menyelesaikan masalah Guru harus memberikan layanan pendidikan berkualitas seperti menyelesaikan masalah pendidikan, sehingga ketika muncul masalah pendidikan, masalah pendidikan tersebut dapat mudah diselesaikan. 5. Merekonstruksi Layanan pendidikan harus dilakukan sebagai bagian dari proses rekonstruksi menuju terbentuknya hubungan baik antara sekolah dengan siswanya. 6. Mengedukasi Guru yang “memberi” bukan “menggurui” menjadi inspirasi untuk memberikan informasi, termasuk ketika siswa komplain atas kegagalan layanan pendidikan. 7. Mewakili Makna “mewakili” siswa berarti guru menjadi ambassador siswa di dalam proses pengambilan keputusan di sekolah, khususnya yang terkait dengan siswa. 8. Menghargai Guru yang menghargai siswa merupakan faktor penggerak kehidupan sekolah menuju keunggulan bersaing sekolah yang berkelanjutan di masa depan. Dalam rangka memberikan layanan pendidikan yang berkualitas, guru harus dapat memahami, menyambut, menanggapi, menyelesaikan masalah, merekonstruksi, mengedukasi, mewakili, serta menghargai konsumennya (siswa).



Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan Dalam memasarkan produk atau jasa yang dihasilkannya, setiap organisasi menjalankan strategi pemasaran sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Kotler dan Amstrong (1997), ada tiga tahap yang dapat



ditempuh untuk menetapkan strategi pemasaran, yaitu sebagai berikut. 1. Memilih konsumen yang dituju. 2. Mengidentifikasi keinginan konsumen. 3. Menentukan bauran pemasaran. Penentuan strategi pemasaran harus didasarkan atas analisa lingkungan eksternal dan internal organisasi. Faktor-faktor eksternal yang dapat menimbulkan adanya peluang atau ancaman bagi organisasi terdiri dari: keadaan pasar, persaingan, teknologi, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan peraturan. Sedangkan faktor-faktor internal menunjukkan adanya keunggulan atau kelemahan organisasi, meliputi: keuangan, produksi, SDM, serta khususnya bidang pemasaran yang terdiri dari produk, harga, distribusi, promosi, dan jasa. Analisis tersebut merupakan penilaian apakah strategi pemasaran yang telah ditetapkan dan dijalankan sesuai dengan keadaan pada saat ini. Hasil penilaian tersebut digunakan sebagai dasar untuk menentukan apakah strategi yang sedang dijalankan perlu diubah serta untuk menyusun atau menentukan strategi yang akan dijalankan di masa mendatang. Menurut Mc.Carthy (1998), strategi pemasaran adalah pasar sasaran dan bauran pemasaran yang terkait. Dia juga mengatakan bahwa setiap langkah yang dilakukan dalam memformulasikan strategi pemasaran harus diorientasikan kepada upaya untuk mencapai kepuasan pelanggan. Ini berarti bahwa proses yang ditempuh oleh setiap pihak dapat bermacam-macam sesuai dengan kesanggupan dan karakteristik masing-masing, tetapi tujuan akhirnya akan bermuara pada kepuasan pelanggan. Di dalam strategi pemasaran, ada beberapa dimensi yang perlu diperhitungkan dan diketahui untuk mengurangi dampak ketidakpastian dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi pemasaran tersebut, antara lain: 1. Dimensi keterlibatan manajemen puncak Keterlibatan manajemen puncak (pimpinan sekolah) merupakan keharusan, karena hanya pada tingkat manajemen puncak akan tampak segala bentuk implikasi dari berbagai tantangan serta tuntutan lingkungan internal dan eksternal sekolah serta pada tingkat manajemen puncaklah terdapat cara pandang yang holistik dan komprehensif tentang sekolah. Selain itu, hanya manajemen puncak yang memiliki Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



51



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



2.



3.



4.



52



wewenang untuk mengalokasikan dana, prasarana, dan sumber daya lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan sekolah yang telah diputuskan. Atau dengan kata lain, peranan manajemen puncak sangat penting dalam merencanakan dan menentukan strategi pemasaran yang terdiri dari visi, misi, dan tujuan sekolah (Siagian, 2001). Dimensi waktu dan orientasi masa depan Sekolah seharusnya mempertahankan strategi pemasaran jasa pendidikan untuk mengembangkan eksistensi sekolah yang berpandangan jauh ke depan dan berperilaku proaktif serta antisipatif terhadap kondisi masa depan sekolah yang diprediksi akan dihadapinya. Antisipasi terhadap sekolah di masa depan tersebut dirumuskan dan ditetapkan sebagai visi sekolah yang akan diwujudkan di masa yang akan datang. Dengan adanya sikap proaktif dan antisipatif, manajemen puncak (pimpinan sekolah) akan lebih siap menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan sekolah yang akan terjadi sehingga tidak menghadapi situasi mendadak (Nawawi, 2000). Dimensi lingkungan internal dan eksternal Dimensi lingkungan internal dan eksternal sekolah merupakan suatu kondisi yang sedang dihadapi seperti: kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang harus diketahui secara tepat untuk merumuskan rencana strategi pemasaran jasa pendidikan jangka panjang. Dalam kondisi tersebut, manajemen puncak (pimpinan sekolah) perlu melakukan analisis yang obyektif agar dapat menentukan kemampuan sekolah berdasarkan berbagai sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian, pimpinan sekolah harus memahami kondisi lingkungan internal dan eksternal sekolah serta mampu meletakkan berbagai pendekatan dan teknik untuk merumuskan strategi pemasaran jasa pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. (Nawawi, 2000). Dimensi konsekuensi dari isu strategi Dalam mengimplementasikan strategi pemasaran jasa pendidikan, kita harus menempatkan organisasi sekolah sebagai suatu sistem pendidikan. Oleh karena itu, setiap keputusan strategi pemasaran jasa pendidikan yang dilaksanakan harus dapat menjangkau semua komponen atau unsur Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



organisasi sekolah, baik sumber daya maupun satuan kerja seperti departemen, divisi, biro, seksi, dan sebagainya. (Siagian, 2001). Menurut Siagian (2001), ada beberapa faktor yang menjadi pendukung dalam merumuskan strategi agar suatu organisasi dapat tetap eksis, tangguh dalam menghadapi perubahan, serta mampu meningkatkan efektifitas dan produktifitas. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Tipe dan struktur organisasi Tipe dan struktur organisasi sekolah yang dipilih harus berkaitan dengan kepribadian sekolah tersebut karena setiap sekolah mempunyai kepribadian yang khas. Di dalam struktur organisasi sekolah harus terdapat beberapa unsur seperti spesialisasi kerja, standarisasi kerja, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pengambilan keputusan. Empat faktor utama yang harus diperhatikan pimpinan sekolah dalam menentukan struktur organisasi sekolah, yaitu: strategi sekolah yang ditetapkan, teknologi pendidikan yang digunakan, SDM yang terlibat, dan ukuran organisasi sekolah. Oleh karena itu, pimpinan sekolah harus memilih dengan tepat mengenai tipe dan struktur organisasi sekolah yang akan digunakan dalam menentukan strategi sekolah. 2. Gaya kepemimpinan Di dalam teori kepemimpinan terdapat beberapa tipologi kepemimpinan, yaitu tipe otokratik, paternalistik, laissez faire, demokratik, dan kharismatik. Namun demikian, tidak ada satu tipepun yang sesuai dan dapat digunakan secara konsisten pada semua jenis sekolah. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan membaca situasi sekolah dalam menentukan gaya kepemimpinan sekolah sebagai suatu faktor yang harus diperhitungkan dalam menerapkan strategi sekolah. 3. Kompleksitas lingkungan eksternal Lingkungan eksternal sekolah bergerak dinamis. Gerakan dinamis tersebut berpengaruh pada cara mengelola sekolah serta dalam merumuskan dan menetapkan strategi sekolah. Oleh karena itu, melalui analisis lingkungan eksternal sekolah, sekolah dapat melakukan strategi pengkaderan organisasi sekolah yang dapat ditetapkan untuk mendayagunakan



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



kekuatan serta mengatasi kelemahan sekolah dalam memanfaatkan peluang dan menghadapi tantangan yang terjadi. 4. Hakikat masalah yang dihadapi Strategi merupakan keputusan dasar yang diambil oleh manajemen puncak (pimpinan sekolah) melalui berbagai analisis dan perhitungan terhadap lingkungan internal dan eksternal sekolah. Oleh karena itu, keputusan yang diambil pimpinan sekolah akan menentukan kesinambungan sekolah pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Seperti yang telah dikemukakan oleh Porter (1980) yang menjelaskan bahwa ada tiga macam strategi pemasaran sebagai strategi bersaing, yaitu: 1. Diferensiasi, yaitu strategi sekolah dalam memberikan penawaran yang berbeda dibandingkan dengan penawaran yang diberikan oleh pesaing. Strategi diferensiasi ini mengisyaratkan sekolah mempunyai jasa yang mempunyai kualitas ataupun fungsi yang bisa membedakan dirinya dengan pesaingnya. Strategi diferensiasi dilakukan dengan cara menciptakan persepsi terhadap nilai tertentu pada konsumennya. Misalnya persepsi terhadap keunggulan kerja, inovasi produk, pelayanan yang lebih baik, citra merek yang lebih unggul, dan sebagainya. 2. Keunggulan biaya, yaitu strategi sekolah dalam mengefisienkan seluruh biaya operasionalnya sehingga menghasilkan jasa yang bisa dijual lebih murah dibandingkan pesaingnya. Strategi keunggulan biaya ini berfokus pada harga, jadi biasanya sekolah tidak terlalu peduli dengan berbagai faktor pendukung dari jasa ataupun harga. Misalnya, biaya sekolah yang murah biasanya mengandalkan strategi harga. Pihak penyelenggara sekolah tersebut biasanya tidak peduli dengan kenyamanan siswa pada waktu belajar, bahkan juga dengan kebersihan, karena bagi mereka yang penting bisa menawarkan jasa dengan harga yang sangat bersaing. 3. Fokus, yaitu strategi sekolah dalam menggarap satu target pasar tertentu. Strategi fokus biasanya dilakukan untuk jasa yang memang mempunyai karakteristik khusus. Misalnya, sekolah Kristen yang



hanya ditargetkan bagi siswa Kristiani sehingga semua jasanya memberikan manfaat dan fungsi yang disesuaikan dengan ajaran agama Kristen. Kotler dan Fox (1995) memberikan tiga unsur yang diperlukan untuk membuat strategi pemasaran, yaitu: 1. Strategi Target Pasar, yang memutuskan segmen pasar mana yang akan menjadi target pasarnya. Segmen pasar tersebut mungkin terfokus pada segmen di mana permintaan melebihi penawaran. Dalam hal ini, sekolah perlu membagi pasar pendidikan menurut karakteristik demografi, psikografi, dan perilaku siswa. Dengan demikian, sekolah dapat lebih mudah menentukan strategi pemasaran jasa pendidikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pasar. 2. Strategi Posisi Kompetitif, yang mendasarkan penyediaan pada keistimewaan dan kekuatan relatif yang dimiliki oleh institusi, yang dapat memastikan tingkat kom1. 3. Strategi Campuran, yang mengidentifikasi unsur-unsur tertentu yang dapat dipromosikan oleh organisasi tersebut. Strategi campuran ini terdiri dari empat komponen dasar yang disebut 4P, yaitu: produk (Product), lokasi (Place), harga (Price), dan promosi (Promotion). Namun bagi sektor jasa, komponen-komponen tersebut ditambah 3P, yaitu: orang (Person), proses (Process), dan bukti (Proof). Strategi campuran ini akan dijelaskan lebih lanjut oleh James dan Phillips di bawah ini. James dan Phillips (1995) menggunakan kerangka teoritis tersebut untuk mengevaluasi praktek pemasaran pada 11 sekolah, termasuk sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah negeri, dan sekolah swasta, yang beroperasi dalam lingkungan yang kompetitif. Hasil penemuan dari penelitian tersebut dapat dirangkum sebagai berikut. 1. Produk, yaitu fasilitas dan pelayanan yang ditawarkan oleh sekolah. Meskipun sekolah yang disurvei sangat giat dalam menawarkan produk/pelayanan yang berkualitas, namun sejumlah masalah masih dapat ditemukan, seperti: a. Kurangnya pertimbangan pada ragam penawaran. Sebagian besar sekolah cenderung memberikan terlalu banyak



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



53



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



penawaran. Sekolah seharusnya melakukan spesialisasi pada suatu hal tertentu. b. Adanya kebutuhan untuk melihat pelajaran, yakni keuntungan apa yang akan didapatkan pelanggan (siswa) daripada hanya memberikan gambaran umum tentang kandungan materi yang ada dalam pelajaran tersebut. c. Adanya kebutuhan untuk memastikan bahwa kualitas dilihat dalam arti terpenuhinya kebutuhan pelanggan daripada kualitas pelajaran itu sendiri. d. Hanya ada sedikit perhatian akan “potensi hidup” dari pelajaran tersebut. 2. Harga, yaitu pembiayaan (costing) yang membandingkan pengeluaran dengan keuntungan yang didapat pelanggan, serta penetapan harga (pricing) atau harga yang dikenakan kepada pelanggan. Hal ini terlihat jelas pada sekolah swasta karena pilihan pasar sangat terbuka untuk calon orangtua, yaitu antara “sekolah swasta yang mahal” dan “sekolah negeri yang bagus dan gratis”. Akan tetapi, hal ini adalah persoalan penting bagi sekolah negeri karena: a. Proses perekrutan siswa mengarah kepada tambahan dana dari pemerintah. b. Dukungan dana sponsor dari anggota komunitas pebisnis lokal. c. Biaya yang dikenakan dan sumbangan orang tua untuk fasilitas tambahan dan aktivitas ekstrakurikuler. 3. Lokasi, yaitu kemudahan akses dan penampilan serta kondisinya secara keseluruhan. Ketika sekolah memperhatikan masalah penampilan (misalnya melalui dekorasi, tampilan, dan ucapan selamat datang kepada pengunjung), maka akan semakin berkurangnya perhatian yang diberikan kepada masalah akses (seperti parkir untuk pengunjung, akses bagi penyandang cacat, konsultasi di luar sekolah, dan mesin penjawab telepon). 4. Promosi, yaitu kemampuan mengkomunikasikan manfaat yang didapat dari organisasi bagi para pelanggan potensial. Meskipun sekolah telah aktif pada sebagian besar aktivitas promosi ini, namun dari 11 sekolah yang disurvei, hanya terdapat kurang dari setengahnya yang telah mengiklankan diri. 54



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



5.



Orang, yaitu orang yang terlibat dalam menyediakan jasa. Masalahnya adalah tidak semua karyawan sekolah menyampaikan pesan yang sama kepada orang tua dan kelompok lain di luar sekolah. Hal ini terkait dengan budaya sekolah yang tidak sepenuhnya mengambil pendekatan yang berorientasi pada pasar. 6. Proses, yaitu sistem operasional untuk mengatur pemasaran, dengan implikasi yang jelas terhadap penempatan karyawan sekolah dalam hal pembagian tanggung jawab untuk mengkoordinasikan dan mencari sumber daya bagi strategi pemasaran sekolah. Dari 11 sekolah yang disurvei, tidak ada satupun sekolah yang memberikan kepercayaan kepada seorang karyawan sekolah atas tanggung jawab tersebut, dimana pengelolaan dan operasinya cenderung tidak terencana dan intuitif, bukan terencana secara strategis dan sistematis. 7. Bukti, yaitu bukti yang menunjukkan bahwa pelanggan akan mendapatkan manfaat sehingga memunculkan pertanyaan mengenai pengawasan dan evaluasi (seperti hasil ujian). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sekolah tidak dapat mengemukakan aspek-aspek apa saja dari tindakan mereka yang menunjukkan bukti dari manfaat pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Dari 7P di atas, penekanan utamanya terpusat pada produk sekolah. Sekolah masih belum menetapkan strategi jangka panjang karena sebagian besar kebijakan sekolah dalam bentuk strategi jangka pendek yang tidak terencana serta reaktif (manajemen krisis sebagai respon terhadap menurunnya peran dan meningkatnya persaingan setempat). Banyak sekolah belum melakukan pengamatan pasar dengan menggunakan riset dan analisis pasar yang sistematis. Sekolah lebih menyukai strategi pasar tunggal, yang memberikan “semua hal bagi semua siswa yang potensial” daripada menekankan adanya perbedaan dan penyediaan khusus sebagai salah satu cara untuk menangkap potensi pasar. Pada saat yang sama, sekolah menghindari persaingan yang tidak berguna dan mempromosikan kerjasama dengan penyedia lokal lainnya. Strategi pemasaran campuran termasuk kategori strategi pemasaran tradisional, yaitu pemasaran yang berorientasi pada transaksi (relationship marketing) sebagai



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



kunci untuk keberhasilan komersial. Jika kita dapat menarik pelanggan, maka kita harus terus membangun hubungan baik dengan mereka serta menumbuhkan kepercayaan jangka panjang untuk menciptakan promosi “mulut ke mulut” (Gronroos, 1997).



Kesimpulan Pemasaran untuk lembaga pendidikan (terutama sekolah) mutlak diperlukan seiring dengan adanya persaingan antar sekolah yang semakin atraktif. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya berbagai terobosan baru dari para penyelenggara pendidikan untuk menggali “keunikan dan keunggulan” dari sekolahnya. Kegiatan pemasaran jasa pendidikan pada saat ini sudah dilakukan secara terbuka. Upaya sekolah untuk menggaet calon siswa potensial yang lebih capable dan matang telah menjadi tuntutan yang wajib dipenuhi dalam rangka mendukung proses pembelajaran serta meningkatkan daya saing antar sekolah. Sekolah sebagai lembaga penyedia jasa pendidikan perlu belajar dan memiliki inisiatif untuk meningkatkan kepuasan pelanggan karena pendidikan merupakan proses sirkuler yang saling mempengaruhi dan berkelanjutan. Hanya lembaga pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan atau kepuasan pelanggan (siswa) yang dapat bertahan. Berdasarkan areanya, sekolah termasuk industri jasa dalam sektor pemerintahan. Di sisi lain, menurut matriks proses jasa yang dikemukakan oleh Schmenner, sekolah termasuk dalam kategori jasa massal (mass service), yaitu jasa yang bersifat padat karya atau memiliki tingkat intensitas tenaga kerja yang tinggi, karena biaya tenaga kerjanya lebih besar daripada kebutuhan modal kerjanya. Oleh karena itu, pelanggan sekolah (siswa) menerima jasa yang seragam, yang dibuat dengan konsep padat karya. Tantangan yang dihadapi oleh pengelola jasa massal sekolah (kepala sekolah) adalah melakukan rekrutmen guru dan staf sekolah, mengadakan program pelatihan serta pengembangan guru dan staf sekolah, mengendalikan seluruh kegiatan sekolah, meningkatkan kesejahteraan guru dan staf sekolah, serta melakukan strategi pertumbuhan



usaha sekolah dalam rangka meningkatkan daya saing sekolah. Dalam rangka memberikan layanan pendidikan yang berkualitas, guru harus dapat memahami, menyambut, menanggapi, menyelesaikan masalah, merekonstruksi, mengedukasi, mewakili, serta menghargai konsumennya (siswa). Setiap sekolah harus menjalankan strategi pemasaran jasa pendidikan sehingga dapat mencapai tujuan sekolah yang diharapkan. Tahapan dalam menetapkan strategi pemasaran jasa pendidikan adalah memilih konsumen yang dituju (siswa), mengidentifikasi keinginan konsumen (siswa), serta menentukan bauran pemasaran jasa pendidikan (7P). Penentuan strategi pemasaran jasa pendidikan harus didasarkan atas analisa lingkungan eksternal dan internal sekolah. Strategi pemasaran jasa pendidikan adalah pasar sasaran jasa pendidikan (siswa) serta bauran pemasaran jasa pendidikan (7P). Setiap tahapan yang dilakukan dalam menetapkan strategi pemasaran harus tertuju kepada pencapaian kepuasan pelanggan (siswa). Di dalam strategi pemasaran jasa pendidikan, ada beberapa dimensi yang perlu diperhatikan, yaitu dimensi keterlibatan manajemen puncak (pimpinan sekolah), dimensi waktu dan orientasi masa depan sekolah, dimensi lingkungan internal dan eksternal sekolah, serta dimensi konsekuensi dari isu strategi sekolah. Strategi pemasaran jasa pendidikan tersebut disesuaikan dengan tipe dan struktur organisasi sekolah, gaya kepemimpinan sekolah, kompleksitas lingkungan eksternal sekolah, serta hakikat masalah pendidikan yang dihadapi. Strategi pemasaran jasa pendidikan melibatkan tiga unsur pokok, yaitu: 1. Strategi Target Pasar, yaitu segmen pasar mana yang akan dilayani dalam bidang pendidikan menurut karakteristik demografi, geografi, psikografi, dan perilaku. 2. Strategi Posisi Kompetitif, yaitu keunggulan kompetitif (diferensiasi produk) yang dimiliki sekolah jika dibandingkan dengan sekolah lainnya. 3. Strategi Campuran, yaitu mengidentifikasi produk, harga, lokasi, promosi, orang, proses, dan bukti yang dapat dipromosikan oleh sekolah.



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



55



Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah



Daftar Pustaka Alex. (2006). “Service marketing and non profit marketing” http://[email protected] Bafadal, Ibrahim. (2003). Peningkatan profesionalisme guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara Gorton, Richard A. (1976). School administration: challenge and opportunity for leadership. New York: Wm. C. Brown Company Publishers Groonroos, Christian. (1984). A service quality model and its marketing implications. European Journal of Marketing, 18(4), pp. 36-44 James, Chris and Peter Phillips. (1995). The practice of educational marketing in schools. Educational Management Administration and Leadership, Vol. 23, No. 2, pp. 75-88. Joewono, Handito. (2008). The creative marketing. Jakarta: Arrbey Julita. (2001). Menuju kepuasan pelanggan melalui penciptaan kualitas pelayanan. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, Vol. 01, No. 01, Oktober 2001, hlm. 41-54 Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. (2006). Marketing management. New Jersey: Pearson Education, Inc. Kotler, Philip and Gary Amstrong. (1997). Principles of marketing. Singapore: Prentice Hall International Editions Lamb, Hair, and McDaniel. (2001). Marketing. Singapore: Thomson Learning Asia Lockheed, M.E. and Levin, H.M. (1990). Creating effective schools. Washington, DC: Falmer Press Lovelock, Christopher. (2004). Service marketing and management. New Jersey: Prentice Hall. Mc.Carthy. (1998). Dasar-dasar pemasaran. Jakarta: Erlangga Modul Certified Learning Program on Competitiveness. (2006). Service marketing. Jakarta: Arrbey Munir, A.A.S. (1991). Manajemen pelayanan umum di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama



56



Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008



Nawawi, Hadari. (2000). Manajemen strategik organisasi non profit bidang pemerintahan dengan ilustrasi di bidang pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Octavian, Henry Sumurung. (2005). Manajemen pemasaran sekolah sebagai salah satu kunci keberhasilan persaingan sekolah. Jurnal Pendidikan Penabur No. 05/Th. IV/ Desember 2005 Porter, Michael E. (1980). Competitive strategy: techniques for analyzing industries and competitors. New York: Free Press Purwono. Strategi pemasaran jasa perpustakaan. Media Pustakawan, Vol. III, No. 4, Desember 1996 Schmenner, Roger. (1986). How can service businesses survive and prosper? Sloan Management Review, 28(3), pp. 21-32 Siagian, Sondang P. (1998). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara. Siagian, Sondang P. (2001). Manajemen strategik. Jakarta: Bumi Aksara Stanton, William J. (2002). Fundamentals of marketing. Singapore: McGraw-Hill International Suara Merdeka. Persaingan ketat, sekolah perlu dipasarkan. Senin, 5 Februari 2007 Suryosubroto, B. (2004). Manajemen pendidikan di sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Tjiptono, Fandy. (2000). Manajemen jasa. Yogyakarta: Andi Unika Soegijapranata. (2008). Bahan seminar pemasaran sekolah. Semarang: Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Konsentrasi Manajemen Sekolah Widiyanti, Kn. (2006). Sistem pengendalian manajemen pada organisasi nirlaba. Jurnal Ilmiah Manajerial, Vol.2, No. 1, Maret 2006 Wiles, Kimball. (1955). Supervision for better schools. New York: Prentice-Hall, Inc. Zeithaml, Valerie A., and Mary Jo Bitner. (2003). Services marketing: integrating customer focus across the firm. New York: Irwin McGrawHill