Penahanan (HAPID) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB II Pembahasan A. Pengertian Penahanan B. Dasar Penahanan C. Bentuk Penahanan D. Pihak yang Berwenang E. Syarat Penahanan F. Prosedur Penahanan G. Pengalihan Penahanan DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana sebagai upaya untuk melindungi hak asasi manusia dalam hubungannya dengan masalah kepastian hukum. “Tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum secara jujur dan tepat, dengan tujuan mencari pelaku yang dapat didakwakan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya minta pemeriksaan dan putusan pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan, memperoleh putusan hakim, dan melaksanakan putusan hakim”.1 “Hukum bagaikan pedang bermata dua artinya di samping hukum memberi perlindungan terhadap hak manusia, di sisi lain hukum membatasi kebebasan atau hak manusia, hal ini tampak dalam pemeriksaan perkara pidana, di mana setiap orang berhak mendapat perlindungan apabila dia bersentuhan dengan hukum, namun apabila seseorang melanggar aturan hukum, maka dia harus dibatasi geraknya agar tidak membahayakan kepentingan umum”.2 Pembatasan kebebasan hak manusia tampak pada saat seseorang diduga melakukan tindak pidana, maka aparat penegak hukum berwenang untuk membatasi kebebasan mereka, yaitu melalui penangkapan dan penahanan.



1 2



Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004) hlm.8 Ibid, hlm. 127



B. Rumusan Masalah 1. Apa itu penahanan serta bentuk, syarat, dan siapa pihak yang berwenang dalam melakukan penahanan? 2. Bagaimana prosedur yang benar dalam melakukan penahanan? 3. Bagaimana proses dari penagguhan penahanan?



C. Tujuan 1. Mengetahui apa itu penahanan, bentuk, syarat, dan pihak yang berwenang dalam penahanan. 2. Mengetahui prosedur yang benar dalam pelaksanaan penahanan. 3. Mengetahui proses penagguhan penahanan.



BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN PENAHANAN Pengertian penahanan berdasarkan pasal 1 angka 21 KUHAP, bahwa yang dimaksud penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penempatannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.3 Disini KUHAP hanya mengatur dalam rincian pasal tentang materi penangguhan penahan yang menyangkut jaminan uang atau orang dan pejabat yang berwenang menetapkan penangguhan penahanan serta keberadaan tersangka atau terdakwa jika melarikan diri dari status penangguhan penahan. Berdasarkan ketentutan di atas terlihat bahwa substansi dari pengertian penahanan ialah menempatkan sesorang di tempat tertentu. Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan4. Pendapat lain mengatakan bahwa penahanan pada dasarnya adalah suatu tindakan yang membatasi kebebasan kemerdekaan atau bergerak seseorang5. Seseorang di sini bukanlah setiap orang melainkan orang-orang yang menurut undang-undang dapat dikenakan penahanan. Orang yang menurut undangundang dapat dikenakan penahanan berdasarkan pasal di atas ialah seorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka maupun terdakwa.6 Lantas penjelasan tersebut mensiratkan bahwa terdapat pertentangan antara dua asas yaitu hak bergerak seseorang yang merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati di satu pihak dan ketertiban umum dilain pihak.7 Dimana hal tersebut patut dipertahankan untuk orang banyak atau masyarakat luas dari perbuatan jahat tersangka. Ketentuan tersebut memang berlaku dalam hukum



3



Andi Sofyan & Abd Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar (Jakarta: Kencana, 2014) at 133. Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986) at 19. 5 Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia : Pedoman Anda Memahami dan Meyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 2007) at 248. 6 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (Bandung: PT. Citra Adityta Bakti, 1996) at 16. 7 C. Djisman Samosir, Hukum Acara Pidana, (Bandung: Nuansa Aulia, 2018) at 129. 4



acara pidana yaitu menyingkirkan asas-asas yang diakui secara universal termasuk hak asasi manusia khususnya hak kebebasan seseorang. Akan tetapi hal itu berlaku terutama mengenai penahanan disamping yang lain seperti pembatasan hak milik karena penyitaan, pembukaan rahasia surat dan lain-lain. Tujuan penahanan sendiri sebagaimana diatur dalam pasal 20 KUHAP, antara lain bahwa penyidik/penyidik pembantu berwenang melakukan penahanan untuk pemeriksaan penyelidikan/penyidikan kepada tersangka secara objektif dan benar-benar mencapai hasil penyelidikan/penyidikan yang cukup memadai untuk diteruskan kepada penuntut umum dan selanjutnya akan digunakan sebagai bahan pemeriksaan didepan persidangan.



B. DASAR PENAHANAN Dasar penahanan adalah landasan penahanan meliputi dasar hukum, keadaan, serta syarat yang memberi kemungkinan melakukan tindakan penahanan. Semua unsur penahanan harus dilakukan baik itu subjektif atau objektif. Misal nya yang terpenuhi hanya unsur objektif tetapi tidak didukung unsur subjektif serta tidak dikuatkan syarat yang ditentukan undang undang, penahanan yang seperti itu lebih bernuansa kezaliman dan kurang berdimensi relevansi dan urgensi. Pasal 21 ayat (1) KUHAP menyatakan, “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.”8



8



M. Yahya Harahap, S.H, Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP penyidikan dan penututan, edisi kedua, sinar grafika : Jakarta, 2000. Hlm. 165-166



C. BENTUK PENAHANAN Penahanan terdiri dari berberapa jenis, yanyg dapat dibedakan dari persyaratan atau penempatan tersangka/terdakwa ditahan. Adapun jnis-jenis penahanan sebagai manan menurut pasal 22 KUHAP yakni: 1. Penahanan rumah tangga Negara Penahanan rumah tahanan Negara ialah terdakwa ditahan dan ditempatkan dirumah tahanan Negara (RUTAN) Jika belum ada rumah tahanan Negara didaerah yang bersangkutan, penahanan dapat dilakukan di kmtor kepolisian Negara, penahanan juga dapat dilakukan di kejaksaan negeri, dilembaga pemasyaraktan, dirumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa ditempat lain. 2. Penahanan rumah Penahan rumah dilaksanakan dirumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di siding pengadilan. 3. Penahanan kota. Penahanan kota dilaksanakan dikota tempat tinggal atau kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan. Selama tersangka belum dilimpahkan perkaranya k epenuntut umum, maka tersangka dapat ditahan di kantor kepolisisan, demikian pula selama penuntut umum belu dilimpahkan perkaranya ke pengadilan, maka dapat ditahan di kantor



kejaksaan.



Demikian



pula



tersangka/terdakwa



dapat



pula



ditahan/ditempatkan di lembaga pemasyarakatan selama belum ada rumah tahanan negara yang tersedia.



D. PIHAK YANG BERWENANG KUHAP sebagai aturan dasar yang memberikan kewenangan terhadap penyidik, penuntut umum, maupun hakim untuk melakukan penahanan telah menentukan batasan-batasan yang diperkenankan. Secara berurutan, baik pihak penyidik, penuntut umum, maupun hakim memiliki kewenangan untuk melakukan penahanan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :9 1. Penyidik memiliki dua masa penahanan. a. Selama 20 hari dan selanjutnya dapat diperpanjang b. Selama 40 hari 2. Penuntut umum, memiliki dua masa penahanan. a. Selama 20 hari dan selanjutnya dapat diperpanjang b. Selama 30 hari 3. Hakim pada pengadilan tingkat pertama memiliki dua masa penahanan. a. Selama 30 hari dan selanjutnya dapat diperpanjang b. Selama 60 hari 4. Hakim pada pengadilan tingkat banding memiliki dua masa penahanan. a. Selama 30 hari dan selanjutnya dapat diperpanjang b. Selama 60 hari 5. Hakim pada pengadilan tingkat kasasi memiliki dua masa penahanan. a. Selama 50 hari dan selanjutnya dapat diperpanjang b. Selama 60 hari



E. SYARAT-SYARAT PENAHANAN Syarat-syarat pelaksanaan penahanan mengingat bahwa pada hakekatnya penahanan merupakan suatu perampasan terhadap hak asasi manusia, maka dalam pelaksanaan penahanan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam hukum yang berlaku, dalam hal ini Kitab Undang Undang



9



Henny Mono, Praktik Berperkara Pidana (Malang: Bayumedia Publishing, 2007) hlm. 30



Hukum Acara Pidana (KUHAP).10 Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan penahanan terdapat dalam pasal 20 dan pasal 21 ayat (1) dan ayat (4). Pasal 20 terdiri dari 3 ayat, antara lain menyebutkan sebagai berikut : 1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 berwenang melakukan penahanan. 2. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut Umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. 3. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.



Pasal 21 ayat (1) memberikan penjelasan mengenai syarat dalam penahanan sebagai berikut : “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.” Di dalam Pasal 21 ayat (1) dapat diambil secara garis besarnya bahwa syarat-syarat penahanan bagi seseorang tersangka atau terdakwa yaitu:11 1. Diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup. 2. Dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti. 3. Mengulangi tindak pidana. Pada Pasal 21 ayat (4) menyebutkan syarat-syarat penahanan ialah sebagai berikut : Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau



10



Sudibyo Triatmojo, Pelaksanaan Penahanan dan Kemungkinan yang Ada Dalam KUHAP (Bandung : Percetakan Ofset Alumni, 1982) hlm.22 11 C.Djisman Samosir, Hukum Acara Pidana. (Bandung : Penerbit Nuansa Aulia, 2018) hlm.61



terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : a) tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih; b) tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat (3), pasal 296. Pasal 335 ayat (1), pasal 351 ayat (1), pasal 353 ayat (1), pasal 372, Pasal 378, pasal 379a, pasal 453, pasal 454, pasal 455, pasal 459, pasal 480, dan pasal 506 KUHAP, pasal 25 dan pasal 26 Rechtonordonantie (pelanggaran terhadap ordonasi Bea dan Cukai, terakhir dirubah dengan Staatsblad tahun 1931 No. 471), pasal 1, pasal 2, dan pasal 4 Undang - Undang Tindak Pidana Imigrasi (UU No. 8 Drt tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 No. 8), pasal 36 ayat (7), pasal 41. Pasal 42, pasal 43, pasal 47, dan pasal 48 Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 No. 37, Tambahan Lembaran Negara No. 3086).



Prof. Moeljatno, SH membagi syarat-syarat penahanan menjadi 2 yaitu Syarat Obyektif dan Syarat Subyektif. Berdasarkan pasal 20 dan pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) di atas akan dibagi sebagai berikut :12 a. Syarat Obyektif yakni syarat tersebut diatur secara limitative dalam undang – undang diantaranya : 1. Terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, atau 2. Tindak pidana tertentu seperti tersebut dalam pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP, meskipun ancaman pidananya kurang dari 5 tahun penjara. Tindak pidana tertentu tersebut dalam pasal-pasal yang telah ditunjuk yang terdapat dalam : a) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). b) Ordonasi Bea dan Cukai (Staatsblad tahun 1931 No. 471). c) Undang-undang No. 8 Darurat tahun 1955 tentang tindak pidana Imigrasi. 12



Moeljatno, Pimpinan Pemeriksaan Permulaan dalam Perkara Pidana yang menjadi kekuasaan Pengadilan Negeri dan Penahanan Sementara (Yogyakarta : Majalah Hukum Nomer 2, 1952)



d) Undang-undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika. Syarat obyektif tersebut di atas terdapat dalam pasal 21 ayat (4) KUHAP. b. Syarat Subyektif adalah syarat yang melekat pada pelaku/orang yang melakukan tindak pidana, maka penahanan itu sangat penting : 1. Untuk kepentingan penyidikan, atau untuk kepentingan penuntutan, atau untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan. 2. Untuk mencegah tersangka atau terdakwa akan melarikan diri. 3. Untuk mencegah tersangka atau terdakwa merusak atau menghilangkan barang bukti. 4. Untuk mencegah tersangka atau terdakwa mengulangi tindak pidana. Syarat subyektif huruf 1 terdapat dalam pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) KUHAP, dan untuk huruf 2 sampai huruf 4 terdapat dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP. F. PROSEDUR PENAHANAN13



SPP oleh Penyidik/JPU/Hakim



Disampaikan kepada Tersangka/Terdakwa



Tembusan SPP kepada keluarga Tersangka/Terdakwa



Tembusan SPP disampaikan kepada Tim Advokasi



G. PENGALIHAN PENAHANAN Pelaksanaan pengalihan penahanan didalam Rutan akan dilakukan dengan jalan mengeluarkan tersangka atau terdakwa untuk menjalani penahanan rumah atau penahanan kota, setelah pihak Rutan mendapat surat perintah pengalihan jenis penahanan dari instansi yang menahan menetapkan syarat-syarat



13



Henny Mono, Praktik Berperkara Pidana (Malang: Bayumedia Publishing, 2007) hlm. 29



pengalihan jenis penahanan yang harus dipenuhi oleh tersangka atau terdakwa yang ditahan atu orang lain yang bertindak untuk menjamin pengalihan jenis penahanan. Pengalihan jenis penahanan di atur dalam pasal 23 KUHAP yang berbunyi “Penyidik atau Penuntut Umum maupun Hakim berwenang mengalihkan atau mengubah jenis penahanan dari jenis yang satu kepada jenis penahanan yang lain”. Menurut peraturan diatas instansi-instansi yang menahan berwenang mengubah penahanan Rutan menjadi jenis penahanan rumah atau kota.14 Pengalihan jenis penahanan, dapat diberikan dengan pertimbangan: 1) Permohonan dari tersangka/keluarga/penasihat hukum disertai alasan; 2) Hasil pemeriksaan medis tentang kondisi kesehatan tersangka; dan 3) Rekomendasi hasil gelar perkara. Pengalihan jenis penahanan ini wajib dilengkapi dengan surat perintah pengalihan jenis penahanan yang dikeluarkan oleh penyidik atau atasan penyindik selaku penyidik. Dalam melaksanakan tugas pengeluaran tahanan disebabkan peralihan jenis penahanan setelah mendapat surat perintah resmi dari instansi-instansi yang terkait maka pejabat Rutan berpedoman pada peyunjuk yang ditentukan dalam pasal 24 Peraturan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06/1983 yang berbunyi sebagai berikut: A) Pengalihan Jenis Tahanan harus berdasar surat yang sah dari instansi yang menahan. Apabila terjadi pengalihan penahanan, pejabat Rutan harus memperhatikan beberapa petunjuk sebagai berikut: 1. Meneliti surat perintah pengalihan penahanan, apakah surat perintah itu dikeluarkan oleh instansi yang berwenang atas penahanan, dan 2. Memeriksa kesehatan tahanan yang akan dikeluarkan kepada dokter Rutan dan menyampaikan hasilnya kepada instansi yang menahan dan kepada tahanan sendiri. B) Menyerahkan barang-barang milik tahanan yang ada dan dititipkan kepada Rutan dengan berita acara serta mencatat dalam buku register. 14



P. Widodo, Skripsi: “Pelaksanaan Pengalihan Jenis Penahanan Dengan Jaminan Orang” (Surakarta: USM, 2007), Hal. 32.



C) Membuat berita acara serah terima sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (3) huruf b.  Tata cara pengalihan 1. Oleh penyidik dan penuntut umum dilakukan dengan “surat perintah” tersendiri yang berisi dan bertujuan untuk mengalihkan jenis penahanan. 2. Jika yang melakukan pengalihan itu hakim, perintah pengalihan dituangkan dalam bentuk “surat penetapan”. 3. Tembusan surat perintah pengalihan atau penetapan pengalihan jenis penahanan diberikan kepada tersangka/terdakwa serta kepada instansi yang berkepentingan. Yang dimaksud instansi yang berkepentingan ialah instansi yang terlibat atau dilibatkan dalam penahanan. Misalnya, seseorang yang dikenakan penahanan rumah oleh penyidik, pengawasan penahanan, penyidik melimpahkan kepala desa, dengan demikian kepala desa ikut dilibatkan sebagai pejabat yang berkepentingan dalam penahanan. Oleh karena itu, tembusan surat perintah peralihan jenis tahanan harus diberikan kepadanya. Jika kita perhatikan ketentuan pengalihan jenis penahanan, undang-undang hanya melihat dari sudut pejabatnya saja, yakni menjelaskan adanya wewenang pejabat penegak hukum yang mengeluarkan perintah penahanan untuk mengalihkan jenis penahanan. Hukum yang mengeluarkan perintah penahanan untuk mengalihkan jenis penahanan.15



15



Zultany Satri Mustaka, Skripsi: “Tinjauan Yuridis Terhadap Pengalihan Penahanan Dari Tahanan Rutan Menjadi Tahanan Kota” (Makassar: UNHAS, 2014), Hal. 31.



DAFTAR PUSTAKA



Andi Hamzah. 2004. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika ----------. 1986. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia Andi Sofyan & Abd Asis. 2014. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Jakarta: Kencana D. Djisman Samosir. 2018 . Hukum Acara Pidana. Bandung: Nuansa Aulia Henny Mono. 2007. Praktik Berperkara Pidana. Malang: Bayumedia Publishing Moeljatno. 1952. Pimpinan Pemeriksaan Permulaan dalam Perkara Pidana yang menjadi kekuasaan Pengadilan Negeri dan Penahanan Sementara. Yogyakarta : Majalah Hukum Nomer 2 M. Yahya Harahap. 2000. Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP penyidikan dan penututan : edisi kedua. Jakarta: Sinar Grafika P.A.F. Lamintang. 1996. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra Adityta Bakti Sudibyo Triatmojo. 1982. Pelaksanaan Penahanan dan Kemungkinan yang Ada Dalam KUHAP. Bandung : Percetakan Ofset Alumni P. Widodo. 2007. Skripsi: Pelaksanaan Pengalihan Jenis Penahanan Dengan Jaminan Orang. Surakarta: USM Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia : Pedoman Anda Memahami dan Meyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 2007) Zultany Satri Mustaka, Skripsi: “Tinjauan Yuridis Terhadap Pengalihan Penahanan Dari Tahanan Rutan Menjadi Tahanan Kota” (Makassar: UNHAS, 2014)



KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA