Penanganan Limbah Peternakan Itik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu usaha peternakan seperti usaha



pemeliharaan ternak, rumah potong hewan (RPH), proses pengolahan produk ternak, dll. Pada usaha pemeliharaan ternak potong, limbah yang yang paling utama dihasilkan adalah manure, disusul urine, sisa pakan, serta alas (bedding). Semakin berkembangnya suatu usaha ternak, limbah yang dihasilkan akan semakin meningkat. Masalah penanganan limbah menjadi hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan, sosial masyarakat, serta kesehatan dan produktivitas ternak itu sendiri. Apabila tidak ditangani secara tepat, limbah ternak potong dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (air, tanah dan udara). Manure mengadung gas methan (CH4) yang berpotensi dalam pemanasan global dan merusak ozon dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Pada peternakan di Amerika Serikat, limbah dalam bentuk feces yang dihasilkan tidak kurang dari 1.7 milyar ton per tahun atau 100 juta ton feces dihasilkan dari 25 juta ekor sapi yang digemukkan per tahun dan seekor sapi dengan berat 454 kg dapat menhasilkan 30 kg feces dan urine per hari (Dyer, 1986). Sedangkan menurut Crutzen (1986), kontribusi emisi methan dari peternakan mencapai 20-35% dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfer. Di Indonesia, emisi methan per unit pakan atau laju konversi methan lebih besar karena kualitas pakan yang diberikan rendah.



2



Semakin tinggi jumlah pemberian pakan dengan kualitas rendah, semakin tinggi produksi methan. Limbah ternak potong masih mengandung nutrisi padat yang potensial mendorong kehidupan mikroba yang menimbulkan pencemaran. Selain melalui air, limbah ternak potong juga mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media berkembang biaknya lalat. Kandungan air dalam manure antara 27 % – 86 % adalah kondisi paling bagus untuk berkembangnya larva lalat, sementara kandungan air 65%85% dalam manure merupakan kondisi paling optimal untuk bertelurnya lalat. Kehadiran limbah ternak potong dalam bentuk kering pun dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, yaitu dengan menimbulkan debu.



1.2



Identifikasi Masalah



1.



Apa yang dimaksud dengan limbah peternakan.



2.



Bagaimana dampak limbah peternakan sapi potong terhadap lingkungan.



3.



Bagaimana cara penanganan limbah ternak sapi potong.



1.3



Maksud dan Tujuan



1.



Mengetahui definisi limbah peternakan.



2.



Mengetahui dampak limbah peternakan sapi potong terhadap lingkungan.



3.



Mengetahui cara penanganan limbah ternak sapi potong.



3



II ISI



2.1



Penngertian Limbah Peternakan Limbah ternak sapi potong adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha



peternakan sapi potong. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit, lemak, darah, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll (Sihombing, 2000). Namun, limbah peternakan sapi potong umumnya berupa feses. Feses sapi potong merupakan buangan dari usaha peternakan sapi potong yang bersifat padat dan dalam proses pembuangannya sering bercampur dengan urine dan gas seperti metana dan amoniak. Kandungan unsur hara dalam feses sapi bervariasi tergantung pada keadaan tingkat produksinya, macam, jumlah makanan yang dimakannya, serta individu ternak sendiri (Abdulgani 1988). Kandungan unsur hara dalam feses sapi antara lain nitrogen (0,29 %), P2O5 (0,17 %), dan K2O (0,35%) (Hardjowigeno 2003). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan,



4



gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas ataudalam fase gas. Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi lingkungansekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak ruminansia. Gas metan iniadalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakanozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Apalagi di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikanrendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan.



2.2



Dampak Limbah Peternakan Terhadap Lingkungan Usaha peternakan sangat banyak mulai dari hulu hingga hilir. Oleh karena aitu



banyak produk yang terpakai dan banyak pula produk sisa atau yang tidak terpakai seperti limbah. Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas.



5



Dalam presfektif ekonomi makro, peternakan merupakan sumber pangan yang berkualitas, misalnya daging ataupun susu merupakan bahan baku industri pengolahan pangan, di mana dapat menghasilkan abon, dendeng, bakso, sosis, keju, mentega ataupun krim dan juga dapat menghasilkan kerajinan-kerajinan kulit tanduk ataupun tulang. Jadi dari semua kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian dan peternakan dapat menciptakan lapangan kerja. Pembangunan pertanian dalam konteks otonomi daerah yang disesuaikan dengan permintaan pasar global sehingga pengembangan sistem pertanian terpadu sangatlah menjanjikan, meskipun tetap harus memperhatikan aspek agro ekosistem wilayah dan sosio kultur masyarakatnya (Sofyadi, 2005). Limbah peternakan yang paling banyak ialah limbah dari sektor peternakannya itu sendiri. Seperti dari ternak ataupun dari limbah kandang,limbah kandang seperti air buangan untuk membeesihkan kandang dan memebersihkan ternak. Menurut Farida, 1978,



Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah



meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air. Selain itu, limbah cair dari peternakan dari termak itu sendiri ialah urine. Menurut Soeharsoni 2002,tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum



6



dimasak yang mengandung spora. Kasus anthrax sporadik pernah terjadi di Bogor tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba Timur tahun 1980 dan burung unta di Purwakarta tahun 2000. Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3)( Triatmojo,2016)



2.3



Penanganan Limbah Sapi Potong Dari dampak limbah peternakan yang sangat banyak merugikan lingkungan,



oleh karena itu limbah harus di tangani agar limbah memiliki manfaat dan tidak menjadi permasalahan di industri peternakan. Limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002). 2.3.1 Tahap Pengumpulan Berdasarkan sistem tersebut, ada tiga cara mendasar pengumpulan limbah, yang disebut :



7



1.



Scraping Scraping yaitu membersihkan dan mengumpulkan limbah dengan cara



menyapu atau mendorong/menarik (dengan sekop atau alat lain) limbah. Scraping diduga merupakan cara pengumpulan limbah yang paling tua dilakukan oleh para petani-peternak. Scraping dapat dilakukan dengan cara manual ataupun mekanik. Dasarnya, kedua cara tersebut menggunakan alat yang terdiri atas plat logam yang fungsinya untuk mendorong atau menarik limbah sepanjang lantai dengan maksud agar limbah terlepas dari lantai dan dapat dikumpulkan. Cara manual, biasanya dipakai pada kandang panggung (stanchions), yaitu untuk membersihkan limbah yang melekat di jeruji lantai kandang atau di tempattempat fasilitas kandang yang lain. Cara ini juga dilakukan untuk membersihkan limbah yang terdapat di sepanjang parit dan bak pengumpul terutama limbah padat yang melekat di dinding dan sukar larut dalam air sehingga tidak dapat dialirkan. Cara ini digunakan terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja banyak dan sebagai penyempurnaan sistem pengelolaan limbah peternakan. Sistem mekanik memiliki cara kerja yang sama dengan sistem manual, hanya saja pada sistem ini menggunakan kekuatan traktor atau unit kekuatan yang tetap. Sebagai contoh alat yang disebut Front-end Loader, yaitu mesin yang alat pembersih atau penyodoknya terletak di bagian depan. Alat jenis ini biasanya digunakan untuk membersihkan dan mengumpulkan limbah dari permukaan lantai kandang ke tempat penampungan untuk kemudian disimpan atau diangkut dengan kereta (kendaraan) untuk disebar ke ladang rumput. Contoh lain adalah disebut Tractor Mounted Scraper Blade, yaitu mesin yang alat pembersih atau penyodoknya terletak di bagian depan dan



8



belakang berupa pisau. Mesin pembersih ini biasanya dipakai bersama dengan jalur pengisian dimana limbah (manure) bisa langsung dimasukkan



ke dalam tempat



penyimpanan atau dimasukkan ke dalam penyemprot limbah. Mesin ini, selian digunakan untuk kandang feedlots juga digunakan untuk membersihkan kandang sapi perah yang limbahnya langsung jatuh di lantai dan terakumulasi di tengah alley (jalan akses) kandang. Tractor Mounted Scraper Blade ini juga dapat digunakan untuk membersihkan litter pada kandang ayam pedaging atau dari lubang penampung limbah ayam petelur sistem batere. Umumnya dinyatakan bahwa mesin pembersih ini digunakan untuk mengumpulkan limbah yang tertumpuk di atas lantai di bawah ternak langsung. Keuntungan menggunakan mesin ini adalah biaya awalnya lebih murah. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya tenaga operator dan selama digunakan sering terjadi penimbunan limbah yang menempel di alat yang mengakibatkan pencemaran udara dan sebagai tempat berkembangnya lalat. 2.



Free-fall Free-fall, yaitu pengumpulan limbah dengan cara membiarkan limbah tersebut



jatuh bebas melewati penyaring atau penyekat lantai ke dalam lubang pengumpul di bawah lantai kandang. Teknik ini telah digunakan secara ekstensif dimasa lampau untuk peternakan hewan tipe kecil, seperti ayam, kalkun, kelinci dan ternak jenis lain. Baru-baru ini juga digunakan untuk ternak besar, seperti babi dan sapi. Pada dasarnya ada dua sistem free-fall, yaitu :



9



a)



Penyaring lantai (Sceened floor) Lantai kandang sistem ini dapat dibuat menggunakan kawat kasa atau besi gril



yang berukuran mes lebih besar dan rata. Mes kawat kasa yang digunakan biasanya berukuran 1,6 cm2 (0,025 in2) untuk anak ayam sampai 6,45 cm2 (1in2) untuk ayam dewasa. Kawat dapat dipasang dengan direntangkan seluas lantai kandang agar limbah langsung jatuh ke lantai atau tempat penampungan. Selain itu, juga dapat digunakan pada kandang batere (cage) yang bentuknya diatur agar limbah langsung jatuh ke lantai kandang atau tempat penampungan. Penggunaan plat besi yang berbentuk gril dan ukurannya lebih besar dan rata diperuntukkan hewan yang lebih besar seperti babi dan pedet. Penggunaan kawat kasa sangat memungkinkan untuk tempat pijakan hewan yang ada di dalamnya dan memudahkan limbah dapat dikeluarkan. b)



Penyekat lantai (Slotled floors) Slotled floor merupakan salah satu bentuk lantai bersekat (jeruji) yang dipasang



dengan jarak yang teratur dan rata sehingga ukuran dan jumlahnya mencukupi untuk keluarnya limbah dari lantai. Selain itu juga mudah dibersihkan dari kemungkinan menempelnya limbah pada lantai. Lubang di bawah lantai merupakan tempat untuk pengumpulan dan penampungan sementara untuk kemudian limbah diolah dan atau digunakan. Slotled floor dapat dibuat dari bermacam bahan, seperti kayu, beton atau besi plat. Kayu yang digunakan sebaiknya jenis yang keras karena dapat bertahan 2 – 5 tahun. Sekat yang berasal dari kayu biasanya dibuat dengan ukuran lebar bagian atas 8 cm dan bagian bawah 6cm, ketebalan 9 cm. Jarak antara sekat biasanya 2 cm. Apabila menggunakan bahan beton sekat dibuat dengan ukuran lebar bagian atas 12,7 cm dan



10



bagian bawah 7,5 cm dengan ketebalan 10 cm, agar tidak mudah patah. Jarak antara sekat dibuat sesuai dengan panjang kandang dan ukuran ternak yang dipelihara. Sekat dari logam biasanya buatan pabrik yang telah dilapisi stainles atau aluminium untuk mencegah terjadinya karat. Penggunaan sekat logam lebih mudah untuk penanganan limbah, pemasangannya praktis dan mudah dipindahkan dibandingkan dengan sekat beton. Penggunaan lantai sistem sekat dapat meningkatkan sanitasi dan mengurangi tenaga kerja untuk membersihkan kandang. Penggunaan sekat juga memisahkan ternak dari limbahnya sehingga lingkungan menjadi bersih. Keuntungan lain dari penggunaan sekat ini adalah mengurangi biaya gabungan antara pengadaan dan penanganan alas kandang (litter). 3.



Flushing Flushing, yaitu pengumpulan limbah menggunakan air untuk mengangkut



limbah tersebut dalam bentuk cair. Sisitem ini telah digunakan sejak tahun 1960-an dan menjadi cara yang makin populer digunakan oleh peternak untuk pengumpulan limbah ternak. Hal ini dikarenakan lebih murah biayanya, bebas dari pemindahan bagian, sama sekali tidak atau sedikit sekali membutuhkan perarawatan dan mudah dipasang pada bangunan baru atau bangunan lama. Disebabkan frekuensi flushing, limbah ternak yang dihasilkan lebih cepat dibersihkan, mengurangi bau dan meningkatkan kebersihan kandang. Hal ini menjadikan sirkulasi udara dalam kandang lebih baik, yang menghasilkan sistem efisiensi penggunaan energi. Dua hal penting yang harus diperhatikan dalam mendesain parit flushing adalah : a)



Lokasi parit berada di dalam fasilitas peternakan



11



Lokasi parit untuk kebersihan pengelolaan limbah peternakan di dalam kandang harus dapat berfungsi untuk mengumpulkan limbah yang terdapat di seluruh bagian kandang. Pada unit pertumbuhan dan penggemukan babi, parit dapat ditempatkan di bagian belakang ruang penyekat sepanjang kandang. Secara alami babi sangat tertarik dengan aliran air dan dapat dikondisikan berak di parit, oleh karena itu lantai kandang kondisinya tetap bersih. Untuk babi yang sedang menyusui, parit pembersih (pembilas) limbah sebaiknya tertutup agar anak babi tidak terperosok ke dalamnya. Parit pembersih ini juga dapat digunakan untuk kandang sapi perah untuk memindahkan limbah yang terkumpul di tengah alley kandang. Alley dapat dibuat selebar 3 m untuk mempermudah penempatan parit. Kedalaman parit berkisar 20 – 25 cm yang terletak di dua sisi alley untuk mengalirkan air flushing. Parit pembersih jarang digunakan untuk peternakan ayam. b)



Desain parit harus rata dan menggunakan jenis perlengkapan yang memadai Desain parit merupakan faktor penting dalam pengelolaan limbah peternakan.



Panjang parit yang efektif untuk flushing didasarkan pada asumsi bahwa bila kedalaman aliran kurang dari 1,27 cm (0,5 in) dan kecepatan aliran kurang dari 0,46 m/detik, maka limbah tidak dapat terangkut. Berdasarkan hasil perhitungan matematis Nye dan John (1975) disimpulkan bahwa desain parit yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut : 1)



Parit pembersih dapat dibuat dari bahan tembok dengan ukuran kemiringan 0.005m/m, kedalaman 7,5 – 10 cm dan panjang parit kurang dari 24 m.



2)



Panjang parit maksimal, 60 m lebih, gunakan kemiringan yang bervariasi atau parit yang mengecil di bagian ujung.



12



3)



Gunakan durasi yang tinggi dan kecepatan aliran yang tinggi pula agar pembersihan lebih efektif pada saluran yang panjangnya lebih dari 30 m. Perlengkapan flushing harus memenuhi syarat, antara lain kuat, sederhana,



mudah dioperasikan dan tahan karat. Selain itu, akan lebih baik bila perlengkapan tersebut mudah pemasangannya pada bangunan, tidak memakan tempat dan harus dapat dipakai juga untuk mengangkut air pada kapasitas tertentu untuk setiap durasi flushing. Ada 3 perlengkapan yang umumnya digunakan untuk flushing, yaitu : 1)



penutup tangki penampung,



2)



tangki penampung limbah dan



3)



pipa untuk membantu memindahkan limbah dalam parit.



2.3.2



Tahap Pengangkutan Setelah limbah peternakan dikumpulkan di lahan penyimpanan sementara,



biasanya diangkut untuk diolah dan atau dibuang ke ladang rumput. Cara pengangkutan limbah



dari



tempat



pengumpulan



bergantung



pada



karakteristik



aliran



limbah. Karakteristik aliran limbah bergantung pada umur dan jenis ternak serta sistem pengumpulan limbah yang digunakan. Cara pengangkutan limbah berdasarkan karakteristiknya, yaitu dan 1)



Limbah peternakan semipadat (semisolid) Limbah yang berbentuk semipadat jelas tidak dapat dialirkan tanpa bantuan



penggerak secara mekanik. Limbah terletak kuat pada lantai (lengket) dan sangat berat untuk dipindahkan dan membutuhkan periode waktu yang lama. Pada umumnya berpendapat bahwa lebih tepat limbah ini dikategorikan sebagai limbah segar.



13



2)



Limbah peternakan semicair (semiliquid ) Limbah semicair adalah limbah yang telah mengalami pengenceran dengan air



dan bertambahnya aktifitas mikroorganisme. Limbah dengan mudah dapat dialirkan tanpa bantuan mekanik yang dapat dengan mudah dilihat dengan mata telanjang. Limbah semiliquid biasanya mengandung 5 – 15 % bahan kering (total solid concentrasions) dan diklasifikasikan sebagai slurry. 3)



Limbah peternakan cair (liquid) Limbah peternakan yang cair adalah limbah yang sudah berbentuk cairan yang



pada umumnya mengandung bahan kering (total solid concentrasions) kurang dari 5 % dan berasal dari aliran kandang feedlot, efluen dari sistem pengolahan dan kamar susu. Karakteristik alirannya hampir sama dengan aliran air dan susu. Ada dua sistem pengangkutan limbah peternakan, yaitu pengangkutan secara mekanik untuk limbah padat dan atau semipadat dan pengangkutan dengan air (hydraulic transport) untuk limbah cair dan semicair. Limbah peternakan yang berbentuk padat atau semipadat dapat diangkut secara mekanik menggunakan alat konveyor atau pompa penyedot. Ada beberapa macam konveyor yang digunakan di bidang pertanian, diantaranya belt conveyor, chain conveyor, apron conveyor, pneumatic conveyor, dsb. Tujuan pengangkutan limbah peternakan pada umumnya menggunakan chain conveyor. Konveyor ini sangat cocok untuk limbah peternalan karena selian biayanya murah juga sederhana, mudah dibuat, dan sangat operasional untuk berbagai kondisi. Bentuk spesifik konveyor untuk penanganan limbah ternak adalah scraper



14



conveyor. Alat jenis ini sering digunakan untuk membersihkan parit dan alley kandang. Sistem lain pengangkutan limbah peternakan secara mekanik adalah menggunakan pompa penyedot yang terdiri atas pipa penghisap berukuran besar yang digunakan untuk menggerakan cairan atau padatan melalui pipa ke kolam penampungan. Ada dua tipe pompa penyedot, yaitu hollow piston pump, digunakan untuk mengangkut (memindahkan) limbah peternakan cair sedangkan dan solid piston pump, digunakan untuk mengangkut (memindahkan) limbah peternakan semipadat. Pada pengangkutan sistem aliran dikategorikan ada beberapa tipe aliran, yaitu : 1)



Steady flow, tipe aliran yang terjadi tidak mengalami perubahan karena waktu dan aliran relatif konstan.



2)



Varied flow, tipe aliran yang kecepatan berubah-ubah bergantung kondisi pada waktu tertentu.



3)



Uniform flow, tipe aliran ini terjadi apabila tidak ada perubahan kecepatan pada arah aliran secara spontan.



4)



Nonuniform flow, tipe ini terjadi apabila kecepatan aliran bervariasi antara tempat yang satu dengan yang lain secara spontan.



Sobel (1956) dalam Merkel (1981) mengklasifikasikan cara pengangkutan limbah berdasarkan karakteristiknya, yaitu semisolid, semiliquid dan liquid. Pengangkutan Secara Mekanik a.



Konveyor



b.



Pompa penyedot



15



Pengangkutan Secara Aliran. a.



Secara aliran



b.



Bentuk saluran



2.3.3



Tahap Pemisahan Pemisahan merupakan langkah penting dalam pengelolaaan limbah. Pemisahan



limbah juga memidahankan peternak dan usaha peternakan dalam mengelola limbah. Pemisahan ini tergantung dari sifat fisik limbah ,seperti gas, padat, dan cair. Menurut Markel 1981, Secara fisik karakteristik limbah peternakan dapat diketahui berdasarkan bentuk (padat, semi padat dan cair), tekstur (kekompakan) dan jumlah (kg per unit ternak) yang dihasilkan. Secara kimiawi sifat limbah ditentukan oleh komposisi zat kimia yang terkandung dan tingkat keasaman (pH). Secara biologis sifat limbah ditentukan oleh jenis dan populasi mikroflora-fauna yang terkandung di dalamnya, yang biasanya dicerminkan oleh jenis dan populasi yang terdapat di dalam sistem pencernaan hewan ternak yang menghasilkan limbah tersebut. Secara umum, ketiga sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis dan umur ternak, pakan yang diberikan, tipe ternak dan cara pemeliharaannya.



16



III PENUTUP



3.1 1.



Kesimpulan Limbah ternak merupakan hasil metabolism dari ternak itu sendiri. Limbah ternak ini meliputi feces, urine, dan zat sisa lainnya. Kotoran yang dihasilkan dari setiap ternak rata – rata adalah 5 – 8 % bobot badan.



2.



Limbah peternakan sangat berpengaruh terhadap lingkungan apabila tidak ada penanganan. Dampak yang dapat ditimbulkan berupa pencemaran, baik pencemaran pada air maupun pencemaran di udara yang disebakan oleh gas metan (CH4).



3.



Penanganan limbah peternakan bisa dengan tiga tahap, yaitu pengumpulan dengan cara scraping, free fall, dan flushing ; tahap pengangkutan dan tahap pemisahan.



17



DAFTAR PUSTAKA Abdulgani, I. K. 1988. Seluk Beluk Mengenai Kotoran Sapi serta Manfaat Praktisnya. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Crutzen P J, Aselman I and Seiler W. 1986. Methane production by domestic animals, wild ruminant, other herbivorous fauna, and humans. Tellus 38B:271-284. Dyer K. R.1986. Coastal and Estuarine Sediment Dynamics. John Wiley & Sons: London. Farida E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : Akademika Pressindo. 250 hal. Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. PusatPenelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor. Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta. Soeharsono, 2002. Anthrax Sporadik, Tak Perlu Panik. Dalam kompas, 12 September2002, http://www.kompas.com/kompascetak/0209/12/iptek/anth29. htm (Diakses 9 November 2018) Sofyadi Cahyan, 2003. Konsep Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa Depan. Badan Litbang Departemen Pertanian. Bogor. Triatmojo Suharjono, Yuny Erwanto, NanungAgusFitriyanti.2016. Penanganan Limbah Industri Peternakan. Gadjah Mada University Press.