Pengenalan Patogen Serangga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAYATI (PNE 1402)



ACARA : I PENGENALAN PATOGEN SERANGGA



OLEH : NAMA



: MIFTACHUL HUDAH



NIM



: 141510501192



GOLONGAN



:D



KELAS KULIAH



:B



HARI PRAKTIKUM



: SENIN



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2016



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pertanian sebagai salah satu sektor paling penting dalam kehidupan manusia memiliki beberapa permasalahan yang berarti. Permasalahan yang umumnya menjadi hal yang ditakuti petani adalah serangan organisme pengganggu tanaman. Serangan organisme pengganggu tanaman apabila populasinya telah melampaui batas pengendalian alami akan berpotensi menyebabkan kerusakan pada tanaman budidaya. Solusi umum yang dilakukan oleh petani adalah dengan melakukan pemberantasan secara keseluruhan dengan menggunakan pestisida kimia. Hal ini dikarenakan petani menganggap pestisida merupakan solusi paling efektif dan efisien dalam melakukan perlindungan terhadap tanaman. Perkembangan pertanian yang semakin maju memberikan efek yang pesat terhadap sistem budidaya pertanian. Perkembangan ini juga terjadi pada sistem pengendalian hama. Penerapan pengendalian hama terintegrasi telah menjadi strategi pengendalian yang mulai digalakan. Penggunaan pestisida alami dan pengendali biologi atau disebut juga musuh alami telah dikembangkan. Hasil penelitian Tukimin dkk. (2014) merupakan contoh dari pengendalian berbasi biologi, yaitu dengan menggunakan kombinasi minyak biji jarak pagar dengan steinerma sp. Penggunaan kombinasi musuh alami berupa NEP dan pestisida alami telah memberikan efek parasotoid beracun yang membunuh S. litura. Perkembangan pengendalian organisme pengganggu tanaman semakin maju. Tindakan dalam upaya perlindungan tanaman yang dilakukan tidak lagi berbasis pemberantasan atau membunuh hama melainkan mengendalikan dengan melakukan analisis terlebih dahulu. Strategi ini yaitu teknik pengendalian yang terintegrasi yang disebut pengendalian hama terpadu. Strategi pengendalian Integrated Pest Management atau Pengendalian Hama Terpadu adalah konsep yang menggabungkan berbagai praktek perlindungan tanaman yang berbeda dengan memperhatikan faktor lingkungan dan pemantauan terhadap hama dan musuh alami secara hati-hati (Chandler et al., 2011). Strategi ini diharapkan



mampu mengurangi input pertanian yang berbahaya bagi keberlanjutan pembangunan pertanian. Pelaksanaan pengendalian hama terpadu dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yang menentukan keberhasilan konsep ini yaitu pemantauan presentasi hama dilapangan (Cini et al., 2012) Teknik yang diterapkan dalam strategi pengendalian hama organisme pengganggu tanaman terintegrasi salah satunya yaitu dengan menggunakan kontrol biologi atau disebut juga musuh alami. Musuh alam terdiri atas predator, parasitoid maupun pathogen hama. Predator bekerja dengan cara memangsa hama secara langsung dengan menagkapnya. Parasitoid bekerja dengan memparasot tubuh serangga yang digunakan sebagi inang dan membunuhnya secara bertahap, sedangkan patogen biasanya berasal dari jenis bakteri dan jamur yang menyerang hama. Ketiga musuh alami diatas memiliki faktor pembatasnya masing-masing, seperti iklim, kelmbaban dan banyak lagi . hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Tylianakis and Binzer (2014) yang menyatakan bahwa parasitoid akan bekerja optimal dalam mengendalikan hama pada suhu yang sedang atau hangat. Iklim yang tidak sesuai dengan parasitoid tersebut akan menghambat kerja dari parasitoid yang digunakan. Pengetahuan terhadap serangga yang bertindak sebagai musuh alami yang menguntungkang bagi petani sangat diperlukan. Pengetahuan semacam itu perlu disebarluaskan untuk memberi pengetahuan kepada pelaku budidaya pertanian. Dengan mengetahui hal tersebut maka dapat menjadi langkah awal dalam mensukseskan setrategi pengendalian hama terintegrasi yaitu Pengendalian Hama Terpadu (PHT).



1.2 Tujuan Mengetahui jenis patogen serangga yang bermanfaat bagi bidang pertanian.



BAB 2 BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM



2.1 Waktu dan Tempat Praktikum Pengendalian Hayati dengan judul acara Pengenalan Patogen Serangga dilaksanakan pada hari Senin tanggal 21 Maret 2016 pada pukul 07.00 di daerah lahan pertanian Desa Antirogo.



2.2 Bahan dan Alat 2.2.1 Bahan 1. Sampel tanah pertanian dari berbagai jenis komoditas 2. Air 3. Serangga Galleria mellonella atau Tenebrio molitor (ulat hongkong)



2.2.2 Alat 1. Kain kassa streamin 2. Wadah besar tempat mencampur tanah 3. Gelas air mineral atau wadah kecil 4. Botol air mineral 5. Karet gelang 6. Kertas 7. Staples 8. Lemari penyimpanan 9. Kertas saring 10. Petridish besar dan kecil 11. Jaring penangkap serangga 12. Kamera 13. Alat tulis



2.3 Cara Kerja 2.3.1 Cara kerja mengambil sampel tanah pertanian



1. Memberi plot-plot tanah dari berbagai sudut areal dari lahan yang akan diketahui keberadaan NEP 2. Menggali tanah dengan kedalaman ± 30 cm 3. Memasukkan tanah dalam kondisi lembab ke dalam wadah aqua gelas yang disediakan 4. Menutup wadah berisi sample tanah dengan plastik untuk menjaga kelembaban



2.3.2 Cara kerja isolasi NEP (Nematoda Entomopatogen) 1. Menyiapkan serangga G. Mellonella atau T.molitor yang dimasukkan dalam kain kassa yang di staples 2. Mengkondisikan tanah dalam keadaan lembab (jangan becek). Kadar air ± 10% dari berat tanah. 3. Mengisi gelas – gelas dengan tanah yang lembab dan pada pertengahan gelas memasukkan serangga yang telah dijepit dan menimbun kembali tanah sampai penuh. 4. Menutup gelas dengan menggunakan plastik/kertas dengan karet dan menyimpan ditempat yang tidak terkena panas/cahaya selama 3 – 5 hari. 5. Serangga yang mati dengan menunjukkan gejala coklat/merah diambil dan disusun dalam wadah dan mencatat ciri – ciri gejala yang ditimbulkan pada setiap masing –masing perlakuan.



2.3.3 Cara kerja identisifikasi parasitoid 1. Mengambil sampel daun pisang pada lahan yang terkena serangan hama penggulung daun pisang. 2. Memastikan dalam daun tersebut terdapat hama ulat Erionata thrax L. 3. Memasukkan hama ulat Erionata thrax L. beserta daun pisang kedalam botol air mineral bekas. 4. Menutup botol air mineral dengan plastik dan menyimpan di tempat yang telah disediakan, serta mengamati selama 3 – 5 hari untuk mengetahui jenis parasitoid yang menyerang pada hama ulat Erionata thrax L. 5. Mencatat hasil analisis.



2.3.4 Cara keja analisis predator 1. Megambil sampel beberapa jenis serangga predator pada lahan dengan menggunakan jaring penangkap serangga. 2. Mendokumentasi jenis serangga predator yang telah didapatkan. 1. 3. Menganalisis serta mencatat ciri serta karateristik serangga predator tersebut.



BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN



3.1 Hasil A.



Predator Hama



Keterangan Nama : coccinella sp. (coleoptera) Preys Hama : aphid (kutu-kutuan) Deskripsi



:



serangga



ini



hidup



rerumputan, warnanya mencolok hitam orange dengan panjang ukuran 3,8-6,7 mm Nama : laba-laba (hexapoda) Preys Hama : wereng, belalang Deskripsi : memiliki panjang 12-18 mm dengan warna kuning kecoklatan, aktif dimalam hari, dan bertelur 1 tahun sekali Nama : mantis (mantodea) Preys Hama : valanga sp Deskripsi



:



alat



dibagian



abdomen,



kelamin



terpisah



sayap



berupa



membrane, tubeuh bersegmen. Nama : capung (odonata) Preys Hama : wereng Deskripsi : memiliki 2 mata majemuk besar,



dengan



tubuh



panjang



dan



antenna pendek. Habitat di kebun, rawa dan sungai, abdomen kurus dan ramping.



Nama : tawon (hymenoptera) Preys Hama : ulat (larva lepidoptera) Deskripsi : ukuran 3-4 cm, tubuh hitam, kepala belang, perut kuning. Sarang koloni berbentuk oral B.



Parasitoid Hama



Keterangan Nama : brachymeria Preys Hama : erionata thrax Deskripsi : warna tubuh hitam, abdomen hitam dengan warna kuning pada apical dan femur belakang berwarna hitam dengan panjang tubuh 6,5 mm. parasite pada pupa dari serangga holometabola seperti



Lepidoptera



coleopteran,



hymnoptera, dan diptera Nama : tawon (apentoles flaripes) (Hymenoptera) Preys Hama : plusta chataites hymantidae. Deskripsi : memiliki antenna lebih panjang dari tubuhnya, tubuh berwarna hitam dan berwarna kuning dibagian abdomen. Imago berukuran 2-3 mm, jenis parasite (endoparasit). C.



Patogen Hama



Keterangan



Nama : Metarizium Preys Hama : galleria mellonela Deskripsi : tubuh galleria diselimuti hifa berwarna putih karena hifa metarizium berwarna putih. Seluruh cawan petri juga dipenuhi oleh hifa metarizium. Ketika muncul spora akan berubah menjadi hijau. Nama : Nematoda Entomopatogen Preys Hama : galleria mellonela Deskripsi : galleria mellonela berwarna hitam pucat mengkerut. Tubuhnya lunak ketika



ditekan



akan



menggeluarkan



cairan tubuh. Nama : beuveria bassiana Preys Hama : tenebrio molitor Deskripsi : hifa berwarna putih, masuk dalam serangga melalui kulit saluran pencernaan, dan lubang alami lainnya. Cendawan bersifat entomopatogen.



3.2 Pembahasan Pengendalian hama dapat dilakukan dengan memanfaatkan musih alami. Pengendalian semacam ini biasa disebut dengan pengendalian hayati. Jumlah musuh alami yang dapat berperan sebagai agen pengendali hayati lebih dari ratusan ribu spesies dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi dibandingkan pengendalian secara kimia (Lenteren, 2012). Hal ini menunjukkan potensi pengendalian hayati yang memiliki prospek cerah. Berdasarkan data di atas ada beberapa musuh alami yang ditemukan pada lokasi praktikum. Musuh alami dari



jenis predator yang ditemukan antara lain belalang sembah, capung, coccinela, tawon dan laba-laba. Jenis-jenis predator ini banyak ditemui diareal persawahan dengan ekologi tropika basah. Belalang sembah umumnya memangsa jenis belalang hama dengan enyergap dan memakannya secara langsung. Capung memakan wereng yang beterbangan di udara, sedangkan cocinella memakan kutukutuan pada daun maupun batang tanaman. Tawon memangsa ulat-ulat kecil larva Lepidoptera. Laba-laba umumnya memangsa P. Pseudoannulata yang merupakan predator bagi berbagai jenis hama wereng baik wereng cokelat, hijau dan punggung putih (Khodijah dkk., 2012). Laba-laba merupakan predator yang menangkap haman dengan jebakan jaringnya. Hama yang sering terperangkap yaitu seperti jenis belalang, wereng dan Lepidoptera seperti ngengat. Parasitoid yang berhasil ditemukan adalah brachymeria, dan aphentoles flaripes. Brachymeria menjadi parasitoid umumnya pada tubuh ulat penggulung daun pisang. Parasitoid ini meletakkan telurnya dan berkembang dalam tubuh inangnya. Parasitoid akan keluar dari tubuh inangnya dan mengalami fase pupu dengan menempel dibagian luar larva Lepidoptera. Siklus hidupnya yaitu berkisar 12-13 hari. Patogen yang dikenalkan pada praktikum kali ini adalah Beuveria bassiana, Metarhizium, Bakteri merah, Nematoda Entomo Patogen (NEP) dan Pestisida



Nabati.



Patogen



yang



berhasil



di



isolasi



adalah



nematoda



entomopatogen. Pengenalan Beuveria bassiana pada preparat menunjukkan ciri tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih. Jamur B. bassiana dapat menginfeksi beberapa jenis hama dari ordo yang berbeda, akan tetapi lebih efektif apabila diaplikasikan untuk mengendalikan hama dari ordo Coleoptera. Patogen lain yang sering digunakan yaitu cendawan. Cendawan memiliki kemampuan dan efektifitas yang tinggi. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Prayogo (2013) yang menyatakan bahwa cendawan L. lecanii mampu menggagalkan penetasan telur hama kepik coklat Riptortus linearis F. (Hemiptera: Alydidae) pada kedelai. Persentase telur kepik coklat yang tidak menetas setelah terinfeksi L. lecanii mencapai 80%. Telur yang menetas



membentuk nimfa I. akhirnya mati tidak dapat berkembang menjadi nimfa II karena gagal berganti kulit (moulting). Nematode entomopatogen yang banyak dipelajari adalah Heterorhabditis dan Steinernema. Jenis nematoda ini menularkan secara berurutan, bakteri patogenik Photorhabdus spp. dan Xenorhandus spp. ke dalam tubuh serangga sehingga menyebabkan kematian pada serangga mulai 24 jam setelah invasi (Chaerani, 2011). Siklus hidup dari nematoda Steinernema ini adalah telur – juvenil – dewasa. Stadia infektif juga dapat terbentuk apabila nematoda ini mengalami kekurangan makanan. Dalam kondisi ini nematoda infektif dapat terbentuk tanpa melalui stadia juvenile 1 atau 2, setelah stadia juvenil 4 terlewati, maka nmatoda akan berkembang menjadi nematoda dewasa jantan atau betina, setelah 2 atau 3 minggu kemudian barulah nematoda akan mulai mencari inang baru. Infeksi Steinernema sp. dilakukan oleh stadium larva instar III atau Juvenil Infektif (JI) terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi langsung membran intersegmental integumen yang lunak.



Steinernema sendiri mampu



memenghasilkan toksin yng mematikan. Steinernema ditemukan pada tanah pantai dengan tekstur tanah pasir dan tanah yang lembab. (Safitri dkk., 2013). Berbeda dengan Steinernema, Heterorhabditis memiliki ekologi yang berbeda, menurut Safitri dkk. (2013) Heterorhabditis ditemukan pada tanah bertekstur pasir dengan kelembaban yang tinggi. Heterorhabditis memiliki kisaran iang yang cukup luas yaitu meliputi ordo Coleoptera, Lepidoptera, dan Dyctyotera. Menurut Wiratno dan Rohimatun (2012) menyatakan Heterorhabditis sp. hidup bersimbiose mutualisme dengan bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae dan membawa satu spesies bakteri simbion bernama Photorhabdus luminescens, bakteri simbion yang hidup di dalam saluran pencernaan nematoda dalam kondisi dorman. Penetrasi nematoda ke dalam hemocoel serangga dilakukan pada stadia infektif, yaitu Juvenile Infective (JI), melalui mulut, anus, spirakel, atau langsung menembus kutikula, dan dalam tujuh jam jaringan tubuh serangga mulai terdisintegrasi dan melemah hingga mengalami kematian setelah 24-48 jam.







Gambar 1. Steinernema



Gambar 2. Heterorhabditis sp



Keberhasilan isolasi entomopatogen ditandai dengan gejala yang sama antara preparat contoh dengan hasil pengujian. Larva dengan aplikasi B. bassiana mati dengan tubuh mengeras dan tertutup oleh benang hifa berwarna putih.



Gambar 1. Beauveria bassiana pada T. mollitor



Gambar 2. Metarhizium pada T. mollitor



.



Gambar 4. NEP pada T. mollitor Tubuh larva yang terinfeksi Metarhizium akan timbul bercak coklat dengan larva mati berwarna kehijauan Gejala akibat NEP ditunjukkan dengan warna kemerah hitaman pada inang. Hal ini sesuai dengan hasil isolasi pada percobaan dengan menggunakan kertas saring. Sehingga dengan demikian dapat diketahui bahwa



setiap agen hayati memiliki ciri tersendiri pada gejala serangan yang ditimbulkannya.



BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN



4.1 Kesimpulan 1.



predator, parasitoid,



dan patogen hama yang ditemukan memiliki



karakteristik yang berbeda-beda, namun ekologinya sama. 2.



Steinernema dan Heterorhabditis memiliki kesamaan yaitu pada efektifitasnya dalam mengendalikan hama, anun memiliki perbedaan pada habitat yang disenanginya.



3.



Hasil pengisolasian hanya mendapatkan 1 perlakuan dengan hasil yang sama dengan preparat yaitu nematode entomo patogen saja.



4.2 Saran Sebaiknya praktikum lebih dispesifikkan sehingga tidak bercampuran dan pembahasan lebih focus antara predator, parasitoid, dan patogennya.



DAFTAR PUSTAKA



Chaerani. 2011. Pembiakan Nematoda Patogen Serangga (Rhabditida: Heterorhabditis dan Steinernema) pada Media Semi Padi. HPT Tropika, 11(1): 69-77. Chandler, D., A. S. Bailey, G. M. Tatchell, G. Davidson, J. Greaves and W. P. Grant. 2011. The Development, Regulation and Use of Biopesticides for Integrated Pest Management. Philosophical Transactions of the Royal Society, 366(1): 1987-1998. Cini, A., C. Ioriatti dan G. Anfora. 2012. A Review of the Invasion of Drosophila suzukii in Europe and a Draft Research Agenda for Integrated Pest Management. Bulletin of Insectology, 65(1): 149-160. Khodijah, S. Herlina, C. Irsan, Y. Pujiastuti dan R. Thalib. 2012. Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan Lebak dan Pasang Surut Sumatera Selatan. Lahan Subotimal, 1(1): 57-63. Lenteren, J. C. V. 2012. The State of Commercial Augmentative Biological Control: Plenty of Natural Enemies, But a Frustrating Lack of Uptake. BioControl, 57(1) :1-20. Prayogo, Y. 2013. Karakterisasi Fisiologi Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii sebagai Calon Bahan Aktif Bioinsektisida untuk Pengendalian Telur Kepik Coklat (Riptortus linearis) pada Kedelai Buletin Plasma Nutfah, 19(1): 33-44 Safitri, M. E. Ratnasari, dan R. Ambarwati. 2013. Efektivitas Steinernema sp. dalam Pengendalian Hama Serangga Tanahpada Berbagai Tekstur Tanah. Lentera, 2(1): 25-31. Tukimin, E. Karmawati dan H. Probowo. 2014. Sinergisme Antara Nematoda Patogen Serangga Steinernema sp. dan Minyak Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) terhadap Mortalitas dan Efek Lanjutan Larva Spodotera litura F. Litri, 20(2): 93-99. Tylianakis, J. M. and A. Binzer. 2014. Effects of Global Environmental Changes on Parasitoid–Host Food Webs and Biological Control. Biological Control, 75(1): 77-86. Wiatno dan Rohimatun. 2012. Patogenisitas nematoda heterorhabditis sp. Terhadap kumbang daun kelapa brontispa longissima gestro. Littri, 18(4): 137-142.