9 0 436 KB
Menghitung kapasitas ruas jalan di Indonesia dapat dilakukan berdasarkan dua dasar yaitu berdasarkan MKJI 1997 dan PKJI 2014. Tetapi dalam melakukan perhitungannya terdapat perbedaan. Dalam melakukan perhitungan kapasitas jalan berdasarkan MKJI ditentukan dengan rumus dasar C= Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (SMP/jam) C
= Kapasitas (SMP/Jam)
Co
= kapasitas dasar (SMP/Jam)
Fcw
= faktor penyesuaian lebar bahu jalur lalin
FCsp
= faktor penyesuaian pemisahan arah
FCsf
= faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs
= faktor penyesuaian ukuran kota
Dalam melakukan perhitungan kapasitas jalan dalam PKJI ditentukan dengan rumus dasar C= Co x FClj x FCpa x FChs x FCuk C
= kapasitas, skr/jam
Co
= kapasitas dasar, skr/jam
FClj
= faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas
FCpa
= faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada jalan tak terbagi
FChs
= faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu atau berkereb
FCuk
= faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
Dari rumus yang terdapat dalam MKJI maupun PKJI sebenarnya sama dalam perkaliannya, tetapi berbeda akan hal variabelnya seperti Fcw ada MKJI dan FClj dalam PKJI. Fcw dan FClj artinya dan maksudnya sama tetapi berbeda variabelnya. Kemudian yang membedakan kedua dasar rumus ini adalah satuan hasil kapasitas jalan yang didapatkan. Di dalam MKJI satuan hasil kapasitas yaitu smp/jam sedangkan untuk PKJI yaitu skr/jam Perbedaan selanjutnya yaitu dala MKJI menggunankan istilah berbahasa inggris sedangkan dalam PKJI lebih kedalam bahasa Indonesia
PENDAHULUAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan itu sendiri dapat dikelompokan menjadi menurut sistem, fungsi, status, dan kelas. Didalam jalan tersebut tentu ada cabang yang membagi jalan tersebut untuk kekanan atau kekiri yang disebut dengan simpang. Menurut KBBI simpang adalah sesuatu yang memisah (membelok, bercabang, melencong, dan sebagainya) dari yang lurus (induknya). Di dalam ilmu transportasi simpang ini sendiri terbagi atas simpang bersinyal dan simpang tak bersinyal. Simpang bersinyal dapat diartikan dengan simpang yang memiliki AILL sedangkan untuk simpang tak bersinyal dapat diartikan persimpangan yang memberikan hak jalan kepada kendaraan yang berada di jalur utama. Persimpangan atau pertemuan jalan adalah titik temu dua jalan atau lebih yang memberikan pengaruh besar bagi kelancaran arus kendaraan pada jaringan jalan tersebut. Pada umumnya di persimpangan ini banyak terjadi kemacetan lalulintas. Oleh karena itu untuk menunjang kinerja suatu simpang digunakan sinyal (lampu) pengatur lalu lintas. Lampu lalu lintas ini berfungsi sebagai pengontrol arus kendaraan di persimpangan karena pengaturannya lebih tegas dan fleksibel. Sinyal lalu lintas ini diharapkan mampu memberikan pengaturan pada arus lalu lintas secara bergiliran dan berurutan selama jangka waktu tertentu sesuai kebutuhan. Pada suatu persimpangan jika panjang antrian sudah melebihi yang di tentukan, maka simpang tersebut bisa dikatakan kinerjanya sudah tidak efisien lagi atau bisa dikatakan simpang tersebut butuh perubahan atau desain lagi Jenis simpang dan bentuk pengendaliannya ditentukan oleh tingkat konflik yang harus diatasi. Simpang tidak bersinyal yang sangat rendah konfliknya bahkan tidak memerlukan pengendalian lalu lintas apapun. Di beberapa negara yang menganut peraturan prioritas akan jelas kendaraan dari arah mana yang mendapatkan hak bergerak meskipun hirarki jalannya saman. Pada jalan yang berhirarki berbeda yang bersilang umumnya dilengkapi dengan rambu yield atau stop pada kaki simpang yang berhirarki rendah. Artinya kendaraan pada simpang yang dipasangi rambu seperti ini masing-masing harus memperlambat atau menghentikan laju kendaraannya hingga terdapat celah yang aman untuk melaju. Bila tingkat konflik meningkat terus maka bundaran adalah salah satu cara untuk mengurangi konflik, jika bundaran tidak mampu mengatasi konflik, maka cara lain untuk mengurangi konflik adalah dengan menggunakan sinyal (lampu lalu lintas).
ISI Disini kita akan membahas salah satu bentuk simpang yaitu simpang tak bersinyal. Simpang tak bersinyal itu sendiri merupakan simpang yang memberikan hak jalan lebih dulu kepada kendaraan yang berada di jalur utama. Kapasitas simpang didasarkan atas bukti empiris jumlah kendaraan maksimum yang masuk. Simpang dari setiap pendekatnya per jam; Kapasitas tidak ditetapkan menggunkan pendekatan teoritis “Gap acceptance” Kapasitas dasar adalah kapasitas Simpang dengan kondisi lalu lintas, geometrik, dan lingkungan yang baku Kapasitas Simpang adalah kapasitas dasar yang dikoreksi sebagai akibat “perbedaan” geometrik dan kondisi lingkungan” nya terhadap kondisi baku. Nilai kapasitas Simpang ditetapkan dari nilai komulatif lebih kecil dan sama dengan nilai tertentu (misal 90%) Pemutahiran menunjukan bahwa angka kapasitas Simpang-3 masih berkisar diantara nilai kapasitas yang digunakan MKJI’97 Dalam menghitung kinerja simpang berdasarkan MKJI dan PKJI adalah sama yaitu dengan rumus C = Co x Flp x Fm x Fuk x Fhs x Fbki x Fbka x Frmi Keterangan : C
= kapasitas Simpang , skr/jam
C0
= kapasitas dasar Simpang, skr/jam
FLP
= faktor koreksi lebar rata-rata pendekat
FM
= faktor koreksi tipe median
FUK
= faktor koreksi ukuran kota
FHS
= faktor koreksi hambatan samping
FBKi
= faktor koreksi rasio arus belok kiri
FBK
= faktor koreksi rasio arus belok kanan
Frmi
= faktor koreksi rasio arus dari jalan minor
Derajat Kejenuhan (DJ) Derajat Jenuh adalah ukuran utama yang digunakan untuk menentukan tingkat kinerja segmen jalan.
𝑐=
Qsmp DS
Keterangan :
DS
= Derajat kejenuhan ,
C
= Kapasitas (smp/jam),
Qsmp = Arus total (smp/jam)
Tundaan (D) Tundaan di persimpangan adalah total waktu hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu simpang. Hambatan tersebut muncul jika kendaraan berhenti karena terjadinya antrian di simpang sampai kendaraan itu keluar dari simpang karena kapasitas simpang yang sudah tidak memadai.
\
PENUTUP Dalam melakukan perhitungan kinerja simpang tak bersinyal (prioritas) dalam MKJI 1997 dan PKJI 2014 adalah sama hanya terdapat perbedaan dalam hal perbedaan dalam notasi dan satuan dalam faktor penyesuaiannya. Jadi tidak terdapat banyak perbedaan pada MKJI 1997 dan PKJI 2014 perbedaan tersebut hanya terletak dalam notasi dan satuan dalam faktor penyesuaiannya