Pkpu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HOMOLOGASI PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERJADINYA PAILIT (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 137K/PDT.SUS-PKPU/2014)



TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara



Oleh :



MARANATHA PURBA 167005109/HK



PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019



Universitas Sumatera Utara



Universitas Sumatera Utara



Universitas Sumatera Utara



ABSTRAK Homologasi adalah pengesahan perdamaian oleh hakim atas persetujuan antara debitor dengan kreditor untuk mengakhiri kepailitan. Perdamaian (akkoord) dalam tahapan PKPU ini merupakan tahapan yang paling penting, karena dalam perdamaian tersebut debitor akan menawarkan rencana perdamaiannya kepada kreditor. Dalam perdamaian tersebut dimungkinkan adanya restrukturisasi utang-utang debitor. Jika perdamaian disetujui oleh para kreditor, maka PKPU demi hukum akan berakhir. Perdamaian merupakan salah satu upaya hukum untuk menolak dilakukannya kepailitan terhadap debitor. Perdamaian dalam proses kepailitan ini sering juga disebut dengan istilah “accord” (bahasa Belanda) atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan istilah “Composition”. Berbicara tentang perdamaian dalam kepailitan tidak hanya ada dalam proses kepailitan, tetapi terdapat juga dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Perdamaian adalah salah satu cara untuk mengakhiri kepailitan. Perdamaian dapat digunakan sebagai alat untuk memaksa dilakukannya restrukturisasi hutang karena diluar kepailitan. kreditor (konkuren) tidak dapat dipaksa untuk menyetujui perdamaian. perdamaian didefinisikan sebagai perjanjian antara debitor dan para kreditornya dimana klaim dari kreditor disetujui untuk dibayar sebagian atau seluruhnya. Kebiasaan yang terjadi dalam ranah praktek di Indonesia, potensi perdamaian tercapai di dalam PKPU sudah efektif tetapi masih belum maksimal, ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah Penerapan homologasi sebagai upaya preventif terjadinya pailit tidak terlepas dari adanya itikad baik dan sense of cooperation( rasa kooperatif ) baik dari pihak debitor dan kreditor agar rencana perdamaian dapat dinegosiasikan, ditetapkan, dan dilaksanakan dengan baik sampai pemenuhan seluruh utang tercapai sebelum diucapkan putusan pernyataan pailit. Hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara No. 137 K/Pdt.SusPKPU/2014 sudah tepat. Para pihak dalam putusan ini, yaitu Julia Tjandra dan Jerry Farolan sebagai Kreditor dan PT. Djakarta Lloyd telah memperoleh kepastian hukum yaitu pengembalian tagihan sudah mendapat kekuatan hukum tetap, mendapat penjaminan agar debitor tidak berbuat curang dan kemanfaatan bagi debitor masih diberikan kesempatan mengelola kembali usahanya dan menghindarkan debitor dari kemungkinan eksekusi massal oleh kreditor-kreditornya guna untuk kelangsungan usaha.



Kata Kunci: Homologasi, PKPU, Pailit



Universitas Sumatera Utara



ABSTRACT Homologation is the endorsement by the judge of the peace agreement between the debtor by the creditor to end the bankruptcy. Peace (akkoord) in phases this phase is PKPU is most important, because in the debtor will offer peace plan peace were to creditors. The possible existence of peace in the restructuring of debts the debtor. If peace is approved by the creditors, then the PKPU by-law will end. Peace is one of legal efforts to resist he did bankruptcy against the debtor. Peace in the process of bankruptcy is often referred to with the term "accord" (Netherlands) or in the language of the United Kingdom referred to by the term "Composition". Talking about peace in bankruptcy do not only exist in the bankruptcy process, but there are also in the process of debt payment suspension (PKPU). Peace is one of the ways to end the bankruptcy. Peace can be used as a tool to force it does because of the debt restructuring outside of bankruptcy. creditors (concurrent) cannot be forced to agree to peace. peace is defined as an agreement between the debtor and the creditors where the claims of the creditors agreed to partially or completely paid. A habit that happens in the realm of practice in Indonesia, the potential of the peace achieved in the PKPU already effective but still not a maximum, is caused by several factors. One of these is the application of the preventive efforts as a homologation the occurrence of bankruptcy is inseparable from the existence of good faith and sense of cooperation (cooperative sense) from either party to the debtor and the creditor in order that the peace plan can be negotiated, established, and implemented properly to the fulfillment of the entire debt is reached before pronounced the verdict statement for bankruptcy. Supreme Court justices in the disconnect of case No. 137 K/Pdt. SusPKPU/2014 is just right. The parties in this ruling, namely Julia Tjandra and Jerry Farolan as creditors and PT Djakarta Lloyd has obtained legal certainty, namely repayment bills have got a fixed legal power, got a guarantee so that the debtor does not cheat and benefit for the debtor is still given a chance to manage again and his effort to prevent the debtor from possible mass execution by kreditor-kreditornya in order for the continuity of the business.



Keywords: Homologation, PKPU, Bankruptcy



Universitas Sumatera Utara



Daftar Riwayat Hidup Nama



: Maranatha Purba



Tempat/Tanggal Lahir



: Simpang Raya, 30 Mei 1992



Agama



: Kristen Protestan



Status



: Belum Pernah Menikah



Pendidikan



: - Sekolah Dasar Negeri 091293, Simpang Raya. Lulus Tahun 2004 - SMP Cinta Rakyat I, Jl. Sibolga Pematang Siantar, Lulus Tahun 2007 - SMA Methodist, Pematang Siantar, Lulus Tahun 2010 - Strata Satu (S1) Universitas Katolik Santo Thomas Medan Lulus Tahun 2015 - Strata Dua (S2) Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara



Nama Ayah Kandung



: M. Purba



Nama Ibu Kandung



: D Br. Siahaan



Status Anak



: Anak Kandung Dari 2 (Dua) Bersaudara



Universitas Sumatera Utara



KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa telah memberikan berkat kepada saya sehingga dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “HOMOLOGASI PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG(PKPU) SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERJADINYA PAILIT (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 137K/PDT.SUS-PKPU/2014)”. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis dengan besar hati dan dengan tangan terbuka menerima kritik, saran dan juga ide-ide yang sifatnya konstruktif dan membangun dari para pembaca untuk mewujudkan kesempurnaan Tesis ini. Dalam menyelesaikan penelitian tesis ini penulis banyak menerima bantuan serta dorongan dari semua pihak baik bantuan moral maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan rasa tulus kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.



Universitas Sumatera Utara



4. Bapak Dr. Mahmul Siregar,S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, Selaku Ketua Komisi Pembimbing penulis yang telah memberikan begitu banyak ilmu pengetahuan, nasehat serta petuah-petuah yang dapat membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat. 6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan serta banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis dari awal penulisan sampai akhir penulisan. 7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., C.N, M.Hum selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan perhatian penuh, memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis serta mendorong penulis untuk selalu semangat dalam menyelesaikan tesis. 8. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penguji penulis yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini. 9. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penguji penulis yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini. 10. Kepada kedua Orang tua saya M. Purba dan D. Siahaan, Terima Kasih sebesarbesarnya penulis ucapkan telah memberikan motivasi, didikan, dorongan, arahan serta telah menjadi sosok orang tua yang akan selalu saya jadikan contoh dan panutan dalam hidup. Semangat yang sangat luar biasa diberikan kepada saya agar segera menyelesaikan tesis ini dengan baik. 11. Kepada saudara saya Deo,Bambang,Boby,Wilson.. Kakak Citra, Ayu, Iin,atas perhatian, dukungan, pendapat dalam pengerjaan tesis ini. 12. Kepada keluarga besar saya, keluarga besar purba dan keluarga besar siahaan terimakasih sebesar-besarnya atas do‟a, dukungan dan pesan-pesan moral yang sangat berharga kepada saya. 13. Kepada



teman



seperjuangan



saya



dalam



tesis



Sari,Sony,Yoshua,



Jandri,Ika,Alfa-Omega,Hadi Terima Kasih banyak dukungan dan bantuannya.



Universitas Sumatera Utara



14. Kepada seluruh teman-teman Khususnya Reguler B Stambuk 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat, motivasi, dukungan dalam menyelesaikan tesis ini. Akhir kata penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dan wawasan bagi kita semua. Kiranya Tuhan dapat membalas kebaikan dan dukungan serta bantuan yang diberikan semua pihak. Medan, Januari 2019 Penulis



Maranatha Purba



Universitas Sumatera Utara



DAFTAR ISI Abstrak .............................................................................................................. i Abstrack.............................................................................................................ii Kata Pengantar..................................................................................................iii Daftar Riwayat Hidup........................................................................................iv BAB I



BAB II



: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................



1



B. Rumusan Masalah ...........................................................................



23



C. Tujuan Penelitian ............................................................................



24



D. Manfaat Penelitian ..........................................................................



24



E.



Keaslian Penelitian ..........................................................................



24



F.



Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional .................................



25



1. Kerangka Teori..........................................................................



25



2. Landasan Konsepsional.............................................................



28



G. Metode Penelitian ...........................................................................



30



1. Sifat Dan jenis Penelitian ..........................................................



30



2. Metode Pendekatan ...................................................................



31



3. Sumber Bahan Hukum .............................................................



31



4. Teknik Pengumpulan Data ........................................................



33



5. Analisis Data...................................................................... .......



34



: PENERAPAN HOMOLOGASI SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TIMBULNYA PAILIT A. Homologasi Dalam Hukum Kepailitan........................................ 1. Pengertian Homologasi....................................................... 2. Perdamaian Dalam Perkara Kepailitan.................................. 3. Homologasi Dalam Perdamaian........................................... a. Dalam Kepailitan............................................................ b. Hologasi Dalam PKPU................................................... B. Homologasi Sebagai Upaya Pencegahan Pailit.............................



35 35 44 47 49 53 68



1. Prosedur Homologasi............................................................



68



2. Penolakan Dan Pengesaahan Homologasi...............................



73



Universitas Sumatera Utara



BAB III : AKIBAT HUKUM HOMOLOGASI DALAM PERDAMAIAN A. Para Pihak Dalam Homologasi PKPU............................................. 75 1. Debitor.............................................................................. 75 2.



Kreditor............................................................................



76



3.



Pengurus...........................................................................



77



4.



Hakim...............................................................................



77



B. Akibat Hukum Homologasi Accord.............................................



79



1. Debitor...............................................................................



82



2. Kreditor.............................................................................



85



3. Harta Kekayaan...................................................................



86



C. Hambatan Dalam Pelaksanaan Perdamaian Homologasi Accord.... 87 BAB IV



: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.137K/PDT.SUS-PKPU/2014 A. Posisi Kasus Sidang Homologasi di Jakarta Pusat Dalam Putusan Mahkamah Agung No.137/K/PDT.SUS-PKPU/2014......... B. Analisis



Kasus



Dalam



Putusan



Mahkamah



Agung



No.137/K/PDT.SUS-PKPU/2014.......................................... .......... BAB V



90



112



: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………. .................



127



B. Saran……………………………………………………….............



128



DAFTAR PUSTAKA



Universitas Sumatera Utara



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris istilah pailit mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Di dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya disebut dengan Le Faile. Sedangkan dalam bahasa Latin digunakan istilah failire dan dalam bahasa Inggris digunakan istilah to fail. Di negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah “ bankrupt” dan “bankruptcy”. 1 Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan ( financial distress ) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil



1



Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), hal 105.



1 Universitas Sumatera Utara



2



penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditor.2 Menurut Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yang dimaksud kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas (Pasal 1 angka 1). Nilai-nilai utama yang dapat menjadi titik awal pengaturan kepailitan pada dasarnya dapat ditemukan pada Buku I, II, III dan IV KUH Perdata dan pada Buku I KUH Dagang. Di awali dengan pertanyaan siapa yang dapat dinyatakan pailit. Apa sajakah yang dapat dijadikan jaminan dan transaksi yang bagaimana yang terjamin. Ketiga hal utama tersebut merupakan konsep dasar menuju pada proses pernyataan dan keputusan pailit. Konsep dasar tersebut kemudian secara jelas diatur dengan lebih rinci pada ketentuan kepailitan.3 Kepailitan semula diatur oleh Undang-Undang tentang Kepailitan yang dikenal dengan sebutan Failissement Verordening (FV) yaitu Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348. FV tersebut kemudian diubah dalam arti disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1 Tahun 1998 sehubungan dengan gejolak moneter yang menimpa Negara Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. PERPU Nomor 1 Tahun 1998 selanjutnya ditetapkan sebagai Undang-Undang. Nomor 4 Tahun 1998, namun karena



2



M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan (Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan), (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008), hal 1. 3 Sri Redjeki Hartono, Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern, (Jakarta:Jurnal Hukum Bisnis, Volume 7, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 1999), hal. 22.



Universitas Sumatera Utara



3



perubahan tersebut belum juga memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pengaturan suatu kepailitan selain khusus diatur dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, juga terdapat dalam beberapa undang-undang yaitu sebagai berikut: 1. KUH Perdata, misalnya Pasal 1139, 1149, 1134 dan lain-lain 2. KUH Pidana, misalnya Pasal 396, 397, 398, 399, 400, 520 dan lain-lain 3. UUPT Nomor 1 Tahun 1995, misalnya Pasal 79 ayat (3), Pasal 96, Pasal 85 ayat (1) dan (2), Pasal 3 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 90 ayat (2) dan (3), Pasal 98 ayat (1), dan lain-lain 4. Undang-Undang tentang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 5. Perundang-undangan di bidang Pasar Modal , Perbankan, BUMN, dan lainlain.4 Asas-asas Hukum Kepailitan didasarkan pada asas-asas dan prinsip-prinsip sebagai berikut :5 1. Asas Kejujuran Adalah asas yang mengandung pengaturan bahwa di satu pihak dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh para Debitor yang tidak jujur, dan di lain pihak dapat mencegah penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh para Kreditor yang tidak beritikad baik.



4



Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, (Bandung:PT Citra Aditya, 2014), hal



10. 5



Frederick B.G. Tumbuan, Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan Tentang Kepailitan,(Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman, 1994), hal. 12 – 13.



Universitas Sumatera Utara



4



2. Asas Kesehatan Usaha Adalah asas yang mengandung pengaturan bahwa lembaga kepailitan harus diarahkan pada upaya ditumbuhkannya perusahaan-perusahaan yang secara ekonomis benar-benar sehat. 3. Asas Keadilan Mempunyai pengertian bahwa kepailitan harus diatur dengan sederhana dan memenuhi rasa keadilan, untuk mencegah kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihannya masing-masing dari Debitor dengan tidak memperdulikan Kreditor lainnya. 4. Asas Integrasi Terdapat 2 pengertian integrasi, yaitu : - integrasi terhadap hukum lain: mengandung pengertian bahwa sebagai suatu sub - sistem dari hukum perdata nasional, maka hukum kepailitan dan bidang-bidang hukum lain dalam sub–sistem hukum perdata nasional harus merupakan suatu kebulatan yang utuh, - integrasi terhadap hukum acara perdata : mengandung maksud bahwa hukum kepailitan merupakan hukum di bidang sita dan eksekusi. Oleh karenanya ia harus merupakan suatu kebulatan yang utuh pula dengan peraturan tentang sita dan eksekusi dalam bidang hukum acara perdata. 5. Asas Itikad Baik Asas yang mengandung pengertian bahwa pada dasarnya timbulnya kepailitan karena adanya perjanjian yang mengikat para pihak. Tetapi salah satu pihak berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, karena harta kekayaannya tidak



Universitas Sumatera Utara



5



mencukupi untuk membayar utang-utangnya. Keadaan demikian harus dinyatakan secara objektif oleh hakim, dan bukan oleh para pihak (Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata). 6. Asas Nasionalitas Mengandung pengaturan bahwa setiap barang/harta kekayaan yang dimiliki oleh Debitor adalah menjadi tanggungan bagi utang-utangnya (Pasal 1131 KUH Perdata) dimanapun barang itu berada. Tujuan dan Fungsi Kepailitan Beberapa faktor yang perlu ditekankan terkait dengan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang dalam UU No. 37 Tahun 2004, yaitu: 1. Menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor 2. Menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut



haknya



dengan



cara



menjual



barang



milik



debitor



tanpa



memperhatikan kepentingan debitor atau kreditor lainnya 3. Menghindari adanya kecurangan yang dilakukan oleh salah satu kreditor atau debitor sendiri.6 Tujuan kepailitan pada dasarnya memberikan solusi terhadap para pihak apabila Debitor dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar utang-utangnya. 6



Kukuh Komandoko Hadiwidjojo, Metode dan Konsep Restrukturisasi Sebagai Pelaksanaan Asas Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Terhadap Perusahaan Publik dan Non Publik, Jurnal acamedia.edu. Di akses pada tanggal 7 Desember 2018.



Universitas Sumatera Utara



6



Kepailitan mencegah/menghindari tindakan-tindakan yang tidak adil dan dapat merugi semua pihak, yaitu menghindari eksekusi oleh Kreditor dan mencegah terjadinya kecurangan oleh Debitor sendiri. Kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi penting, yaitu sebagai realisasi dari dua Pasal penting di dalam KUH Perdata mengenai tanggung jawab Debitor terhadap perikatan-perikatan yang dilakukan yaitu Pasal 1131 dan 1132 sebagai berkut: 7 Pasal 1131: Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang beru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Pasal 1132: Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Pasal 1131 KUH Perdata tersebut di atas mengandung asas bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap utangnya, tanggung jawab berupa menyediakan kekayaannya baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika perlu dijual untuk melunasi utang-utangnya (Asas Schuld dan Haftung).8 Pasal 1132 KUH Perdata mengandung asas bahwa apabila seorang Debitor mempunyai beberapa Kreditor maka kedudukan para Kreditor adalah sama (asas paritas creditorium). Jika kekayaan Debitor itu tidak mencukupi untuk melunasi utang-utangnya, maka para Kreditor itu dibayar berdasarkan asas keseimbangan, 7



Sri Redjeki Hartono, Op.Cit., Hal 22-23. Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi (Semarang;Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1998), hal. 5. 8



Revisi



Dengan



UUHT,



Universitas Sumatera Utara



7



yaitu masing-masing memperoleh piutangnya seimbang dengan piutang Kreditor lain. Namun demikian Undang-undang mengadakan penyimpangan terhadap asas keseimbangan ini, jika ada perjanjian atau Undang-undang menentukannya. 9 Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 (UUK) menentukan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya, atau oleh Kejaksaan untuk kepentingan umum, atau oleh Bank Indonesia dalam hal Debitornya adalah bank, atau oleh Menteri Keuangan dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, Badan Usaha Milik Negara. Melihat bunyi Pasal tersebut, dalam masalah kepailitan titik berat proporsinya adalah kepentingan baik kepentingan Debitor dan kepentingan para Kreditor. Seorang/badan hukum dinyatakan pailit tidaklah dimaksudkan agar ia dibebaskan dari kewajibannya membayar utang-utangnya, karena tujuan kepailitan ialah agar sisa harta kekayaannya diatur untuk pembayaran kembali utang-utang Debitor secara adil. Dalam pengaturan pembayaran kembali ini baik untuk kepentingan Debitor sendiri ataupun kepentingan para Kreditornya.10



9



Ibid, hal, 6. Frederick B.G. Tumbuan, Ciri-Ciri Penundaan Pembayaran Utang Sebagai Dimaksud Dalam Perpu, (Jakarta:Makalah Seminar tentang Perpu No. 1 Th. 1998 tentang Perubahan atas UU tentangKepailitan diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Hukum tanggal 29 April 1998 dan 8 Mei 1998), hal, 14-15. 10



Universitas Sumatera Utara



8



Menurut Rudhi Prasetya, adanya lembaga kepailitan berfungsi untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak Kreditor yang memaksa dengan berbagai cara agar Debitor membayar utangnya.11Adanya lembaga kepailitan memungkinkan Debitor membayar utang-utangnya itu secara tenang, tertib, dan adil, yaitu:12 1.



Dengan dilakukannya penjualan atas harta pailit yang ada, yakni seluruh harta kekayaan yang tersisa dari Debitor



2.



Membagi hasil penjualan harta pailit tersebut kepada sekalian Kreditor yang telah diperiksa sebagai Kreditor yang sah, masing-masing sesuai dengan: a. hak preferensinya b. proporsional dengan hak tagihannya dibandingkan dengan besarnya hak tagihan Kreditor konkuren lainnya.



Putusan pailit bukan menyangkut para kreditor saja, tetapi juga menyangkut para pemangku kepentingan lainnya atau stakeholders dari debitor yaitu negara sebagai penerima pajak, para karyawan dan buruhnya, para pemasok barang dan jasa kebutuhan debitor, para pedagang atau pengusaha yang memperdagangkan barang dan jasa debitor.13 Menurut Sri Redjeki Hartono lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu:14



11



Rudhi Prasetya,Likuidasi Sukarela dalam Hukum Kepailitan,(Jakarta: Makalah Seminar Hukum Kebangkrutan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1996), hal, 1. 12 Ibid, Hal 3. 13 Adriani Nurdin, Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum, (Bandung: P.T Alumni, 2012),hal 217. 14 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Hal 74.



Universitas Sumatera Utara



9



1. Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditornya bahwa debitor tidak akan berbuat curang dan tetap bertanggung jawab atas semua utangutangnya kepada semua kreditor-kreditornya. 2. Juga memberi perlindungan kepada debitor terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditor-kreditornya. Black‟s Law Dictionary memberikan pengertian pailit adalah ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk tidak dibayarnya utang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan pengajuan ke pengadilan, baik atas permintaan debitor sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.15 Selanjutnya pengadilan akan memeriksa dan memutuskan tentang ketidakmampuan seorang debitor. Keputusan tentang pailitnya debitor haruslah berdasarkan keputusan pengadilan, dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata.16 Putusan pengadilan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh pihak-pihak yang berperkara untuk menyelesaikan perkara mereka dengan sebaik-



15



Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Kepailitan,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal 11. 16 Ridwan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, (Bandung:Citra Aditia Bakti, 2004), hal, 126.



Universitas Sumatera Utara



10



baiknya. Pada dasarnya fungsi dari putusan pengadilan adalah memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang dihadapi.17 Pengadilan Niaga adalah Pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memberi putusan terhadap perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Dalam perkembangannya Peradilan Niaga juga memeriksa, mengadili dan memutus perkara perniagaan lainnya seperti perkara paten,merek, dan hak cipta.18 Menurut Pasal 306 UU No.37 Tahun 2004, pengaturan pegadilan niaga atau komersial di luar pengadilan umum, yang dikhususkan untuk kasus-kasus bisnis/ekonomi dan HaKI, dengan demikian terhadap perkara-perkara tersebut merupakan suatu terobosan yang baik bagi dunia peradilan di Indonesia sehingga penyelesaian perkara diharapkan bisa lebih cepat dan murah.19 Undang-undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam Pasal 300 ayat (1) menyebutkan bahwa tugas dan wewenang pengadilan niaga adalah sebagai berikut : 1. Memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit 2. Memeriksa dan memutus permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang



17



Ibid, hal 125. Hadi Shubhan, Op.Cit., hal 103 19 Kwik Kian Gie, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus, (Jakarta:Kencana, 2008), hal 158. 18



Universitas Sumatera Utara



11



3. Memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya ditetapkan dengan undang-undang. Sebelum pengadilan niaga melakukan tugas dan wewenangnya dalam hal menjatuhkan pailit kepada debitor, ada upaya utama harus dilakukan yaitu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU ). PKPU adalah suatu masa yang diberikan oleh Undang-undang melalui putusan hakim niaga dimana dalam masa tersebut kepada pihak debitor dan kreditor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.20 Debitor seyogianya memilih alternatif yang terbaik, salah satu pilihan adalah dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.21 Efektivitas PKPU dalam mencegah kepailitan bergantung pada adanya itikad baik dan sense of cooperation( rasa kooperatif ) baik dari pihak debitor dan kreditor agar rencana perdamaian dapat dinegosiasikan, ditetapkan, dan dilaksanakan dengan baik sampai pemenuhan seluruh utang tercapai sebelum diucapkan putusan pernyataan pailit. 22 Di dalam Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 222 ayat (2) dikatakan : “Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah



20



Munir Fuady,Op.Cit,. hal 177. H. Man Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,(Bandung: P.T Alumni, 2006), hal 202. 22 Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, (Jakarta:PT Sofmedia, 2010), hal200. 21



Universitas Sumatera Utara



12



jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor”. Tujuan dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah untuk memungkinkan seorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.23 Permohonan PKPU oleh si debitor ini dilakukan sebelum permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak lain kepada debitor. Namun ada kalanya PKPU ini diajukan oleh si debitor pada saat permohonan pernyataan pailit si debitor oleh pihak lain telah dimohonkan ke pihak pengadilan. Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dimaksudkan untuk kepentingan debitor saja melainkan juga untuk kepentingan para kreditornya, khususnya kreditor konkuren.24 Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang ( PKPU ) ini diperiksa pada saat yang bersamaan maka Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU ) ini harus diputus terlebih dahulu. Lebih lanjut menurut Munir Fuady di dalam bukunya mengatakan bahwa : “akan tetapi, ada kalanya juga sebenarnya permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang ( PKPU ) oleh debitor terpaksa dilakukan oleh debitor dengan tujuan untuk melawan permohonan pailit yang telah diajukan oleh para kreditornya. Jika diajukan permohonan PKPU padahal permohonan pailit telah



23



Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang:UMM Press, 2008), hal 190. Bernard Nainggolan, Perlindungan Hukum Seimbang Debitor, Kreditor dan Pihak-Pihak Berkepentingan Dalam Kepailitan,(Bandung: P.T Alumni, 2011), hal 78. 24



Universitas Sumatera Utara



13



dilakukan maka hakim harus mengabulkan PKPU dalam hal ini PKPU sementara untuk jangka waktu 45 hari sementara gugatan pailit gugur demi hukum”.25 Fungsi perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan tujuan utama bagi si debitor, dimana si debitor sebagai orang yang paling mengetahui keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke depan baik potensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari kemungkinankemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utang-utang terhadap sekalian kreditornya. Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian ini adalah untuk menyusun suatu strategi baru bagi si debitor menjadi sangat penting. Namun karena faktor kesulitan pembayaran utang-utang yang mungkin segera jatuh tempo yang mana sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitor terpaksa membuat suatu konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya akan ditawarkan ke pihak kreditor, dengan demikian si debitor masih dapat nantinya menjalankan usahanya, jika perdamaian ini disetujui oleh para kreditor untuk meneruskan berjalannya perusahan si debitor tersebut. Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah dapat tercapainya perdamaian antara debitor dan seluruh kreditor dari rencana perdamaian yang diajukan/ditawarkan si debitor tersebut.26 Dalam membicarakan rencana perdamaian tidak selalu berjalan mulus. Alotnya pembahasan tentang rencana perdamaian bisa berakibat pada pemungutan suara (voting). Voting adalah merupakan upaya terakhir apabila musyawarah mufakat 25



Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2001), hal 82. Sutan Remy Syahdeni, Hukum Kepailitan: Memahami Fallisment Verordering, Juncto Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 2008), Hal 387. 26



Universitas Sumatera Utara



14



sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia, tidak tercapai. Adapun tujuan memohonkan PKPU adalah menghindari pailit, memberikan kesempatan kepada debitor melanjutkan usahanya, tanpa ada desakan untuk melunasi utang-utangnya dan menyehatkan usahanya. Permohonan tersebut harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang debitor beserta surat bukti secukupnya.27 Adapun tata cara pengajuan perdamaian dalam rangka PKPU dalam Undangundang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang: 1. Permohonan PKPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditanda tangani oleh pemohon dan oleh advokatnya. 2. Dalam hal pemohon adalah debitor, permohonan PKPU harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitor beserta surat bukti secukupnya. 3. Dalam hal pemohon adalah kreditor, pengadilan wajib memanggil debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang. 4. Pada sidang sebagaimana dimaksud pada ayat 3, debitor mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang debitor beserta surat bukti secukupnya dan bila ada rencana perdamaian.



27



Syamsudin M. Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia Cetakan Pertama, (Jakarta:PT Tatanusa, 2012), hal 263-264.



Universitas Sumatera Utara



15



5. Pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222. 6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) berlaku mutatis sebagai tata cara pengajuan PKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam proses permohonan PKPU debitor dan kreditor akan diberikan kesempatan untuk melakukan musyawarah atau negosiasi terkait permasalahan utang piutang yang ada. Hal-hal yang dapat dibicarakan yaitu seperti mekanisme pembayaran utang yang akan dilakukan baik seluruhnya atau sebagian, termasuk apabila perlu dilakukan restrukturisasi utang. berdasarkan sifatnya PKPU dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang pertama adalah PKPU sementara yang merupakan PKPU yang penetapannya dilakukan sebelum sidang dimulai dan harus dikabulkan oleh pengadilan setelah pendaftaran dilakukan. yang kedua adalah PKPU tetap yang merupakan PKPU yang ditetapkan setelah sidang berdasarkan persetujuan dari para kreditor. Untuk lebih jelasnya dapat dicermati dari penjelasan di bawah ini : 1. PKPU Sementara Ini merupakan tahap pertama dari proses PKPU, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kepailitan



dan



PKPU,



apabila



debitor



mengajukan



permohonan PKPU, sejauh syarat-syarat administrasi sudah dipenuhi, pengadilan harus segera mengabulkan paling lambat dua puluh hari sejak didaftarkannya permohonan. Pengadilan kemudian harus menunjuk hakim pengawas serta mengangkat satu atau lebih pengurus. Putusan hakim



Universitas Sumatera Utara



16



pengadilan niaga tentang PKPU sementara ini berlaku selama maksimal empat puluh hari dan setelah itu harus diputuskan apakah PKPU tersebut dapat dilanjutkan menjadi satu PKPU secara tetap. 2. PKPU Tetap Setelah ditetapkan penundaan sementara PKPU maka pengadilan niaga melalui pengurus wajib memanggil debitor dan kreditor yang bersangkutan untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lambat pada hari keempat puluh lima terhitung sejak ditetapkannya putusan PKPU sementara. Dalam sidang tersebut akan diputuskan apakah dapat diberikan PKPU secara tetap dengan maksud untuk memungkinkan debitor, pengurus dan para kreditor untuk mempertimbangkan dan menyetujui perdamaian. Selama penundaan kewajiban pembayaran, debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Bila debitor melanggar ketentuan tersebut, pengurus berhak melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan.28 Menurut Pasal 255 ayat (1) UUKPKPU Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat diakhiri baik atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih kreditor atau atas prakarsa pengadilan dalam hal :



28



Andika Prayoga, Solusi Hukum (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2014), Hal 32.



Ketika



Bisnis



Terancam



Pailit



(Bangkrut),



Universitas Sumatera Utara



17



a. Debitor, selama waktu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya. b. Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya. c. Debitor melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 240 ayat (1) d. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan olehh pengurus demi kepentingan harta debitor e. Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya PKPU alias merosot. f. Keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap para kreditor pada waktunya. Permohonan pengakhiran Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan alasan-alasan tersebut di atas harus selesai diperiksa dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak pengajuan permohonan tersebut dan putusan pengadilan harus diberikan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak diselesaikannya pemeriksaan. Dan setelah ketetapan pengakhiran PKPU memperoleh kekuatan hukum yang pasti, harus diumumkan dalam Berita Negara dan dalam satu atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas. Setelah PKPU sudah disepakati para pihak maka selanjutnya adalah proses perdamaian. Perdamaian merupakan bagian yang sangat penting dalam penyelesaian suatu masalah dalam bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang,



Universitas Sumatera Utara



18



dalam hal terakhir ini menjadi suatu tujuan utama. Terhadap rencana perdamaian yang disampaikan oleh pihak debitor sepanjang telah memenuhi kesepakatan para pihak dan rencana perdamaian tersebut dibuat tanpa ada unsur penipuan dan persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor, maka pada prinsipnya pengadilan akan mengeluarkan putusan homologasi. Homologasi adalah pengesahan perdamaian oleh pengadilan.29 Suatu perdamaian yang disetujui oleh para kreditor konkuren menurut jumlah suara yang ditentukan dalam undang-undang, masih perlu disahkan oleh pengadilan niaga. Acara pengesahan ini disebut dengan istilah ratifikasi dan sidang pengesahan itu disebut dengan homologasi, selanjutnya dapat ditempuh proses rehabilitasi. Ketentuan mengenai homologasi menurut Pasal 156 dan 159 UUKPKP : a. Homologasi dilakukan paling cepat 8 hari dan paling lambat 14 hari setelah diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan suara b. Sidang pengadilan untuk membahas pengesahan perdamaian dilakukan terbuka untuk umum c. Homologasi wajib diberikan pada sidang tersebut atau paling lambat 7 hari setelah sidang yang bersangkutan. Tetapi hingga saat ini, dalam perkembangan homologasi di dalam Undangundang Kepailitan dan PKPU masih rancu perihal daya ikat putusan homologasi. Apakah mengikat secara kolektif sebatas bagi kreditor tertentu yang menyetujui proposal perdamaian yang ditawarkan debitor, ataukah putusan homologasi berlaku 29



Hadi Shubhan, Op.Cit., hal 142



Universitas Sumatera Utara



19



secara umum (general) bagi seluruh kreditor (baik kreditor yang menyetujui perdamaian maupun kreditor yang menolak perdamaian). Putusan pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti merupakan alas hak bagi semua piutang konkuren yang tidak dibantah oleh siberutang dan dapat dijalankan terhadap siberutang dan semua orang yang mengikatkan diri sebagai penanggung untuk perdamaian tersebut. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berakhir segera setelah putusan pengesahan memperoleh kekuatan hukum yang pasti dan diumumkan dalam surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.30 Jika Pengadilan Niaga menolak pengesahan perdamaian dalam sidang homologasi , menurut Pasal 161 Ayat (1) UU K-PKPU tersedia prosedur kasasi ke Mahkamah



Agung



bagi



pihak-pihak



yang



berkeberatan



atas



penolakan



tersebut.Konsekuensinya adalah karena keputusan penolakan tersebut belum bersifat final and binding (inkracht), maka putusan perdamaian tersebut belum bisa dijalankan (bukan merupakan keputusan uitvoorbaar bij voorraad), dan proses kepailitan juga belum bisa berakibat insolvensi, atau pengakhiran kepailitan juga belum bisa terjadi (Pasal 166 juncto Pasal 178 UU Nomor 37 Tahun 2004). Sebab jika perdamaian diterima, kepailitan segera berakhir dan proses perdamaian akan segera direalisasi (dilakukan pembagian). Akan tetapi, jika perdamaian ditolak, proses kepailitan segera masuk ke tahap insolvensi. Dalam sidang homologasi tersebut, pengadilan niaga



30



Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang dan Benny Ponto, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung:P.T Alumni, 2001), hal 275.



Universitas Sumatera Utara



20



dapat menolak pengesahan suatu perdamaian jika ada alasan untuk itu. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Harta pailit, termasuk hak retensi sangat jauh melebihi jumlah yang dijanjikan dalam perdamaian. b. Pemenuhan perdamaian tidak cukup terjamin. c. Perdamaian telah tercapai karena penipuan, kolusi dengan seorang kreditor atau lebih, atau penggunaan cara-cara lain yang tidak jujur, tanpa melihat apakah debitor pailit turut melakukannya atau tidak. (Pasal 159 Ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004). 31 Untuk lebih fokus pada proposal penelitian ini, akan dicermati suatu kasus Homologasi melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 137 K/PDT.SUS-PKPU/2014. Bahwa pada tanggal 9 Juli 2013 Pengadilan Niaga pada Pengadilan



Negeri



Jakarta



Pusat



telah



menjatuhkan



Putusan



No.



36/Pdt.Sus/PKPU/2013 antara PT. Djakarta Lloyd sebagai Termohon PKPU dan JULIA TJANDRA sebagai Pemohon PKPU, yang menyatakan mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara dan menyatakan Termohon PKPU PT. Djakarta Lloyd berada dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan segala akibat hukumnya. Menariknya pada saat Julia Tjandra mengajukan permohonan PKPU terhadap PT Djakarta Lloyd, PT Djakarta Lloyd membantah dengan dalih mereka adalah BUMN jadi yang berhak



31



Ibid.



Universitas Sumatera Utara



21



mengajukan pailit ataupun PKPU adalah Menteri Keuangan bukan kreditor perseorangan seperti Julia Tjandra. Kemudian pada tanggal 22 Agustus 2013 Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Menjatuhkan Putusan Perpanjangan PKPU Sementara menjadi PKPU Tetap. Bahwa terhadap permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 19 Desember 2013 yang amarnya sebagai berikut : 1. Menyatakan sah dan mengikat secara hukum Perjanjian Perdamaian antara PT Djakarta Lloyd (Persero) (Debitor dalam PKPU) dengan Para Kreditor tertanggal 27 November 2013 2. Menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst demi hukum berakhir 3. Menghukum Debitor PT. Djakarta Lloyd (Persero), Termohon PKPU dan seluruh kreditor-kreditor tunduk dan mematuhi serta melaksanakan isi perjanjian tersebut 4. Menetapkan biaya pengurusan dalam PKPU dan imbalan jasa fee pengurus akan ditetapkan dalam penetapan tersendiri 5. Menghukum Debitor atau Termohon PKPU untuk membayar biaya permohonan ini sebesar Rp 1.527.000,00 (satu juta lima ratus dua puluh tujuh ribu rupiah)



Universitas Sumatera Utara



22



Menariknya Sesudah putusan Pengadilan Niaga tersebut diucapkan dengan dihadiri oleh Pemohon PKPU, Termohon PKPU, Tim pengurus dan Para Kreditor pada tanggal 19 Desember 2013, terhadap putusan tersebut Pemohon PKPU melalui kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Desember 2013 mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 27 Desember 2013. Dengan anggapan bahwa dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No 36 /Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 19 Desember 2013 Majelis Hakim telah melampui batas wewenang karena telah menghilangkan hak suara dari salah satu kreditor pada saat voting dilakukan dengan alasan tidak membawa surat kuasa asli, kemudian kuasa hukum kreditor menganggap adanya keberpihakan hakim pengawas karena selalu mengatakan jika debitor pailit belum tentu dapat membayarkan semua utangnya. Kemudian Mahkamah Agung dalam Putusannya No. 137 K/Pdt.Sus/PKPU/2014 menyatakan bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti secara seksama memori kasasi tanggal 27 Desember 2013 dan kontra memori tanggal 7 Januari 2014 dan 9 Januari 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah dalam menerapkan hukum, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah tepat dan benar menolak permohonan Pemohon sebab Pemohon tidak dapat membuktikan adanya alasan sah untuk menolak rencana perdamaian dan bahwa sesuai dengan hasil pemeriksaan dipersidangan terbukti bahwa proposal rencana perdamaian yang diajukan oleh Termohon (Debitor PKPU) dalam rapat kreditor dan



Universitas Sumatera Utara



23



debitor telah disetujui melalui voting oleh 100% Kreditor Separatis (1 Kreditor), dan 62,797% Kreditor Konkuren sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 281 ayat (1) Undang-undang No 37 Tahun 2014. Hal yang menarik untuk diteliti dari kasus ini adalah bagaimana bisa kreditor perorangan mengajukan permohonan PKPU sedangkan Djakarta Lloyd merupakan BUMN, yang berhak mengajukan pailit atau PKPU terhadap BUMN adalah Menteri Keuangan, kemudian mengapa PKPU bisa sampai pada tingkat kasasi sementara pada Pasal 235 UUKPKPU dikatakan bahwa Putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun. Berdasarkan penjabaran kasus di atas maka penulis bermaksud untuk meneliti dan memaparkannya dalam tesis ini dengan judul Homologasi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sebagai Upaya Preventif Terjadinya Pailit ( Studi Putusan Mahkamah Agung No 137K/PDT.SUS-PKPU/2014). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka Homologasi PKPU Sebagai Upaya Preventif Terjadinya Pailit (Studi Putusan Mahkamah Agung No.137 K/Pdt.Sus-PKPU/2014 Tahun 2014) maka dikemukakan beberapa rumusan masalah yang akan diangkat dalam tesis ini yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimanakah penerapan homologasi sebagai upaya preventif timbulnya pailit berdasarkan tujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ? 2. Bagaimana akibat hukum dari homologasi dalam perdamaian? 3. Bagaimana pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara No.137 K/Pdt.Sus-PKPU/2014 ?



Universitas Sumatera Utara



24



C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian tesis ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai homologasi sebagai upaya preventif terjadinya pailit sudah sesuai dengan tujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). 2. Untuk mengetahui dan memahami mengenai akibat hukum dari homologasi bagi debitor,kreditor,pengurus,hakim. 3. Untuk mengetahui dan memahami mengenai akhir PKPU dari proses putusan Homologasi. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Secara teoretis, hasil penelitian ini kedepannya diharapkan menjadi informasi secara ilmiah dalam mengkaji penerapan Pasal-Pasal yang ada di dalam perundang-undangan tentang homologasi PKPU sebagai upaya preventif terjadinya pailit. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca baik untuk kebutuhan pendidikan ataupun menambah wawasan mengenai homologasi PKPU sebagai upaya preventif terjadinya pailit. E. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran/pemeriksaan hasil-hasil penelitian yang dilakukan, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, baik yang telah rampung menjadi sebuah hasil penelitian maupun masih berjalan, belum



Universitas Sumatera Utara



25



pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama dengan homologasi PKPU sebagai upaya preventif terjadinya pailit. Oleh karena itu tesis ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi peneliti atau akademisi. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.



32



penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli



hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem peradilan para ahli hukum sendiri. Seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial yang terpikul dibahasnya. Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan masyarakat.33 Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan,



32



J.J.J M. Wisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, (Jakarta:Universitas Indonesia, 1996), hal. 203. 33 Jujun S. Suryamantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), hal. 237.



Universitas Sumatera Utara



26



pasangan teoretis, yang mungkin ia setujui maupun tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.34 Setiap penelitian membutuhkan titik tolak atau landasan untuk memecahkan atau membahas masalahnya, maka perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari mana masalah tersebut diamati.35 Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup fakta yang luas. 36 Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena batasan dan sifat hakikat suatu teori adalah seperangkat konstruk (konsep), batasannya dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan antar variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu.37 Sedangkan kerangka teori pada penelitian hukum sosiologis/ empiris merupakan kerangka teoritis berdasarkan pada kerangka acuan hukum, tanpa adanya acuan hukum maka penelitian hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi ilmu hukum.38 Teori yang murni tentang hukum merupakan teori hukum positif. Hal ini merupakan suatu teori hukum positif umum, dan bukan mengenai suatu tertib hukum khusus. Teori tadi merupakan teori umum tentang hukum, yang bukan merupakan suatu penelitian terhadap kaidah-kaidah hukum nasional tertentu atau 34 35



M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial,(Yogyakarta: UGM Press, 2003), hal. 39-



40. 36



Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:Universitas Indonesia Pres, 1984), hal. 126. 37 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2014), hal. 14. 38 Soerjono Soekanto, Op.Cit,. hal. 127.



Universitas Sumatera Utara



27



kaidah-kaidah hukum internasional, akan tetapi hal itu memberikan suatu teori penafsiran.39 Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian dan teori kemanfaatan hukum. Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian hukum dalam hubungan sesama manusia.40Teori kepastian hukum ini sesuai dengan putusan majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Agung No.137 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 yang menyatakan menolak permohonan kasasi pemohon karena alasan keberatan pemohon kasasi berisi hal-hal yang telah dipertimbangkan oleh judex facti sehingga bukan alasan kasasi dan menguatkan putusan pengadilan niaga sebab pemohon tidak dapat membuktikan alasan yang sah untuk menolak rencana perdamaian a quo sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 285 ayat (2) Undang-undang No. 37 Tahun 2004. Teori kemanfaatan hukum melihat baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan huukum itu. Suatu ketentuan hukum baru bisa di nilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan. Dan sebaliknya dinilai buruk jika penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang tidak adil, kerugian, dan hanya memperbesar penderitaan. Prinsip utama dari teori ini



39 40



Soerjono Soekanto, Teori Yang Murni Tentang Hukum, (Bandung:Alumni,1985), hal.1. Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Rineka Cipta, 1998), hal. 49-50.



Universitas Sumatera Utara



28



adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum. Tujuan hukum adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu maka isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan



penciptaan



kesejahteraan Negara. 41Teori



ini



juga



dipergunakan



sebagaimana dari tujuan hukum kepailitan adalah bukan untuk mempailitkan sebanyak-banyaknya



perusahaan



tetapi



juga



untuk



mengupayakan



kembali



perusahaan yang terancam pailit untuk bisa menjalankan kembali bidang usahanya. Disinilah kemanfaatan hukum pailit memungkinkan seorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan. Yang tentunya jika suatu perusahaan terjadi pailit maka akan menambah masalah pada perekonomian khususnya di Indonesia. 2. Konsepsional Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang dilegalisirkan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.42 Kegunaan dari adanya konsep agar ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraraian sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertianpengertian yang dikemukakan.43 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka



41



Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 79-80. 42 Sumandi Suryabarata, Metode Penelitian, (Jakarta:Raja Grafindo, 1998), hal. 3. 43 H.Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 1999), hal.5.



Universitas Sumatera Utara



29



konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengaruh atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Untuk lebih memudahkan pemahaman terhadap pembahasan dalam penelitian ini, digunakan beberapa landasan konsep agar memiliki pemahaman yang sama, yaitu : a. Homologasi adalah pengesahan perdamaian oleh pengadilan. b. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu masa yang diberikan oleh Undang-undang melalui putusan hakim niaga dimana dalam masa tersebut kepada pihak debitor dan kreditor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.44 c. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur oleh Undang-undang. 45 d. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.46 e. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undangundang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan.47



44



Munir Fuady, Op.Cit., hal. 177. Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 46 Ibid. 47 Ibid. 45



Universitas Sumatera Utara



30



f. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang. 48 g. Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). G. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan dalam tesis ini adalah suatu cara penyelidikan atau pemeriksaan dengan menggunakan penalaran yang bersifat logis berdasarkan nilai-nilai, asas-asas dan norma-norma, serta teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif.49 Yang menjadi contoh untuk penelitian ini adalah Putusan Homologasi antara Djakarta Lloyd vs Julia Tjandra. 1.Sifat dan Jenis Penelitian Sifat penelitian tesis ini adalah deskriptif analitis yaitu bertujuan memberikan gambaran tentang Homologasi sebagai upaya preventif terjadinya pailit, sehingga memberikan gambaran yang jelas terhadap permasalahan dalam penelitian ini yang akan dijelaskan. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yaitu hukum doctrinal yang sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan



48 49



Ibid. Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.Cit, hal 166.



Universitas Sumatera Utara



31



perundang-undangan (law in book) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim di pengadilan. dilakukan atau ditunjukkan hanya pada peraturan atau bahan hukum yang lain dan mengacu kepada norma-norma hukum positif yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.50 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum yang akan diteliti. Pendekatan ini juga tergantung pada fokus penelitian, yang mana pada penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan yang bersifat akademis untuk mencari dasar hukum dan kandungan filosofis suatu perundangundangan dan pendekatan kasus (case approach), pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada setiap putusan adalah pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi. 3. Sumber Bahan Hukum Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah mempergunakan penelitian dengan penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dokumen-



50



Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum Suatu Pengantar,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal 134.



Universitas Sumatera Utara



32



dokumen yang ada dan dibantu dengan data yang diperoleh berkaitan dengan objek penelitian ini. Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa : a. Bahan Hukum Primer Putusan Mahkamah Agung Nomor 137 K/Pdt.Sus-Pailit/2014, Undangundang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan peraturan perundang-undangan pendukung lainnya. b. Data sekunder yaitu data yang bersifat dan merupakan bahan-bahan hukum yang terdiri dari: 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti peraturan perundang-undangan. a) Undang-undang Dasar 1945 b) Undang-undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang c) Undang-undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 2. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa penelitian para ahli, hasil karya-karya ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini. 3. Bahan Hukum Tersier



Universitas Sumatera Utara



33



Bahan Hukum berupa kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan artikel-artikel pendukung lainnya yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder. 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi pustakaan dan studi lapangan sebagai berikut: a. Studi Pustaka Studi Pustaka adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan. Studi ini dilakukan dengan meneliti dokumen-dokumen yang ada, yaitu dengan bahan hukum dan informasi baik berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan cara mencari, mempelajari dan mencatat serta menginterprestasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian. 51 b. Studi Lapangan Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan observasi, wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.



51



Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juru Materi, (Jakarta:Ghalia Indonesia,1994), hal. 225.



Universitas Sumatera Utara



34



5. Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 52Atau definisi lain dari analisis data yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengubah data hasil dari penelitian menjadi informasi yang nantinya bisa dipergunakan dalam mengambil kesimpulan. Pada tahap pengumpulan data ini, dilakukan inventaris seluruh data atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah dipilih. Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan dan lapangan tersebut selanjutnya dianalisis dengan mempergunakan metode analisis kuantitatif yang didukung oleh logika berpikir secara induktif. Dipilihnya metode induktif adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara mendalam



52



dan



terintegral



antara



aspek



satu



dengan



yang



lainnya.



Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2002), hal.



101.



Universitas Sumatera Utara



BAB II PENERAPAN HOMOLOGASI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PAILIT



A. Homologasi Dalam Hukum Kepailitan 1. Pengertian Homologasi Homologasi adalah pengesahan perdamaian oleh pengadilan. Perdamaian (akkoord) dalam tahapan PKPU ini merupakan tahapan yang paling penting, karena



dalam



perdamaian



tersebut



debitor



akan



menawarkan



rencana



perdamaiannya kepada kreditor. Dalam perdamaian tersebut dimungkinkan adanya restrukturisasi utang-utang debitor. Jika perdamaian disetujui oleh para kreditor, maka PKPU demi hukum akan berakhir.53 Perdamaian yang telah disetujui oleh para kreditor, harus dihomologasikan di pengadilan. Pengadilan dalam memeriksa permohonan homologasi bisa menerima bisa pula menolaknya. Penetapan pengadilan niaga mengenai pemberian atau penolakan atas rencana perdamaian harus diberikan pada saat diselenggarakan sidang pengesahan (homologasi) atau paling lambat 7 (tujuh) hari setelah homologasi tersebut. Perdamaian yang telah disahkan berlaku bagi semua kreditor konkuren (yang bukan kreditor separatis atau preferen), tanpa ada pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan atau tidak.54 Dalam perdamaian PKPU, pemungutan suara dilakukan pada saat sidang untuk pemberian PKPU tetap atau pada sidang berikutnya apabila rencana perdamaian



53



M Hadi Shuban, Op.Cit., hal 150. Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)Teori dan Praktik,(Bandung: Alumni, 2013) hal. 241-242 54



35 Universitas Sumatera Utara



36



belum dapat disetujui oleh rapat kreditor. Keputusan rapat kreditor adalah sah apabila suara telah dikeluarkan oleh lebih dari :55 1. ½ jumlah kreditor yang hadir dan haknya diakui atau sementara diakui, termasuk kreditor yang tagihannya dibantah 2. ½ dari jumlah kreditor separatis yang hadir. Kreditor separatis yang menolak rencana perdamaian, diberikan kompensasi sebesar nilai terendah diantara nilai jaminan atau nilai actual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan. Suatu perdamaian yang telah diputuskan diterima atau disetujui tidak dapat langsung di eksekusi. Untuk mempunyai kekuatan agar dapat dieksekusi, perdamaian yang sudah disetujui tersebut harus dapat pengesahan atau homologasi dari pengadilan. untuk itu sebelum rapat ditutup, Hakim Pengawas menetapkan hari sidang Pengadilan yang akan memutuskan disahkan tidaknya perdamaian yang sudah diterima tersebut. Mengenai waktu diadakannya sidang untuk membahas homologasi, ditentukan oleh Pasal 156 UUKPKPU paling singkat 8 hari dan paling lambat 14 hari setelah diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan suara atau setelah dikeluarkannya penetapan pengadilan dalam hal terdapat kekeliruan dalam berita acara pembahasan perdamaian.56 Dalam UUKPKPU mengenal dua macam perdamaian, yaitu : 1) Perdamaian yang ditawarkan oleh debitor kepada para kreditornya setelah debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga (sebagaimana diatur Pasal 144-177 UUKPKPU) dan 2) Perdamaian yang ditawarkan oleh Debitor dalam rangka PKPU sebelum 55 56



Ibid, hal. 241 H. Man S. Sastrawidjaja, Op.Cit., hal 181



Universitas Sumatera Utara



37



debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga (sebagaimana diatur Pasal 265294 UUKPKPU). Dalam pengajuan rencana perdamaian Debitor Pailit mengajukan rencana perdamaian pailit kepada para kreditornya paling lambat delapan hari sebelum pencocokan piutang debitor di kepaniteraan Pengadilan Niaga untuk dapat dilihat oleh pihak yang berkepentingan. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan setelah selesainya



pencocokan piutang. Tetapi,



pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian pailit ini dapat ditunda sampai tanggal yang ditetapkan oleh hakim pengawas paling lambat 21 hari kemudian, dalam hal: 1.



Apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang tidak terdiri atas orang-orang yang sama seperti panitia kreditor sementara, sedangkan jumlah terbanyak kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut, atau



2.



Rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir menghendaki pengunduran rapat. Kemudian, apabila pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian pailit tidak ditunda, maka dilanjutkan pada proses pengambilan keputusan tentang rencana perdamaian.



Pada intinya Perdamaian tersebut dapat diajukan pada saat permohonan PKPU atau pada saat PKPU berlangsung dengan catatan bahwa apabila telah ada



Universitas Sumatera Utara



38



putusan mengenai PKPU yang sudah berkekuatan hukum tetap maka perdamaian (Rencana Perdamaian) gugur, sementara apabila ada putusan pengesahan Perdamaian (Homologasi) sebelum putusan PKPU maka PKPU berakhir. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 265, 267 dan 288 UUKPKPU. Proses Perdamaian dalam PKPU : 1. Pengajuan Rencana Perdamaian oleh Debitor (sebagaimana diatur Pasal 266 UUKPKPU) 2. Penentuan hari terakhir tagihan yang harus disampaikan kepada pengurus dan penentuan tanggal dan waktu rapat kreditor guna membicarakan dan memutuskan dalam perihal rencana perdamaian oleh Hakim Pengawas (sebagaimana diatur Pasal 268 UUKPKPU). Tenggat Waktu antara hari terakhir tagihan dan rapat kreditor paling singkat 14 hari. Adapun Hakim Pengawas dapat menunda pembicaraan dan pemungutan suara tentang Rencana Perdamaian sebagaimana pada rapat kreditor tersebut, sebagaimana diatur pada Pasal 277 UUKPKPU yang mana berimplikasi pada kewajiban Pengurus sbegaimana diatur Pasal 269 UUKPKPU. 3. Pengurus mulai melaksanakan tugasnya sebagaimana diatur pada Pasal 269, 271, 272, 273, 274, 275 dan 276 UUKPKPU yang tata cara pengajuan tagihan oleh Kreditor sebagaimana diatur Pasal 270 UUKPKPU.



Universitas Sumatera Utara



39



4. Dilaksanakanya



Rapat



Rencana



Perdamaian



(Rapat



Kreditor)



sebagaimana diatur Pasal 278, 279, 268, 280, 281, 282, 283, 284, 285 UUKPKPU: a.



Laporan Tertulis dari Pengurus dan ahli (bila ada), Pasal 278.



b.



Hak Debitor Pailit untuk memberi keterangan terkait Rencana Perdamaian, membelanya dan mengubah Rencana Perdamaian selama perundingan.



c.



Perihal Piutang yang masih dapat dimasukkan atau tidak meski telah lewat tenggat waktu sebagaimana butir 2) (Pasal 286 UUKPKPU).



d.



Adanya Pengakuan dan Bantahan dari Pengurus dan Kreditor sebagaimana diatur Pasal 279 UUKPKPU.



e.



Peranan



Hakim



Pengawas



sebagaimana



diatur



Pasal



278



UUKPKPU. f.



Kuorum diterima atau ditolaknya Rencana Perdamaian (Pasal 280 UUKPKPU)



g.



Adanya dokumen berupa : Berita Acara Rapat dan Salinan Berita Acara Rapat, dan Daftar Kreditor (Pasal 282 UUKPKPU)



5. Dalam hal butir 4 ada sejumlah kemungkinan yang terjadi dan berimplikasi pada proses berikutnya, yakni sebagai berikut : a. Bila Rencana Perdamaian diterima, maka dilakukan Pengesahan Perdamaian melalui Putusan Pengadilan (homologasi perdamaian) yang mana putusan tersebut dapat berupa Pengesahan Perdamaian



Universitas Sumatera Utara



40



atau Penolakan Pengesahan Perdamaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 281, 284, 285, dan 290 UUKPKPU. Baik disahkan atau ditolak Pengesahan Perdamaian tersebut maka intinya dinyatakan oleh Hakim pula perihal kepailitan Debitor. Dalam hal terjadi penolakan Pengesahan Perdamaian maka tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan atas itu, kecuali kasasi oleh Jaksa Agung hal ini sebagaimana diatur Pasal 285 ayat (4) jo 293 UUKPKPU, sementara dalam hal terjadi Pengesahan Perdamaian maka dapat saja dilakukan : a) upaya kasasi (Pasal 285 ayat (4) UUKPKPU), upaya kasasi oleh Jaksa Agung (Pasal 293 ayat (2) UUKPKPU) dan pembatalan perdamaian (Pasal 291 UUKPKPU), terdapat akibat hukum sebagaimana diatur Pasal 286 dan 290 UUKPKPU; b. Bila rencana perdamaian ditolak, maka dapat terjadi permohonan perbaikan berita acara rapat yang diajukan oleh debitor dan kreditor yang memberi suara mendukung rencana perdamaian sebagaimana diatur Pasal 283 UUKPKPU, dan oleh karenanya terdapat kewajiban Hakim Pengawas sebagaimana diatur Pasal 289 UUKPKPU, dan terdapat pula Putusan Pengadilan terkait perbaikan berita acara rapat tersebut yang mana diputus oleh Hakim Pemutus dan berakibat bila perbaikan Berita Acara Rapat tersebut diterima maka putusan pernyataan pailitnya menjadi batal demi hukum.



Universitas Sumatera Utara



41



c. Informasi penting lainnya yang perlu diketahui terkait Perdamaian ini adalah :Apabila Pengadilan telah menyatakan debitor pailit maka terhadap putusan pernyataan pailit tersebut berlaku ketentuan tentang kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Bab II, kecuali Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 (kecuali kasasi dan Peninjauan Kembali). Hal ini sebagaimana diatur Pasal 290 UUKPKPU. d. Dalam



suatu



putusan



pernyataan



pailit



yang



diputuskan



berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 (penolakan Rencana Perdamaian), Pasal 286 (pengesahan Rencana Perdamaian), atau Pasal 291 (pembatalan perdamaian), tidak dapat ditawarkan suatu perdamaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 292 UUKPKPU. e. Terkait pernanan Advokat pada Perdamaian ini, diatur pada Pasal 294 UUKPKPU bahwa Permohonan yang diajukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237, Pasal 255, Pasal 256, Pasal 259, Pasal 283, Pasal 285, Pasal 290, dan Pasal 291 harus ditandatangani oleh advokat yang bertindak berdasarkan surat kuasa khusus, kecuali apabila diajukan oleh pengurus. Upaya Hukum Kasasi atas Pengesahan dan Penolakan Rencana Perdamaian, Kasasi dapat diajukan oleh Kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun Debitor Pailit dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan homologasi Pengadilan diucapkan (Pasal 160 Ayat 1 UU Kepailitan).



Universitas Sumatera Utara



42



Kemudian atas putusan pengadilan yang mengesahkan rencana perdamaian dapat diajukan kasasi juga dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan Pengadilan diucapkan oleh: 1.



Kreditor yang menolak perdamaian atau yang tidak hadir pada saat pemungutan suara.



2.



Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui perdamaian tersebut dicapai dengan cara yang melawan hukum, seperti: penipuan, persekongkolan maupun upaya lain yang tidak jujur.



Perdamaian yang telah disahkan berlaku bagi semua kreditor yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan maupun tidak (Pasal 162 UU Kepailitan). Perlu diketahui bahwa putusan perdamaian ini bersifat final, artinya apabila perdamaian ditolak, maka debitor pailit tidak dapat mengajukan perdamaian dalam kepailitan tersebut (Pasal 164 UU Kepailitan). Setelah homologasi berkekuatan hukum tetap, maka kepailitan debitor berakhir dan selanjutnya kurator wajib mengumumkan perdamaian dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Paling sedikit dua surat kabar harian ( Pasal 166 UU Kepailitan). Dengan berakhirnya status kepailitan debitor, maka debitor dapat menjalankan lagi usaha atau bisnis, serta aset-asetnya seakan-akan tidak pernah terjadi kepailitan. Tetapi, debitor memiliki kewajiban untuk memenuhi seluruh ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat



yang ditentukan dalam perjanjian



perdamaian. Artinya, berdasarkan jadwal yang ditetapkan dalam akta perjanjian



Universitas Sumatera Utara



43



perdamaian, debitor wajib membayar sebagian atau seluruh utang debitor kepada kreditor. Dalam hal permohonan peninjauan kembali atas putusan homologasi diatur di dalam Bab IV UUKPKPU dibawah judul PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI, salah satu perbedaan antara UUKPKPU dengan UUK dan bahkan FV adalah mengenai peninjauan kembali diatur secara khusus. Hal demikian tidak terdapat dalam UUK dan FV. Pengaturan tentang permohonan peninjauan kembali (PK) secara khusus merupakan hal yang baik mengingat akhir-akhir ini mengenai PK sering dilakukan oleh para pencari keadilan terhadap putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Bahkan adakalanya setelah PK dilakukan PK lagi. Oleh karena itu untuk adanya kepastian hukum dan tidak menimbulkan kesemrawutan dalam praktik hukum pedoman mengenai tata cara PK sangat diperlukan. Pengaturan tentang PK yang terdapat dalam UUKPKPU tentu belum memenuhi tuntutan demikian, karena pengaturan dalam UUKPKPU tentang PK tidak bersifat umum, tetapi hanya khusus berkaitan dengan teknis kepailitan dari PKPU saja.57 Beberapa ketentuan berkaitan dengan permohonan PK dalam UUKPKPU antara lain sebagai berikut : Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan apabila : 1. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di Pengadilan sudah ada tetapi belum ditemukan, atau



57



H. Man S. Sastrawidjaja, Op.Cit., Hal 223



Universitas Sumatera Utara



44



2. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata. Syarat permohonan PK menurut UUKPKPU dengan memuat UUK agak berbeda. Menurut Pasal 286 ayat (2) UUK, syarat tersebut adalah: (1)



Terdapat bukti tertulis baru yang penting, yang apabila diketahui pada tahap persidangan sebelumnya, akan menghasilkan putusan yang berbeda.



(2)



Pengadilan Niaga yang bersangkutan telah melakukan kesalahan berat dalam penerapan hukum.



Mengenai bukti baru dalam praktik persidangan sering menimbulkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam peraturan perundang-undangan tentang PK apabila dibuat harus jelas kriteria “bukti baru” tersebut. Bahwa putusan dikatakan terdapat kekeliruan yang nyata merupakan masalah praktik hukum pula yang harus dicermati secara yuridis dengan seksama. Hal tersebut juga dapat menimbulkan perbedaan pendapat. Demikian pula mengenai pengertian “kesalahan berat” seperti yang disebut dalam UUK.58 2. Perdamaian Dalam Perkara Kepailitan Bahwa perdamaian merupakan salah satu mata rantai dalam proses kepailitan. Perdamaian dalam proses kepailitan ini sering juga disebut dengan istilah “akkoord” (bahasa Belanda) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan



58



Ibid, hal 224



Universitas Sumatera Utara



45



istilah“composition”. Pasal 144 UU K-PKPU menentukan bahwa Debitor Pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditor. Sebenarnya perdamaian dalam proses kepailitan pada prinsipnya sama dengan perdamaian dalam pengertian yang umum, yang intinya terdapatnya ”kata sepakat” antara para pihak yang bertikai. Jadi, kata kuncinya adalah “kata sepakat”. Untuk perdamaian dalam proses kepailitan, kata sepakat tersebut diharapkan terjadi antara pihak debitor dan para kreditornya terhadap rencana perdamaian (composition plan) yang diusulkan oleh debitor. Berdasarkan pengertian perdamaian di atas, maka dapat dikatakan bahwa perdamaian merupakan perjanjian yang dilakukan kedua pihak antara kreditor dengan debitor. 1.



Isi Rencana Perdamaian Isi rencana perdamaian (composition plan) adalah kemungkinan: 1. Utang akan dibayar sebagian; 2. Utang akan dibayar dicicil; 3. Utang akan dibayar sebagian dan sisanya dicicil. Dalam rencana perdamaian tersebut harus jelas alternatif perdamaian dimaksud,



sehingga



Kreditornya



mempersiapkan



diri



untuk



mempertimbangkannya dalam rapat yang bersangkutan 2.



Prosedur & Pengaturan Pengajuan Rencana Perdamaian Perdamaian dalam UU K-PKPU diatur dalam Pasal 144 sampai dengan Pasal 177. Pengajuan Perdamaian dilakukan paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang. Rencana perdamaian disediakan di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap



Universitas Sumatera Utara



46



orang yang berkepentingan. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang, kecuali dalam hal yang tersebut dilakukan penundaan 3.



Penundaan dapat dilakukan jika: Pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian sebagaimana dimaksud ditunda sampai rapat berikut yang tanggalnya ditetapkan oleh Hakim Pengawas paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kemudian, dalam hal: Apabila



dalam



rapat



diangkat



panitia



kreditor



tetap



yang



tidak terdiri atas orang-orang yang sama seperti panitia kreditor sementara, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut; atau rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir menghendaki pengunduran rapat.59 4.



Berita Acara dalam Perdamaian Pasal 154 UUKPKPU. Berita cara dalam perdamaian wajib memuat: 1. Isi perdamaian; 2. Nama Kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap; 3. Suara yang dikeluarkan;



59



Man. S. Sastrawidjaja, Op. Cit., hlm. 178.



Universitas Sumatera Utara



47



4. Hasil pemungutan suara; dan 5. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat Berita acara rapat ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan panitera pengganti. Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan cuma-cuma berita acara rapat yang disediakan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal berakhirnya rapat di Kepaniteraan Pengadilan. 3. Homologasi Dalam Perdamaian Menurut vide Pasal 216 UU No. 37 Tahun 2004 suatu perdamaian disetujui oleh para kreditor konkuren menurut jumlah suara yang ditentukan dalam undangundang,



masih



perlu



disahkan



oleh



pengadilan



niaga.



Acara pengesahan ini disebut dengan istilah ratifikasi dan sidang pengesahan tersebut



disebut



dengan



homologasi,



selanjutnya



dapat



ditempuh



prosesrehabilitasi. Ketentuan mengenai homologasi: a) Homologasi dilakukan paling cepat 8 hari dan paling lambat 14 hari setelah diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan suara; b) Sidang pengadilan untuk membahas pengesahan perdamaian dilakukan terbuka untuk umum; c) Homologasi wajib diberikan pada sidang tersebut atau paling lambat 7 hari setelah sidang yang bersangkutan. 60 Jika Pengadilan Niaga menolak pengesahan perdamaian dalam sidang homologasi, menurut Pasal 161 Ayat (1) UU K-PKPU tersedia prosedur kasasi ke



60



Munir Fuady , Op.Cit., Hal 98



Universitas Sumatera Utara



48



Mahkamah Agung bagi pihak-pihak yang berkeberatan atas penolakan tersebut. Konsekuensinya adalah karena keputusan penolakan tersebut belum bersifat final binding (inkracht), maka putusan perdamaian tersebut belum bisa dijalankan (bukan merupakan keputusan uitvoorbaar bij voorraad), dan proses kepailitan juga belum bisa berakibat insolvensi, atau pengakhiran kepailitan juga belum bisa terjadi (Pasal 166 juncto Pasal 178 UU Nomor 37 Tahun 2004). Sebab jika perdamaian diterima, kepailitan segera berakhir dan proses perdamaian akan segera direalisasi (dilakukan pembagian). Akan tetapi, jika perdamaian ditolak, proses kepailitan segera masuk ke tahap insolvensi. Dalam sidang homologasi tersebut, pengadilan niaga dapat menolak pengesahan suatu perdamaian jika ada alasan untuk itu. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut: a. Harta pailit, termasuk hak retensi sangat jauh melebihi jumlah yang dijanjikan dalam perdamaian. b. Pemenuhan perdamaian tidak cukup terjamin. c. Perdamaian telah tercapai karena penipuan, kolusi dengan seorang kreditor atau lebih, atau penggunaan cara-cara lain yang tidak jujur, tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerjasama untuk mencapai hal ini. (Pasal 159 Ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004). Dalam pengajuan rencana perdamaian Debitor Pailit mengajukan rencana perdamaian pailit kepada para kreditornya paling lambat delapan hari sebelum pencocokan piutang debitor di kepaniteraan Pengadilan Niaga untuk dapat dilihat



Universitas Sumatera Utara



49



oleh pihak yang berkepentingan. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan setelah selesainya



pencocokan piutang. Tetapi,



pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian pailit ini dapat ditunda sampai tanggal yang ditetapkan oleh hakim pengawas paling lambat 21 hari kemudian, dalam hal: a. Apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang tidak terdiri atas orang-orang yang sama seperti panitia kreditor sementara, sedangkan jumlah terbanyak kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut, atau b. Rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir menghendaki pengunduran rapat. Kemudian, apabila pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian pailit tidak ditunda, maka dilanjutkan pada proses pengambilan keputusan tentang rencana perdamaian. a. Dalam Kepailitan Sejak krisis moneter melanda Indonesia, yaitu sekitar tahun 1997 banyak perusahaan-perusahaan besar mengalami kesulitan dalam bidang keuangan. Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan-perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan dan terpaksa gulung tikar. Keadaan ini sebenarnya adalah merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan oleh semua pihak, akan tetapi karena krisis ekonomi yang terjadi di negara kita cukup parah sehingga keadaan ini tidak dapat lagi dihindarkan.



Universitas Sumatera Utara



50



Pailit merupakan salah satu cara yang digunakan baik oleh kreditor maupun oleh debitor dalam menyelesaikan “masalah” mereka, karena hakekat kepailitan bagi debitor adalah untuk menghindari kesewenang-wenangan dari pihak kreditor, sedangkan hakikat kepailitan bagi kreditor adalah untuk mendapatkan kepastian pembayaran. Akibat dari kepailitan bagi debitor dan harta kekayaannya adalah harta kekayaan debitor akan disita untuk dijual, dan debitor tidak berhak lagi mengelola harta kekayaan tersebut, karena pengelolaanya akan dilakukan oleh kurator. Arti kepailitan sendiri menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yaitu : “suatu penyitaan umum atas seluruh harta (aset) yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan pleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.” Kepailitan terjadi ketika debitor tidak mampu lagi membayar hutangnya, adapun ketentuan lengkap tentang syarat kepailitan diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, yaitu :“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.” Langkah-langkah yang ada dalam kepailitan ada 9 langkah, yaitu : a. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis di atas.



Universitas Sumatera Utara



51



b. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai sampai keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari. c. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang-piutang, pada langkah ini dilakukan pendataan berapa jumlah utang dan piutang yang dimiliki oleh debitor. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing-masing kreditor. Rapat verifikasi dipimpin oleh hakim pengawas dan dihadiri oleh : (a) Panitera (sebagai pencatat), (b) Debitor(tidak boleh diwakilkan karena nanti debitor harus menjelaskan kalau nanti terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah tagihan, (c) Kreditor atau kuasanya (jika berhalangan untuk hadir tidak apa-apa, nantinya mengikuti hasil rapat), (d) Kurator (harus hadir karena merupakan pengelola aset). d. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan. Ada beberapa perbedaan antara perdamaian yang terjadi dalam proses kepailitan dengan perdamaian yang biasa. Perdamaian dalam proses kepailitan meliputi : (a) mengikat semua kreditor kecuali kreditor separatis, karena kreditor separatis telah dijamin tersendiri dengan benda jaminan yang terpisah dengan harta pailit umumnya. (b) terikat formalitas, (c) ratifikasi dalam sidang homologasi, (d) jika pengadilan niaga menolak adanya hukum kasasi, (e) ada kekuatan eksekutorial,



Universitas Sumatera Utara



52



apa yang tertera dalam perdamaian, pelaksanaanya dapat dilakukan secara paksa. Tahap-tahap dalam proses perdamaian antara lain : (a) pengajuan usul perdamaian, (b) pengumuman usulan perdamaian, (c) rapat pengambilan keputusan, (d) sidang homologasi, (e) upaya hukum kasasi, (f) rehabilitasi. e. Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima. f. Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitor dinyatakan benar-benar tidak mampu membayar, atau dengan kata lain harta debitor lebih sedikit jumlahnya dengan hutangnya. Hal tentang insolvensi ini sangat menentukan nasib debitor, apakah akan ada eksekusi atau terjadi restrukturisasi hutang dengan damai. Saat terjadinya insolvensi (Pasal 178 UUK) yaitu: (a) saat verifikasi tidak ditawarkan perdamaian, (b) penawaran perdamaian ditolak, (c) pengesahan perdamaian ditolak oleh hakim. Dengan adanya insolvensi maka harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kepada para kreditor. g. Pemberesan/likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitor pailit, yang dibagikan kepada kreditor konkuren, setelah dikurangi biayabiaya. h. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditor, akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada. Syarat rehabilitsi



Universitas Sumatera Utara



53



adalah : telah terjadi perdamaian, telah terjadi pembayaran utang secara penuh. i. Kepailitan berakhir. b. Homologasi Dalam PKPU Penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU merupakan sarana yang dapat dipakai oleh debitor untuk menghindari diri dari kepailitan, bila mengalami keadaan likuid dan sulit untuk memperoleh kredit. Sarana yang memberikan waktu kepada debitor untuk menunda pelaksanaan pembayaran utang-utangnya seperti ini akan membuka harapan yang besar bagi debitor untuk dapat melunasi utang-utangnya.61 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tidak memberikan definisi penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Hal ini merupakan sesuatu yang janggal karena ketiadaan definisi tersebut dapat bertentangan dengan asas pembatasan atau asas penjelasan. PKPU dahulu disebut penundaan pembayaran utang atau serseance van bataling (suspension of payment). Isi pokok penundaan pembayaran adalah bahwa debitor menduga mengetahui, dia tidak dapat melanjutkan untuk membayarkan utang yang dapat ditagih, sehingga dia mengajukan permohonan penundaan pembayaran kepada hakim. dengan pengajuan tersebut, dia tidak dapat dipaksa oleh kreditor untuk membayar hutangnya.62 Kalau dilakukan penelaah terhadap Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, dapat disimpulkan



61



Robintan Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan,(Jakarta: Pusat Studi Hukum Bisnis Fakulas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2007), hal 32-33. 62 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2,(Jakarta: Penerbit Djambatan, 1988), hal 54.



Universitas Sumatera Utara



54



bahwa PKPU adalah suatu keadaan yang memperlihatkan bahwa debitor mempunyai utang yang sudah tiba waktunya untuk di bayarkan kepada kreditor namun debitor meminta kepada kreditor untuk membayar utangnya kepada kemudian hari untuk menghindari pailit.63 Maksud debitor memohon PKPU adalah untuk mengajukan rencana perdamaian. Rencana perdamaian yang memuat tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Pasal 222 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004: ”Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.” Penundaan



Kewajiban



Pembayaran



Utang



merupakan



alternatif



penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitor diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut. Dengan demikian Penundaan Kewajiban



63



V. Harlen Sinaga, Batas-batas Tanggungjawab Perdata Direksi atas Pailitnya Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktik,(Jakarta: Penerbit Adinatha Mulia, 2012), hal 97.



Universitas Sumatera Utara



55



Pembayaran Utang (PKPU) merupakan semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium.64 Perlindungan hukum terhadap debitor berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tidak berbeda dengan UU No. 4 Tahun 1998 yaitu melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Namun tergantung kepada rapat kreditor apakah akan menerima menerima atau menolak permohonan perdamaian yang diajukan oleh debitor.65Maksud dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini berdasarkan Pasal 222 UUKPKPU adalah pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren. Dalam UUK No 37 Tahun 2004 Pasal 222 ayat (2) dan (3) pada prinsipnya mengatur hal yang sama dengan UUK 1998, hanya dalam UUK No. 4 Tahun 1998 langsung menunjuk kepada kreditor Konkuren, tetapi dalam UUK 2004 ini menunjuk kepada kreditor saja. Menurut penjelasan Pasal 222 ayat (2) yang dimaksud dengan kreditor adalah setiap kreditor baik konkuren maupun kreditor yang didahulukan, berarti yang termasuk kreditor preferen maupun kreditor separatis. Pada hakekatnya tujuan PKPU adalah untuk perdamaian. Fungsi perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan tujuan utama bagi si debitor, dimana si debitor sebagai orang yang paling mengetahui keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke depan baik petensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari 64



Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis,(Bandung:Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 82 Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia,(Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), Hal 345 65



Universitas Sumatera Utara



56



kemungkinan-kemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utangutang terhadap sekalian kreditornya. Tujuan dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah untuk memungkinkan seorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.66 Efektivitas PKPU dalam mencegah kepailitan bergantung pada adanya itikad baik dan sense of cooperation( rasa kooperatif ) baik dari pihak debitor dan kreditor agar rencana perdamaian dapat dinegosiasikan, ditetapkan, dan dilaksanakan dengan baik sampai pemenuhan seluruh utang tercapai sebelum diucapkan putusan pernyataan pailit. Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian adalah untuk menyusun suatu



strategi baru bagi si debitor



menjadi sangat penting. Namun karena faktor kesulitan pembayaran utangutang yang mungkin segera jatuh tempo yang mana sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitor terpaksa membuat suatu konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya akan ditawarkan kepada pihak kreditor, dengan demikian si debitor masih dapat nantinya, tentu saja jika perdamaian ini disetujui oleh para kreditor untuk meneruskan berjalannya perusahaan si debitor tersebut. Jadi secara sederhana dapat dikemukakan bahwa alasan untuk mengajukan PKPU yakni:67 1. Debitor mengalami kesulitan keuangan 2. Debitor berharap usahanya masih bisa dilanjutkan 3. Kemungkinan debitor melunasi kewajibannya sangat terbuka. 66



Sri Redjeki Hartono, Op.Cit., hal 190 Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan Kepailitan, (Bandung:Nuansa Aulia, 2006), Hal 39. 67



Universitas Sumatera Utara



57



Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah dapat tercapainya perdamaian antara debitor dan seluruh kreditor dari rencana perdamaian yang diajukan atau ditawarkan si debitor tersebut. 1. Akibat Hukum PKPU Keadaan sulit yang dapat mengakibatkan debitor tidak dapat membayar utang-utangnya yang sudah bisa ditagih tepat pada waktunya ialah misalnya jatuh tagih, kebakaran, kapal tenggelam, pembekuan simpanannya di bank dan lain-lain. Sebab-sebab tersebut mengakibatkan si debitor kekurangan uang untuk membayar utang-utangnya. kesulitaan ini belumlah sedemikian rupa, sehingga dia berada dalam keadaan berhenti membayar yang sebenarbenarnya. Jadi dia belum perlu dipailitkan, karena dia masih sanggup dan mampu untuk membayar utang-utangnya secara penuh hanya dibutuhkan waktu tambahan untuk memperbaiki keadaan ekonominya. 68 Selama PKPU Debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Jika Debitor melanggar ketentuan tersebut, pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan karena tindakan debitor tersebut. Kewajiban debitor yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya PKPU hanya dapat dibebankan kepada harta debitor sejauh hal itu menguntungkan harta debitor. Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pengurus, Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam 68



C.S.T. Kansil dan Christine, Modul Hukum Dagang, (Jakarta:Penerbit Djambatan, 2001), hal 217.



Universitas Sumatera Utara



58



rangka meningkatkan nilai harta debitor. Apabila dalam melakukan pinjaman perlu diberikan agunan, debitor dapat membebani hartanya dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. Pembebanan harta debitor dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta debitor yang belum dijadikan jaminan utang (Pasal 240 No. 37 Tahun 2004). PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala harta kekayaan debitor. Untuk itu Undang-undang Kepailitan membedakan antara debitor yang telah menikah dengan persatuan harta dan yang menikah tanpa persatuan harta. Apabila debitor telah menikah dalam persatuan harta, harta debitor mencakup semua aktiva dan passive persatuan (Pasal 241 UU No. 37 Tahun 2004). Selama berlangsungnya PKPU, Debitor tidak dapat dipaksa membayar utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 UU No. 37 Tahun 2004, dan semua tindakan yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang PKPU,Adapun akibat hukum putusan PKPU adalah sebagai berikut, yaitu:69 1. Pengurusan Harta Debitor Tanpa diberi kewenangan oleh Pengurus selama PKPU, Debitor tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau memindahkan hak atas sesuatu bagian dari hartanya, dan jika debitor melanggar ketentuan ini,



69



Munir Fuady, Op.Cit., hal 186



Universitas Sumatera Utara



59



Pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan karena tindakan tersebut. Apabila



debitor melakukan



kewajiban-kewajiban



tanpa



mendapat



kewenangan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya PKPU, maka hal ini hanya dapat dibebankan kepada harta debitor sepanjang hal itu menguntungkan harta debitor (Pasal 240 UU No. 37 Tahun 2004). Secara ringkas dapat disebutkan bahwa debitor tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan terhadap harta debitor tanpa izin dari Pengurus. Debitor tidak berwenang lagi untuk melakukan tindakan pengurusan maupun tindakan pengalihan secara mandiri, melainkan dia berwenang melakukan hal tersebut jika diberikan persetujuan ataupun bersama-sama dengan pengurus (Pasal240 Ayat (1) UUK PKPU). Secara ringkas dapat disebutkan bahwa debitor tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan terhadap harta debitor tanpa izin dari pengurus.70 2. Debitor Tidak Dapat Dipaksa Bayar Utang Selama jangka waktu PKPU, debitor tidak berkewajiban membayar utang-utangnya, demikian pula para kreditor tidak berhak untuk menagih utang-utangnya. Debitor tidak dapat dipaksa untuk membayar utangutangnya dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapat pelunasan utang harus ditangguhkan (Pasal 242 UU No. 37 Tahun 2004). 3. Terhadap Sitaan dan Sandera



70



Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Medan:USU Press, 2009), Hal 192.



Universitas Sumatera Utara



60



Selama berlakunya PKPU, semua tindakan eksekusi terhadap barang sitaan yang telah berlangsung untuk melunasi utang-utang debitor harus ditangguhkan. Demikian juga masa penangguhan berlaku terhadap kreditor separatis untuk mengeksekusi jaminannya. Ketentuan stay (penangguhan) ini berlaku selama jangka waktu PKPU, tidak hanya 90 hari seperti dalam kepailitan (Pasa l242 Ayat (3) UUK PKPU). Semua sitaan yang telah diletakkan gugur kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh Pengadilan berdasarkan permintaan Pengurus.Dalam hal debitor disandera, maka debitor harus dilepaskan segera setelah diucapkan Putusan PKPU Tetap atau setelah Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) memperoleh kekuatan hukum tetap dan atas permintaan Pengurus atau Hakim Pengawas.Jika masih diperlukan, Pengadilan wajib mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta Debitor. Demikian pula eksekusi dan sita yang telah dimulai atas benda yang tidak dibebani, dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya atau dengan hak yang harus diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan Undang-Undang Pasal 242 ayat (3). 4. Terhadap Perkara yang Sedang Berjalan Proses PKPU tidak akan menghentikan proses perkara yang sudah mulai diperiksa oleh pengadilan, maupun menghalangi dimajukannya perkara-perkara baru. Debitor tidak berwenang menjadi tergugat ataupun penggugat dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan hak dan



Universitas Sumatera Utara



61



kewajiban harta kekayaannya kecuali bersama-sama dengan persetujuan pengurus. Namun jika perkara tersebut mengenai gugatan pembayaran suatu piutang yang sudah diakui debitor, sedangkan penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu putusan untuk melaksanakan hak terhadap pihak ketiga setelah dicatatnya pengakuan tersebut. Debitor tidak dapat menjadi Penggugat atau Tergugat dalam perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaan tanpa persetujuan Pengurus (Pasal 243 UU No. 37 Tahun 2004). 5. Masa Tunggu (Stay) Proses PKPU yang berlangsung menciptakan berlakunya ketentuan masa tunggu (stay) terhadap kreditor pemegang jaminan kebendaan dan kreditor yang diistimewakan selama 90 hari (Pasal 246 junto 244 UUK PKPU) 6. Perjumpaan Utang Proses PKPU dapat dilakukan perjumpaan utang (kompensasi, set-off) antara debitor dengan para kreditor dengan syarat utang dan piutang tersebut terjadi sebelum PKPU ditetapkan dan utang piutang tersebut timbul karena tindakan-tindakan yang diambil sebelum PKPU ditetapkan. Perjumpaan utang tidak dapat dilakukan dalam hal seseorang yang telah mengambil utang atau piutang terhadap harta kekayaan debitor, yang dilakukan dengan itikad tidak baik (Pasal 247 Ayat (1) UUK PKPU). Perjumpaan utang dapat dilakukan bila baik utang maupun piutangnya telah dilahirkan sebelum dimulainya PKPU tersebut. Piutang terhadap



Universitas Sumatera Utara



62



Debitor tersebut akan dihitung menurut ketentuan Pasal 274 dan Pasal 275 (Pasal 247 UU No. 37 Tahun 2004). Orang yang mengambil alih dari pihak ketiga atas utang kepada Debitor atau piutang terhadap debitor dari pihak ketiga sebelum PKPU, tidak dapat melakukan perjumpaan utang apabila dalam pengambilalihan utang piutang tersebut ia tidak beritikad baik. Piutang diperjumpakan(Pasal 248 UU No. 37 Tahun 2004). 7. Perjanjian Timbal Balik Perjanjian timbal balik yang baru atau belum akan dilakukan oleh debitor dapat dilangsungkan, dimana pihak tersebut dapat meminta kepada pengurus untuk memberikan kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disetujui pengurus dan pihak tersebut. Jika pengurus menyatakan kesanggupannya maka pengurus memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut (Pasal 249 Ayat (1) UUK PKPU). Bila pada saat Putusan PKPU diucapkan terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitor dapat meminta kepada Pengurus untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan dari perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh Pengurus dan pihak tersebut. Bila tidak tercapai kesepakatan mengenai jangka waktu, Hakim Pengawas menetapkan jangka waktu tersebut.Bila dalam jangka waktu tersebut Pengurus tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melaksanakan perjanjian tersebut perjanjian berakhir dan pihak tersebut



Universitas Sumatera Utara



63



dapat menuntut ganti rugi sebagai kreditor konkuren. Bila Pengurus menyatakan kesanggupannya maka Pengurus memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap perjanjian yang mewajibkan Debitor melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan (Pasal 249 UU No. 37 Tahun 2004). 8. Perjanjiian Penyerahan Barang Perjanjian mengenai penyerahan barang yang diperdagangkan di bursa menjelang suatu saat atau dalam waktu tertentu, jika tiba saat penyerahan atau jangka waktu penyerahan jatuh setelah ditetapkan PKPU maka berakhirlah perjanjian ini dengan diberikan hak mendapat ganti rugi. Jika karena pengakhiran perjanjian itu harta debitor menderita maka pihak lawan wajib mengganti kerugian tersebut (Pasal250 Ayat (1) UUK PKPU). Apabila telah diperjanjikan penyerahan benda yang biasa diperdagangkan dengan suatu jangka waktu dan sebelum penyerahan dilakukan telah diucapkan Putusan Sementara, perjanjian menjadi hapus dan dalam hal pihak lawan dirugikan karena penghapusan ia boleh mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti rugi. Dalam hal harta dirugikan karena penghapusan maka pihak lawan wajib membayar kerugian tersebut. 9. Melakukan Pinjaman dari Pihak Ketiga Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga untuk meningkatkan nilai harta debitor apabila diberi kewenangan oleh Pengurus. Jika dalam melakukan pinjaman tersebut perlu diberikan



Universitas Sumatera Utara



64



agunan, debitor dapat membebani hartanya dengan hipotek atau hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sepanjang pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. Namun pembebanan harta pailit dengan hipotik atau hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta debitor yang belum dijadikan jaminan utang (Pasal 240 UU No. 37 Tahhun 2004). Dalam hal ini berarti debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga atas dasar kewenangan yang diberikan oleh Pengurus.Dan apabila diperlukan agunan dalam rangka pinjaman tersebut harus mendapat persetujuan dari Hakim Pengawas. Harta yang dijadikan jaminan itu haruslah harta yang belum menjadi jaminan utang (Pasal 240 UU No. 37 Tahun 2004). 10. Terhadap Harta Persatuan Apabila debitor telah menikah dalam persatuan harta, harta debitor mencakup semua aktiva dan passive persatuan (Pasal 241 UU No. 37 Tahun 2004). Penjelasan Pasal 241 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan „aktiva‟ adalah seluruh kekayaan Debitor, sedangkan „passiva‟ adalah seluruh utang Debitor. 11. Kreditor Pemegang Jaminan dan Biaya Pemeliharaan PKPU tidak berlaku terhadap: a. Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya.



Universitas Sumatera Utara



65



b. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang sudah harus dibayar dan Hakim Pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang sudah ada dan belum dibayar sebelum PKPU yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan, dan c. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitor maupun terhadap seluruh harta debitor yang tidak tercakup pada ayat (1) huruf b (Pasal 242 UU No. 37 Tahun 2004). Dalam PKPU pelaksanaan hak kreditor pemegang jaminan dan kreditor yang diistimewakan ditangguhkan selama berlangsungnya PKPU (Pasal 246 UU No. 37 Tahun 2004). 12. Terhadap Pembayaran Utang Pembayaran semua utang, selain yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 yang sudah ada sebelumnya diberikannya PKPU, selama berlangsungnya PKPU tidak boleh dilakukan kecuali pembayaran utang tersebut dilakukan kepada semua Kreditor menurut perimbangan piutang masing-masing tanpa mengurangi berlakunya juga ketentuan Pasal 185 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 (Pasal 245 UU No. 37 Tahun 2004). Pembayaran yang dilakukan kepada debitor, setelah diucapkannya Putusan PKPU Sementara yang belum diumumkan untuk memenuhi perikatan yang terbit sebelum Putusan PKPU Sementara, membebaskan pihak yang telah melakukan pembayaran terhadap debitor, kecuali dapat dibuktikan bahwa pihak tersebut telah mengetahui adanya Putusan PKPU



Universitas Sumatera Utara



66



Sementara. Pembayaran yang dilakukan sesudah pengumuman, hanya membebaskan orang yang melakukan pembayaran dimaksud apabila ia dapat membuktikan bahwa meskipun telah dilakukan pengumuman menurut Undang-Undang, akan tetapi ia tidak mungkin dapat mengetahui pengumuman dimaksud di tempat kediamannya dengan tidak mengurangi hak Pengurus untuk membuktikan sebaliknya (Pasal 253 UU No. 37 Tahun 2004). 13. Perjanjian Sewa Menyewa Dalam hal debitor telah menyewa suatu benda, maka debitor dengan persetujuan Pengurus, dapat menghentikan perjanjian sewa menyewa, dengan syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian sesuai dengan adat kebiasaan setempat. Bila dilakukan penghentian maka harus diindahkan jangka waktu menurut perjanjian atau menurut kelaziman, dengan ketentuan bahwa jangka waktu 90 (Sembilan puluh) hari adalah cukup. Bila telah dibayar uang sewa di muka (sebagai uang muka), maka sewa tidak dapat dihentikan lebih awal sebelum berakhirnya jangka waktu sewa yang telah dibayar uang muka. Sejak hari Putusan PKPU Sementara diucapkan maka uang sewa merupakan utang harta debitor (Pasal 251 UU No. 37 Tahun 2004). 14. Pemutusan Hubungan Kerja Debitor dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya dengan tetap memperhatikan tenggang waktu pemberitahuan kepada karyawan yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-



Universitas Sumatera Utara



67



undangan ketenagakerjaan yang berlaku. Juga gaji serta biaya lain-lain yang timbul dalam hubungan kerja tersebut menjadi utang harta debitor (Pasal252 Ayat (1) UUK PKPU.Segera setelah diucapkannya Putusan PKPU Sementara maka debitor berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya, dengan mengindahkan ketentuan Pasal 240 dan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan pengertian hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 (empat puluh lima) hari sebelumnya. Sejak dimulainya PKPU Sementara maka gaji dan biaya lain yang timbul dalam hubungan kerja tersebut menjadi utang harta debitor (Pasal 252 UU No. 37 Tahun 2004). PKPU tidak berlaku bagi keuntungan sesama debitor dan Penanggung (Pasal 254 UU No. 37 Tahun 2004). Pengurus dalam PKPU harus mengetahui tingkatan para kreditor dalam PKPU yaitu mana yang memiliki hak untuk didahulukan dan mana yang digolongkan sebagai kreditor konkuren yaitu kreditor yang tidak memegang agunan dan yang tidak mempunyai hak istimewa dan yang tagihannya telah diakui atau yang diakui secara bersyarat. PKPU dapat diakhiri baik atas permintaan Hakim Pengawas satu atau lebih kreditor atau atas prakarsa Pengadilan sendiri, dalam hal ini: a. Debitor selama waktu PKPU bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya b.



Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya



c.



Debitor melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 240 ayat (1)



Universitas Sumatera Utara



68



d.



Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah PKPU diberikan atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitor



e.



Selama waktu PKPU keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkan PKPU, atau



f.



Keadaan harta debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap para kreditor pada waktunya.71



B. Homologasi Sebagai Upaya Pencegahan Pailit 1. Prosedur Homologasi Adapun cara PKPU dalam menghindarkan debitor dari pailit telah diatur dalam BAB III Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 UU No. 37 tahun 2004 dengan ketentuan harus adanya persetujuan perdamaian dan bila tak tercapai perdamaian maka akan di ambil suara terbanyak dari para kreditor konkuren (Pasal 229 UU No. 37 tahun 2004), dalam hal PKPU tidak berlaku untuk kreditor preferen (istimewa). Jelas sekali mempailitkan debitor atau debitor mempailitkan diri itu sangat mudah dan PKPU tidak bisa mengambil upaya lain tetap kreditor yang berperan dalam hal penentu kalaupun bisa dihindarkan pailit kemungkinan itu sangat sulit.72 Debitor berhak pada waktu mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atau setelah itu menawarkan suatu perdamaian kepada kreditor. Dalam Pasal 266 Ayat (1) apabila rencana pedamaian 71



Ibid, Hal 196 Elviana Sagala, Efektifitas Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Untuk Menghindarkan Debitor Dari Pailit, Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 03. No. 01. Maret 2015 72



Universitas Sumatera Utara



69



tersebut tidak disediakan di kepanitraan pengadilan sebagaimana dalam Pasal 225 maka rencana tersebut diajukan sebelum hari sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 atau pada tanggal kemudian degan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 Ayat (4), Pasal 266 Ayat (2) salinan rencana perdamian harus segera disampaikan kepada hakim pengawas, pengurus, dan ahli, bila ada. Isi rencana perdamaian kemungkinan utang akan dibayar sebagian, utang akan dicicil, atau utang akan dibayar sebagian dan sisanya dicicil. Dalam rencana perdamaian tersebut harus ada alternatif perdamaian, sehingga kreditor mempersiapkan diri untuk mempertimbangkan dalam rapat pengambilan keputusan.73 Ketentuan mengenai homologasi: a.



Homologasi dilakukan paling cepat 8 hari dan paling lambat 14 hari setelah diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan suara.



b.



Sidang



pengadilan



untuk



membahas



pengesahan



perdamaian



dilakukan terbuka untuk umum. c.



Homologasi wajib diberikan pada sidang tersebut atau paling lambat 7 hari setelah sidang yang bersangkutan.



Dalam hal sebelumnya putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap, ada putusan pengadilan yang menyaatakan bahwa penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir, gugurlah



rencana



perdamian tersebut. 73



Ishak, Perdamaian Antara Debitor Dan Kreditor Konkuren Dalam Kepailitan, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 18 No.1 April 2016.



Universitas Sumatera Utara



70



Dalam Pasal 268 Ayat (1) apabila rencana perdamian telah diajukan kepada panitera, hakim pengawas harus menentukan: a. Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada pengurus b. Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan itu akan dibicarakan dan diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin oleh hakim pengawas. Dalam Pasal 268 Ayat (2) Tenggang waktu antara hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b paling singkat 14 (empat belas) hari. Pasal 269 Ayat (1), Pengurus wajib mengumumkan penentuan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 ayat (1) bersama-sama dengan dimasukkannya rencana perdamaian, kecuali jika hal ini sudah diumumkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226. Ayat (2) Pengurus juga wajib memberitahukan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan surat tercatat atau melalui kurir kepada semua Kreditor yang dikenal, dan pemberitahuan ini harus menyebutkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 270 ayat (2). Ayat (3) Kreditor dapat menghadap sendiri atau diwakili oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasa. Ayat 4 Pengurus dapat mensyaratkan agar Debitor memberikan kepada mereka uang muka dalam jumlah yan ditetapkan oleh pengurus guna menutup biaya untuk pengumuman dan pemberitahuan tersebut.74 Dalam rapat perdamaian yang berhak memutuskan diterima atau tidak diterimanya rencana perdamaian adalah mereka yang mempunyai hak suara 74



Undang-Undang No 37 Tahun 2004, Tentang Kepailitan Dan PKPU, Pasal 265 Sampai Dengan Pasal 269.



Universitas Sumatera Utara



71



dalam rapat, yaitu para kreditor konkuren yang hadir dalam rapat. Para kreditor yang tidak hadir dalam rapat tidak berpengaruh pada diterima atau tidak diterimanya perdamaian tersebut, kendatipun jumlahnya signifikan. Ratio legis dari ketentuan ini adalah bahwa kreditor yang tidak hadir dianggap telah melepaskan hak ( rechtsverwerking) sehingga akan menerima keputusan apa pun yang diiambil serta untuk menghindari tirani minoritas dalam proses perdamaian dengan cara memboikot kehadiran dalam perdamaian tersebut. Dalam rapat perdamaian ini tidak dikenal kuorum minimal untuk sahnya suatu rapat perdamaian, hal ini merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap debitor pailit terutama yang beritikad baik yang bermaksud menyelesaikan kepailitannya melalui perdamaian.75 Kebiasaan yang terjadi dalam ranah praktek di Indonesia, potensi perdamaian tercapai di dalam PKPU sudah efektif tetapi masih belum maksimal, ini disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut hasil wawancara dengan



praktisi



hukum



kepailitan



yang



berpraktek



diluar



Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, faktor yang me ndominasi adalah karena ketidakpahaman debitor dan kreditor dalam proses PKPU dengan segala akibatnya. Hasil penelitian Manahan Sitompul menunjukkan tidak maksimalnya perdamaian dalam kepailitan dan PKPU dalam era tahun 1998-2006. Pasca tahun 2006, telah terjadi pergeseran paradigma, yang mengarah pada peningkatan kesadaran debitor dan kreditor terhadap penggunaan PKPU sebagai penyelesaian permasalahan utang



75



Hadi Shubhan, Op.Cit., hal 141.



Universitas Sumatera Utara



72



piutang. Menurut hasil wawancara dengan hakim di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagian perkara PKPU telah dapat diakhiri dengan adanya perdamaian yang



disahkan oleh hakim (Homologasi),



meskipun ada sebagian lain yang berakhir dengan kepailitan. bahwa kurang pahamnya debitor dan kreditor dalam proses PKPU masih menjadi retensi bagi tercapainya sebuah perdamaian.76 Penerapan homologasi sebagai upaya preventif terjadinya pailit tidak terlepas dari adanya itikad baik dan sense of cooperation( rasa kooperatif ) baik dari pihak debitor dan kreditor agar rencana perdamaian dapat dinegosiasikan, ditetapkan, dan dilaksanakan dengan baik sampai pemenuhan seluruh utang tercapai sebelum diucapkan putusan pernyataan pailit. Penerapan homologasi sejauh ini sudah efektif di lingkungan pengadilan niaga, jika tidak efektif dalam mencegah terjadinya pailit maka sudah bertambah banyak perusahaan yang pailit. Dari sekian banyak kasus debitor pailit, mayoritas debitor telah berhasil melanjutkan kembali usahanya ketika perdamaian telah dihomologasi. Sedangkan dalam hal debitor pailit tanpa dihomologasi, selain karena itikad baik dan rasa kooperatif adalah ketidakmampuan membayar utang-utangnya yang disebabkan oleh utang debitor lebih besar dibandingkan harta kekayaannya. 77



76



Yudi Kornelis, Harmonisasi Hukum Terhadap Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dengan Perspektif Budaya Hukum Indonesia, Jurnal Selat Vol.4 No.1 Oktober 2016. 77 Wawancara dengan Hakim pengadilan Niaga Medan Jamaluddin SH, M.H (Tanggal 13-09-2018)



Universitas Sumatera Utara



73



2. Penolakan Dan Pengesahan Homologasi Pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian, apabila: a. Harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian; b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin; c. Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini; dan/atau d. Imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya. Apabila Pengadilan menolak mengesahkan perdamaian maka dalam putusan yang sama Pengadilan wajib menyatakan Debitor Pailit dan putusan tersebut harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 dengan jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan diterima oleh Hakim Pengawas dan Kurator. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 berlaku mutatis mutandis terhadap pengesahan perdamaian, namun tidak berlaku terhadap penolakan perdamaian. Apabila rencana perdamaian ditolak maka Hakim Pengawas wajib segera memberitahukan penolakan itu kepada Pengadilan dengan cara menyerahkan



Universitas Sumatera Utara



74



kepada Pengadilan tersebut salinan rencana perdamaian serta berita acara rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282, dan dalam hal demikian Pengadilan harus menyatakan Debitor Pailit setelah Pengadilan menerima pemberitahuan penolakan dari Hakim Pengawas, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 283 ayat (1). Pengesahan Homologasi dapat dijalankan Apabila



rencana



perdamaian



diterima, Hakim Pengawas wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Pengadilan pada tanggal yang telah ditentukan untuk keperluan pengesahan perdamaian, dan pada tanggal yang ditentukan tersebut pengurus serta Kreditor dapat menyampaikan alasan yang menyebabkan ia menghendaki pengesahan atau penolakan perdamaian. Pengadilan dapat mengundurkan dan menetapkan tanggal sidang untuk pengesahan perdamaian yang harus diselenggarakan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tanggal sidang Putusan pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam hubungannya dengan berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282, bagi semua Kreditor yang tidak dibantah oleh Debitor, merupakan alas hak yang dapat dijalankan terhadap Debitor dan semua orang yang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk perdamaian tersebut. Penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir pada saat putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap dan pengurus wajib mengumumkan pengakhiran ini dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian.78



78



Undang-Undang No 37 Tahun 2004, Tentang Kepailitan Dan PKPU, Pasal 284,287,288



Universitas Sumatera Utara



BAB III AKIBAT HUKUM HOMOLOGASI DALAM PERDAMAIAN A. Para Pihak Dalam Homologasi PKPU 1. Debitor Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004, yang dimaksud dengan debitor adalah orang yang mempunyai hutang karena perjanjian atau Undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan.Sesuai dengan Pasal 222 UU No. 37 tahun 2004, debitor yang mempunyai lebih dari satu kreditor dapat mengajukan PKPU bila ia tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Maksud pengajuan oleh debitor ini ialah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Debitor yang mengajukan ini dapat berupa debitor perorangan ataupun debitor badan hukum. Risiko bagi debitor yang mengajukan permohonan PKPU menurut Pasal 217A UUK adalah apabila jangka waktu PKPU Sementara berakhir karena kreditor konkuren tidak menyetujui pemberian PKPU Tetap, atau perpanjangan waktu untuk PKPU Tetap telah diberikan dan rencana perdamaian yang diusulkan debitor sampai batas waktunya yang dimaksud dalam Pasal 217 ayat (4) UUK masih belum disetujui maka pengurus wajib memberitahukan pengadilan, dan pengadilan harus menyatakan debitor pailit pada hari berikutnya. 79



79



Aria Suyudi, Eryanto Nugroho & Herni Sri Nurbayanti, Kepailitan di Negeri Pailit, (Jakarta:Akubaca, 2003), Hal 196.



75 Universitas Sumatera Utara



76



2. Kreditor Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka (2) UU No. 37 Tahun 2004, yang dimaksud dengan kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.Kreditor dalam PKPU adalah : a.



Kreditor separatis



Diatur dalam Pasal 56 UU No. 37 Tahun 2004. Yang dimaksud dengan kreditor separatis adalah kreditor yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak jaminan), seperti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dll. b. Kreditor preferen Berdasarkan pada Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata, yang dimaksud dengan kreditor preferen adalah kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas sesuai dengan yang diatur oleh Undang-undang yang bersangkutan. c.



Kreditor konkuren



Berdasarkan pada Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata. Kreditor golongan ini adalah semua Kreditor yang tidak masuk Kreditor separatis dan tidak termasuk Kreditor preferen. Berdasarkan pada Pasal 222 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004, kreditor yang memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangutangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.



Universitas Sumatera Utara



77



3. Pengurus Tugas seorang pengurus tidak lebih ringan dari seorang kurator, di mana seorang pengurus dituntut kemampuan dan keahliannya untuk mendampingi dan membawa debitor mencapai perdamaian dengan para kreditornya, sehingga debitor dapat menjalankan kembali usahanya ataupun utang-utang kepada para kreditornya dapat dibayar (seluruh ataupun sebagian). Pengurus yang diangkat harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor. Pasal 240 ayat (1) UUKPKPU, dengan tegas ditetapkan bahwa debitor tanpa diberi kewenangan oleh pengurus tidak dapat melakukan kepengurusan atas seluruh atau sebagian hartanya. Dari ketentuan dalam Pasal 240 ayat (1) UUKPKPU tersebut, sangat jelas bahwa tugas pengurus bukan sekadar "petugas administrasi" atau "tukang catat" saja, melainkan juga harus memiliki kemampuan setara dengan debitor sebagai "dwi tunggal" agar mampu bersama sama debitor mengurus kekayaan debitor guna tercapainya tujuan dari suatu Pkpu. Yaitu, disetujuinya perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang-utang debitor kepada kreditor konkuren. 4. Hakim Pada dasarnya, tugas dan wewenang Hakim Pengawas dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) secara substansial berorientasi kepada penunjukan oleh Hakim Pemeriksa dan Pemutusan PKPU yang didasarkan ketentuan Pasal 222 dan 225 UU Nomor 37 Tahun 2004. Selengkapnya ketentuan Pasal 222 UU Nomor 37 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut:



Universitas Sumatera Utara



78



(1) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor. (2) Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor. (3) Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagi, dapat memohon kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.



Berdasarkan ketentuan Pasal 225 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004 Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus perkara PKPU, dalam hal permohonan diajukan oleh Debitor, dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkan surat permohonan PKPU, harus mengabulkan PKPU Sementara dan menunjuk seorang Hakim Pengawas serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama Debitor mengurus harta Debitor. Dalam hal permohonan PKPU diajukan oleh Kreditor, Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus PKPU dalam tenggang waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan PKPU harus mengabulkan permohonan PKPU Sementara dan harus menunjuk Hakim Pengawas serta 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama Debitor mengurus harta Debitor. Eksistensi penunjukan Hakim Pengawas didasarkan salinan putusan Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus perkara PKPU. Apabila dibandingkan dengan perkara Permohonan Pernyataan Pailit (PPP) maka dalam perkara PKPU tidak ditentukan adanya



tenggang waktu kapan paling lambat Hakim Pengawas harus menerima salinan putusan PKPU.



Universitas Sumatera Utara



79



Atas dasar salinan putusan dari Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus Perkara maka Hakim Pengawas menunjuk paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian, dan penetapan ini disampaikan kepada Pengurus dengan kewajiban untuk mengumumkan putusan PKPU Sementara serta undangan untuk hadir pada sidang permusyawaratan Hakim. Di samping itu pula, kewajiban Pengurus adalah wajib memanggil Debitor dan Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lambat pada hari ke-45 sejak putusan PKPU Sementara diucapkan. Tugas dan wewenang Hakim Pengawas berdasarkan Pasal 65 UUKPKPU adalah mengawasi pengurusan,pemberesan harta pailit dan berwenang untuk mendengar keterangan saksi atau memeritahkan penyelidikan oleh para ahli untuk memperoleh kejelasan tentang segala hal mengenai kepailitan. B. Akibat Hukum Homologasi Accord Perdamaian merupakan salah satu upaya hukum untuk menolak dilakukannya kepailitan terhadap debitor. Perdamaian dalam proses kepailitan ini sering juga disebut dengan istilah “accord” (bahasa Belanda) atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan istilah “Composition”. Berbicara tentang perdamaian dalam kepailitan tidak hanya ada dalam proses kepailitan, tetapi terdapat juga dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Perdamaian adalah salah satu cara untuk mengakhiri kepailitan. Perdamaian dapat digunakan sebagai alat untuk memaksa dilakukannya restrukturisasi hutang karena diluar kepailitan. kreditor (konkuren) tidak dapat dipaksa untuk menyetujui perdamaian.



Universitas Sumatera Utara



80



perdamaian didefinisikan sebagai perjanjian antara debitor dan para kreditornya dimana klaim dari kreditor disetujui untuk dibayar sebagian atau seluruhnya. 80 Di dalam beberapa literature yang membahas tentang kepailitan, tidak ada keseragaman dalam penggunaan istilah accord. Ada yang memakai istilah akor (akkoord), ada yang menggunakan istilah akur, dan ada pula yang masih tetap menggunakan istilah aslinya, yaitu accord. Steven R. Schuit dalam bukunya berjudul Dutch Business Law mempergunakan istilah composition untuk accord, yang artinya persetujuan untuk pembayaran utang. Sedangkan di dalam kamus umum Bahasa Indonesia oleh W.J.S Poerwadarminta akor atau akur diartikan dengan cocok, sesuai atau setuju. Sedangkan akor atau akur (accord) dalam kepailitan diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian antara si pailit dengan para kreditor, dimana diadakan suatu ketentuan bahwa si pailit dengan membayar suatu prosentase tertentu (dari uutangnya) ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya. 81Dan untuk mencapai kesatuan/keselarasan istilah maka penulis akan mempergunakan istilah accord. Accord yang sudah diterima dalam rapat verifikasi (baik berdasarkan pemungutan suara maupun secara aklamasi), agar mempunyai kekuatan hukum haruslah mendapat pengesahan dari hakim pemutus kepailitan. Pengesahan dari Hakim Pengadilan Niaga. Pengesahan inilah yang disebut dengan Homologasi. Sidang untuk mengadakan homologasi accord itu diadakan paling sedikit 8 (delapan) hari, atau paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pemungutan suara



80



Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta:Penerbit Mitra Wacana Media, 2012), hal 98. 81 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Inndonesia, (Jakarta:PN. Balai Pustaka, 1976), hal 27



Universitas Sumatera Utara



81



terhadap accord itu diadakan. Pada umumnya sidang untuk melakukan homologasi itu diadakan dengan cara singkat dan sederhana. Adapun isi dari berita acara rapat perdamaian yaitu:82 1. Isi perdamaian 2. Nama para kreditor yang berhak memberikan suara tentang kehadirannya dalam rapat. 3. Suara yang diberikan oleh masing-masing 4. Hasil pemungutan suara dan lain-lain yang dibicarakan dalam rapat Hakim



Pengadilan



Niaga



yang



mengemban



kewajiban



untuk



melaksanakan pengesahan accord itu tidak selamanya memberikan persetujuan atau pengesahan terhadap accord yang telah diterima dalam rapat verifikasi terdahulu. Hakim pengadilan niaga, kembali akan melakukan penelitian secara teliti terhadap aktiva dan pasiva si pailit dan berita tentang pemungutan suatu tersebut. Atas hasil penelitian itulah, Hakim Pengadilan Niaga dapat



accord



menentukan sikapnya, apakah ia akan menolak atau memberikan pengesahan terhadap accord itu (homologasi). Perdamaian dalam PKPU dapat diajukan oleh Kreditor selain Debitor. Hal ini adalah logis karena tidak mungkin perdamaian dalam kepailitan diajukan oleh Kreditor karena kepailitan itu sendiri telah dimohonkan sebelumnya oleh Kreditor yang bersangkutan. Perbedaan nyata lain adalah perdamaian dalam PKPU secara



82



Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,(Bandung: CV Mandar Maju,1999), hal 20-21.



Universitas Sumatera Utara



82



tegas memungkinkan Debitor untuk menyelesaikan sebagian selain seluruh utangnya kepada Kreditor.83 Sebelum putusan pengesahan perdamaian dalam PKPU mempunyai kekuatan hukum tetap, rencana perdamaian tersebut menjadi gugur apabila terdapat putusan Pengadilan yang memutuskan PKPU berakhir. Dalam rangka menghadapi rapat Kreditor untuk membicarakan rencana perdamaian tersebut beberapa tindakan harus dilakukan oleh pengurus termasuk masalah tagihan daftar piutang dan sebagainya. 84 Dalam hal yang menyetujui rencana perdamaian kurang dari persyaratan, dimungkinkan diadakan pemungutan suara ulangan. Berkaitan dengan pemungutan suara ulangan atau pemungutan suara kedua dalam PKPU ini beberapa ketentuan untuk kepailitan juga berlaku. Demikian pula alasan pengadilan menolak pengesahan perdamaian dalam PKPU, berlaku ketentuan penolakan pengesahan perdamaian dalam kepailitan yang diatur dalam Pasal 159 UUK.85 Perjanjian perdamaian yang telah disahkan (homologasi) oleh pengadilan maka perdamaian tersebut telah memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi para pihak, adapun akibat hukum dari suatu perdamaian yang telah disahkan (homologasi) oleh pengadilan terhadap para pihak yaitu: 1. Debitor Membayar utang yang telah disetujui/ accord lebih kecil dari utangnya sisa tidak menjadi beban bagi debitor untuk melunasi. 83



Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Teori dan Praktik,(Bandung: Penerbit Alumni, 2010), hal 238. 84 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Penerbit Alumni, 2006), hal 219. 85 Ibid, hal 220.



Universitas Sumatera Utara



83



a. Bila accord dipenuhi berakhirlah kepailitan hal ini akan berbeda jika pemberesan dilakukan oleh kurator. b. Bila dibereskan oleh kurator hasil pelelangan belum tentu mencukupi utang sisa tetap jadi utang pailit. Pelunasan dijamin dengan utang yang masih ada (Pasal 1132 KUHPerdata). Mengenai akibat hukum atas Homologasi accord adalah sebagai berikut : a. Penetapan pengesahan perdamaian maka Putusan pernyataan pailit yang mengakibatkan harta kekayaan debitor sejak putusan itu dikeluarkan, dimasukkan dalam harta pailit menjadi gugur, sehingga ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Kepailitan yang menyatakan Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan menjadi tidak berlaku. b. Penetapan pengesahan perdamaian, Maka ketentuan yang menyatakan debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan yang menyebutkan : Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan menjadi gugur. c. Penetapan pengesahan perdamaian, maka segala perikatan debitor yang terbit sesudah pernyataan pailit gugur, tetap dapat dibayar dari harta debitor. d. Penetapan pengesahan perdamaian maka tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta debitor tidak lagi harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Pengertian Accord menurut Pasal 141 UU Kepailitan tawaran yang diajukan oleh debitor kepada semua berpiutangnya bersama-sama (tawaran rencana pembayaran/perdamaian). Syarat agar Accord diterima dalam rapat kreditor adalah



kata



sepakat



dari



2/3



jumlah



semua



kreditor



yang



tidak



diistimewakan/bersaing. Pengesahan/ Homologasi Accord:86



86



Ibid



Universitas Sumatera Utara



84



1. Accord baru mempunyai kekuatan hukum, setelah dapat pengesahan dari Hakim Pengadilan Niaga. 2. Accord tidak mendapat pengesahan walaupun telah memenuhi persyaratan tersebut di atas apabila: a. Usul accord jumlahnya lebih kecil dari harta kekayaan debitor b. Jika perdamaian terjadi karena adanya bantuan beberapa kreditor c. Jika hakim tidak percaya debitor mau dan mampu membayar. Dengan dibukanya kemungkinan untuk mengadakan Accord maka hal itu akan dapat menguntungkan kedua belah pihak. Keuntungan Accord ini bagi para pihak adalah :87 Bagi Kreditor: Jika harta dilelang/dibereskan oleh hakim hasilnya dibagi menurut imbangan jumlah piutangnya, belum tentu kreditor mendapat bayaran lebih tinggi dari penawaran dalam accord. Jadi penawaran didalam accord mungkin lebih tinggi dibanding dengan pembagian melalui pemberesan oleh hakim. Bagi Debitor: Membayar utang yang telah disetujui/ accord lebih kecil dari utangnya sisa tidak menjadi beban bagi debitor untuk melunasi. a. Bila accord dipenuhi berakhirlah kepailitan hal iini akan berbeda jika pemberesan dilakukan oleh hakim. b. Bila dibereskan hakim hasil pelelangan belum tentu mencukupi utang sisa tetap jadi utang pailit. Pelunasan dijamin dengan utang yang masih ada (Pasal 1132 KUHPerdata).



87



Ibid



Universitas Sumatera Utara



85



2. Kreditor Perdamaian adalah salah satu cara untuk mengkhiri kepailitan. Perdamaian dapat digunakan sebagai alat untuk memaksa dilakukannya restrukturisasi hutang karena diluar kepailitan. kreditor (konkuren) tidak dapat dipaksa untuk menyetujui perdamaian. Akibat-akibat hukum dari disahkannya perdamaian terdapat di dalam Pasal 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, dan Pasal 169 UUK dan PKPU.88 Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 162 UUK dan PKPU menegaskan bahwa perdamaian yang disahkan oleh Pengadilan Niaga berlaku bagi semua kreditor konkuren baik terhadap yang mengajukan permohonan pailit maupun bagi yang tidak mengajukan permohonan pailit kecuali bagi kreditor preferen.89 Akibat hukum yang demikian ditegaskan dalam Pasal 162 UUK dan PKPU bahwa perdamaian yang disahkan berlaku bagi semua kreditor yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan



maupun tidak. Berarti kreditor yang



dimaksud adalah kreditor konkuren kecuali bagi kreditor preferen. Bagi Kreditor Jika harta dilelang/dibereskan oleh hakim hasilnya dibagi menurut imbangan jumlah piutangnya belum tentu kreditor mendapat bayaran lebih tinggi dari penawaran dalam accord, hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap garantor dan rekan debitor, hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap benda-benda pihak ketiga.90 Jadi penawaran didalam accord bisa lebih tinggi dibanding dengan pembagian melalui pemberesan oleh hakim.



88



Sunarmi, Op.cit., hal 149 Ibid 90 Hadi Shubhan, Op.Cit., hal 143 89



Universitas Sumatera Utara



86



3. Harta Kekayaan Perdamaian dalam pemberesan harta pailit berbeda karakteristiknya dengan perdamaian dalam PKPU. Perdamaian dalam kepailitan lebih mengarah pada proses penyelesaian utang-utang debitor melalui pemberesan harta pailit sedangkan perdamaian dalam PKPU lebih ditekankan pada rencana penawaran pembayaran atau melakukan restrukturisasi pembayaran utang. penangguha eksekusi jaminan utang berakhir.91 Dalam homologasi debitor diberikan kembali haknya secara mandiri untuk mengurus semua harta kekayaan ,berbeda ketika masih PKPU dimana debitor tidak berhak mengurusi hartanya karena harus melalui persetujuan atau harus bersama-sama dengan pengurus agar nilai harta kekayaannya tidak dirugikan. Mengenai akibat hukum atas Homologasi accord adalah sebagai berikut :92 1.



Penetapan pengesahan perdamaian maka Putusan pernyataan pailit yang mengakibatkan harta kekayaan debitor sejak putusan itu dikeluarkan, dimasukkan dalam harta pailit menjadi gugur, sehingga ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Kepailitan yang menyatakan Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan menjadi tidak berlaku.



2.



Penetapan pengesahan perdamaian, Maka ketentuan yang menyatakan debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 91



Ibid, hal 141 Junaedi Saputro, Tesis: “Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian (Studi Kasus Nomor 05/Pailit/2006/Pn.Niaga.Smg)” (Semarang: Undip,2011), Hal 71. 92



Universitas Sumatera Utara



87



24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan yang menyebutkan : Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan menjadi gugur. 3.



Penetapan pengesahan perdamaian, maka segala perikatan debitor yang terbit sesudah pernyataan pailit gugur, tetap dapat dibayar dari harta debitor.



4.



Penetapan pengesahan perdamaian maka tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta debitor tidak lagi harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa dengan adanya rencana



perdamaian yang disepakati oleh para pihak berakibat pada gugurnya putusan pailit.Akibat hukum Homologasi bagi para pihak menimbulkan perjanjian baru yang berarti segala sengketa mengenai utang lama diselesaikan menurut syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam perjanjian perdamaian. Bagi debitor baginya diberikan lagi hak untuk menjalankan kembali usahanya dan para kreditor sudah mempunyai kepastian dalam pengembalian tagihan-tagihannya. C. Hambatan Dalam Pelaksanaan Perdamaian Homologasi Accord Homologasi sebagai upaya pencegahan pailit tidak selalu berjalan mulus dengan konsep perdamaian yang telah disepakati dalam Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Salah satu faktor yang menjadi penentu keberhasilan pengurus PKPU dalam tugasnya adalah bagaimana pengurus PKPU dapat membina hubungan kerja



Universitas Sumatera Utara



88



dengan pengurus perusahaan/debitor.93 Hambatan dari homologasi ini bisa terjadi sebelum dan sesudah ditetapkannya homologasi oleh hakim. Sebelum ditetapkannya Homologasi adalah tidak adanya keterbukaan debitor mengenai aset-asetnya. Dalam proses perdamaian sering debitor melakukan hal demikian karena debitor ingin melindungi sebagian asetnya dan untuk menyelamatkan kepentingannya, agar tidak masuk dalam daftar aset yang akan dijadikan jaminan untuk membayarkan utang-utangnya. Tentu sikap debitor yang demikian akan mempengaruhi penyelesaian terhadap utangnya menjadi tidak komperehensif dan bahkan bisa terancam gagalnya perdamaian, ini tentu akan membawa debitor pada pailit karena etikad baik para pihak sangat diperlukan dalam terciptanya perdamaian. Setelah ditetapkannya Homologasi adalah etikad baik atau keseriusan dari debitor untuk melaksanakan homologasi. Debitor harus memiliki etikad baik untuk melaksanakan homologasi yang telah disepakati, jika tidak dilaksanakan putusan homologasi dengan baik maka pailit bisa langsung dijatuhkan kepada debitor. Karena efektivitas PKPU dalam mencegah kepailitan bergantung pada adanya itikad baik dan sense of cooperation (rasa kooperatif) baik dari pihak debitor dan kreditor agar rencana perdamaian dapat dinegosiasikan, ditetapkan, dan dilaksanakan dengan baik sampai pemenuhan seluruh utang tercapai sebelum diucapkan putusan pernyataan pailit. Dalam hal ini harus ada kerjasama yang baik para pihak dan juga pengurus, jika tidak ada kerjasama maka peluang untuk 93



Kheriah, Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Dalam Hukum Kepailitan, Jurnal Ilmu Hukum Vol.3 No.2 2013.



Universitas Sumatera Utara



89



berdamai akan semakin kecil. Langkah-langkah atau konsep perdamaian yang akan ditawarkan oleh pengurus akan terabaikan. Untuk itu peran pengurus juga sangat besar dalam mengarahkan debitor dan kreditor agar sepakat menyatakan damai.94



94



Wawancara dengan Kurator Marudut Simanjuntak (Tanggal 01-10-2018)



Universitas Sumatera Utara



BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.137K/PDT.SUS-PKPU/2014



A. Kasus Posisi 1. Para Pihak Yang Berperkara Dalam Putusan Mahkamah Agung No.137/K/PDT.SUS-PKPU/2014 a. Identitas Pemohon Julia Tjandra, bertempat tinggal di Tomang Rawa Kepa RT.002, RW. 005, Tomang Grogol Petamburan, Jakarta Barat, dalam hal ini memberi kuasa kepada Yuda Sanjaya, dan kawan-kawan, Para Advokat pada John Azis & Associates, beralamat di Menara Kuningan 7th Floor, unit M, Jalan H.R. Rasuna Said Blok X.7 Kav. 5 Jakarta Selatan, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Desember 2013, sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Pemohon pkpu. b. Identitas Termohon PT. Djakarta Lloyd, dahulu berkedudukan di Jalan Senen Raya No. 44, Jakarta Pusat, sekarang berkedudukan di Jalan Raden Saleh Raya Kav. 13-17 Lantai 10 Unit 1 & 3 Jakarta Pusat, yang diwakili oleh Direktur Utama PT. Djakarta Lloyd (Persero), Erizal Darwis berkedudukan di Vinilon Building Lantai 10, Jalan Raden Saleh Kav.13-17, Jakarta Pusat dan diwakili oleh Anggota Tim Pengurus PT. Djakarta Lloyd (Persero), Jamaslin Purba, berkedudukan di Wisma Nugra Santana, 12th Floor, Suite 1205, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8, Jakarta Pusat, dalam hal ini memberi kuasa kepada Yuke Azerani, dan kawan-kawan, para Advokat pada Kantor Hukum Andrey Sitanggang & Partners, beralamat di Andreys Building, Jalan Pramuka Raya



90 Universitas Sumatera Utara



91



No. 153 Jakarta Pusat, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 6 Januari 2014, sebagai Termohon Kasasi yang dahulunya adalah Termohon pkpu. 2. Kronologi Perkara dan Isi Putusan Hakim Mahkamah Agung Nomor 137/K/PDT.SUS-PKPU/2014 Pemohon Kasasi yang dahulu sebagai Pemohon PKPU sebelumnya telah mengajukan Permohonan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Termohon Kasasi yang dahulunya sebagai Termohon PKPU di depan persidangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang pada pokoknya berisi hal-hal berikut, yaitu : Pada hari Selasa, tanggal 9 Juli 2013 Pengadilan Niaga Jkt Pusat telah dijatuhkan Putusan No. 36/ Pdt.Sus / PKPU/ 2013/ PN.Niaga.Jkt.Pst., yang amarnya menyatakan bahwa : a. Mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara dari Pemohon pkpu selama 45 hari terhitung sejak tanggal putusan PKPU ini diucapkan b. Menyatakan Termohon pkpu PT. Djakarta Lloyd (Persero) suatu Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas yang tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 berkedudukan dan berkantor di Jalan Senen Raya No. 44 Jakarta Pusat 10410 kemudian berpindah alamat di Jalan Raden Saleh Raya Kav. 13-17 Lantai 10 unit 1 & 3 Jakarta Pusat 10430



Universitas Sumatera Utara



92



berada dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan segala akibat hukumnya c. Menunjuk Saudara Dedi Fardiman sebagai Hakim Pengawas dari Hakim Niaga Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengawasi jalannya proses PKPU atas Termohon pkpu 1.



Mengangkat: a. Ir. B. Eryanto H Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor AHU.AH.04.03-20 tanggal 18 Maret 2010 beralamat di Jalan H. Hasan Nomor 36 B Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13790; b. Anthony Prawira Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor AHU.AH.04.03-53 tanggal 18 Maret 2008 kemudian diperpanjang dengan Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor AHU.AH.04.03-63 tanggal 2 Mei 2013 berkantor di Kantor Hukum Anthony Prawira & Rekan beralamat di Jalan Tembaga Raya Nomor J/165 A, Kemayoran, Jakarta Pusat 10640; c. Jamaslin Purba Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor AHU.AH.04.03-11 tanggal 12 Februari 2010 berkantor di James Purba & Partners beralamat di Wisma



Universitas Sumatera Utara



93



Nugra Santana 12th Floor Suite 1205 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8 Jakarta 10220; d. Otto Bismark Simanjuntak Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor AHU.AH.04.03-73 tanggal 4 Juli 2012 berkantor di OBS & Associates beralamat di IBEC Building Lantai 2 Jalan Wahid Hasyim No. 84-86 Jakarta Pusat Sebagai Tim Pengurus secara bersama-sama dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini; 1) Menetapkan bahwa Sidang Permusyawaratan Majelis Hakim ditetapkan pada hari Kamis 22 Agustus 2013 Pukul 10.00 WIB bertempat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Lantai 3 Jalan Gajah Mada No. 17 Jakarta Pusat 2) Memerintahkan Tim Pengurus untuk memanggil Pemohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Kreditor yang dikenal melalui surat tercatat atau kurir agar datang pada sidang yang telah ditetapkan di atas 3) Menetapkan biaya pengurusan dan imbalan jasa bagi tim pengurus akan ditetapkan kemudian setelah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) berakhir 4) Menangguhkan biaya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini sampai dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dinyatakan selesai



Universitas Sumatera Utara



94



Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Kamis tanggal 22 Agustus 2013 telah dijatuhkan Putusan Perpanjangan PKPU Sementara menjadi PKPU Tetap selama 60 (enam puluh) hari yang amarnya berbunyi sebagai berikut: 1) Mengabulkan Permohonan Pemohon 2) Menetapkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap (PKPUT) selama 60 (enam puluh) hari, terhitung sejak tanggal 22 Agustus 2013 sampai dengan tanggal 21 Oktober 2013 3) Menetapkan



sidang



pemeriksaan



pelaksanaan



Penundaan



Kewajiban



Pembayaran Utang Tetap (PKPUT) pada hari Senin tanggal 21 Oktober 2013, bertempat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Lantai III, Jalan Gajah Mada No. 17, Jakarta Pusat 4) Memerintahkan Tim Pengurus untuk memanggil Debitor, Para Kreditor untuk hadir pada hari sidang yang telah ditentukan 5) Menetapkan biaya pengurusan dan imbalan jasa Tim Pengurus akan ditetapkan kemudian setelah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berakhir 6) Menangguhkan biaya perkara sampai dengan permohonan PKPU ini berakhir Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Senin tanggal 28 Oktober 2013 telah dijatuhkan Putusan Perpanjangan PKPU Sementara menjadi PKPU Tetap selama 45 (empat puluh lima) hari yang amarnya berbunyi sebagai berikut:



Universitas Sumatera Utara



95



1) Mengabulkan Permohonan Pemohon 2) Menetapkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap (PKPUT) selama 45 (empat puluh lima) hari, terhitung sejak tanggal 22 Oktober 2013 sampai dengan tanggal 5 Desember 2013 3) Menetapkan



sidang



pemeriksaan



pelaksanaan



Penundaan



Kewajiban



Pembayaran Utang Tetap (PKPUT) pada hari Kamis tanggal 5 Desember 2013, bertempat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Lantai III, Jalan Gajah Mada No. 17, Jakarta Pusat 4) Memerintahkan Tim Pengurus untuk memanggil Debitor, Para Kreditor untuk hadir pada hari sidang yang telah ditentukan tersebut di atas 5) Menetapkan biaya pengurusan dan imbalan jasa Tim Pengurus akan ditetapkan kemudian setelah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berakhir 6) Menangguhkan biaya perkara sampai dengan permohonan PKPU ini berakhir Berdasarkan laporan tertulis dari Hakim Pengawas tertanggal 4 Desember 2013, yang pada pokoknya menyampaikan laporan sebagai berikut: 1) Hakim Pengawas menyimpulkan secara garis besar dari keseluruhan pertanyaan maupun tanggapan para Kreditor yang hadir ternyata terdapat halhal mendasar yakni: a) Terdapat sebagian Kreditor yang menginginkan Pemungutan Suara (voting) untuk diperpanjang dan sebagian menginginkan Pemungutan Suara (voting) tidak diperpanjang terhadap Proposal Rencana Perdamaian



Universitas Sumatera Utara



96



b) Dengan adanya 2 pendapat tersebut di atas selanjutnya didalam pemungutan suara (voting) atas perpanjangan pkpu hasilnya pkpu tidak diperpanjang c) Setelah Pemungutan Suara (voting) terhadapPerpanjangan PKPU dan hasilnya tidak disetujui untukdiperpanjang, kemudian dilanjutkan Pemungutan Suara (voting) kedua dengan agenda (voting) terhadap Proposal Rencana Perdamaian d) Hasil dari Pemungutan Suara (voting) terhadap Proposal Rencana Perdamaian adalah sebagai berikut: Jumlah Kreditor yang hadir untuk memberikan suara pada pelaksanaan pemungutan suara (voting) atas Proposal Rencana Perdamaian adalah sebanyak 44 Kreditor terdiri dari 43 Kreditor Konkuren dan 1 Kreditor Separatis e) Hasil Pemungutan Suara (voting) terhadap Proposal RencanaPerdamaian sebagai berikut: 1.



Jumlah Kreditor yang memberikan persetujuan: a. 1 Kreditor Separatis setuju (100%) b. 27 Kreditor Konkuren setuju (62,79%)



2.



Jumlah Kreditor yang tidak memberikan persetujuan: 20 Kreditor Konkuren tidak setuju (37,21%)



3.



Jumlah suara Kreditor yang memberikan persetujuan: a. Kreditor Separatis sebesar Rp1.402.708.761,00 (100%) b. 35 Kreditor Konkuren sebesar 69,85 (Rp392.073.292.231,91)



Universitas Sumatera Utara



97



4.



Jumlah Kreditor yang tidak memberikan persetujuan: a. Kreditor Konkuren 30,15 (Rp169.225.751.826,69)



Majelis Hakim telah menerima Laporan Proposal Perdamaian Revisi 27 November 2013 dari Debitor/Direktur Utama PT. Djakarta Lloyd (Persero) pada tanggal 5 Desember 2013 dan sebelumnya telah dilakukan pemungutan suara (voting) terhadap Proposal Rencana Perdamaian hasilnya telah disetujui. Selanjutnya Debitor membenarkan apa yang ada dalam Laporan Hakim Pengawas sebagaimana tersebut di atas, dan memohon pada Majelis Hakim agar melakukan pengesahan perdamaian (Homologasi) yang telah disetujui oleh Debitor tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 284 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Pkpu. Terhadap permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tersebut



Pengadilan



Niaga



pada



Pengadilan



Negeri



Jakarta



Pusat



telah



menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst . tanggal 19 Desember 2013 yang amarnya sebagai berikut: 1) Menyatakan sah dan mengikat secara hukum Perjanjian Perdamaian antara PT Djakarta Lloyd (Persero) (Debitor dalam PKPU) dengan Para Kreditor tertanggal 27 November 2013 2) Menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. demi hukum berakhir



Universitas Sumatera Utara



98



3) Menghukum Debitor PT. Djakarta Lloyd (Persero), Termohon PKPU dan seluruh Kreditor-Kreditor tunduk dan mematuhi serta melaksanakan isi Perjanjian tersebut 4) Menetapkan biaya pengurusan dalam Pkpu dan imbalan jasa fee Pengurus akan ditetapkan dalam penetapan tersendiri 5) Menghukum Debitor atau Termohon PKPU untuk membayar biaya permohonan ini sebesar Rp1.527.000,00 (satu juta lima ratus dua puluh tujuh ribu rupiah) Sesudah putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut diucapkan dengan dihadiri oleh Pemohon PKPU, Termohon PKPU, Tim Pengurus dan Para Kreditor pada tanggal 19 Desember 2013, terhadap putusan tersebut Pemohon Pkpu melalui kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Desember 2013, mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 27 Desember 2013, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 58 Kas/Pdt.SusPKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.jo.Nomor 36/Pdt.Sus PKPU/ 2013 /PN .Niaga.Jkt.Pst. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan tersebut disertai dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 27 Desember 2013 Memori kasasi tersebut telah disampaikan kepada Termohon Pkpu dan kepada Para Tim Pengurus PT. Djakarta Llyod (Persero) pada tanggal 30 Desember 2013, kemudian Termohon PKPU dan Para Tim Pengurus PT. Djakarta Llyod (Persero)



Universitas Sumatera Utara



99



mengajukan kontra memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat masing-masing pada tanggal 7 Januari 2014 dan 9 Januari 2014 Selanjutnya permohonan kasasi a quo beserta keberatan-keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama dan diajukan dalam jangka waktu serta dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima Keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya adalah sebagai berikut: 1) Dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat No.36/Pdt.SusPKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 19Desember 2013 Majelis Hakim telah melampui batas kewenangannnya, yaitu: Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 19 Desember 2013 dalam pertimbangan hukumnya telah memutuskan sesuatu yang melampaui batas kewenangannya, bahwa pertimbangan yang terdapat pada halaman 9 (sembilan) alinea 1 (satu), menyebutkan: “Setelah mendengar tanggapan Debitor dan Pengurus serta mempelajari isi Rencana Perdamaian tersebut Majelis berpendapat untuk mewakili Kreditor baik itu Perseroan atau suatu Badan Hukum dalam menggunakan hak suaranya dalam pelaksanaan voting atas proposal Perdamaian maka ia harus



Universitas Sumatera Utara



100



dapat menunjukan surat kuasa yang asli agar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum bahwa yang bersangkutan adalah mewakili Kreditor sehingga tidak merugikan hak dan Kreditor lainnya atas pertimbangan hukum tersebut, Majelis Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara ini telah melampaui batas wewenang. Bahwa tidak seharusnya Majelis Hakim menghilangkan hak suara seorang Kreditor.” Dengan alasan Kuasa Kreditor tersebut tidak membawa surat kuasa asli, padahal surat kuasa asli tersebut, pada saat Rapat Para Kreditor Pertama, telah ditunjukkan oleh seluruh Kuasa Kreditor, hak suara seorang Kreditor hilang sehingga tidak mendapatkan kesempatan melakukan voting seperti layaknya Kreditor Konkuren lainnya selanjutnya voting atas Proposal Perdamaian merupakan salah satu agenda yang sangat penting dalam Rapat Para Kreditor dan keputusannya bisa sangat descisive atau berpengaruh. Bahwa pada saat pengambilan voting atas Proposal Perdamaian, Kuasa Hukum Para Kreditor tidak perlu untuk menunjukan kembali surat kuasa aslinya. Kemudian pada tanggal 3 Desember 2013 saat pengambilan voting atas Proposal Perdamaian, Kuasa Hukum Octagon Capital Asia, Ltd. tidak diperkenankan untuk menggunakan hak suaranya dalam pelaksanaan voting tersebut oleh Hakim Pengawas. Hal ini adalah berdasarkan keputusan atau pertimbangan Hakim Pengawas pada saat itu yang tidak memperkenankan Kuasa Hukum Octagon Capital Asia, Ltd untuk mengikuti voting karena tidak membawa surat kuasa asli.



Universitas Sumatera Utara



101



2) Kemudian



Majelis



Hakim



dalam



pertimbangan



Putusan



Perdamaian



(Homologasi) Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Pusat No.36/ Pdt. Sus/PK PU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tertanggal 19 Desember 2013 tidak memuat landasan hukumnya yang menimbulkan dampak kerugian bagi Para Kreditor sehingga jelas dan nyata bahwa Majelis Hakim dalam putusannya tersebut telah melampaui wewenangnya. 3) Pertimbangan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Pusat tersebut jelas-jelas telah bertentangan dengan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan: “Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula Pasal tertentu dan peraturan perundangundangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Dengan demikian Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pe ngadilan Negeri Pusat No.36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 19 Desember 2013 telah melampaui wewenangnya, yang dalam putusannya sama sekali tidak mencantumkan dasar hukum atau peraturan yang sehubungan dengan perkara a quo tersebut. 4) Selain dari itu terlihat pula keberpihakan Hakim Pengawas kepada Termohon Kasasi (PT. Djakarta Lloyd/Debitor dalam PKPU) pada saat Rapat Para Kreditor dalam agenda pengambilan suara atau voting atas proposal perdamaian, dimana Hakim Pengawas selalu mengatakan:



Universitas Sumatera Utara



102



“apabila Termohon Kasasi (PT. Djakarta Lloyd/Debitor dalam pkpu) pailit belum tentu Termohon Kasasi dapat membayar seluruh jumlah tagihan Kreditor, karena Debitor hanya memiliki asset yang jumlahnya sedikit, harap dipertimbangkan” apa yang menjadikan dasar hukum sehingga Hakim Pengawas menyampaikan hal demikian lagi pula apa yang disampaikan oleh Hakim Pengawas tidak sesuai dengan fakta padahal menurut Proposal Perdamaian Termohon Kasasi tertanggal 27 November 2013 halaman 6 (enam) berdasarkan Neraca Laporan Posisi Histori Perusahaan, Termohon Kasasi pada tahun 2012 mempunyai asset kekayaan sejumlah Rp877.535.350,00 maka tidak ada alasan Termohon Kasasi untuk tidak dapat melakukan pembayaran kepada Para Kreditor, dengan demikian dalam hal ini sikap Hakim Pengawas seyogianya



tidak



mempengaruhi



para



Kreditor,



yang



menimbulkan



keberpihakan Hakim Pengawas kepada Termohon Kasasi (Bukti 2 Pemohon Kasasi) 5) Pertimbangan putusan perdamaian (Homologasi) No.36/Pdt.SusPKPU/2013/PN .Niaga. Jkt.Pst, tersebut juga menunjukkan bahwasannya Majelis Hakim telah lalai dalam memenuhi ketentuan Pasal 178 ayat (1) HIR yang pada intinya menyatakan“Bahwa Hakim karena jabatannya atau secara ex officio wajib mencukupkan segala alasan hukum yang tidak dikemukakan para pihak”. Hakim dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga di Pengadil an Negeri Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga .Jkt.Pst., tanggal 19 Desember 2013, dalam putusannya harus memberikan alasan dan



Universitas Sumatera Utara



103



pertimbangan yang memadai karena merupakan kewajiban bagi Majelis Hakim, sehingga dengan ketiadaan atau kurangnya alasan yang cukup jelas ini dapat menjadi dasar bagi Majelis Hakim Agung pada Tingkat Kasasi untuk membatalkan Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 19 Desember 2013 6) Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas jelas dikatakan bahwa Majelis Hakim dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga. Jkt.Pst. tanggal 19 Desember 2013 telah melampaui batas wewenang, maka sudah seharusnya



Putusan



Perdamaian



(Homologasi)



No.



36/



Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 19 Desember 2013 batal demi hukum. Putusan Hakim Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 19 Desember 2013 telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Hal tersebut dapat dicermati dari beberapa hal berikut ini : 1) Berdasarkan Perjanjian Perdamaian tertanggal 27 November 2013 yang telah disahkan oleh Majelis Hakim dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.36/Pdt.Sus/PKPU/20 13/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 19 Desember 2013, besarnya jumlahtagihan



Universitas Sumatera Utara



104



Pemohon Kasasi telah dipotong secara tidak adil atau disebut dikenakan “hair cut” sebanyak 90% oleh Termohon Kasasi, sedangkan untuk Kreditor Konkuren lainnya hanya di lakukan pemotongan (hair cut) sebanyak 32,5% dari jumlah tagihan, padahal Pemohon Kasasi termasuk kedalam Kreditor Konkuren, hal ini jelas-jelas sangat merugikan hak Pemohon Kasasi 2) Atas adanya perbedaan hair cut/pemotongan piutang yang berbeda kepada Pemohon Kasasi selaku Kreditor Konkuren, adalah suatu tindakan diskriminasi yang nyata dari Termohon Kasasi, yang menyebabkan kerugian terhadap hak Pemohon Kasasi, apa yang menjadikan dasar hukum adanya perbedaan diantara sesama Kreditor Konkuren, yaitu antara Pemohon Kasasi selaku Kreditor Konkuren dengan Kreditor- Kreditor Konkuren 3) Atas tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh Termohon Kasasi tersebut, Pemohon Kasasi telah menyampaikan keberatannya kepada Hakim Pengawas, Debitor (Termohon Kasasi) dan Tim Pengurus atas hair cut atau pemotongan jumlah tagihan Pemohon Kasasi yang besarnya sampai 90%. Keberatan tersebut disampaikan oleh Pemohon Kasasi pada saat Rapat Kreditor dengan acara Sosialisasi Proposal Rencana Perdamaian pada tanggal 27 November 2013, namun atas keberatan Pemohon Kasasi tersebut Hakim Pengawas tidak mempertimbangkan dan sama sekali tidak memperdulikannya seakan menutup mata saja atas kejadian tersebut 4) Selanjutnya terhadap hal tersebut di atas justru Majelis Hakim dalam putusannya memberikan pertimbangan pada halaman 9 (sembilan) mengenai keberatan 2



Universitas Sumatera Utara



105



menyebutkan: “Bahwa persoalan tersebut adalah menyangkut hal yang bersifat teknis, pelaksanaan isi Perjanjian Perdamaian yang ternyata telah disetujui oleh mayoritas Para Kreditor lainnya” Pertimbangan tersebut jelas-jelas telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku karena perdamaian itu dicapai atas adanya tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh Termohon Kasasi kepada Pemohon Kasasi dengan cara melakukan hair cut terhadap tagihan Pemohon Kasasi sebesar 90% sedangkan kepada Kreditor Konkuren lainnya sebesar 32,5%, sehingga hal tersebut merupakan suatu “penipuan terhadap jumlah tagihan Pemohon Kasasi yang dilakukan oleh Termohon Kasasi, dan menimbulkan adanya persekongkolan dengan Kreditor yang satu atau lebih Kreditor lainnya yang hanya di hair cut sebesar 32,5%”; 5) Dengan adanya pemotongan tagihan atau hair cut atas tagihan Pemohon Kasasi sebesar 90% dan 32,5% untuk Kreditor Konkuren lainnya, adalah suatu tindakan nyata diskriminasi Termohon Kasasi yang dilakukan kepada Pemohon Kasasi, sehingga mengakibatkan timbulnya, suatu penipuan terhadap jumlah tagihan Pemohon Kasasi yang dilakukan oleh Termohon Kasasi dan dan menimbulkan adanya persekongkolan dengan Kreditor yang satu atau lebih Kreditor lainnya yang hanya di hair cut sebesar 32,5%. Bahwa seharusnya jika Termohon Kasasi mau melakukan pemotongan atau hair cut, haruslah dilakukan dengan asas keadilan tanpa diskriminasi karena Pemohon Kasasi adalah termasuk Kreditor Konkuren dan Termohon Kasasi adalah pihak yang berhutang dan wajib melakukan pembayaran hutangnya dengan semangat PKPU untuk keadilan



Universitas Sumatera Utara



106



6) Atas tindakan diskriminasi Termohon Kasasi tersebut, Pemohon Kasasi telah pula menyampaikan keberatannya kepada Termohon Kasasi melalui Surat No. 163/JA-YS/S.K/XII/13 tertanggal 11 Desember 2013, perihal Keberatan atas hair cut/pemotongan utang terhadap MTN, untuk meminta agar Termohon Kasasi tidak membedakan pemotongan tagihan “hair cut” sesama Kreditor Konkuren termasuk tagihan milik Pemohon Kasasi (Bukti 3 Pemohon Kasasi) 7) Selanjutnya atas permintaan Pemohon Kasasi tersebut, Termohon Kasasi melalui suratnya tertanggal 16 Desember 2013 No. 159/Dirut/S/XII/2013 perihal Perubahan Penyelesaian Hutang kepada Julia Tjandra dan Jerry Farolan, Termohon Kasasi menyampaikan kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara No. 36/ Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga melalui Hakim Pengawas, mengenai persetujuan merubah hutang Termohon Kasasi kepada Pemohon Kasasi, khususnya dalam hal pemotongan tagihan (hair cut) yang semula sebesar 90% menjadi 32,5%, sehingga sama seperti Kreditor Konkuren lainnya (Bukti 4 Pemohon Kasasi) 8) Terkait



surat



Termohon



Kasasi



tertanggal



16



Desember



2013



No.



159/Dirut/S/XII/2013 perihal Perubahan Penyelesaian Hutang kepada Julia Tjandra dan Jerry Farolan, Majelis Hakim tidak mempertimbangkannya dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga. Jkt.Pst, tanggal 19 Desember 2013. Bahwa dengan ini jelas dan nyata Majelis Hakim telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku



Universitas Sumatera Utara



107



9) Selanjutnya berdasarkan Pasal 285 ayat (2) huruf C Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan:“Pengadilan wajib menolak untuk melakukan mengesahkan perdamaian, apabila: Perdamaian itu dicapai karena penipuan, persekongkolan dengan satu atau lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini” Dengan demikian Pengadilan wajib menolak rencana perdamaian tersebut. Dan akibat hukumnya adalah Pengadilan wajib menyatakan Debitor Pailit sebagaimana tersebut dalam Pasal 285 ayat 3 Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 10) Berdasarkan hal-hal tersebut di atas jelas Majelis Hakim dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) No. 36/Pdt.Sus/ PKPU/2013/ PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 19 Desember 2013, telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, maka sudah seharusnya Putusan No.36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Ni aga.Jkt.Pst. tanggal 19 Desember 2013 batal demi hukum. Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 19 Desember 2013 telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan; 1) Pada tanggal 19 Desember 2013 dimana Majelis Hakim dalam perkara a quo mengesahkan perjanjian perdamaian sebagaimana tersebut dalam amar



Universitas Sumatera Utara



108



putusan Perdamaian (Homologasi) No.36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.P st, padahal pada saat itu Debitor dalam hal ini Termohon Kasasi tidak memberikan jaminan untuk pembayaran imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh para ahli dan pengurus 2) Bagaimana mungkin Termohon Kasasi dapat menjamin melaksanakan kewajibannya



kepada



Para



Kreditor, sebagaimana



dalam



Perjanjian



Perdamaian tertanggal 27 November 2013, apabila untuk pembayaran imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh para ahli dan pengurus saja Termohon Kasasi tidak dapat memberikan jaminan yang nyata; 3) Selain itu dikarenakan Termohon Kasasi tidak memberikan jaminan untuk pembayaran imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh para ahli dan pengurus



seyogianya



Pengadilan



menolak



mengesahkan



Perjanjian



Perdamaian, sebagaimana amanah dari Pasal 285 ayat (2) huruf D UndangUndang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dimana dalam Pasal tersebut menyebutkan: “Pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian, apabila: Imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh para ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya”. Dengan demikian Majelis Hakim Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri JakartaPusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 19 Desember 2013 telah Lalai memenuhi syarat-syarat yang



Universitas Sumatera Utara



109



diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan; 4) Apabila Pengadilan menolak mengesahkan Perdamaian maka dengan demikian Debitor dalam hal ini Termohon Kasasi dinyatakan Pailit, hal tersebut sesuai dengan Pasal 285 ayat 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 5) Semestinya Hakim dalam menerapkan hukum, terhadap suatu peristiwa hukum yang konkrit, sebagaimana terurai di atas tidak menjalankan peranannya secara mandiri. Oleh karenanya Hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman pada saat ia melaksanakan fungsi yudisialnya di dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara terikat pada penerapan hukum positif, sebatas berfungsi sebagai penegak undang-undang, dan peran Hakim hanyalah sebagai penyambung lidah atau corong undang-undang (buche de laloi), sehingga tidak dapat mengubah kekuatan undang-undang 6) Selain itu pula dikarenakan Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.N iaga.Jkt.Pst., tanggal 19 Desember 2013 tidak memberikan pertimbangan hukum yang berisi analisis, argumentasi, pendapat atau kesimpulan hukum sebagai alasan memutus perkara a quo adalah merupakan kelalaian di dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan



Universitas Sumatera Utara



110



7) Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas jelas-jelas dan nyata Majelis Hakim dalam Putusan Homologasi No.36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt. Pst, tanggal 19 Desember 2013, telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan, maka sudah seharusnya Putusan No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 19 Desember 2013 batal demi hukum Selanjutnya Mahkamah Agung menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut Mahkamah Agung berpendapat: Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 27 Desember 2013 dan kontra memori tanggal 7 Januari 2014 dan 9 Januari 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) Alasan kasasi tidak dapat dibenarkan karena putusan dan pertimbangan Judex Facti/Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah tepat dan benar yaitu menolak permohonan Pemohon sebab Pemohon tidak dapat membuktikan adanya alasan sah untuk menolak rencana perdamaian a quo sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 285 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 2) Sesuai dengan hasil pemeriksaan dipersidangan terbukti bahwa proposal rencana perdamaian yang diajukan oleh Termohon (Debitor PKPU) dalam



Universitas Sumatera Utara



111



rapat Kreditor dan Debitor telah disetujui melalui voting oleh 100% Kreditor Separatis (1 Kreditor), dan 62,797% Kreditor Konkuren sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 281 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 3) Lagi



pula



alasan



keberatan



Pemohon



berisi



hal-hal



yang



telah



dipertimbangkan oleh Judex Facti sehingga bukan alasan kasasi sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Mahkamah Agung 4) Tim Pengurus tidak berhak mengajukan keberatan di dalam proses perkara a quo Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 36/Pdt.Sus/ PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pusat., tanggal 19 Desember 2013 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Julia Tjandra tersebut harus ditolak Selanjutnya Mahkamah Agung menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, Pemohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini Memperhatikan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Perubahan Kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.



Universitas Sumatera Utara



112



Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim di atas maka Mahkamah Agung MENGADILI: Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Julia Tjandra tersebut dan Menghukum Pemohon Kasasi/Pemohon PKPU untuk membayar biaya perkara dalam tingkat



kasasi



yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima



jutarupiah).



Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 15 April 2014. B. Analisis Kasus Homologasi Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 137



K/Pdt.Sus-PKPU/2014 Pokok permasalahan dalam kasus ini adalahbahwa Julia Tjandra dalam hal ini sebagai pemohon Pkpu ialah pemilik sah 4 (empat) lembar Surat Sanggup Jangka Menengah atau Medium Term Note (MTN) @ JPY. 100,000,000.00 (seratus juta Japanese Yen) atau dengan jumlah keseluruhan sebesar JPY. 400,000,000.00 (empat ratus juta Japanese Yen) yang diterbitkan oleh Djakarta Lloyd dalam hal ini Termohon Pkpu. Dimana isi dari MTN tersebut menyatakan: “yang bertanda tangan dibawah ini: PT. Djakarta Lloyd (Persero) beralamat di : 44, Jalan Senen Raya, Jakarta 10410 yang dalam hal ini memilih domisili tetap di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan Surat Sanggup ini berjanji tanpa syarat untuk membayar kepada : PT. Pan Indonesia Bank atau pembawa sejumlah uang : Japanese One Hundred Million pada tanggal 26 Maret 1998 di Agen Pembayar, PT. Panin Bank.”



Universitas Sumatera Utara



113



Dengan adanya MTN tersebut maka Termohon Pkpu mempunyai kewajiban untuk membayar utang kepada Pemohon Pkpu sesuai dengan jumlah MTN yang dimiliki Pemohon Pkpu. Selanjutnya pemohon Pkpu telah berusaha untuk melakukan penagihan berkaitan dengan utang yang telah jatuh tempo, namun Termohon Pkpu tidak melaksanakan pembayaran atau kewajibannya kepada Pemohon sebagaimana mestinya. Tetapi justru Termohon mengajukan permohonan Restrukturisasi sehingga kemudian ditandatangani perjanjian Pembelian Kembali Note/ Note Buy Back Agreement yang ditandatangani oleh PT. Danpac Sekuritas selaku pemegang “Note” dan PT Djakarta Lloyd selaku penerbit “Note”, yang intinya akan mencicil terhadap utangnya berupa MTN, namun demikian Termohon tidak juga melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan dalam Perjanjian Pembelian Kembali Note/ Note Buy Back Agreement. Sampai dengan tanggal gugatan permohonan Pkpu ini dibuat, Termohon belum juga melakukan pembayaran sama sekali kepada Pemohon. Termohon Pkpu juga mempunyai kreditor lain yakni pemilik Surat Sanggup Jangka Menengah/ Medium Term Note lainnya bernama Jerry Farolan beralamat di Jalan Jatinegara Barat II No.33 Jakarta Timur yaitu sebanyak 1 (satu) Lembar Surat Sanggup Jangka Menengah/ Medium Term Note No. PO 01636 atau dengan jumlah uang sebesar JPY. 100,000,000.00 (seratus juta Japanese Yen). Oleh karena itu berdasarkan ketentuan Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) Undangundang Kepailitan dan Pkpu, Pemohon Pkpu dengan ini mengajukan Permohonan Pkpu a quo terhadap Termohon Pkpu dengan tujuan untuk memberikan kesempatan



Universitas Sumatera Utara



114



kepada Termohon untuk mengajukan sebuah rencana perdamaian yang pada pokoknya berisi penawaran-penawaran pembayaran atau skema restrukturisasi utang yang komprehensif dan berkepastian hukum kepada para kreditornya termasuk kepada Pemohon Pkpu. Tujuan Permohonan Pkpu ini turut sejalan dengan asas yang terkandung didalam UU Kepailitan dan Pkpu itu sendiri yakni Asas Keberlangsungan Usaha dimana Termohon Pkpu diberikan kesempatan untuk melakukan berbagai upaya demi kelangsungan usahanya agar kelak dapat membayar hutang-hutangya kembali. Pasal 222 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, mengatur sebagai berikut: “ Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor”. Pasal 222 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU, mengatur sebagai berikut: “ Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya”. Oleh karena itu Pemohon menyimpulkan bahwa syarat-syarat agar diberikan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Termohon Pkpu/ PT. Djakarta Lloyd (Persero) adalah sebagai berikut: 1. Memiliki 2 (dua) utang atau lebih



Universitas Sumatera Utara



115



2. Terdapat sekurangnya 1 (satu) utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih 3. Terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana. Berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi tersebut, majelis hakim Mahkamah Agung kemudian mempertimbangkan beberapa hal, yang antara lain : 1) Julia Tjandra selaku Kreditor menyatakan ketidakpuasannya pada putusan pengesahan Homologasi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga Nomor 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst sehingga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.Julia Tjandra dan Jerry Farolan melalui kuasa hukum masing-masing menyampaikan keberatan atas tidak diperkenankannya Julia Tjandra dan Jerry Farolan untuk menggunakan hak suaranya dalam pelaksanaan voting tertanggal 03 Desember 2013 atas proposal perdamaian PKPU revisi 27 November 2013 yang diajukan oleh PT. Djakarta Lloyd, dengan alasan tidak membawa surat kuasa asli dari Octagon Capital AsiaLtd dan meminta untuk dilakukan voting ulang, karena beranggapan bahwa sejak awal telah menunjukkan surat kuasa asli.Oleh karena itu Julia Tjandra dan Jerry Farolan merasa bahwa Majelis Hakim Pengadilan Niaga telah melampaui kewenangannyakarena menghilangkan hak suaranya dalam voting yang dilaksanakan terhadap proposal rencana perdamaian. Namun demikian, majelis hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Niaga tersebut telah sesuai dengan peraturan dan tidak salah menerapkan hukum. Dalam hal ini penulis



Universitas Sumatera Utara



116



berpendapat untuk mewakili kreditor baik itu Perseroan atau suatu badan hukum dalam menggunakan hak suaranya dalam pelaksanaan voting atas proposal perdamaian maka harus dapat menunjukkan surat kuasa yang asli agar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kalau yang bersangkutan adalah benar mewakili kreditor sehingga tidak merugikan hak dari kreditor lainnya. Alasan untuk menolak suatu perdamaian tidak terpenuhi unsurunsurnya sebagaimana diatur dalam Pasal 285 ayat (2) UUNo 37 Tahun 2004 tentang UUKPKPU yang berbunyi sebagai berikut Pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian, apabila: a. harta Debitor termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan benda, jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui dalam perdamaian b. pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin c. perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih Kreditor atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini d. imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya. Menurut penulis maka jelas bahwa hakim menolak permintaan pemohon untuk membatalkan dan melakukan voting ulang, karena dianggap tidak beralasan untuk hakim menolak pengesahan perdamaian.



Universitas Sumatera Utara



117



2)



Dalam putusan Pengadilan Niaga Nomor36/Pdt. Sus /PKPU / 2013 /PN. Ni aga.Jkt.Pst, Debitor menyatakan dalam dalilnya bahwa mereka merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga yang berhak mengajukan permohonan pailit dan PKPU kepada Debitor hanyalah Menteri Keuangan Republik Indonesia, oleh karena itu Kreditor tidak berhak mengajukan permohonan pailit atau PKPU kepada Debitor. Akan tetapi, majelis hakim Pegadilan Niaga melihat anggaran dasar PT. Djarkata Lloyd kemudian menyatakan dalam putusannya bahwa Debitor masih dikepalai dan dipimpin oleh Direksi dan merupakan badan usaha yang bertujuan mengejar keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented) dan menerapkan prinsipprinsip Perseroan Terbatas sehingga tunduk pada ketentuan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan masih dapat digugat oleh Julia Tjandra selaku Kreditor. Penulis melihat memang benar apabila dalam hal BUMN pailit atau PKPU yang dapat mengajukan permohon pailit dan PKPU tersebut adalah Menteri Keuangan sebagai mana tertuang dalam Pasal 223 Jo. Pasal 2 ayat (5) UUKPKPU. Djakarta Lloyd adalah BUMN yang sahamnya 100% milik negara tetapi berdasarkan (bukti T-1) berupa anggaran dasar dari Djakarta Lloyd (Persero) tunduk pada ketentuan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dimana berdasarkan ketentuan Pasal 3 Anggaran Dasar PT Djakarta Lloyd maksud dan tujuan serta kegiatan usaha adalah melakukan usaha di bidang angkutan laut dan penunjangnya serta optimalisasi pemanfaatan sumber



Universitas Sumatera Utara



118



daya yang dimiliki perseroan untuk menghasilkan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan dengan menerapkan prinsipprinsip Perseroan Terbatas. Dari sini dapat dilihat bahwa sesungguhnya Anggaran Dasar Djakarta Lloyd tidak berbeda dengan Anggaran Dasar suatu perusahaan Persero (PT) sebagaimana didirikan dan dikelola oleh pihak swasta kecuali memang mengenai kepemilikan saham yang seluruhnya dipegang oleh Negara Republik Indonesia. Berdasarakan Anggaran Dasar tersebut ternyata Djakarta Lloyd bukan bergerak dibidang kepentingan publik melainkan bertujuan mengejar keuntungan, dalam hal ini sah saja bagi Julia Tjandra mengajukan permohonan PKPU selaku kreditor perorangan. Penulis sependapat dengan Hakim yang menerima permohonan PKPU pemohon terhadap PT Djakarta Lloyd dalam hal ini Perseroan yang sedang mengalami keadaan tidak sehat, terkait dengan tujuan Pemohon PKPU hal ini sejalan dengan azas yang terkandung dalam UUKPKPU yakni azas keberlangsungan usaha dimana debitor diberi kesempatan untuk melakukan berbagai upaya demi kelangsungan usahanya agar kelak dapat membayar hutang-hutangnya kembali.Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal 222 : Ayat (1) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor.



Universitas Sumatera Utara



119



Ayat



(3)



Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat



melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya. Maka permohonan PKPU ini telah memenuhi ketentuan Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU karenanya berasalan hukum bagi Hakim untuk Mengabulkan permohonan PKPU dari pemohon. 3)



Upaya Hukum Kasasi, berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 11 ayat (1) : Terhadap putusan Pengadilan Niaga baik yang menyangkut permohonan pernyataan pailit maupun menyangkut permohonan PKPU, dapat dilakukan upaya hukum. Upaya hukum yang dimaksud berupa kasasi kepada Mahkamah Agung RI. Dengan kata lain terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut tidak dapat diajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi. Majelis Hakim Mahkamah Agung menyatakan dalam pertimbangannya bahwa dalil-dalil yang disampaikan oleh Pemohon Kasasi telah dipertimbangkan dan diputus dengan baik di tingkat judex facti. Berdasarkan Kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Agung sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang



Universitas Sumatera Utara



120



Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung adalah :



1. Dalam tingkat kasasi, Mahkamah Agung bertugas membatalkan putusan atau menetapkan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. 3. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam permohonan grasi dan rehabillitasi. 4. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh undang-undang tentang Mahkamah Agung dibatasi pengajuannya.



Jadi Mahkamah Agung adalah judex juris, hanya memeriksa penerapan hukum dari suatu perkara, bukan Judex Facti yang berwenang memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara. Judex facti memeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut. Dalam kasus ini pembuktian telah di lakukan pada Pengadilan Niaga, jadi dalildalil yang diajukan pemohon pada kasasi tidak cukup beralasan sehingga patut jika Mahkamah Agung menolak permohonan pemohon dalam kasasi. Tetapi Mahkamah Agung tetap melakukan tugasnya dan menilai putusan



Universitas Sumatera Utara



121



Pengadilan Niaga tidak salah menerapkan hukum. Serta telah memberikan kepastian hukum berupa pengembalian tagihan kreditor dijamin dan berkekuatan hukum tetap dan kemanfaatan bagi para pihak, yakni debitor bisa menjalankanlagi usahanya guna membayarkan hutang-hutangnya. 4)



Hasil pemeriksaan di persidangan pada Pengadilan Niaga membuktikan bahwa proposal rencana perdamaian yang diajukan oleh Debitor (Termohon) telah disetujui dalam voting secara sah oleh 100% Kreditor dan 62,797% Kreditor Konkuren serta telah memenuhi ketentuan Pasal 281 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 281 Ayat (1) Rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan: a. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 termasuk Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. b. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3



Universitas Sumatera Utara



122



(dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Dapat dilihat hasil voting tidak bertentangan dengan hukum maupun undang-undang yang berlaku sehingga tidak ada alasan bagi majelis Hakim Mahkamah Agung untuk menolak pengesahan perdamaian yang telah disepakati. 5)



Eksistensi Utang, utang adalah kewajiban yang harus dilakukan terhadap pihak lain dan lahir dari perikatan yang dilakukan antara para subjek hukum. Pengertian utang ditegaskan pula dalam Pasal 1 butir 6 UU No. 37 Tahun 2004 tentang UUKPKPU yang berbunyi: “ Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak terpenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapatkan pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.” Dalam kasus ini keberadaan utang sudah cukup lama yakni diperjanjikan pada tahun 1997, sehingga Termohon bersikap seolah meragukan keabsahan dari Surat Sanggup Jangka Menengah atau Medium Term Note (MTN). Namun ini dapat dibuktikan oleh pemohon dengan memberikan butki berupa :



Universitas Sumatera Utara



123



1.



MTN JPY. 100,000,000.00 Nomor : PO 01632, tanggal 25 Maret 1997 (vide, BUKTI P-1)



2.



MTN JPY. 100,000,000.00 Nomor : PO 01633, tanggal 25 Maret 1997 (vide, BUKTI P-2)



3.



MTN JPY. 100,000,000.00 Nomor : PO 01634, tanggal 25 Maret 1997 (vide, BUKTI P-3)



4.



MTN JPY. 100,000,000.00 Nomor : PO 01635, tanggal 25 Maret 1997 (vide, BUKTI P-4)



Dan bukti dari kreditor lain yaitu bernama Jerry Farolan berupa MTN JPY. 100,000,000.00 Nomor : PO 01636 Dan telah diperiksa oleh hakim bahwa MTN tersebut memang diterbitkan oleh Djakarta Lloyd, sehingga tagihan tersebut harus dibayar oleh termohon, itu masih utang pokok belum lagi apabila ditambah bunga 6% pertahun selama 15 Tahun dari kerugian yang terus berjalan sampai dilunasinya seluruh utang pokok sebagaimana yang dituntut oleh pemohon PKPU. Penulis berpendapat dengan utang yang sedemikian besar memang perlu diadakannya PKPU dan diakhiri dengan perdamaian mengingat termohon sedang mengalami kesulitan membayarkan utangnya, termohon harus diberi waktu agar dapat kembali bangkit. Tetapi juga harus tetap mempunyai itikad baik agar jalannya perdamaian bisa tercapai, dalam kasus ini



Universitas Sumatera Utara



124



termohon di awal permohonan PKPU tidak mau berterus terang dan tidak mengakui keabsahan dari MTN yang dimiliki oleh termohon. Dalam sanggahannya, Termohon Kasasi menyatakan keraguannya terhadap Surat Sanggup Jangka Menengah atau Medium Term Note (MTN) yang dibawa oleh Pemohon Kasasi Julia Tjandra. Namun, majelis hakim berpendapat hal itu menunjukkan bahwa pihak Termohon Kasasi tidak memiliki itikad baik dengan meragukan keabsahan MTN, sebab setelah Hakim meneliti semua bukti-bukti ternyata Termohon Kasasi telah berjanji untuk melakukan pembayaran atas MTN tersebut pada tanggal 26 Maret 1998. Hal ini menunjukkan bahwa sebelumnya Termohon Kasasi tunduk pada perjanjian yang dibuatnya dengan Pemohon Kasasi dan secara jelas mengakui keabsahan dari MTN yang dibawa Pemohon Kasasi tersebut.Oleh karena itu, sudah sepatutnya Debitor maupun Kreditor tunduk dengan perdamaian dalam putusan homologasi yang diputus oleh Pengadilan Niaga tersebut. 6)



Putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun (Pasal 235).



Dalam kasus ini kenapa bisa diajukan kasasi terhadap putusan



Pkpu



karena



terhadap



dalam Pasal 295 dikatakan yang intinya menyatakan



putusan



hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap



dapat



diajukan



permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah



Agung



apabila



terdapat bukti baru atau pada putusan hakim terdapat



kekeliruan.



Inilah yang menjadi dalil bagi pemohon kasasi dengan



Universitas Sumatera Utara



125



menyatakan



bahwa hakim telah melampaui kewenangan,lalai, dan salah



menerapkan hukum. Kemudian dalam Pasal 160 ayat (2) yang menyatakan : “dalam hal pengesahan perdamaian dikabulkan dalam waktu 8 (delapan) hari



setelah tanggal pengesahan tersebut diucapkan, dapat diajukan



kasasi oleh kreditor yang menolak perdamaian atau yang tidak hadir pada saat



diadakan pemungutan suara” dalam hal ini Julia Tjandra dan Jery



Farolan adalah kreditor yang menolak perdamaian tersebut. Setelah putusan Pkpu disahkan, isi perjanjian perdamaian yang telah disepakati para pihak harus segera dilaksanakan. Perjanjian inilah yang masih bisa digugat. Karena meskipun itu meskipun perjanjian perdamaian dalam Pkpu, namun perjanjian itu meengacu pada ketentuan hukum perjanjian pada umumnya, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perjanjian perdamaian ini masih bisa diubah bertentangan dengan hukum. Oleh sebab itu



Perdata(KUH Perdata).



bahkan dibatalkan apabila pemohon kasasi dapat



mengajukan upaya hukum terhadap Pkpu. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang diajukan oleh majelis hakim Mahkamah Agung tersebut di atas, penulis merasa putusan ini telah tepat dalam memutus dan menerapkan hukum. Para pihak dalam putusan ini, yaitu Julia Tjandra dan Jerry Farolan sebagai Kreditor dan PT. Djakarta Lloyd telah memperoleh kepastian hukum yaitu pengembalian tagihan sudah mendapat kekuatan hukum tetap dan dijamin dan jika debitor masih tidak melaksanakan kewajibannya maka bisa langsung dijatuhkan pailit dan kemanfaatan bagi debitor masih diberikan kesempatan



Universitas Sumatera Utara



126



mengelola kembali usahanya guna untuk kelangsungan usaha dan membayarkan utang-utangnya pada kreditor dan debitor masih dihindarkan dari pailit atas persoalan yang terjadi di antara mereka. Oleh karena itu, para pihak hendaknya melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam putusan Mahkamah Agung



Universitas Sumatera Utara



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan dimuka, maka terhadap permasalahan-permasalahan yang diteliti dalam penelitian dapat disimpulkan : 1.



Penerapan homologasi sebagai upaya preventif terjadinya pailit sudah efektif di lingkungan pengadilan niaga tetapi tidak terlepas dari itikad baik dari debitor maupun kreditor. Homologasi tidak selalu dapat menjamin debitor terhindar dari kepailitan, karena Homologasi merupakan alternatif upaya pemecahan persoalan pailit, mencari jalan keluar yang terbaik dalam perkara kepailitan. Homologasi ini merupakan perwujudan dari tujuan Undangundang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yaitu untuk memungkinkan seorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan menghindari kepailitan.



2.



Akibat hukum dari Homologasi adalah tidak terjadinya pailit. Homologasi menimbulkan perjanjian baru yang berarti segala sengketa mengenai utang lama diselesaikan menurut syarat- syarat dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam perjanjian perdamaian. Bagi debitor diberikan lagi hak untuk menjalankan kembali usahanya, homologasi bersifat final jika debitor tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana yang tertuang dalam proposal perdamaian maka baginya akan langsung dijatuhkan pailit dan bagi para kreditor sudah mempunyai kepastian dan dijamin sesuai dengan apa yang 127 Universitas Sumatera Utara



128



disepakati pada proposal perdamaian dalam hal ini pengembalian tagihantagihannya. 3.



Hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara No. 137 K/Pdt.SusPKPU/2014 sudah tepat. Para pihak dalam putusan ini, yaitu Julia Tjandra dan Jerry Farolan sebagai Kreditor dan PT. Djakarta Lloyd telah memperoleh kepastian hukum yaitu pengembalian tagihan sudah mendapat kekuatan hukum tetap, mendapat penjaminan agar debitor tidak berbuat curang dan kemanfaatan bagi debitor masih diberikan kesempatan mengelola kembali usahanya dan menghindarkan debitor dari kemungkinan eksekusi massal oleh kreditor-kreditornya guna untuk kelangsungan usaha. membayarkan utangutangnya pada kreditor dan debitor masih dihindarkan dari pailit atas persoalan yang terjadi. Dalam hal kasus ini telah terbukti kini PT. Djakarta Lloyd telah berhasil melakukan restrukturisasi keuangan dan memperluas kegiatan usahanya.



B. Saran 1.



Tujuan homologasi adalah untuk menyelamatkan debitor dari sanksi berat yaitu pailit. Homologasi harus dipahami dan diterapkan dengan ketentuan yang berlaku agar lebih maksimal dalam mencegah pailit. Efektif bukan untuk satu pihak saja tetapi harus dapat mengakomodasi kepentingan debitor atupun kreditor karena upaya hukum ini berkembang tergantung pada eksistensinya.



2.



Homologasi harus menghasilkan win win solution karena itu adalah hasil kesepakatan antara para pihak. Akibat hukum Homologasi bagi para pihak



Universitas Sumatera Utara



129



menimbulkan perjanjian baru yang berarti segala sengketa mengenai utang lama diselesaikan menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam perjanjian perdamaian. Bagi debitor tidak terjadi pailit dan diberikan lagi hak untuk menjalankan kembali usahanya dan para kreditor sudah mempunyai kepastian dalam pengembalian tagihan-tagihannya. 3.



Dalam memberikan homologasi, hakim harus memperhatikan setiap hak-hak dan kewajiban debitor maupun kreditor agar prinsip keseimbangan tetap terjaga dan bisa memuaskan para pihak berperkara. Semua peraturan perundang-undangan lahir dengan tujuan yang luhur oleh sebab itu harus sejalan dengan penerapan yang baik.



Universitas Sumatera Utara



130



DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Amiruddin dan Zainal Asikin. 2014. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:PT. Rajawali Pers. Asikin Zainal. 1991. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Fuady Munir. 2014. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek. Bandung:PT Aditya.___________. 2001. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: Citra Citra Aditya Bakti. Gie Kian Kwik. 2008. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus. Jakarta: Kencana. Hadikusuma H.Hilman.1999. Hukum Waris Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hartini Rahayu. 2008. Hukum Kepailitan. Malang: UMM Press._____________. 2009. Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kansil C.S.T Jakarta:Penerbit



dan Christine. Djambatan.



2001.



Modul



Hukum



Dagang.



Lontoh Rudhy A., Denny Kailimang dan Benny Ponto. 2001. Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung:P.T Alumni. Lubis M. Solly. 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: Mandar Maju. Moeleong Remaja



Lexy J. 2002. Rosdakarya.



Metode



Penelitian



Kualitatif.



Bandung:



Mulyadi Lilik.2013. Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)Teori dan Praktik, Jakarta:Alumni. Nainggolan Bernard.2011. Perlindungan Hukum Seimbang Debitor, Kreditor dan Pihak-Pihak Berkepentingan Dalam Kepailitan, Bandung: P.T Alumni. Nawawi Hadari.2003. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta:UGM Press. Nurdin Adriani.2012. Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum, Bandung: P.T Alumni.



Universitas Sumatera Utara



131



Patri Purwahid dan Kashadi.1998. Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Poerwadarminta W.J.S.1976. Kamus Umum Bahasa Inndonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka. Prasetya Makalah Nasional



Rudhi.1996.Likuidasi Sukarela dalam Hukum Kepailitan, Seminar Hukum Kebangkrutan, Jakarta:Badan Pembinaan Hukum Departemen Kehakiman RI.



Prayoga Andika.2014. Solusi Hukum Ketika Bisnis Terancam Pailit (Bangkrut), Yogyakarta: Pustaka Yustisia. Purwosutjipto H.M.N.1988. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, Jakarta: Penerbit Djambatan. Rasjidi Lili dan I.B Wyasa Putra.1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Remaja Rosdakarya. Santiago Faisal.2012. Pengantar Hukum Bisnis, Jakarta:Penerbit Mitra Wacana Media. Sastrawidjaja Man S.2006. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Penerbit Alumni. Sembiring Sentosa.2006. Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan Kepailitan, Bandung :Nuansa Aulia. Shubhan M. Hadi.2008. Hukum Kepailitan (Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan), Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sinaga Syamsudin M.2012 Hukum Kepailitan IndonesiaCetakan Pertama, Jakarta:PT Tatanusa. Sinaga V. Harlen.2012. Batas-batas Tanggungjawab Perdata Direksi atas Pailitnya Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktik, Jakarta:Penerbit Adinatha Mulia. Soekanto Soerjono.1984. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:Universitas Indonesia Pres._______________.1985. Teori Yang Bandung:Alumni. Murni Tentang Hukum, Soemitro Ronny Hanitijo.1994. Metodologi Penelitian Hukum dan Juru Materi, Jakarta: Ghalia Indonesia. Sudarsono.1998. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:Rineka Cipta.



Universitas Sumatera Utara



132



Sulaiman Robintan dan Joko Prabowo.2007. Lebih Jauh Tentang Kepailitan, Jakarta:Pusat Studi Hukum Bisnis Fakulas Hukum Universitas Pelita Harapan. Sunarmi. 2009. Hukum Kepailitan, Medan:USU Press._______.2008. Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Medan:Pustaka Bangsa Press._______.2010. Hukum Kepailitan Edisi 2, Jakarta: PT Sofmedia. Sunggono Bambang.2001. Metode Penelitian Hukum Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suryabarata Sumandi.1998. Metode Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo. Suryamantri Jujun S.1999. Filsafat Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.



Ilmu



Sebuah



Pengantar



Populer,



Suyudi Aria, Eryanto Nugroho & Herni Sri Nurbayanti.2003. Kepailitan di Negeri Pailit, Jakarta: Aku baca. Syahdeni Remy Sutan.2008. Hukum Kepailitan: Memahami Fallisment Verordering, Juncto Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta:Pustaka Utama Grafiti. Syahrani Ridwan.2004. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung: Citra Aditia Bakti. Tumbuan B.G Frederick, Ciri-Ciri Penundaan Pembayaran Utang Sebagai Dimaksud Dalam Perpu, Makalah Seminar tentang Perpu No. 1 Th. 1998 tentang Perubahan atas UU tentangKepailitan diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Hukum tanggal 29 April 1998 dan 8 Mei 1998, Jakarta___________________,1994 Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan Tentang Kepailitan,Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman. Waluyo Bernadette. 1999. Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung : CV Mandar Maju. Wisman J.J.J M .1996. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, Universitas Indonesia. Jakarta: Yani Ahmad & Gunawan Widjaja,2000, Seri Hukum Bisnis, Kepailitan,Jakarta: Raja Grafindo Persada.



Universitas Sumatera Utara



133



B. PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas C. JURNAL Hartono Redjeki Sri.1999. Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 7. Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis. Kheriah.2013. Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Dalam Hukum Kepailitan. Jurnal Ilmu Hukum Vol.3 No.2 Elviana Sagala.2015. Efektifitas Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Untuk Menghindarkan Debitur Dari Pailit, Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 03. No. 01. Kukuh Komandoko Hadiwidjojo, Metode dan Konsep Restrukturisasi Sebagai Pelaksanaan Asas Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Terhadap Perusahaan Publik dan Jurnal acamedia.edu. Non Publik, Ishak.2016. Perdamaian Antara Debitor Dan Kreditor Dalam Kepailitan, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 18 No.1



Konkuren



Yudi Kornelis.2016. Harmonisasi Hukum Terhadap Penundaan Pembayaran Utang Dengan Perspektif Budaya Hukum Indonesia, Kewajiban Jurnal Selat Vol.4 No.1 D. TESIS Junaedi Saputro, 2011. Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian (Studi Nomor 05/Pailit/2006/Pn.Niaga.Smg.) Tesis Mkn Undip Semarang Kasus



Universitas Sumatera Utara