Promkes Imunisasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Pemerintah



Indonesia



mencanangkan



gerakan



pembangunan



berwawasan kesehatan sebagai strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Dengan kebijakan dan strategi ini, perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya di semua sektor harus dipertimbangkan terlebih dahulu dampak negatif dan positif terhadap kesehatan. Masyarakat juga ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan hidup sehat, perilaku sehat dan upaya pencegahan agar tidak terkena penyakit menular. Sejalan dengan upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita perlu terus digalakkan. Imunisasi merupakan program unggulan pertama dalam rangka percepatan perbaikan derajat kesehatan.1,2 Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Pada tahun 1974, WHO mencanangkan Expanded Programme of Immunization (EPI) atau program pengembangan imunisasi. Program imunisasi merupakan suatu program yang digunakan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi serta anak balita. Program ini memiliki 6 penyakit target seperti penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio dan Campak, sedangkan Hepatitis B baru ditambahkan pada awal tahun 1980-an karena baru ditemukan. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, HB 3 kali dan Campak 1 kali.3 Kementerian Kesehatan Indonesia menetapkan imunisasi sebagai upaya nyata pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs), khususnya untuk menurunkan angka kematian anak. Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur dengan pencapaian UCI (Universal Child Immunization) baik di tingkat



1



2



nasional, propinsi, dan kabupaten bahkan di setiap desa/kelurahan, yaitu minimal 80% bayi telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap untuk BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis B.1 Menurut Kemenkes RI pada tahun 2011, diketahui bahwa persentase bayi pada usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap adalah sebesar 93,4% namun persentase desa yang mencapai UCI hanyalah 74,16% yaitu 10% dibawah target. Hal ini masih kontradiksi mengingat target dari Kemenkes RI untuk mencapai MDGs dibutuhkan angka pencapaian UCI yang sesuai target yaitu di atas 80%. Cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan di provinsi sumatera selatan ialah 95,1% sedikit di bawah provinsi Jambi yang memperoleh angka cakupan 99.9%.4,5 Hal-hal tersebut dapat disebabkan antara lain karena kurang perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah terhadap program imunisasi, kurangnya dana operasional untuk imunisasi baik rutin maupun tambahan, dan tidak tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang adekuate. Selain itu juga kurangnya koordinasi lintas sektor termasuk pelayanan kesehatan swasta, kurang sumber daya yang memadai serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang program dan manfaat imunisasi. Guna mecapai target 100% UCI desa/ kelurahan pada tahun 2014 perlu dilakukan berbagai upaya percepatan melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional untuk mencapai UCI (GAIN UCI).1 Oleh karena masih rendahnya angka pencapaian UCI pada bayi, maka diperlukan program promosi kesehatan tentang Imunisasi dasar pada bayi usia 0-11 bulan khususnya di wilayah Puskesmas Kenten, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang. Selain itu peran tenaga kesehatan dalam upaya menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi sangat diperlukan. Tidak hanya tenaga kesehatan saja yang bertanggung jawab untuk menanggulangi kasus tersebut namun peran dari seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam program pemerintah untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi akibat kurang



3



optimalnya program promosi kesehatan tentang imunisasi. Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis melakukan penelitian mengenai manajemen program promosi Imunisasi di Puskesmas Kenten.



1.2. Rumusan masalah 1. Bagaimana desain program promosi kesehatan Imunisasi Dasar yang bisa mengatasi ibu – ibu yang beranggapan bahwa imunisasi itu berdampak negatif bagi bayinya ? 2. Bagaimana manajemen kegiatan promosi Imunisasi Dasar di Puskesmas Kenten ?



1.3.



Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Menyusun perencanaaan program-program yang dapat dan harus dilakukan untuk menunjang Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas Kenten. 1.3.2. Tujuan Khusus a.



Mengetahui besar pencapaian bayi mendapat Imunisasi sebagai hasil kegiatan promosi Imunisasi Dasar.



b.



Mengetahui kendala dan cara mengatasi nya dalam pelaksanaan kegiatan promosi Imunisasi di Puskesmas Kenten



c.



Menjelaskan



membuat



perencanaan



program



promosi



kesehatan mewujudkan Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas Kenten d.



Menjelaskan tujuan, sasaran, dan isi program promosi kesehatan mewujudkan Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas Kenten



e.



Memaparkan



penerapan



program



promosi



kesehatan



mewujudkan Bayi Indonesia Sehat Di Puskesmas Kenten



4



1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manajemen dan kendala yang dihadapi dalam kegiatan promosi kesehatan bayi mendapat imunisasi sehingga bermanfaat menambah wawasan Ibu/pihak terkait mengenai pentingnya imunisasi sehingga para Ibu/pihak terkait mengetahui hal yang terbaik yang dapat dilakukan untuk pemberian imunisasi. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman penelitian dalam bidang promosi kesehatan sekaligus sebagai sumber informasi bagi peneliti lain untuk penelitian lebih lanjut.



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh tubuh itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan



yang diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin.



Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh immunoglobulin lainnya lebih pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif karena adanya memori imunologik.6,7



2.2 Tujuan imunisasi Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.7



2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekebalan Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan, gizi dan trauma. 1. Umur. Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah



6



2. Seks. Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan difteria lebih parah terjadi pada wanita daripada pria. 3. Kehamilan. Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit-penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio, pneumonia, malaria serta amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan meningitis jarang terjadi pada wanita hamil. 4. Gizi. Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi 5. Trauma. Stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tententu.8



2.4 Jenis Imunisasi Berdasarkan program pengembangan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang diwajibkan dan Program Imunisasi Non PPI yang dianjurkan. Wajib jika kejadian penyakitnya cukup tinggi dan menimbulkan cacat atau kematian. Sedangkan imunisasi yang dianjurkan untuk penyakit-penyakit khusus yang biasanya tidak seberat kelompok pertama. Jenis imunisasi wajib terdiri dari 6 yaitu:8



2.4.1 BCG Bacille Calmete-Guerin (BCG) adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberculin. Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.9 Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio M. Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain (bokong, paha).



7



Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah komplikasinya. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberculin negatif. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan. Berhubungan dengan beberapa factor yaitu mutu vaksin yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau factor pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain) Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-80C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah dienccerkan harus dipergunakan dalam waktu 8 jam.8 



Kejadian ikutan pasca imunisasi vaksinasi BCG Penyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus lokal yang



superficial 3 minggu setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm, apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikkan terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam. 1. Limfadenitis Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai setelah penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula maka dapat dibersihkan (drainage) dan diberikan obat anti tuberculosis oral. Pemberian obat anti tuberculosis sistemik tidak efektif. 2. BCG-itis diseminasi Berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Komplikasinya adalah eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat anti tuberculosis.1 



Kontra indikasi BCG



-



Reaksi uji tuberculin >5 mm.



-



Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid, obat imunosupresif,



8



mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe. -



Menderita gizi buruk.



-



Menderita demam tinggi.



-



Menderita infeksi kulit yang luas.



-



Pernah sakit tuberculosis.



-



Kehamilan.



2.4.2 Hepatitis B Vaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan di region deltoid.8  Imunisasi aktif -



Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir.



-



Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respon imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.



-



Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi kedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bukan dari imunisasi kedua.



-



Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan.



-



Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag yang tidak diketahui, hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status Hbs-Ag ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui ibu dengan Hbs-Ag



9



positif, maka ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari. -



Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag positif, diberikan vaksin hepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.



-



Anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi dasar 3x pada masa bayi, maka pada saat usia 5 tahun tidak perlu imunisasi ulang (booster). Hanya dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs



-



Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan jadwal 3x pemberian (catch up vaccination). Catch up vaccination merupakan upaya imunisasi pada anak atau remaja yang belum pernah di imunisasi atau terlambat > 1 bulan dari jadwal yang seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B, imunisasi catch up ini diberikan dengan interval minimal 4 minggu antara dosis pertama dan kedua, sedangkan interval antara dosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16 minggu sesudah dosis pertama.



-



Ulangan imunisasi (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti Hbs< 10µg/ml).8-10



 Imunisasi pasif Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan memeberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan. Sebaiknya HBIg diberikan bersama vaksin VHB sehingga proteksinya berlangsung lama. Pada needle stick injury maka diberikan HBIg 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam 48 jam pertama setelah kontak. Pada penularan dengan cara kontak seksual HBIg diberikan 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam waktu =



1.000 CCID50, Kanamycin sulfat