Proposal Skripsi Pendidikan Biologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING (GDL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH MENEGAH ATAS (SMA) PADA MATERI KENAKERAGAMAN HAYATI



Proposal Skripsi Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan



Tentrem Puspitasari 3415161556



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2021



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pendidikan pada abad 21 merupakan proses pembelajaran yang berhubungan dengan permasalahan yang terjadi di kehidupan sehari - hari. Melalui pendidikan siswa diharapkan memiliki kemampuan sebagai bekal dan solusi terhadap tantangan di masa depan. Pembelajaran yang berlangsung di sekolah beriorientasi pada kemampuan aplikatif, kemapuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan kemampuan berpikir. (Justica, Azrai & Suryanda, 2015). Pembelajaran juga mencakup proses yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, serta meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya untuk menguasai konsep materi pelajaran. Kemampuan berpikir dikategorikan sebagai berpikir, berpikir kreatif, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (Maththews dan Lally, 2010). Ridwan, Rahmawati, dan Hadinugrahaningsih (2018) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi mencakup berpikir kritis dan kreatif yang dapat dilatih melalui pembelajaran sains. Kemampuan berpikir kritis siswa merupakan kemapuan penting untuk menghubungkan permasalahan yang ada di sekolah dengan permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar (Irawan, 2017). Beberapa negara maju sudah mengembangkan sistem pendidikan yang mampu melatih dan meningkatkan kempauan berpikir kritis siswa (OECD, 2013). Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan mampu menyelesaikan masalah dengan tepat dan tidak memicu masalah baru karena adanya pertimbangan dari berbagai sisi dan sudut pandang sebelum membuat sebuah keputusan (Nurhayati, 2014). Kemampuan berpikir kritis memiliki beberapa aspek yang diantaranya adalah menngajukan pertanyaan yang relevan, mendefinisikan masalah, menyelediki masalah, menganalisis asumsi, mensisntesis informasi, menarik kesimpulan, dan membuat argumen yang logis (Facione, 2011). Berdasarkan



aspek tersebut, kemampuan berpikir kritis penting untuk dikembangkan dalam berbagai sistem pendidikan baik formal maupun nonformal, khususnya dalam proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang terjadi di kelas menunjukkan siswa kesulitan dalam memberikan analisis permasalahan dari beberapa pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Berdasarkan permasalahan tersebut kemampuan beripikir kritis siswa menjadi rendah (Mustafa, 2011). Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah ditunjukkan dengan belum terbiasa menganalisis permasalahan, memecahkan permasalahan, serta mangambil keputusan



dengan



baik.



Guru



juga



masih



menggunakan



strategi



pembelajaran yang didominasi ceramah sehingga proses pembelajaran berlangsung satu arah, siswa mendengarkan atau mencatat, sekali-kali bertanya dan menjawab pertanyaan guru (Haris, 2015). Selain berakibat pada rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa, proses pembelajaran yang monoton juga dapat menyebabkan siswa merasa bosan, mengantuk, mengobrol dengan temannya dan sibuk mengerjakan PR atau tugas mata pelajaran lain. Sehingga siswa menjadi pasif dan kurang kritis terhadap materi pembelajaran. Proses pembelajaran yang cenderung monoton tersebut masih banyak terjadi pada pembelajaran biologi di sekolah-sekolah (Widura, 2015). Mata pelajaran biologi adalah salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berhubungan langsung dengan intaraksi antara makhluk hidup dan lingkunganya. Pembelajaran biologi dapat terselenggara dengan baik apabila mencakup 6 unsur daintaranya 1) active learning; 2) discovery/inquiry



activity



approach:



3)



scientific



literacy;



4)



consctructivisism; 5) science, technology and society serta 6) kebenaran dalam sains tidak absolut melainkan bersifat tentatif (Sudarisman, 2015). Salah satu materi dalam biologi yang membahas makhluk hidup dan lingkungnya adalah materi Keanekaragaman Hayati. Pada materi tersebut, siswa diminta untuk menganalisis tingkat keanekaragaman hayati di Indonesia,



beserta



ancaman



dan



upaya



pelestarianya.



Konvensi



Keanekaragaman Hayati menggunakan National Biodiversity Index (NBI)



atau



indeks



Keanekaragaman



Hayati



Nasional



untuk



mengukur



keanekaragaman hayati dari berbagai negara. Indonesia memiliki NBI tertinggi dari semua negara ASEAN. Meskipun memiliki NBI tinggi pada umumnya negara dengan NBI tinggi juga memiliki ancaman kepunahan spesies yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara dengan NBI yang lebih rendah (Rentelen, arida dan Hauser, 2017). Berdasarkan hal tersebut siswa membutuhkan pengetahuan mengenai keanekaragaman hayati serta hal - hal yang menjadi ancaman dari keanekaragaman hayati. Siswa merupakan pengetahuan



salah yang



satu



bagian



diperoleh



masyarakat



untuk



dapat



melestarikan



mengaplikasikan flora



dan



fauna.



Keterampilan berpikir kritis dapat digunakan siswa untuk mengambil keputusan yang tepat sebagai upaya melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna. Salah satu faktor yang



mempengaruhi kurangnya kemampuan berpikir



kritis adalah model pembelajaran yang kurang memberdayakan kemampuan berpikir kritis. Sehingga pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran perlu dioptimalkan. Salah satu cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah adalah pemilihan model pembelajaran inovatif yang tepat dan efisien, sehingga siswa dapat menerima dan memahami materi pelajaran (Haris, 2015). Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk membangun kemampuan berpikir kritis adalah model pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL) (Purwanto, 2012). Guided Discovery Learning merupakan teori belajar Bruner, model pembalajaran ini dikembangkan berdasarkan prinsip – prinsip konstruktivis (Brunner, 1960). Model Guided Discovery sistem dua arah dimana proses pembelajarannya melibatkan siswa dan guru. Siswa melakukan penemuan (discovery) dan guru berperan dalam memberikan bimbingan (guided) dengan menganalisis kesulitan dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa (Hamalik, 2005). Akinbobola dan Afolabi (2010) juga menyatakan model Guided Discovery Learning (penemuan terbimbing) merupakan suatu pembelajaran kontruktivis. Guru memberikan ilustrasi permasalahan, kemudian memberikan pertanyaan untuk memberdayakan kemampuan



berpikir siswa dalam menyusun kesimpulan sebagai pemecahan masalah dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran Guided Discovery Learning menekankan pada proses berpikir kritis melalui penemuan. Model ini berhubungan dengan karakteristik pembelajaran biologi yang berkaitan dengan proses penemuan dan memahami alam. Tidak hanya diharapkan mampu menguasai fakta, konsep dan prinsip saja melainkan proses penemuan pengetahuan, sehingga dalam mengembangkan pembelajaran biologi diharapakan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran untuk menemukan sendiri pengetahuan melalui interaksi dalam lingkungan (Haris, 2015). Sedangkan menurut Asmani (2010), model Guided Discovery Learning merupakan suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan serta dapat meningkatkan proses berpikir siswa. Berdasarkan



uraian



tersebut, perlu dilakukannya



penelitian



untuk



mengetahui apakah terdapat pengaruh Guided Discovery Learning (GDL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMA pada materi Keanekaragaman Hayati. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, terdapat beberapa permasalahan yang dapat digunakan untuk penelitian, yaitu: 1. Model pembelajaran apa saja yang dapat diterapkan untuk meningkatan kemampuan berpikir kritis siswa SMA? 2. Bagaimana pengaruh penerapan model Guided Discovery Leraning (GDL) dalam proses pembelajaran siswa SMA? 3. Apakah model Guided Discovery Leraning (GDL) dapat diterapkan pada materi Keanekaragaman Hayati? 4. Apakah terdapat pengaruh model Guided Discovery Leraning (GDL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMA? C. Batasan Masalah



Berdasarkan identifikasi masalah, masalah akan dibatasi pada variabel yang berkaitan yaitu pengaruh penerapan model Guided Discovery Learning terhadap kemapuan berpikir kritis siswa SMA kelas X pada materi Keanekaragaman Hayati.



D. Rumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini yaitu: “Apakah terdapat pengaruh penerapan model Guided Discovery Leraning (GDL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMA pada materi Keanekaragaman Hayati?” E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh penerepan Guided Discovery Learning (GDL) terhadap kemapuan berpikir kritis siswa SMA pada materi Keanekaragaman Hayati. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, diantaranya: 1. Siswa melalui model Guided Discovery Learning diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA pada materi ekosistem. 2. Guru memperoleh informasi dari hasil penelitian penerapan model Guided Discovery Learning (GDL), yang diharapkan menjadi referensi pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah. 3. Sekolah memperoleh informasi untuk menambahkan model Guided Discovery Learning (GDL) dalam pembelajaran biologi di sekolah. 4. Pada penelitian selanjutnya dapat dijadikan salah satu referensi bagi kajian teoritik khususnya tentang



Guided Discovery Learning (GDL) dan



peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran biologi.



BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Kontekstual 1. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis berasal dari Yunani “kritikos”, yang berarti “ketajaman”, “kemampuan untuk menilai” dan “membuat keputusan” (Boss, 2017). Berpikir kritis adalah dasar semua yang dilakukan manusia. Setiap kegiatan, setiap solusi, dan setiap keputusan yang dibuat adalah hasil dari pemikiran (Kallet, 2014). Menurut Fisher (2008) Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu proses untuk menyatakan sesuatu disertai dengan keyakinan karena kemampuan berpikir kritis berlandaskan pada alasan yang logis dan bukti empiris yang kuat. Jhonson (2007) juga menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis juga berarti proses yang terorganisasi sehingga memungkinkan siswa dapat mengevaluasi asumsi, logika, fakta dan bahasa yang mendasari pertanyaan orang lain. Kemampuan berpikir kritis berarti berpikir secara benar dalam pencarian pengetahuan yang relevan dan konsisten dengan realita. Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis mampu mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang relevan, bertindak secara efisien dan kreatif berdasarkan informasi, mengemukakan argumen yang logis bedasarkan pengetahuan dan informasi, dan memberikan kesimpulan yang dapat dipercaya (Adeyemi, 2012). Menurut Matthews dan Lally (2010) berpikir kritis adalah salah satu rangkaian kognitif keterampilan berpikir yang juga mencakup pemikiran kreatif, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Apabila dikaitkan dengan taksonomi Bloom, kemampuan berpikir kritis didefinisikan sebagai tiga tahapan yang meliputi proses analisis (C4), sintesis (C5) dan evaluasi (C6) (Jufri, 2013). Menurut Syaifudin & Utami (2011) berpikir kritis dipahami sebagai suatu aktivitas kognitif yang berkaitan dengan penggunaan nalar. Artinya, seseorang menggunakan daya nalarnya untuk menghadirkan sudut pandang yang berbeda. Kemampuan berpikir kritis tidak hanya menggambarkan pemikiran yang mengikuti aturan logika dan probabilitas, tetapi juga menggambarkan kemampuan dalam menerapkan keterampilan secara



signifikan (Karakoc, 2016). Keterampilan berpikir kritis memiliki beberapa aspek khusus yaitu analisis argumen dan evaluasi, penalaran metodologis, focus dan mengklarifikasi pertanyaan (Bensley & Murtagh, 2012). Saat berpikir kritis siswa belajar berbagai kemampuan yang dapat meningkatkan keterampilanya selama pembelajaran di kelas. Proses berpikir kritis memungkinkan siswa untuk berpikir lebih dalam dan jelas tentag apa yang diyakini dan yang harus dilakukan. Sudut pandang tersebut akan membantu siswa menjadi lebih optimal menerima informasi dan mencegah keyakinan yang meragukan atau perilaku irasional (Leceister & taylor, 2010). Berpikir kritis memiliki beberapa tahapan diantaranya tahap klarifikasi dimana siswa dapat menganalisis dan mengidentifikasi hubungan dari suatu permasalahan. Tahap kedua evaluasi siswa menilai dan membuat keputusan dari informasi relevan yang telah didapatkan. Sementara itu pada tahap kesimpulan siswa memunculkan peikiran untuk menggeneralisasi dari hasil – hasil yang relevan. Dengan demikian tahap terakhir terakhir yaitu strategi, siswa mengajukan langkah – langkah tertentu untuk mendapatkan penyelesaian (Jacob, 2012). Keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran biologi berkaitan erat dengan kemampuan



untuk



mengidentifikasi,



memahami,



dan



menggambarkan



kesimpulan pada peristiwa tertentu (Naimmule & Corembima, 2018). Apabila kemampuan berpikir kritis di ajarkan secara terbuka, menggunakan instruksi yang di pandu dimana siswa menjadi pusat dan aktif dalam pembelajaran, kemampuan – kemampuan tersebut semakin berkemvbang (Marlin & Halpren, 2010). Berdasarkan kondisi tersebut, maka pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran perlu dioptimalkan dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat dan inovatif, sehingga proses pembelajaran berlangsung optimal dan mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa (Yuni, Warsono, & Afifi, 2019). Salah satu model pembelajaran berbasis kontruktivisme adalah Guided Discovery Learning. Salah satu upaya untuk mengembangkan kemapuan berpikir kritis siswa adalah dengan menerapkan model Guided Discovery Learning pada proses pembelajaran biologi (Widura, 2015). Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tidak hanya mengenal sebuah jawaban lain berdasarkan analisis



dan informasi yang telah didapatkan dari suatu permasalahan. Salah satu permasalahan disekitar siswa adalah permasalahan lingkungan. Dimana pada permasalahan tersebut siswa perlu menganalisis masalah lingkungan yang didasarkan pada penerapan pendidikan lingkungan (Quinn, 2012). Kemampuan berpikir kritis dapat dilihat berdasarkan pada kecakapan kemapuan berpikir kritis dan dapat diukur dengan menggunakan dimensi dan indikator kemampuan berpikir kritis. Dimensi dan indikator dari berpikir kritis tersebut seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Dimensi Kemampuan Berpikir Kritis Interpretasi Analisis



Evaluasi Inferensi Eksplanasi Pengaturan diri (Self Regulated)



Indikator Menganalisis suatu data atau informasi mengenai permasalahan yang diberikan. Menganilisis hubungan dari informasi – informasi yang didapatkan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Menilai kebenaran suatu peristiwa yang terjadi dan menuliskan penyelesaian permasalahan tersebut. Menyimpulkan suatu peristiwa berdasarkan fakta yang ditemukan. Menyatakan hasil akhir pemikiran serta alasan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti. Menerapkan kemampauan memecahkan masalah dan paham dari permasalahan tersebut. (Fascione, 2011).



Berdasarkan uraian Tabel 2.1, dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dalam mengatakan sesuatu disertai dengan rasa penuh percaya diri. Selain itu, kemapuan berpikir kritis merupakan kemapuan seseorang dalam memahami suatu masalah, menganalisis dan memutuskan masalah. Banyak faktor yang membuat seorang individu memiliki kemapuan berpikir kritis. Faktor tersebut adalah kondisi fisik, motivasi, kecemasan, kebiasaan dan rutinitas, perkembangan intelektual atau kecerdasan, perasaandan pengalaman (Fitria, Suastra & Subratha, 2015). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, kemampuan berpikir kritis adalah proses berpikir yang melibatkan kegiatan



mental seperti penerimaan dan penguasaan informasi, analisis, evaluasi dan membuat keputusan (seleksi) yang dipengaruhi oleh beberapa factor. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemapuan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran. 2. Model Guided Discovery Learning (GDL) Guided discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran yang bertujuan melatih siswa untuk menemukan analisis informasi permasalahan secara mandiri (Mayer, 2004). Model guided discovery learning juga dapat disebut model pembelajaran penemuan terbimbing yang bersifat student oriented dengan teknik trial and error, menyatakan hipotesis, menggunakan intuisis, menyelidiki, menarik kesimpulan, serta memungkinkan guru melakukan bimbingan dan petunjuk bagi siswa untuk mempergunakan ide, konsep dan keterampilan menganalisis yang mereka miliki untuk menemukan pengetahuan yang baru (Purnomo, 2011). Guided discovery learning juga dapat didefinisikan sebagai model pembelajaran yang menempatkan guru sebagai fasilitator dan instruktur guna mengarahkan siswa untuk dapat menemukan konsep dan prinsip sendiri dengan permasalahanya yang diajukan guru dan cara pemecahan juga ditentukan oleh guru seperti dengan melakukan eksperimen, diskusi dan lain-lain (Mutoharoh, 2011). Peranan guru dalam pembelajaran dengan model guided discovery learning adalah sebagai fasilitator siswa dalam menyatakan persoalan, kemudian membimbing siswa untuk merumuskan penyelesaian dari persoalan itu dengan perintah-perintah atau dengan pertanyaan-pertanyaan. Siswa mengikuti perintahperintah atau dengan pertanyaan. Siswa mengikuti perintah atau pertanyaan tersebut sebagai pedoman menemukan sendiri penyelesaianya (Krismanto, 2003). Model pembelajaran Guided Discovery earning yang berasal dari teori belajar Bruner. Model pembalajaran ini dikembangkan berdasarkan prinsip – prinsip konstruktivis (Brunner, 1960). Guided discovery learning meruapakan model pembelajaran yang termasuk ke dalam kelompok pengolahan informasi (The information Processing Family). Pemrosesan informasi mengacu kepada cara



seseorang menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data dan mengembangkan konsep dan memecahkan masalah (Joyce & Weil, 1986). Gredler (2011) mengungkapakan



bahwa pendekatan



kontruktivisme



berfokus pada pembelajaran yang membentuk dan membangun pengetahuan menjadi skema kontekstual yang kompleks. Kontruktivisme dalam pembelajaran mengarahkan pada penemuan suatu konsep yang dibangun dari pengetahuan sebelumnya yang dimiliki siswa. Proses kontruktivis melibatkan konten yang relevan yang ditunjuk oleh teks, mengorganisasikanya dan menghubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Salah satu model pembelajaran yang berdasarkan pada pendekatan kontruktivisme adalah guided discovery learning. Menurut Moore (2005), pembelajaran discovery berdasarkan tingkat pemecahan masalah dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Pembelajaran yang memerlukan bimbingan secara hati-hati (guided discovery). b. Pelaksanaan pembelajaran yang memerlukan sejumlah bimbingan yang cukup (modified discovery). c. Pembelajaran yang diawasi secara sangat bebas begitu saja (open discovery). Model pembelajaran penemuan juga pada dasarnya ada dua tipe yaitu penemuan murni dan penemuan terbimbing. Model penemuan murni prosesnya semata – mata ditentukan oleh siswa itu sendiri tanpa bantuan. Sedangkan model penemuan terbimbing dalam proses memecahkan masalah mendapat bimbingan dari guru yang dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan, dengan memberikan informasi secara singkat agar terarah (Markaban, 2006). Proses pembelajaran Guided discovery learning dilakukan melalui percobaan sederhana yang dimulai dari pengamatan terhadap objek yang dikaji serta tanya jawab. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen sehingga memungkinkan siswa dapat menemukan konsep-konsep melalui kegiatan penyelilidikan ilmiah untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan arahan atau bimbingan dalam merumuskan masalah, membuat hipotesis, merancang eksperimen,



interpretasi data dan menarik kesimpulan atau menyusun konsep (Qomariah, 2014). Model guided discovery learning memiliki karakteristik menurut Herdian (2010), yaitu: a) Mengeskplorasi



dan



memecahkan



masalah,



untuk



menciptakan,



menggabungkan dan menggeneralisasikan pengetahuan. b) Berpusat pada siswa. c) Proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Sejalan dengan pernyataan tersebut, model guided discovery learning pada kegiatan penemuanya juga dilakukan atas petunjuk dan bimbingan dari guru. Pembelajaranya dimulai dari guru mengajukan berbagai pertanyaan yang butuh di analisis, dengan tujuan untuk mengarahkan siswa pada titik kesimpulan dan melakukan percobaan untuk membuktikanya (Hanafiah & Cucu, 2010). Menurut Markaban (2008) pembelajaran yang menggunakan model Guided Discovery Learning memiliki beberapa tahapan, tahapan-tahapan tersebut diantaranya: a) Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, menghindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. b) Dari data yang diberikan oleh guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. c) Bimbingan ini sebaikanya mengarahkan siswa untuk melangkah kearah yang hendak dituju, melalui pertanyaan, atau LKPD. d) Siswa menyusun hipotesis dari hasil analisis yang dilakukannya. e) Apabila diperlukan, hipotesis yang telah dibuat siswa diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. f) Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka mengemukakan hipotesis sebaikanya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya.



g) Apabila siswa telah menemukan apa yang dicari, guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan tersebut benar. Model Guided discovery learning juga memiliki langkah – langkah diantaranya adalah (Joyce & Weil, 2000). : a) Guru menyajikan situasi problematik dan menjelaskan prosedur penemuan kepada siswa. b) Pengumpulan data dan verifikasi mengenai suatu informasi yang dilihat dan dialami. c) Pengumpulan data dan eksperimen, para siswa diperkenalkan dengan elemen baru dalam situasi yang berbeda. d) Memformulasikan penjelasan. e) Menganalisis proses penemuan. Sintaks Model Guided Discovery Learning menurut Ahmadi dan Prasetya (1997) sebagai berikut: a) Stimulation Guru mengajukan persoalan atau meminata siswa untuk memperhatikan uraian yang memuat persoalan. b) Problem statement Siswa



diberi



kesempatan



mengidentifikasi



berbagai



permasalahan.



Kemudian dirumuskan siswa dalam bentuk pernyataan atau hipotesis. c) Data collection Siswa diberi kesempatan menjawab pertanyaan atau membuktikan hipotesis, melaui proses mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan. d) Data processing Semua informasi hasil observasi kemudian diklarifikasikan, dihitung dan ditafsirkan. Pada tahap ini diperlukan pemrosesan data yang sudah diperoleh. e) Closure/verivication Berdasarkan hasil pengolahan atau pemrosesan data yang ada, pertanyaan hipotesis yang dirumuskan sebaikanya dicek terlebih dahulu. Membimbing siswa



dalam



mempresentasikan



hasil



penemuan/penyelidikan



mengevaluasi penemuan konsep/data yang telah diperoleh.



dan



f) Appraisal/generalization Siswa belajar menarik kesimpulan dan menganalisis proses penemuan. Guru membimbing siswa berfikir tentang proses penemuan, memberikan umpan balik dan merumuskan kesimpulan/menemukan konsep. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa model Guided Discovery Learning adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan pemecahan suatu masalah, melalui proses mental yang dilakukan dalam kegiatan percobaan pengumpulan informasi melalui sumber lain yang relevan dengan bimbingan dan petunjuk yang diberikan guru. Banyaknya bantuan dan bimbingan guru tidak membatasi siswa untuk melakukan penemuanya sendiri.



B. Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haris, Rinanto, & Fatmawati (2015) menunjukkan bahwa model guided discovery learning memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kritis siswa, pembelajran guided discovery learning terbukti dapat menciptakan suasana belajar yang efektif dan interaktif antar siswa dan antara siswa dengan guru. Hal tersebut dibuktikan dengan sikap antusias dari guru dan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa aktif melakukan kegiatan pembelajaran dan terjadi interaksi positif antar siswa dengan siswa serta antara siswa dengan guru, sehingga suasana belajar di kelas menjadi lebih menyenangkan. Sedangkan menurut hasil penelitian Widura, Karyanto & Ariyanto (2015) membuktikan bahwa sintak guided discovery learning menuntut siswa untuk lebih baik dalam aspek-aspek berpikir kritis. Rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis di kelas eksperimen yang menerapkan strategi pembelajaran guided discovery learning lebih tinggi dari nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis kelas kontrol yang menerapkan metode ceramah bervariasi.



Yuni (2019) dalam penelitianya menyebutkan terdapat pengaruh model Guided Discovery Learning (GDL) terhadap kemampuan berpikir kritis elementary clarification (memberikan penjelasan sederhana) siswa SMA. Proses pembelajaran GDL lebih menguntungkan untuk meningkatkan penemuan konsep siswa, karena dalam penemuan terbimbing ini guru bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami tujuan dan prosedur kegiatan pembelajaran. Model GDL lebih efektif dalam pembelajaran, karena model ini membantu siswa bertemu dengan dua kriteria penting dalam pembelajaran aktif, yaitu membangun pengetahuan untuk membuat pengertian dan informasi baru sampai ditemukan pengetahuan yang tepat (Tanjung & Aminah, 2015). C. Kerangka Berpikir Pendidikan merupakan pondasi dasar terciptanya sumber daya manusia yang berkualitias untuk mendukung kemuajuan suatu negara. Sumber daya manusia yang berkualitas memiliki pemikiran, ide dan kontribusi yang baik di berbagai aspek kehidupan nyata. Sistem pendidikan abad 21 yang diterapkan oleh pemerintah pada proses pembelajaran adalah kurikulum 2013. Pembelajaran yang berlangsung di sekolah berpedoman pada beberapa kemampuan diantaranya kemampuan aplikatif, kemapuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan kemampuan berpikir. Salah satu kemampuan berpikir yang di ukur dalam proses pembelajaran adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis membuat siswa dapat mengembangkan cara berpikir secara relevan, kreatif dan dapat menarik kesimpulan memalalui informasi berupa suatu permasalahan dalam kehidupan nyata. Proses berpikir kritis memungkinkan siswa untuk berpikir lebih dalam dan rinci tentang apa yang diyakini dan yang harus dilakukan melaui sudut pandang yang jelas untuk memecahkan suatu masalah. Sebagian materi pembelajaran biologi memiliki kompetensi dasar yang harus di capai yaitu dapat memecahkan suatu permasalahan di lingkungan sekitar. Salah satu materi yang mencakup kompetensi tersebut adalah materi Keanekaragaman hayati di Kelas X semester ganjil. Proses kemampuan berpikir kritis untuk memecahkan suatu permasalahan lingkungan melibatkan kegiatan



mental seperti penerimaan dan penguasaan informasi, analisis, evaluasi dan membuat keputusan (seleksi) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang berperan dalam kegiatan mental tersebut adalah model pembelajaran. Model pembalajaran yang tepat akan meningkatakan kemapuan berpikir kritis siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan utnuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah model pembelajaran guided discovery learning. Guided discovery learning merupakan model pembelajaran dimana pada prosesnya melibatkan siswa dan guru. Siswa melakukan penemuan dan guru dan berperan dalam memberikan bimbingan melaui analisis kesulitan siswa dalam memecahkan masalah. Keterlibatan aktif siswa membuat proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan bermakna. Sebaliknya apabila model pembelajran yang diterapkan monoton akan mengurangi keterlibatan aktif siswa menggunakan kemampuan berpikirnya saat pembelajaran berlangsung. Penerapan



model



pembelajaran



guided



discovery



learning



dapat



merangasang peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, dikarenakan proses pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Melalui penerapan model GDL siswa dapat menganalisis dan mengavaluasi permasalahan secara mandiri dengan baik disertai dengan bimbingan guru. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh model pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL) terhadap kemapuan berpikir kritis siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X pada materi Keanekaragaman Hayati.”



BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Operasional Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan model pembelajaran guided discovery learning terhadap kemapuan berpikir kritis siswa SMA pada Keanekaragaman Hayati. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA 98 Jakarta Kelas X pada semester genap tahun pelajaran 2021-2022. C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Kuasi eksperimen adalah penelitian yang tidak dapat mengontrol semua aspek yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Penelitian yang terdiri dari satu atau beberapa kelompok eksperimen serta satu atau beberapa kelompok kontrol (Riduwan, 2010). Variabel bebas dalam penelitian ini model pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL), sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis siswa. D. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah PretestPosttest Non-Equivalent Control Group Design. Pola Desain penelitian adalah sebagai berikut: Kelompok Eksperimen Kontrol



Pretest O1 O3



Perlakuan X C



Posttest O2 O4 (Sumber: Sugiyono, 2015)



Keterangan: O1 – O3= Skor pretest kemampuan berpikir kritis siswa SMA pada materi Keanekaragaman Hayati.



O2 - O4= Skor posttest kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Keanekargaman Hayati. X



= Perlakuan model pembelajaran GDL pada kelompok kelas eksperimen.



C



= Perlakuan model STAD pada kelompok kelas control.



E. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPA pada SMA Negeri di DKI Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Multistage Random Sampling, teknik ini merupakan teknik pengambilan teknik secara bertahap: Tahap pertama yaitu dengan menggunakan teknik Purposive Sampling (non probability) yang berarti wilayah penelitian tidak boleh diambil sembarangan, tetapi dalam penelitian ini diambil berdasarkan data dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta bahwa wilayah Jakarta Timur memiliki akreditasi A, yang berarti sistem pendidikanya lebih berkualitas dibandingkan wilayah Jakarta Utara dan wilayah lainya, sehingga wilayah yang diambil pada penelitian ini dari DKI Jakarta adalah Jakarta Timur. Tahap kedua, Menggunakan metode Cluster Random Sampling untuk menetukan kecamatan. Kemudian, setelah didapatkan kecamatan Pasar Rebo, maka ditentukan sekolah dengan metode Cluster Random Sampling, terpilih SMA N 98 Jakarta. Menggunakan Cluster Random Sampling didaptakan 2 kelas yaitu XI IPA 1 dan XI IPA 2 dari 5 kelas XI IPA di SMA N 98 Jakarta. Penentuan sampel ditentukan dengan Simple Random Sampling untuk sehingga diambil secara acak sebanyak 66 sampel dari 72 responden yang didapat melalui perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin berikut:



n=



N 1+ N (e)2



Keterangan : n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = margin of error 5% atau 0,05



F. Teknik Pengumpulan Data Data utama pada penelitian ini berupa data skor kemampuan berpikir kritis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan memberikan soal uraian tes kemampuan berpikir kritis pada awal pembelajaran (pretest) dan akhir pembelajaran (posttest). Data pendukung dikumpulkan melalui lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran untuk mengetahui kesesuaian dan keterlaksanaan sintaks pembelajaran GDL dan STAD yang dilakukan oleh guru dan siswa pada kelas eksperimen dan kelas control. G. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam tes kemapuan berpikir kritis siswa dan lembar observasi keterlaksanaan proses pembelajaran. 1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis a) Definisi Konseptual Kemampuan berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, proses komunikasi. b) Definisi Operasional Kemampuan berpikir kritis adalah proses penalaran siswa untuk menemukan masalah, membuat pertanyaan, menarik kesimpulan dan mencari solusi terhadap suatu permasalahan serta dapat mengemuakakan suatu pendapat disertai dengan rasa penuh percaya diri. Menurut Fascione (2011) terdapat enam indikator atau dimensi kemampuan berpikir kritis, yaitu 1) interpretasi, 2) analisis, 3) evaluasi, 4) inferensi, 5) ekplanasi dan 6) pengaturan diri. Persentase kemampuan berpikir kritis:



∑ skor siswatiap aspek kemapuanberpikir kritis Skor maksimun tiap aspek kemapuan berpikir kritis x jumlah siswa c) Kisi-kisi Instrumen



x 100%



Instrumen tes ini digunakan pada saat pretest dan posttest pada kegiatan pembelajaran materi ekosistem. Soal berbentuk uraian berjumlah butir dengan skor terbesar adalah 4. Instrumen tes dibuat berdasarkan kisi-kisi yang terdapat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Materi Ekosistem Dimensi Kemampuan Berpikir Kritis Interpretasi



Analisis



Evaluasi



Inferensi



Eksplanasi



Pengaturan diri (Self Regulated) Jumlah soal



Indikator



Konsep Materi



Nomor soal



Menganalisis suatu data atau informasi mengenai permasalahan yang diberikan. Menganilisis hubungan dari informasi – informasi yang didapatkan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Menilai kebenaran suatu peristiwa yang terjadi dan menuliskan penyelesaian permasalahan tersebut Menyimpulkan suatu peristiwa berdasarkan fakta yang ditemukan. Menyatakan hasil akhir pemikiran serta alasan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti. Menerapkan kemampauan memecahkan masalah dan paham dari permasalahan tersebut.



(Fascione, 2011) Total skor yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol selanjutnya diinterpretasikan ke dalam kategori penilaian berpikir kritis seperti pada tabel 4.1 Tabel 4.1. Kategori Penilaian Berpikir Kritis Skor



Kategori



81,25 < X ≤ 100



Sangat tinggi



71,50 < X ≤ 81,25



Tinggi



62,50 < X ≤ 71,50



Sedang



43,75 < X ≤ 62,50



Rendah



0 < X ≤ 43,75



Sangat rendah (Karim & Normaya, 2015)



d) Pengujian Validitas dan Perhitungan Reliabilitas Sebelum instrumen keteerampilan berpikir kritis digunakan, dilakukan uji coba instrument terlebih dahulu, untuk mengetahui apakah instrument tes telah memenuhi kriteria valid dan reliabel diantaranya: 1) Uji Validitas Instrumen Insrumen



dapat



dikatakan



valid



apabila



variabel



tersebut



dapat



mengungkapkan data secara tepat. Validitas instrument keterampilan berpikir kritis dihitung menggunakan rumus Pearson Product Moment. Hasil perhitungan r hitung dan dikonsultasikan dengan r tabel pada α = 0,05. 2) Hitung Realiabilitias Instrumen Instrumen dikatakan reliable apabila dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data. Perhitungan reliabilitas dilakukan setelah didapatkan butir-butir soal yang valid dari uji validitas. Pada uji reliabilitas dari instrument keterampilan berpikir kritis dihitung menggunakan Alpha Crombach. Nilai r11 yang didapatkan dari perhitungan reliabilitas, selanjutnya diinterpretasikan berdasarkan kriteria penilaian tabel 5.1. Tabel 5.1. Kriteria Reliabilitas Nilai 0,80 – 1,000 0,60 – 0,7999 0,40 – 0,5999 0,20 – 0,3999 0,000 – 0, 199



Kriteria Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah (Ridwan & Sunarto, 2015)



2. Model Guided Discovery Learning a. Defisnisi Konseptual Model pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL) merupakan model pembelajaran yang menempatkan guru sebagai fasilitator dan instruktur untuk mengarahkan siswa menganalisis suatu permasalahan sendiri, kemudian menemukan penyelesainya yang ditentukan oleh guru seperti melalui eksperimen, diskusi dan lain-lain. Guided Discovery Learning (GDL) bersifat student oriented dengan teknik trial and error, menyatakan hipotesis, menggunakan intuisis, menyelidiki, menarik kesimpulan, serta memungkinkan guru melakukan bimbingan dan petunjuk bagi siswa untuk mempergunakan ide dan keterampilan menganalisis untuk menemukan pengetahuan yang baru. b. Definisi Operasional Model Guided Discovery Learning (GDL) merupakan suatu rangakaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan berpikir, untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan terbimbing



sehingga



siswa



dapat



menemukan



penyelesaian



permasalahan materi yang dipelajari. Terdapat 6 indikator tahapan pelaksanaan yang diamati pada penelitian ini. Tahapan – tahapan tersebut antara lain: 1) Stimulation; 2) Problem statement; 3) Data collectin;



4)



Data



processing;



5)



Closure/verivication



dan



6)



Apprasial/generalization. Model pembelajaran ini diterapkan pada materi Keanekaragaman Hayati kelas X IPA. H. Prosedur Penelitian Penelitian yang akan dilakukan terdiri dari atas tiga tahap prosedur, yaitu: 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan awal dilakukan melalui observasi di SMA Negeri 98 Jakarta. Kemudian menentukan sampel penelitian dan kelas yang akan dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas control. Kemudian menyusun perangkat



pembelajaran



seperti



silabus,



Rancangan



Pelaksanaan



Pembelajaran, bahan ajar dan Lembar Kerja Siswa, instrument soal tes



kemampuan



berpikir



kritis,



serta



lembar



observasi



keterlaksanaan



pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah itu membuat instrument penelitian berupa tes kemampuan berpikir kritis yang diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya pada siswa yang tidak dijadikan sampel penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan di awali satu hari sebelumnya untuk briefing mengenai proses pembelajaran online melalui Google Classroom (GC). Briefing dilakukan bersama siswa di kelas eksperimen dan kelas control melalui Whatssap Group (WAG). Kemudian membagikan soal pretest keterampilan berpikir kritis materi Keanekaragaman hayati kepada siswa di kelas eksperimen dan kelas control melalui GC dengan meginformasikan kode kelasnya terlebih dahulu sebelum meminta siswa untuk mengerjakan. Setelah itu melaksanakan langkah – langkah pembelajaran pada jam pelajaran biologi yang sudah ditentukan oleh sekolah, melalui GC dengan menggunakan model pembelajaran GDL pada kelas eksperimen dan STAD pada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen, guru melakukan sintaks pendahuluan proses pembelajaran dengan meminta siswa mengisi daftar hadir di GC Guru melakukan apersepsi kemudian membagi siswa ke dalam beberapa kelompok heteregon berdasarkan absen. Guru memberikan beberapa tautan materi atau sumber – sumber bahan ajar yang dapat diakses secara online. Kegiatan sintaks inti pembelajaran yang pertama dilakukan yaitu guru membagikan softcopy Lembar Kerja Siswa (LKS) di GC dan memberikan siswa persoalan yang muncul dari sumber belajar yang bisa dikembangkan dengan bantuan internet atau sumber belajar lain (stimulation). Setelah itu siswa



diberi



kesempatan



mengidentifikasi



berbagai



persoalan



yang



dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau hipotesis (problem statement). Kegiatan ketiga siswa menjawab persoalan yang muncul atau membuktikan hipotesis yang sudah dirumuskan pada kolom komentar GC melalui proses pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan (data collection). Semua informasi hasil observasi yang telah didapatkan oleh siswa kemudian diklarifikasikan, dihitung dan ditafsirkan. Informasi yang diproses pada tahap ini



berupa data yang didapatkan dari tahap sebelumnya (data processing). Selanjutnya guru membimbing siswa dalam mengemukakan data informasi yang telah di proses pada kolom GC, dimana pertanyaan atau hipotesis yang dirumuskan sudah di cek kebenaranya dan mengevaluasi penemuan konsep/data yang telah di peroleh (closure/verivication). Tahap terakhir siswa belajar menarik kesimpulan dan menganalisis proses penemuan. Guru membimbing siswa berfikir tentang proses penemuan, memberikan umpan balik dan merumuskan kesimpulan/menemukan konsep (appraisal/generalization). Selama pembelajaran online berlangsung, observer mengisis lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dengan mengamati proses pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah proses pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol telah selesai dilaksanakan, siswa diberikan soal posttest kemampuan berpikir kritis materi Keanekaragaman Hayati. Posttest dalam bentuk google form dikirimkan ke email masing – masing siswa yang dikerjakan secara online dengan batas waktu yang ditentukan.



I. Hipotesis Statistika H0: μx – μy = 0 H1: μx – μy ≠ 0 Keterangan: H0: Tidak terdapat pengaruh penerapan model Guided Discovery Learning (GDL) terhadap kemapuan berpikir kritis siswa SMA pada Materi Keanekaragaman Hayati. H1: Terdapat pengaruh penerapan model Guided Discovery Learning (GDL) terhadap



kemapuan



berpikir



kritis



siswa



SMA



pada



Materi



Keanekaragaman Hayati. μx: Rata-rata nilai Gain Score tes kemapuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran GDL. μy: Rata-rata nilai Gain Score tes kemapuan berpikir kritis pada kelas kontrol dengan model pembelajaran STAD.



J. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji prasyarat dan uji hipotesis, yaitu: 1) Uji Prasayarat Analisis Data Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat analisis menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas: a) Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dihitung dengan mengguanakan rumus Kolmogorov – Smirnov pada taraf signifikansi α = 0,05. dengan aplikasi SPSS 20. Data yang digunakan yaitu nilai pretest kelas eksperimen dan kontrol, nilai posttest eksperimen dan control, serta rata-rata nilai Gain Score kelas eksperimen dan kontrol. Uji ini digunakan untuk mengetahui data yang dianalisis berdistribusi normal atau tidak. b) Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui data berasal dari populasi yang sama atau tidak. Data diuji menggunakan Uji homogenitas Fisher (F) pada taraf signifikansi α = 0.05.



2) Uji Hipotesis Apabila diperoleh data normal dan homogen dari uji normalitas dan homogentitas. Kemudian dilakukan uji hipotesis menggunakan uji t independen pada taraf siginfikansi 0,05 dengan SPSS 20. 3) Gain Score Gain score adalah selisih anatara nilai tes awal dan tes akhir siswa. Gain score menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa SMA setelah



diterapkan model GDL pada kelas eksperimen dan model STAD pada kelas kontrol.



DAFTAR PUSTAKA Adeyemi, S. B. (2012). Developing critical thingking skills in students: a mandate for higher education in nigeria. European Journal Of Educational Research, 3(2), 155-161. Ahmadi & Prasetya. (1997). Srategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Akinbobola, A.O., Afolabi, F. (2010). Analysis of science process skills in west african senior secondary school certificate physics practical examinations in nigeria. American-Eurasian Journal of Scientific Research 5(4): 234240. IDOSI Publications. Amri, S., & Ahmadi, I. K. (2010). Proses pembelajaran Inovatif dan Kreatif Dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya. Asmani, M. (2010). Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press. Bensley A., & Murtagh, M. P. (20120 Guidelines for scientific approach to critical thinking assessment. Teaching of Psychology, 39, 5-16. Boss, A. J. 2017. THINK: Critical Thinking And Logic Skills for Everyday Life. New York: McGraw Hill Education. Bowel, T., & Gary, K. (2005). Critical Thinking: A Concise Guide. New York: Roultedge. Budimansyah, D. (2003). Model Pembelajaran Berbasis Portofolio Untuk Biologi. Bandung: Genesindo. Curto, K., & T. Bayer. (2005). Writing and speak to learn biologu: an intersection of critical thinking and sommunication skills. Journal of Collage Biology Teaching, 31(4), 11-19. Eggen, Paul dan Don Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: Indeks. Facione, P. A. (2011). Think critically. Pearson Education Englewood Cliffs, New Jersey. Fisher, A. (2008). Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga. Fitria, K., Suastra, W., & Subratha, N. (2015). Analisis kualitatif kemampuan berpikir kritis siswa kelas x sma n 1 singaraja dalam pembelajran fisika. Jurnal Jurusan Pendidikan Fisika, 2(1).



Gredler & Margaret E. (2013). Learning and Instruction. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hamalik, Oemar. (2000). Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Y.P Pemindo. Hanafiah, N., & Cucu, S. (2010) Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama. Haris, F., Rinanto, Y., & Fatmawati, U. (2015) Pengaruh model guided discovery learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas x sma negeri karangpandan tahun pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Biologi, 7(2), 114-122. Herdian. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Izzaty, A. M. (2014). The effect of stidebts’ knowledge abaout environmental pollution (high knowledge vs low knowledge) to critical thinking. Biosfer, VII(2), 1-3. Jacobs, Ed E. (2012). Group Conseling: Strategies and Skills, Seventh Edition. USA: Brooks/Cole. Jerome S Brunner. (1960). The Proces of Education. Cambridge: Harvard University Press. Jhonson, E, B. (2007). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: MLC. Joyce, B & Weil, M. (2000) Model of Teaching. Amerika: A Pearson Education Company. Joyce, Bruce & Marsha, W. (1986). Model of Teaching. New Yersey: Prentice Hall. Jufri, A. (2013). Belajar dan Pembelajaran Sains. Bandung: Pustaka Reka Cipta. Justica A. A., Azrai E. P., & Suryanda A. (2015). Pengaruh penggunaan model pembelajaran analogi dalam pembelajaran ipa tehadap kemapuan berpikir kreatif siswa smp. Biosfer 8(1). Kallet, M. (2014). Think smarter: critical thinking to improve problem-solving and decision-making skills. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Karakoc, M. (2016). The significance of critical thinking ability in terms of education. International Journal of Humanities and Social Science, 6(7), 81 – 84.



Karim, & Normaya. (2015). Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model jucama di sekolah menengah pertama. Edu-Mat: Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), 92 – 104. Khan, G.N. (2011). Effect of Student’s Team Achievement Division (STAD) on academic achievement of students. Asian Social Science 7(12). Krismanto, Al (2003). Beberapa Teknik Model dan Strategi Dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Despdiknas PPG Matematika. Leceister, M., & taylor, D. (2010). Critical Thingking Across the Curiculum. New York: Open Press University. Markaban. (2008). Model Penemuan Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika SMK. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Matematika. Mayer, R. (2003). Should there be a three - strikes rule against pure discovery learning? the case for guided methods of instruction. Journal of Amarican Psychologist. 59(1), 14-19. Moore & Kenneth D. (2005). Effective Instructional Strategies: From Theory to in K-8 Classroom. California: SAGE Publications Inc. Mutoharoh, S. (2011). Pengaruh Model Guided Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada konsep laju reaksi. Skripsi, UIN Syarif Hidayattullah. Nosich, G. M. (2019). Learning to Think Things Through: A Guide to Critical Thinking Across The Curiculum (third ed). New Jersey: Pearson Education. Perkins, C., & Murphy, E. (2006). Identifying and measuring individual engagement incritical thingking in online discussions: An exploratory case study. Educational Technology & Society, 9(1), 298-307. Purnomo, Y, M. (2011), Keefektifan model penemuan terbimbing dan cooperative learning pada pembelajaran matematika. Jurnal Kependidikan, 21-33. Purwanto, C. E., Nugroho, S. E., & Wiyanto. (2012). Penerapan model pembelajaran guided discovery pada materi pemantulan cahaya untuk meningkatkan berpikir kritis. Unnes Physics Education Journal, 1(1), 26-32. Qomariah. (2014). Kesiapan guru dalam menghadapai implementasi kerikukum 2013. Jurnal Pendidikan Ekonomi IKIP Veteran Seamarang 2(1).



Quinn, E. C. (2012). Studies on Critical Thinking for Environmental Ethics. Loncoln: Nebraska. Riduwan. (2010). Pengantar Stitistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung Alfabeta. Scriven, M., & Paul, R. (2007). Defening Crtical Thingking Community. Foundation for Critical Thingking. Slavin, Robert. E. (2010). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik Jilid VII. Bandung: Nusa Media. . Sudarisman, S. (2015). Memahami hakikat dan krakteristik pembelajaran bilogi dalam upaya menjawab tanatangan abad 21 serta optimalisasi implementasi kurikulum 2013. Jurnal Florea 2(1) 29-35. Syaifudin, A., & Utami, S. P. T. (2011). Penalaran argumen siswa dalam wacana tulis argumentatif sebagai upaya membuadayakan berpikir kritis di sma. Lingua Jurnal Bahasa dan sastra, 7(1), 65-76. Tanjung & Aminah. (2015). Pengaruh model pembelajaran guided discovery learning menggunakan media peta pikiran terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok listrik dinamis di Kelas X Semester Genap SMA Cerdas Murni Tembung T.P 2014/2015. J. Ikatan Alumni Fisika Universitas Negeri Medan, 7(1): 1-4. Trainto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Ptogresif: Konsep Landasan dan Implementasinya pada Kurikukum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT. Kencana Prenada Group. Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media. Widura, H. S., Karyanto, P., & Aryanto J. (2015) Pengaruh Model Guided Discovery Learning Terhadap Kemapuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal Bio-Padegogi, 4 (2), 25-30. Yuni, D., Warsono, & Afifi, R. (2019). Pengaruh model guided discovery learning terhadap kemampuan berpikir kritis elementary clarification (memberikan penjelasan sederhana). Quagga: Jurnal Pendidikan dan Biologi, 11(2), 88-92. doi: 10.25134/quagga.v11i2.1919