Referat Pica Taufik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



SEPTEMBER 2017



PICA



Nama



: Muhammad Taufiq Usmani



No. Stambuk



: N 111 17 067



Pembimbing



: dr. Kartin Akune, Sp.A



DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2017



BAB I PENDAHULUAN Makan adalah salah satu kegiatan biologis yang kompleks pada bayi dan anak sehat, dan merupakan kegiatan rutin sehari-hari yakni mengkonsumsi makanan dengan memasukkan makanan ke dalam mulut dan menelannya untuk sebagai sumber semua jenis zat-zat gizi yang diperlukan. Biasanya melibatkan berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan keluarga, khususnya ibu. Jika dilihat dari segi gizi anak, makan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan individu terhadap berbagai macam zat gizi (nutrien) untuk berbagai keperluan metabolisme berkaitan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup, mempertahankan kesehatan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Di samping itu, makan merupakan pendidikan agar anak terbiasa kebiasaan makan yang baik dan benar.1 Pica merupakan gangguan makan yang didefinisikan sebagai mengonsumsi zat-zat yang tidak bergizi secara terus menerus selama kurang lebih satu bulan. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), ingesti zat tidak bergizi harus tidak sesuai untuk tingkat perkembangan anak. Pica mungkin saja jinak namun bisa juga mengancam nyawa.1 Dalam beberapa masyarakat, pica adalah suatu hal yang bersifat budaya dan tidak dianggap sebagai kelainan. Tetapi pica jauh lebih sering ditemukan pada anak kecil dibandingkan dengan dewasa. Individu yang terdiagnosis pica dilaporkan menelan berbagai macam zat non pangan termasuk tanah liat, kotoran, pasir, batu, kerikil, rambut, es, kuku, kertas, kapur, kayu, bahkan batu bara. Pada orang dewasa, bentuk pica tertentu, termasuk geofagia (makan tanah) dan amilofagia (makan kanji), telah dilaporkan terjadi pada wanita hamil. Walaupun pica diamati paling sering terjadi pada anak-anak, gangguan makan ini adalah suatu hal yang paling umum terjadi pada individu dengan retardasi mental.2 Pica diperkirakan terjadi pada usia 10 tahun dan 32% anak-anak antaranya usia 1 dan 6 tahun. Pada anak yang lebih dari 10 tahun, laporan pica menyatakan



angka kira-kira 10% dari populasi. Terjadi penurunan linier seiring dengan bertambahnya usia. Pica kadang-kadang meluas ke golongan remaja namun jarang ditemukan pada orang dewasa yang tidak cacat mental. Pada individu dengan keterbelakangan mental, pica paling sering terjadi pada mereka yang berusia 10-20 tahun.2 Bayi dan anak sering menelan cat, plester, tali, rambut, dan kain. Anak-anak lebih cenderung suka menelan kotoran hewan, pasir, serangga, daun, kerikil, dan puntung rokok. Sedangkan remaja dan orang dewasa paling sering menelan tanah liat atau tanah. Pada wanita hamil muda, pica terjadi selama kehamilan pertama pada masa remaja akhir atau dewasa awal. Meskipun pica biasanya berhenti pada akhir kehamilan, namun bisa saja terus berlanjut hingga bertahun-tahun. Pica biasanya terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan, namun sangat jarang pada pria remaja dan dewasa.3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 DEFINISI Pica adalah gangguan makan yang didefinisikan sebagai konsumsi zatzat yang tidak bergizi secara terus menerus selama kurang lebih satu bulan. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), ingesti zat tidak bergizi harus tidak sesuai untuk tingkat perkembangan anak. Pica mungkin saja jinak namun bisa juga mengancam nyawa.4 Gangguan Pica merupakan perilaku abnormal yang ditunjukkan dengan perilaku mengonsumsi makanan non-nutritif atau tidak bergizi seperti pasir, rumput, tanah liat, cat, pasir, penghapus pensil, dan lain-lain. Gangguan pica hanya didiagnosis ketika perilaku dinilai tetap yakni saat berlangsung selama 1 bulan dan tidak tepat dilakukan pada tingkat perkembangan individu (Kharistie, 2008). Beberapa subtipe pica yang dinamakan sesuai dengan substansi yang dimakan misalnya: Amylophagia (konsumsi pati); Coprophagy (konsumsi tinja); Geophagy (konsumsi tanah, tanah liat, atau kapur); Hyalophagia (konsumsi kaca); Konsumsi debu atau pasir; Lithophagia (subset dari geophagia, konsumsi kerikil atau batu); Mucophagia (konsumsi lendir); Odowa (batu lembut dimakan oleh ibu hamil di Kenya); Konsumsi cat; Pagophagia (konsumsi patologis es); Self-kanibalisme (kondisi langka di mana bagian tubuh dapat dikonsumsi); Trichophagia (konsumsi rambut, bulu atau wol); Urophagia (konsumsi urin); Xylophagia (konsumsi kayu atau kertas)



2.2 EPIDEMIOLOGI Insiden pica jarang pada anak yang berusia lebih tua dan remaja. Pica lebih lazim pada anak dan remaja dengan retardasi mental. Pica dilaporkan hingga 15% individu dengan retardasi mental berat. Pica dapat dijumpai pada kedua jenis kelamin dengan angka kejadian sama besar.3 Pica terjadi di seluruh dunia. Geofagia adalah bentuk paling umum dari pica pada orang yang hidup dalam kemiskinan serta orang yang hidup di daerah tropis dan bersuku-suku. Pica adalah hal yang lazim terjadi di bagian barat



Kenya, Afrika Selatan, dan India. Pica juga dilaporkan di Australia, Kanada, Israel, Iran, Uganda, Wales, Turki, dan Jamaika. Di beberapa Negara, bahkan tanah dijual untuk tujuan konsumsi. Di Indonesia sendiri belum ada data dan informasi yang jelas mengenai gangguan makan jenis ini.3



2.3 ETIOLOGI Insiden pica yang lebih tinggi dari perkiraan tampak terdapat pada kerabat orang dengan gejala ini. Defisiensi gizi didalilkan sebagai penyebab pica, pada keadaan tertentu, perasaan “nagih” zat-zat yang tidak dapat dimakan diakibatkan oleh insufisiensi diet. Contohnya, perasaan “nagih” debu dan es kadang-kadang disebabkan oleh defisiensi besi dan seng, yang dihilangkan dengan pemberiannya. Insiden pengabaian dan deprivasi orang tua juga dikaitkan dengan kasus pica. Teori yang menghubungkan deprivasi psikologis dan konsumsi zat yang tidak dapat dimakan diajukan sebagai mekanisme kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oral.4 Penyebabnya hingga kini masih belum diketahui dengan jelas. Tapi beberapa peneliti menduga kurangnya zat besi dan anemia memicu pola makan tersebut.4 Pica



disebabkan



oleh



gangguan



perilaku.



Kebiasaan



anak



mengonsumsi berbagai jenis benda yang tidak lazim, dan tidak memiliki kandungan gizi, seperti; tanah, kapur, cat, kertas, dll. Hal ini terjadi karena kebiasaan anak mencoba-coba dan tidak disertai penjelasan, atau dibiarkan karena tidak diketahui oleh orang tua (orang dewasa yang mengasuh anak).4 Selain itu terdapat kondisi-kondisi tertentu yang dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya pica, yaitu: 



Terdapat pada golongan anak di bawah umur 3 tahun, biasanya di atas 1 tahun, sebab bayi yang sedang belajar merangkak dan anak sapihan wajar bila suka memasukkan benda-benda yang dipegangnya ke dalam mulutnya.







Diet. Orang yang diet mungkin mencoba untuk meringankan kelaparan dengan makan zat non-pangan untuk mendapatkan perasaan kenyang,







Malnutrisi dan Penderita defisiensi gizi. Terutama di negara-negara



terbelakang, di mana orang-orang dengan pica paling sering makan tanah atau tanah liat. 



Faktor budaya. Dalam keluarga, agama, atau kelompok yang makan zat nonpangan, digunakan untuk praktek pembelajaran.







Kelalaian orang tua, kurangnya pengawasan, atau kekurangan makanan sering terlihat pada anak-anak yang hidup dalam kemiskinan.







Masalah perkembangan, seperti keterbelakangan mental, autisme, cacat perkembangan lainnya, atau kelainan otak.







Kondisi kesehatan mental, seperti gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan skizofrenia.







Kehamilan. Pica selama kehamilan lebih sering terjadi pada wanita yang selama masa kecil mereka atau sebelum kehamilan, memiliki riwayat pica baik dirinysa sendiri, maupun dalam keluarga.5



2.4 DIAGNOSIS BANDING.6 a. Retardasi Mental, Retardasi mental menurut Diagnostic and Statistical Manual IV-TR (DSM IV-TR, 2004) adalah gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual disertai oleh defisit atau hendaya fungsi adaptif sedikitnya dua area kemampuan: komunikasi, perawatan diri, pemenuhan kebutuhan hidup, kemampuan sosial/interpersonal, penggunaan sumber komunitas, kemandirian, kemampuan fungsi akademik, pekerjaan, waktu luang, kesehatan, keamanan dan harus terjadi sebelum usia 18 tahun. Di samping menggunakan kriteria IQ (kuosien inteligensi) bahwa perlu diperhatikan kriteria sosialnya, kemampuan menyesuaikan di lingkungan hidupnya. b. Pervasive Developmental Disorder Secara umum, anak-anak dengan PDD biasanya mengalami tiga gangguan yaitu gangguan komunikasi (misal: kesulitan berbicara), gangguan interaksi (misal: tidak mau bermain dengan anak seusianya atau orang lain), dan gangguan perilaku (misal: perilaku repetitive – stereotipik/perilaku “aneh” yang dilakukan berulangulang). Berdasarkan definisi DSM IV(American Psychiatric Association,



1994), PDD merupakan gangguan dalam interaksi social, gangguan dalam berkomunikasi, dan adanya keterpakuan tingkah laku, minat dan aktivitas. c. Skizofrenia,



Skizofrenia



adalah



gangguan



mental



kronis



yang



menyebabkan penderitanya mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku. Kondisi yang biasanya berlangsung lama ini sering diartikan sebagai gangguan mental mengingat sulitnya penderita membedakan antara kenyataan dengan pikiran sendiri.



2.5 PENEGAKAN DIAGNOSIS Presentasi klinis pica sangat bervariasi dan berhubungan dengan sifat spesifik dari kondisi medis yang dihasilkan dan zat tertelan. Pada keracunan atau paparan agen infeksi, gejala dilaporkan sangat bervariasi dan berhubungan dengan jenis toksin atau agen infeksi tertelan. Gejala pada saluran Gastrointestinal (GI) seperti sembelit, sakit perut kronis atau akut yang mungkin menyebar atau terfokus, mual dan muntah, distensi perut, dan kehilangan nafsu makan.1,4,5 Pasien mungkin menyembunyikan informasi mengenai perilaku pica dan menyangkal adanya pica ketika ditanya. Kerahasiaan ini sering mengganggu diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif. Kisaran luas komplikasi yang timbul dari berbagai bentuk pica dan keterlambatan diagnosis yang akurat dapat menyebabkan gejala ringan sampai mengancam nyawa. 1,4,5



Tabel 1-1 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Pica A. Makan zat tanpa gizi yang menetap untuk periode sedikitnya 1 bulan. B. Makan zat tanpa gizi tidak sesuai dengan tingkat perkembangan. C. Perilaku makan bukan bagian dari praktik yang disetujui budaya. D. Jika perilaku makan ini terjadi hanya selama perjalanan gangguan jiwa lain (misalnya retardasi mental, gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia), gangguan ini cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis tersendiri. Dari American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of



Mental Disorder. 4th ed. Text rev, Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000, dengan izin



Pemeriksaan fisik Temuan fisik yang terkait dengan pica sangat bervariasi dan berhubungan langsung dengan bahan yang tertelan dan konsekuensi medis selanjutnya. Temuan ini seperti berikut: a.



Tanda keracunan



b.



Tanda infeksi atau infestasi dari parasit



c.



Manifestasi pada Gastrointestinal (GI)



d.



Manifestasi pada gigi Toksisitas adalah keracunan yang paling umum yang terkait dengan



pica. Tanda fisiknya tidak spesifik dan tak terlihat, dan kebanyakan anak dengan keracunan timah tidak menunjukkan gejala. Manifestasi fisik dari keracunan dapat seperti gejala neurologis (misalnya, mudah tersinggung, lesu, ataksia,



inkoordinasi,



sakit



kepala,



kelumpuhan



saraf, papilledema ,



ensefalopati, kejang, koma, atau kematian) dan gejala pada saluran GI (misalnya, sembelit, sakit perut, kolik , muntah, anoreksia, atau diare). 1,4,5 Toxocariasis (termasuk larva migrans visceral dan ocular larva migrans) dan ascariasis merupakan infeksi parasit paling sering yang terkait dengan pica. Gejala Toxocariasis beragam dan tampaknya terkait dengan jumlah larva yang tertelan dan organ mana tempat larva bermigrasi. Temuan fisik yang terkait dengan migrans larva visceral adalah demam, hepatomegali, malaise, batuk, miokarditis , dan encephalitis. Ocular larva migrans dapat menyebabkan lesi retina dan kehilangan penglihatan. 1,4,5



Pemeriksaan Penunjang Tidak ada tes laboratorium tunggal yang mengkonfirmasi atau menyingkirkan diagnosis pica, tetapi beberapa tes laboratorium berguna karena pica sering disertai dengan indeks yang abnormal misalnya kadar serum besi dan seng. 1,4,5



2.6 TERAPI Langkah pertama di dalam terapi pica adalah untuk menentukan penyebabnya jika memungkinkan. Jika pica disebabkan oleh situasi pengabaian atau penganiayaan, tentu saja keadaan ini perlu diubah. Pajanan pada zat toksik, seperti timah, harus dihilangkan. Tidak ada terapi definitif untuk pica; sebagian besar terapi ditujukan pada edukasi dan modifikasi perilaku. Terapi menekankan pendekatan psikososial, lingkungan, perilaku, dan pedoman keluarga. Upaya harus dilakukan untuk mengurangi stresor psikososial yang signifikan. 1.



Terapi lama Menurut ADA Manual Clinical Dietetics tahun 2000, Pica didefinisikan



sebagai



kelainan



psikobehavioral



yang



melibatkan



keinginan-keinginan yang abnormal untuk memakan sesuatu yang sebenarnya bukan merupakan makanan yang lazim dikonsumsi seperti tanah, kapur, dan sebagainya. Pica menjadi sebuah perhatian karena substansi-substansi yang bukan merupakan makanan itu dikhawatirkan dapat menggantikan nutrisi-nutrisi dari makanan yang sesungguhnya dan hal ini bisa menjadi berbahaya. Menurut Andrews, 1998 sebenarnya tidak ada suatu panduan yang spesifik mengenai rencana terapi pada pica, tetapi pendekatan personal dan pemberian edukasi serta saran-saran yang baik mengenai nutrisi yang seimbang pada pasien pica menjadi suatu hal penting untuk upaya mengurangi keinginan-keinginan mengkonsumsi benda-benda yang aneh sehingga dapat tercipta keseimbangan nutrisi dalam tubuh. Rose, 2000 menyatakan bahwa penatalaksanaan pasien pica dengan cara yang sama belum tentu mendapatkan hasil yang sama.7



2.



Terapi Baru a.



Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (Farmakologis) Terapi baru yang kemungkinan dapat digunakan dan telah direkomendasikan karena hasil yang memuaskan saat diuji coba pada



pasien pica adalah terapi farmakologis dengan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRi) dan neuroleptic atipical lain. Terapi baru ini bekerja dengan memblok reuptake atau reabsorpsi serotonin oleh sel-sel saraf di otak. Beberapa jenis SSRi ini antara lain adalah fluvoxamin, zimelidin, paroxetin, fluoxetin, dan citalopram.8



b. Bupropion (Farmakologis) Bupropion merupakan golongan obat dari aminoketone norepinephrine and dopamine reuptake inhibitor yang terbukti dapat digunakan sebagai terapi pada gangguan pica yang persisten, kronik, dan mengalami ketergantungan nikotin yang parah.9 Intervensi perilaku pada pasien pica dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian, seperti menyusun ulang lingkungannya, konseling, dan terapi-terapi perilaku yang lain tidak berhasil, maka terapi farmakologis merupakan opsi selanjutnya seperti bupropion.9 Pada penelitian yang telah dikakukan, pemberian bupropion selama 12 bulan, pasien mengalami penurunan episode pica menjadi 6.25 kali setiap bulan.9



c.



Response Effort (Pendekatan perilaku) Response effort merupakan salah satu terapi pada pica dengan pendekatan metode perilaku. Pada terapi ini, yang dinilai adalah usaha pasien untuk berusaha memakan sesuatu yang menjadi objek pica dan yang bukan objek pica. Pada penelitian yang dilakukan oleh Piazza et al (2002), penelitian ini menggunakan tiga orang yang mengalami gangguan kejiwaan dan 10 ias 10 n ke klinik Neurobehavioral di Kennedy Krieger Institute. Pasien pertama memiliki riwayat memakan kunci mobil, batu, tongkat penunjuk, kotoran, sarung tangan, dan baterai. Pasien kedua memiliki riwayat memakan batu, tongkat penunjuk, plastic, dan kotoran. Pasien ketiga memiliki riwayat



memakan batu, tongkat penunjuk, kotoran, pakaian, sabun, dan feces.10 Penelitian dilakukan di ruang tertutup yang terbuat dari bahan yang aman jika dimakan, lalu disimpan benda objek yang biasa dimakan (seperti kunci mobil, kotoran, dll) dan benda lain yang menjadi pengalih perhatian, dari kedua benda tersebut akan diletakkan sedemikian caranya sehingga pasien akan menggunakan low effort atau high effort untuk menjangkau benda-benda tersebut. Penelitian dilakukan dengan mengamati response effort pada pica dan bendabenda pengalih perhatian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada usaha untuk mendapatkan benda-benda pengalih perhatian tinggi (high effort) sedangkan usaha untuk mendapatkan objek pica mudah (low effort) maka pasien akan menjangkau objek pica dan memakannya. Sehingga, jika kita menurunkan usaha untuk menjangkau benda yang dapat dimakan akan menurunkan frekuensi kejadian pica. Pada keadaan objek pica mudah dijangkau (low effort) misalnya benda-benda yang didapat bebas ketika sedang bermain; dan benda-benda pengalih perhatian disimpan susah untuk dijangkau (misalnya di saku seseorang di sekitar anak) maka akan menurunkan kejadian pica. Sehingga kesimpulannya, para orang tua atau yang merawat pasien pica harus menyimpan benda-benda yang berbahaya untuk dimakan di tempat-tempat yang aman, dan meletakkan bendabenda pengalih perhatian di tempat-tempat yang menarik untuk pasien sehingga dapat mengurangi frekuensi pica pada pasien.10



d.



Response Blocking Response Blocking merupakan usaha yang dilakukan oleh individu yang merawat atau menjaga pasien pica agar tidak mengambil benda (bukan makanan) untuk dimakan. McCord dan Grosser (2005) melakukan penelitian tentang response blocking pada pasien pica yang dilakukan selama 10 menit selama 3 sampai dengan



5 hari setiap minggu. Pada penelitian ini, pasien ditempatkan di ruangan tertutup yang di dalamnya terdapat kertas segi empat yang dilekatkan ke lantai dan di atas kertas tersebut disimpan benda-benda (bukan makanan) yang 12 ias dimakan oleh pasien pica. Lalu ada seorang terapis yang ada di ujung ruangan berjarak 3.1 m dari benda yang ada di atas lantai. Pada percobaan pertama, terapis tidak bereaksi apa-apa (tidak mencegah/mem-block) pasien saat akan mengambil benda di atas kertas. Percobaan kedua, terapis mencegah ketika benda sudah berjarak 0.3 m dari mulut pasien, pada percobaan ketiga, terapis mencegah pasien mengambil benda di atas kertas.11 Pada penelitian ini menunjukan bahwa jika pasien tidak dicegah maka pasien akan dengan leluasa memakan benda-benda bukan makanan tersebut, walaupun dicegah, tetapi jika dicegah saat makanan sudah diambil maka efeknya tidak efektif, pasien tetap tidak mau menjatuhkan makanan tersebut. Hasil dari pencegahan ini akan efektif jika perawat atau seseorang yang menjaga pasien mencegah pasien mengambil benda-benda berbahaya untuk dimakan. Sehingga, kesimpulannya adalah pencegahan tidak efektif jika dilakukan setelah pasien mengambil benda untuk dimakan, tetapi harus dilakukan usaha untuk mencegah pasien menjangkau benda-benda berbahaya untuk dimakan tersebut.11



2.6 PROGNOSIS Prognosis untuk pica beragam, meskipun pada anak dengan intelegensi normal, gangguan ini paling sering bersifat pulih spontan. Pada anak, pica biasanya pulih seiring dengan meningkatnya usia; pada perempuan hamil, pica biasanya terbatas pada masa kehamilan saja. Meskipun demikian, pada beberapa orang dewasa, terutama mereka yang mengalami retardasi mental, pica dapat berlanjut hingga bertahun-tahun. Data pemantauan lanjutan pada populasi ini terlalu terbatas untuk memberikan suatu kesimpulan. Keberhasilan dalam pengobatan bervariasi, sebagian besar kasus pica berlasung beberapa



bulan dan akan sembuh dengan sendirinya, tapi ada beberapa kasus yang berlanjut kemasa remaja dan dewasa terutama ketika terjadi bersamaan dengan gangguan perkembangan.



2.7 KOMPLIKASI Komplikasi pica dapat berupa11: a. Infeksi b. Obstruksi usus c. Menyebabkan keracunan d. Malnutrisi e. Diare f. Anemia g. Konstipasi h. Kecacingan Komplikasi termasuk usus buntu akut (Appendicitis) dan intususepsi. Kadang bezoars yang berukuran raksasa, seperti dalam kasus kami dan mungkin meniru massa intraabdominal klinis. Anemia dan hypoalbuminaemia dikaitkan dengan gastritis kronis biasanya pergi tanpa diketahui sampai kasus ini dibawa ke cahaya oleh timbulnya komplikasi berat seperti perdarahan, obstruksi atau perforasi. Perforasi dan peritonitis adalah sebagian besar bertanggung jawab untuk kematian



BAB III KESIMPULAN



Pica ialah nafsu makan penderita yang menunjukkan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan, misalnya tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca, kotoran hewan, cat kering, dinding tembok, dan sebagainya. Gejala bisa seperti sembelit, sakit perut kronis atau akut yang mungkin menyebar atau terfokus, mual dan muntah, distensi perut, dan kehilangan nafsu makan pada saluran Gastrointestinal (GI). Terapi yang dapat diberikan diantaranya dengan: - Farmakologis dengan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors dan Bupropion.



- Non farmakologis dengan respons effort dan respons blocking. Prognosis pica pada anak, pica biasanya pulih seiring dengan meningkatnya usia; pada perempuan hamil, pica biasanya terbatas pada masa kehamilan saja.



DAFTAR PUSTAKA



1. American Psychiatric Association. DSM-V: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Text Revision. American Psychiatric Press; 2012:103-105. 2. Hagopian, L. P; Rooker, G. W; Rolider, N. U. Identifying Empirically Supported Treatments for Pica in Individuals with Intellectual Disabilities. Res Dev Disabil. Nov-Dec 2011;32(6):2114-20. 3. Young, S. L. Pica in Pregnancy: New Ideas About an Old Condition. Annu Rev Nutr. Aug 21 2010;30:403-22. 4. Hassan, Rusepno., Alatas, Husein. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.



5. Hope



Interprises



Inc.



Pica.



Available



from



URL:



http://www.heionline.org/docs/training/pica.pdf 6. Cunningham, Eleese dan Wendy Marcason. 2001. Question of the month: How do I help patients with pica?. Jurnal of the Academy of Nutrition and Dietettics. 101(3): 318 7. Morrow, Alina. 2010. Condition & Disease: Eating & Weight Disorder. Online. Diunduh dari http://www.omnimedicalsearch.com/conditions-diseases/picadisorder-treatment-options.html. 8. Ginsberg, David L. 2006. Bupropion SR for Nicotine-Craving Pica in a Developmentally Disabled Adult: Primary Psychiatry. Vol 13(12):28-30 9. Piazza, Cathleen., Henry S. Roanne., Kris M. Keeney et al. Varying Response Effort in The Treatment of Pica Maintained by Automatic Reinforcment: Journal Of Applied Behavior Analysis. Vol (35): 233-46 10. McCord, Brandon dan Jason W. Grosser. 2005. An Analysis Of ResponseBlocking Parameters In The Prevention Of Pica: Journal Of Applied Behavior Analysis. Vol (38): 391-4 11. Johnson, C.D., Shynett, B., Dosch, R., Paulson, R. 2007. An Unusual Case Of Tooth Loss, Abrasion, and Erosion Associated with A Culturally Accepted Habit. Gen Dent. Vol. 55(5):445-8. 12. Yik & How, A ‘HAIRY’ PROBLEM: TRICHOTILLOMANIA, TRICHOPHAGIA AND



TRICHOBEZOARS,



Singapore



Med



J



2016;



57(7):



411



doi:10.11622/smedj.2016125,https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC 4958722/pdf/SMJ-57-411.pdf