Refleksi Kasus-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kelas : E2 Nama : 1. Rita Zahara 2. Hidayah Sari Martiningsih 3. Relifi Anggraeni I.



DESKRIPSI KASUS Pada suatu hari, di Rumah sakit terdapat pasien Ny.D usia 36 tahun G3P2A0 usia kehamilan 37 minggu dengan HBSAg. Didapatkan pada hasil pemeriksaan TD: 120/80 S: 37,50C hasil pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 7cm. Ketuban (+), penurunan kepala 3/5 efismen 70% kepala hodge II+. 15 menit kemudian ibu mengatakan ingin mengejan dan didapatkan hasil pemeriksaan lengkap. Pada saat itu tenaga medis yang m,enolong yaitu dokter,bidan dan perawat tetapi dalam rposes persalinan tenaga kesehatan tidak menggunakan APD lengkap. Dalam persalinan dilakukan tindakan episiotomi namun kepala masih jauh dengan mulut vagina sehingga terjadi semburan air ketuban. Karna tenaga kesehatan tidak menggunakan APN lengkap maka ketika dilakukan episiotomi terkena semburan air ketuban.



II.



EMOSI PRIBADI Ini merupakan pengalaman pertama kali saya melihat secara langsung persalinan dengan HBSAg (+). Saya sangat senang bisa melihat menolong persalinan. Tetapi saya juga takut dimana pasien tersebut terkena penyakit menular. Tetapi dengan adanya pasien ini saya merasa tertantang. Saat menolong persalian dengan APD yang di pakai tidak lengkap dan terkena semburan air ketuban di alas kaki , langsung saya syok dan saya takut jika apa yang tekena teman saya terjadi dengan saya. Untuk asuhan sayang ibu juga tidak di terapkan.



III.



EVALUASI Untuk kasus diatas bahwa sebenarnya jika sudah ada pasien menular harusnya memakai APD lengkap tetapi banyak kasus yang saya temukan di lapangan tidak menggunakan APD lengkap. Pada kasus di atas juga asuhan sayang ibu tidak di terapkan bahwa memang jika masih cukup jalan lahir tidak perlu di lakukan episiotoni.



IV.



ANALISIS KASUS Kasus yang saya temui tidak sesuai dalam teori yang saya dapat yaitu memakai APD yang tidak lengkap dan melakukan amniotomi ketika sedang ada kontraksi. Petugas kesehatan berisiko terinfeksi patogen yang ditularkan melalui paparan darah dan cairan tubuh. Ada sejumlah kecil kasus di mana HIV telah diperoleh melalui kontak dengan membrane kulit yang tidak utuh atau mukosa (misalnya cipratan darah yang terinfeksi di mata). Penelitian menunjukkan bahwa 1 dari 1000 berisiko terinfeksi HIV setelah paparan selaput lendir. Tiga infeksi yang paling sering ditularkan ke petugas kesehatan adalah virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV) dan human immunodeficiency virus (HIV) (Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2016). Penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan kerja (KK) dikalangan petugas kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Penerapan praktik kebidanan



dalam



memberikan



asuhan memiliki risiko terjadinya



penyakit dari pasien ke petugas dan juga infeksi



infeksi



yang terjadi antarpasien.



Pengendalian bahaya bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan alat pelindung diri. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung diri (APD) atau personal protective equipment didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya ditempat kerja. Alat pelindung diri merupakan komponen dari kewaspadaan standar dan juga merupakan metode pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Bidan mempunyai risiko yang sangat besar tertular penyakit infeksi seperti hepatitis dan HIV karena terkena percikan darah, air ketuban, percikan cairan tubuh/sekret pada saat melakukan pertolongan persalinan jika tidak menggunakan APD yang seharusnya dipakai (Sholihah Q, dkk, 2012). Alasan bidan tidak memakai alat pelindung kaki/sepatu tertutup dan alat pelindung mata/kacamata dan masker yaitu pasien akan tersinggung apabila bidan menggunakan masker pada saat persalinan berlangsung.



Hepatitis adalah peradangan hati serius yang bisa dengan mudah ditularkan ke orang lain. Penyakit ini diakibatkan oleh virus hepatitis. Ada beberapa jenis virus hepatitis, termasuk hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C. Jika tidak tertangani dengan baik, hepatitis saat hamil bisa menyebabkan penyakit parah, kerusakan hati, bahkan kematian. Ibu juga bisa menyebarkan virus ke bayinya. Hepatitis B dan C adalah jenis hepatitis yang paling umum terjadi selama kehamilan. Hepatitis B adalah bentuk hepatitis yang paling sering ditularkan dari ibu ke bayi di seluruh dunia, dengan peningkatan risiko yang lebih besar jika Anda tinggal di negara berkembang. Sekitar 90% wanita hamil dengan infeksi hepatitis B akut akan “mewarisi” virus tersebut ke bayi mereka. Sekitar 10-20% wanita dengan infeksi hepatitis B kronis akan menularkannya. Sekitar 4% ibu hamil yang terinfeksi virus hepatitis C akan menyebarkannya ke bayi mereka. Risiko penyebaran penyakit dari ibu ke anak juga terkait dengan seberapa banyak jumlah virus (viral load) dalam tubuh ibu dan apakah dia juga terinfeksi oleh HIV. Hepatitis B dan C menyebar melalui darah dan cairan tubuh yang terinfeksi — misal cairan vagina atau air mani. Itu berarti Anda bisa mendapatkannya dari hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang terinfeksi, atau ditusuk dengan jarum bekas pakai yang digunakan oleh seseorang yang terinfeksi — baik jarum suntik narkoba, jarum tato, maupun jarum suntik medis yang tidak steril.. Mereka tidak bisa terkena virus lagi. Tapi tidak seperti infeksi virus hepatitis B, kebanyakan orang dewasa yang terinfeksi virus hepatitis C (sekitar 75% sampai 85%) menjadi seorang carrier, alias “tuan rumah” dari virus. Kebanyakan carrier hepatitis mengembangkan penyakit hati jangka panjang. Segelintir lainnya akan mengembangkan sirosis hati dan masalah hati serius yang mengancam jiwa lainnya.



V.



KESIMPULAN Jadi, hal yang di lakukan di saat menolong persalinan itu adalah harus menggunaklan APD lengkap walupun pasien itu beresiko maupun tidak bresiko. Tetapi pada dasarnya di lapangan saat saya prkatik kebidanan didapatkan banyak sekali tenaga kesehatan tidak memakai APD lengkap hanya memakai sarung tangan dan apron. Banyak tenaga kesehatan yang menganggap sepele. Untuk masalah episiotomi pada teori yang saya baca dan juga buku bidan terbaru bahwa



kasus ini tidak lagi dilakukan karena bidan ingin menerapkan asuhan sayang ibu atau tidak ingin menyakiti ibu, jika memang dilakukan episiotomi adalah saat terdesak atau biasanya jalan lahir sempit, tetapi jika masioh memungkinka tidal dilakukan.



VI.



TINDAK LANJUT Untuk di lahan harusnya lebih detail lagi dengan apa yang sudah termasuk protap dalam teermasuk memakai APD , dalam teori pula di katakan bahwa memakai APD itu penting. Untuk teori asuhan sayang ibu yang termasuk adalah episiotomi memang ada , tatapi harus di lihat dulu harus episiotomi atau tidak , karena episiotomi dapat menyakitkan ibu juga walau kadamng di bius. Jadi jika melakukan pertolongan persalinan normal harus menggunakan APD lengkap.