Sap Terapi Bermain Puzzle [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SAP TERAPI BERMAIN PUZZLE DI BANGSAL DADAP SEREP RSUD PANDAN ARANG Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Profesi Ners Stase Anak



Indah Lestari 19160028



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA 2019/2020



HALAMAN PENGESAHAN TERAPI BERMAIN PUZZLE DI BANGSAL DADAP SEREP RSUD PANDAN ARANG Mengetahui, Boyolali, Januari 2020 Pembimbing Akademik



Clinical Instructur (CI)



Lala Budi Fitriana, S.Kep.,Ns.,M.Kep.



Ns. Teteng Palupi, S.Kep Mahasiswa



Indah Lestari 19160028



SATUAN ACARA TERAPI BERMAIN PUZZLE



I.



Topik



: Terapi Bermain



Sub Topik



: Menyusun Puzzle



Tempat



: Bangsal Anak Dadap serep RSUD Pandan Arang



LATAR BELAKANG Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai kondisi anak pulih dan stabil agar dapat dipulangankan kembali ke rumah. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak. Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis maupun emosi pada saat dilakukan perawatan. (Irianto, K. 2014). Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah.Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya terkait penyakit yang sedang dialami maupun penyesuaian diri terhadap lingkungan baru, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya, dan sesuatu yang dirasakannya menyakitkan. Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stres pula, dan stres orang tua akan membuat tingkat stres anak semakin meningkat (Nursalam. 2011). Reaksi-reaksi tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan;



pengalaman



sebelumnya



dengan penyakit,



perpisahan,



atau



hospitalisasi; keterampilan koping yang dimiliki; keparahan diagnosis; dan sistem pendukung yang ada (Hockenberry & Wilson, 2013). Cemas yang biasanya dirasakan pada anak disebut dengan depresi analitik, merupakan stres utama pada bayi usia pertengahan - prasekolah. Pada rentang usia tersebut kecemasan dimanifestasikan dalam tiga fase, yaitu fase protes, putus asa, dan pelepasan. Selama fase protes, anak-anak bereaksi secara agresif, menolak perhatian dari orang lain, dan tidak dapat ditenangkan. Selama fase putus asa, anak-anak cenderung tidak aktif, enggan untuk berinteraksi, tidak tertarik, dan menarik diri dari orang yang baru dikenalnya. Sedangkan fase pelepasan, anak akan tampak menyesuaikan diri terhadap lingkungan, akan tetapi hal ini merupakan hasil dari kepasrahan dan bukan merupakan tanda-tanda kesenangan. (Ball, J., Bindler, R., Cowen, K. 2012).



Berdasarkan hasil observasi, pada pasien yang dirawat di bangsal Dadap Serep RSUD Pandan Arang Boyolali. Pasien anak yang dirawat di rumah sakit masih sering mengalami stres hospitalisasi, khususnya takut terhadap prosedur pengobatan ataupun tindakan yang akan dilakukan, merasa asing dengan lingkungan baru, dan takut terhadap petugas-petugas kesehatan yang berada diruangan hal tersebut terlihat dari beberapa pasien anak menangis keras, gelisah dan memberontak. Fakta tersebut merupakan masalah penting yang harus mendapatkan perhatian perawat dalam pengelolah asuhan keperawatan (Nursalam, 2011) Perawat harus berperan aktif, dalam upaya memberikan pelayanan secara terapeutik kepada pasien yaitu dengan melakukan upaya atraumatic care dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, dengan penggunaan tindakaan-tindakan



yang



dapat mengurangi distress fisik maupun distress psikologis yang dialami oleh anak. Salah satunya menggunakan terapi bermain. Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun anak sedang mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada (Katinawati, 2011). Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural, dasar pendidikan anak usia dini (Suryanti, 2011). Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak agar berjalan secara optimal. Pada kondisi sakit atau dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain anak harus tetap dilaksanakan, namun disesuaikan dengan kondisi anak. Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal pada anak, mengembangkan kreatifitas, dan yang terutama adalah agar mampu beradaptasi lebih efektif terhadap stress yang sedang dialami. (Maharani, S. 2012). Terapi bermain juga mampu menstimulasi rasa empati, keterampilan menyesuaikan masalah dengan cara lebih positif, meningkatkan kognitif dan kreatifitas pada anak. Terapi bermain merupakan salah satu cara untuk memaksimalkan asuhan keperawatan menjadi perantara bagi perawat untuk membangun komunikasi,membina hubungan saling percaya terhadap pasien.



II.



TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM



Setelah mendapatkan terapi bermain puzzle selama 15 menit, anak diharapkan bisa merasa senang selama perawatan di rumah sakit dan tidak takut lagi terhadap perawat ataupun petugas kesehatan lain, meningkatkan rasa nyaman selama berada di rumah sakit, dan membina hubungan saling percaya. III. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah diajak bermain puzzle selama 15 menit anak diharapkan: 1. Terjalin hubungan saling percaya antara perawat dan pasien 2. Anak merasa senang dan rasa takut dengan tenaga kesehatan berkurang 3. Anak merasa nyaman selama dirawat 4. Gerakan motorik halus anak terarah 5. Berkembangnya perkembangan kognitif anak 6. Berkurangya kejenuhan anak selama di rumah sakit 7. Kreatifitas anak bisa berkembang IV.



PERENCANAAN 1. Jenis Program Bermain Menyusun puzzle 2. Karakteristik (Kriteria Inklusi) a. Anak usia 6-12 tahun b. Anak dalam keadaan umum kondisi stabil ( tidak mengalami peningkatan suhu tubuh) c. Anak mau untuk diajak bermain bersama d. Anak kooperatif e. Anak tidak bedrest (Kriteria Eksklusi) a. Suhu tubuh mengalami peningkatan (> 38 C) b. Anak bedrest c. Anak menolak untuk dilakukan terapi bermain 3. Metode Demonstrasi dan bermain bersama 4. Alat yang digunakan Puzzle 5. Setting Tempat (Sesuai dengan situasi saat terapi bermain)



Bermain dilakukan di ruang perawatan pasien/ di kasur pasien. Perawat berhadapan dengan anak sedangkan orang tua berada di sebelah anak untuk membantu/mendampingi anak dalam bermain, agar anak merasa nyaman. Ket:



: Pasien : Tempat Tidur Pasien



: Keluarga Pasien



: Perawat



V.



STRATEGI PELAKSANAAN 1. Persiapan a. Menyiapkan ruangan b. Menyiapkan alat terapi bermain (Puzzle) c. Menyiapkan anak dan keluarga



2.



Pengorganisasian a. Penanggung Jawab b. Terapis c. Dokumentasi



3. No 1



: Ns. Teteng Palupi, S.Kep. : Indah Lestari : Ni Putu Sarita



Terapis



Waktu 2 menit



Persiapan a.



Menyiapkan



Subjek terapi Memperkenalkan diri, Memperhatikan



ruangan. b.



Menyiapkan alat-alat.



c. 2



Menyiapkan



anak dan keluarga Proses :



10 menit



a.



Memb



Menjawab salam, Bermain bersama



uka proses terapi bermain



dengan antusias dan



dengan



mengucap



mengungkapkan



salam,



memperkenalkan



kan



perasaannya



diri. b.



Menjel askan



pada



anak



dan



keluarga tentang tujuan dan manfaat



bermain,



menjelaskan



cara



permainan. c.



Menga jak anak bermain menyusun puzzle



d.



Menge valuasi respon anak dan keluarga.



3



Penutup .



3 menit



Menyimpulkan, mengucapkan



menjawab salam



salam Jumlah



Memperhatikan dan



15 menit



Pelak sanaa n



VI.



Evaluasi 1. Evaluasi Struktur :



Dilakukan persiapan yang dilakukan selama 2 menit sebelum pelaksanaan terapi bermain pada An.A : a. Alat yang disipakan seperti puzzle b. Thermometer untuk melakukan pengkuran suhu sebelum dilaksanakannya terapi bermain. c. Menyiapkan tempat dilakukan terapi bermain di Ruang Anak Dadap Serep, RSUD Pandan Arang Boyolali, kelas III kasur no. 1 d. Melakukan kontrak waktu dengan anak dan keluarga 2. Evaluasi Proses Pada saat akan dilakukan terapi bermain dimenit pertama An.A takut,dan tidak mau bermain jika tidak didampingi oleh ibunya. Terapis memotivasi ibu untuk mendampongi anaknya pada saat dilakukan terapi bermain agar anak merasa nyaman dan tenang. Pada saat menyusun puzzle anak.A dapat melakukannya dengan baik dan bersemangat, anak.A mampu menyebutkan angka-angka dalam setiap puzzle dan mampu merangkai puzzle sesuai dengan letaknnya walaupun sebagian dirangkai dengan bimbingan atau istruksi dari ibu anak.A, anak.A juga mampu menyebutkan beberapa jenis nama buah yang terdapat pada puzzle. Anak.A aktif dalam mengikuti kegiatan terapi bermain, anak mau berinteraksi dengan Terapis. 3. Evaluasi hasil a. Terjalin hubungan saling percaya antara terapis dan anak b. Rasa takut anak dengan tenaga kesehatan berkurang c. Anak merasa nyaman d. Anak mampu merangkai puzzle dengan benar e. Rasa jenuh di rawat di RS berkurang f. Kreatifitas anak berkembang



Penilaian Terapi Bermain Puzzle Aspek Yang dinilai



Nilai An.



X 1. Kognitif 3 a. Anak mengingat susunan puzzle 2. Motorik Halus 3 a. Anak mampu mengambil puzzle 3. Sosial personal 3 a. Anak mengikuti kegiatan kegiatan terapi bermain dengan kooperatif Jumlah skor



9



Skoring: 1 : Kurang 2: cukup



3: Baik



Kesimpulan : Pada tanggal 12 Januari 2020 jam 10.30 WIB telah dilakukan terapi bermain puzzle pada An.A usia 6 tahun selama 15 menit. An.A mampu mengikuti kegiatan terapi bermain dengan baik, terapi bermain dilakukan bersama dengan ibu An.A karena An.A masih merasa takut oleh terapis akhirnya memotivasi ibu An.A agar menemani An.A supaya merasa nyaman dan aman pada saat berlangsungnya terapi bermain. anak.A terlibat aktif dalam merangkai puzzle yang diberikan oleh terapis, An.A mampu menyebutkan angka dan huruf dipuzzle yang disiapkan oleh terapis. Pada saat ditanyakan diakhir sesi An.A mengatakan merasa senang karena diajak bermain puzzle.



VII. LAMPIRAN MATERI TERAPI BERMAIN 1. Pengertian Terapi bermain Terapi bermain adalah unsur yang paling penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial. Terapi Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan ketrampilan,



memberikan



ekspresi



terhadap



pemikiran,



menjadi



kreatif,



mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Saputro, H. dan Fazri,2017). Terapi bermain adalah bagian perawatan pada anak yang merupakan salah satu intervensi yang efektif bagi anak untuk menurunkan atau mencegah kecemasan sebelum dan sesudah tindakan operatif. Dengan demikian dapat dipahami bahwa didalam perawatan pasien anak, tetapi bermain merupakan suatu kegiatan didalam melakukan asuhan keperawatan yang sangat penting untuk



mengurangi efek hospitalisasi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. (Maharani, S. 2012) 2. Tujuan Terapi Bermain Menurut Nursalam (2011), bermain sebagai terapi mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Untuk melanjutkan pertumbuha dan perkembangan yang normal, pada saat sakit anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan masih harus tetap dialnjutkan untuk menjaga kesinambungan. b. Mengekspresikan perasaan, keinginan dan fantasi serta ide-idenya. Permainan adalah mdia yang sangat efektif untuk mengekspresikan perasaan yang tidak menyenangkan selama di rumah sakit. c. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah. Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya. d. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat di rumah sakit. Bermain dapat mengalihkan rasa sakit sehingga dapat menurunkan rasa cemas, nyeri, takut dan marah. 3. Fungsi Bermain Menurut Andriana, D. (2011). Adapun fungsi bermain pada anak yaitu: a. Perkembangan sensoris-motorik Aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembanga fungsi otot. b. Perkembangan intelektual Anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan membedakan objek. Misalnya, anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka anak telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi, akan melatih kemampuan intelektualnya. c. Perkembangan sosial Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk



mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan dari hubungan tersebut. Saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami lawan bicara, dan belajar tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja d. Perkembangan kreativitas



Berkreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya ke dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. e. Perkembangan kesadaran diri Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain. Nilai-nilai moral: anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapat kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturanaturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. f. Bermain Sebagai Terapi



Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti: marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada di 22 lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi). 4. Macam- macam Bermain (Saputro, H. dan Fazri. 2017)



a. Bermain aktif Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi : 1) Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)



Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan dan kadang-kadang berusaha membongkar. 2) Bermain konstruksi (Construction Play) Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok menjadi rumahrumahan. 3) Bermain drama (Dramatic Play) Misal bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan teman-



b.



temannya. 4) Bermain fisik Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain. Bermain pasif Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan mendengar. Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya. Contoh : Melihat gambar di buku/majalah,mendengar cerita



atau



musik,menonton televisi dan lain-lain. 5. Alat Permainan Edukatif Menurut Andriana, D. (2011). Alat Permainan Edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan tingkat perkembangannya, serta berguna untuk : a. Pengembangan aspek fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak, trediri dari motorik kasar dan halus. Contoh alat bermain motorik kasar : sepeda, bola, mainan yang ditarik dan didorong, tali, dll. Motorik halus : gunting, pensil, bola, balok, lilin, dll. b. Pengembangan bahasa, dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang benar.Contoh alat permainan : buku bergambar, buku cerita, majalah, radio, tape, TV, dll. c. Pengembangan aspek kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk. Warna, dll. Contoh alat permainan : buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil warna, radio, dll. d. Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam hubungannya dengan interaksi ibu dan anak, keluarga dan masyarakat. Contoh alat permainan : alat permainan yang dapat dipakai bersama, misal kotak pasir, bola, tali, dan lainlain 6. Permainan Anak Usia 6 – 12 Tahun a. Menyusun puzzle Media puzzle merupakan alat permainan, edukatif yang dapat merangsang kemampuan kognitif anak, dan membuat anak senang ataupun



terhibur karena gambar-gambar puzzle-puzzle yang akan disusun menarik. Selain agar menghibur anak puzzle juga memiliki beberapa manfaat yang sangat baik bagi anak yaitu diantaranya : melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran, melatih koordinasi mata dan tangan, memperkuat daya ingat, dengan memilih gambar/bentuk, dapat melatih anak untuk berfikir matematis. Persiapan dalam menyusun terapi bermain puzzle sebagai berikut : siapkan gambar puzzle yang akan disusun anak, upayakan pemilihan gambar puzzle yang tidak asing bagi anak-anak. Pisahkan terlebih dahulu puzzlenya kemudian minta anak untuk menyusun kembali gambar tersebut. Ajak/buat kompetisi dalam permainan ini yaitu siapa yang duluan selesai menyusun puzzle, anak tersebut sebagai pemenangnya. Beri semangat juga bagi teman lain yang belum menyelesaikan puzzlenya. (Katinawati. 2011). Adapun beberapa jenis permainan lain yang dianjurkan utuk anak usia 612 tahun sebagai acuan dalam melakukan terapi bermain sekaligus untuk b. c. d. e.



meningkatkan perkembangan motorik serta kognitif pada anak. : Melipat kertas origami Mewarnai gambar Menggambar bebas Bercerita



DAFTAR PUSTAKA



Andriana, D. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba Medika. Barbara, Kozier. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses & Praktik. Alih bahasa. Karyunani. Editor (penyunting). Widiarti, D., Mardelina, A., Subekti, B., & Helena, L., Ed.7 Vol.1. Jakarta. EGC. Ball, J., Bindler, R., Cowen, K. (2012). Principles of Pediatric Nursing: Caring for Children, Ed.5. USA: Pearson. Irianto, K. (2014). Ilmu Kesehatan Anak (Pediatri). Bandung : Alfabeta. Katinawati. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Dalam Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia Pra Sekolah (3-5 tahun) Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/ejournal/index.php/ilmukeperawatan/article/vie w/92. Oktober 2013, pukul 18.00 WITA



Maharani, S. (2012). Mengenali & Memahami Berbagai Cara Peningkatan Perkembangan Motorik dan Kognitif Pada Anak. Jogjakarta. Katahati. Nelson, Behrman & Arvin. (2010). Nelson Textbook Of Pediatric, editor (penyunting).Wahad, S., Edisi ke-15 vol.2. Jakarta : EGC. Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Asuhan Keperawatan Terapeutik. Jakarta : Salemba Medika. Purwandari, H., Mulyono, W.A., & Sucipto, A. (2010). Terapi bermain untuk menurunkan kecemasan perpisahan pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi. Jurnal Keperawatan Profesional Indonesia, 52–59. Saputro, H. dan Fazri, I. (2017). Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit Proses, Manfaat dan Pelaksanaanya. Ponorogo : Forum Ilmiah Kesehatan. Sari, D.K.Y.,(2014). “Pengaruh Terapi Bermain Gelembung Super Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Yang Mengalami Hospitalisasi Di Ruang Anak



Rsud



Pandan



Arang



Boyolali”Naskah



Publikasi



Universitas



MuhammadiyahSurakarta.http://eprints.ums.ac.id/28788/17/NAS’KAH_PUBLIKA SI.pdf. Diakses pada 05 November 2018. Suryanti. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Dan Origami Terhadap Tingkat Kecemasan Sebagai Efek Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah di RSUD dr. R. Goetheng Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu