SE Kewaspadaan Terhadap Peningkatan Kasus Dan KLB PD3I PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Yth. 1. 2. 3. 4.



Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan se-Indonesia Kepala Balai Besar/Balai Teknis Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit se-Indonesia Direktur Utama/Kepala Rumah Sakit se-Indonesia



SURAT EDARAN NOMOR : IM.03.02/C/976/2023 KEWASPADAAN TERHADAP PENINGKATAN KASUS DAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) Pada tahun 2022, Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah menerima laporan dan informasi terkait peningkatan KLB Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) jika dibandingkan dengan tahun 2021, yaitu terdapat 1 KLB Polio cVPDV2, 64 KLB campak (naik 64 kali lipat), 10 KLB rubela (naik 2 kali lipat), dan 126 KLB difteri (naik 3 kali lipat). Penyakit-penyakit yang dilaporkan tersebut masuk ke dalam kategori PD3I dengan tingkat penularan yang tinggi serta dapat menimbulkan komplikasi bahkan kematian. KLB tersebut terutama disebabkan oleh rendahnya cakupan imunisasi rutin di berbagai daerah selama masa pandemi dan dan terdapatnya kantong-kantong imunisasi yang sudah muncul sejak sebelum masa pandemi COVID-19 tahun 2020-2021 akibat belum meratanya capaian imunisasi rutin. Berdasarkan data yang diterima Kementerian Kesehatan selama tahun 2021-2022 (data per 31 Januari 2023) diperoleh informasi cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) bayi usia 0-11 bulan meningkat 14,9 % (tahun 2021 = 84.5%, tahun 2022 = 99.4%), sedangkan cakupan imunisasi lanjutan BADUTA meningkat 38,6% (tahun 2021 = 58.9%, tahun 2022 = 97,5%). Walaupun terjadi peningkatan capaian cakupan imunisasi secara nasional, namun belum merata di setiap levelnya sehingga masih memungkinkan untuk munculnya KLB di beberapa wilayah. Selain belum merata, layanan imunisasi bagi anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi rutin, juga tidak optimal dilaksanakan. Upaya untuk menindaklanjuti hal ini telah dilakukan dengan pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN), namun capaiannya di beberapa daerah masih sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak anak yang belum lengkap imunisasinya. KLB PD3I membuat target pencapaian eliminasi campakrubela/CRS tahun 2023 dan eradikasi polio tahun 2026 terancam tidak dapat tercapai, serta penyakit PD3I lainnya berpotensi tidak terkendalikan dengan baik. Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan acuan respon kewaspadaan dini terhadap adanya peningkatan kasus dan KLB PD3I serta sebagai upaya dalam meningkatkan dukungan dan kerja sama pemerintah daerah dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan penanggulangan KLB PD3I yang terpadu dan komprehensif.



Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN



Mengingat ketentuan: 1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4723); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indoensia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3447); 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB); 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 503); 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1113); 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755); 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 559); 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1781); 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156); Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka dihimbau agar seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan langkah – langkah kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam mengantisipasi peningkatan kasus dan KLB PD3I, sebagai berikut: 1.



Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/ Kota a. Melakukan advokasi kepada pimpinan daerah setempat agar dapat dikeluarkan instruksi baik dari Gubernur maupun Bupati/Walikota untuk mempercepat upaya peningkatan cakupan imunisasi rutin dan melaksanakan langkah kesiapsiagaan, pencegahan dan penanggulangan KLB PD3I. b. Melakukan penguatan program imunisasi agar dicapai cakupan yang tinggi dan merata sesuai dengan target yang telah ditetapkan serta berkualitas melalui upaya-upaya sebagai berikut: 1) Memastikan ketersediaan vaksin dan logistik imunisasi berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN



2) Memastikan ketersediaan anggaran (melalui dana APBN dekonsentrasi/DAK Non Fisik, APBD atau sumber dana lainnya) untuk mendukung pelaksanaan program imunisasi meliputi pendistribusian vaksin dan logistik imunisasi, pemeliharaan sarana cold chain, peningkatan sumber daya manusia, transportasi petugas dalam rangka pelayanan imunisasi (rutin maupun tambahan), investigasi dan penanganan kasus KIPI, serta promosi kesehatan. 3) Melakukan pemantauan dan analisa data cakupan imunisasi di setiap tingkatan administrasi dengan metode Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) serta menyusun upaya tindak lanjut perbaikan. Melakukan kegiatan pelacakan atau defaulter tracking untuk mencegah terjadinya Drop Out (DO) dan memastikan semua sasaran imunisasi mendapatkan imunisasi secara lengkap sesuai jadwal. 4) Bila terdapat sasaran yang tidak diimunisasi atau belum lengkap status imunisasinya, maka lakukan imunisasi kejar terhadap anak usia 0 s.d 59 bulan untuk melengkapi status imunisasi sasaran tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:



BCG



TOTAL JUMLAH DOSIS YANG HARUS DIBERIKAN 1 dosis



OPV



4 dosis



IPV



1 dosis



DPT-HB-HiB



4 dosis (3 dosis imunisasi dasar dan 1 dosis imunisasi lanjutan)



JENIS IMUNISASI



Campak Rubela



2 dosis (1 dosis imunisasi dasar dan 1 dosis imunisasi lanjutan)



KETERANGAN Paling lambat usia 11 bulan (12 bulan – 59 bulan: - Interval minimal dosis pertama dan kedua adalah 4 minggu (1 bulan); - Interval minimal dosis kedua dan ketiga adalah 6 bulan; - Interval minimal dosis ketiga dan keempat adalah 12 bulan Interval minimal antara dosis pertama dan kedua adalah 6 bulan



PCV



2 dosis



Interval minimal antar dosis adalah 8 minggu



JE



1 dosis



Diberikan pada sasaran yang tinggal di daerah endemis, apabila anak usia >10 bulan belum mendapatkan 1



Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN



dosis maka diberikan segera ketika bayi/baduta datang ke tempat pelayanan



5) Bagi wilayah terjangkit KLB PD3I serta wilayah sekitarnya yang berisiko tinggi, agar segera dilaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI) dengan sasaran dan luas wilayah yang ditentukan berdasarkan kajian epidemiologi dan pelaksanaannya sesuai petunjuk teknis/pedoman yang berlaku. 6) Melakukan pencatatan seluruh hasil pelayanan imunisasi baik rutin maupun tambahan (imunisasi kejar dan ORI) ke dalam ASIK dan penggunaan vaksin dan logistik ke dalam SMILE. Apabila tidak dapat dilakukan secara langsung, maka pencatatan dilakukan pada format pencatatan standar, untuk kemudian dipindahkan ke dalam ASIK dan SMILE segera setelah situasi dan kondisi yang memungkinkan 7) Meningkatkan pelibatan lintas program dan lintas sektor terkait (program KIA, Promosi Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, PKK, Perangkat Pemerintah Daerah, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat) dalam peningkatan penerimaan masyarakat terhadap imunisasi serta pencapaian cakupan imunisasi yang tinggi dan merata. 8) Mengoptimalkan upaya promosi dan edukasi kepada masyarakat dengan memanfaatkan media KIE serta seluruh saluran komunikasi yang dimiliki, termasuk media sosial. c. Meningkatkan kinerja surveilans PD3I dengan mengacu pada pedoman maupun petunjuk teknis yang berlaku, agar dicapai kinerja surveilans PD3I sesuai dengan target yang telah ditetapkan serta berkualitas. melalui upaya-upaya sebagai berikut: 1) Melibatkan seluruh fasilitas layanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan klinikklinik/balai kesehatan swasta/mandiri untuk terlibat aktif dalam kegiatan surveilans yaitu dengan segera melaporkan kasus-kasus yang berpotensi KLB kepada Dinas Kesehatan setempat 2) Meningkatkan sensitivitas penemuan kasus PD3I melalui surveilans aktif dan review register di semua fasyankes, serta melibatkan fasyankes swasta, lintas program dan lintas sektor dalam penemuan kasus PD3I; 3) Melakukan advokasi, sosialisasi dan koordinasi jejaring surveilans untuk pencegahan dan penanggulangan KLB PD3I kepada pemerintah daerah, lintas program dan lintas sektor, termasuk organisasi profesi; 4) Meningkatkan ketepatan dan kelengkapan pelaporan melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR); 5) Membuat pemetaan risiko dan kajian data cakupan imunisasi dan surveilans PD3I, kemudian melaporkannya kepada pimpinan serta melakukan diseminasi hasil kajian kepada lintas program dan lintas sektor terkait; 6) Meningkatkan kapasitas Tim Gerak Cepat (TGC) di semua tingkatan dalam respon cepat maupun penyelidikan epidemiologi setiap peningkatan kasus dan KLB PD3I, serta melakukan kajian ilmiah hasil investigasi KLB; 7) Melaksanakan respon cepat dan penanggulangan peningkatan kasus dan KLB PD3I bekerja sama dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota di wilayah masing – masing; 8) Memastikan ketersediaan sumber daya manusia serta sumber daya operasional, termasuk logistik surveilans untuk penanggulangan peningkatan kasus dan KLB PD3I dengan berkoordinasi bersama lintas sektor dan lintas program lainnya: 9) Memastikan ketersediaan anggaran (melalui dana APBN dekonsentrasi/DAK, APBD atau sumber dana lainnya) untuk pelaksanaan surveilans PD3I seperti untuk kegiatan Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN



peningkatan kapasitas, pelaksanaan penyelidikan epidemiologi, pengiriman dan pemeriksaan spesimen serta untuk kegiatan lain yang mendukung upaya surveilans; 10) Meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai bahaya PD3I, pentingnya penemuan dan pelaporan kasus suspek PD3I serta pentingnya pengambilan spesimen pada setiap kasus suspek PD3I. Media KIE untuk edukasi tersebut dapat diakses melalui tautan https://bit.ly/SurvPD3I ; 11) Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). 12) Semua kasus PD3I yang ditemukan segera dilaporkan secara berjenjang kepada Ditjen P2P Kementerian Kesehatan c.q. Direktorat Pengelolaan Imunisasi dan Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) melalui email [email protected] ditembuskan ke [email protected] dan [email protected] 2.



Kantor Kesehatan Pelabuhan se-Indonesia a. Melakukan pengawasan khususnya bagi pelaku perjalanan domestik dan internasional pada saat kedatangan maupun keberangkatan yang berasal dari daerah/wilayah terjangkit kasus PD3I; b. Jika didapati pelaku perjalanan domestik diduga memiliki gejala yang mengarah pada PD3I maka dilakukan tatalaksana surveilans epidemiologi dan selanjutnya data yang bersangkutan diinformasikan kepada Dinkes Kab/Kota asal maupun tujuan; c. Untuk meminimalisasi terjadinya penyebaran kasus Polio cVPDV2, maka dilakukan penguatan pengawasan khususnya bagi pelaku perjalanan domestik yang berusia < 15 tahun yang berasal dari wilayah terjangkit; d. Menfasilitasi pengiriman spesimen kasus PD3I yang menggunakan transportasi udara yang berada di wilayah kerja masing-masing KKP; e. Informasi terkait gejala klinis dan tatalaksana kasus dapat diakses melalui tautan https://bit.ly/SurvPD3I



3.



Balai Besar/Balai Teknis Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (B/BTKL-PP) se- Indonesia a. Melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota untuk turut serta dalam penyelidikan epidemiologi kasus PD3I, penelusuran kontak dan pengambilan spesimen b. Melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota dalam pengambilan spesimen polio lingkungan pada titik-titik yang telah ditentukan, serta mengembangkan lokasi surveilans polio lingkungan sesuai kebutuhan; c. Mengirimkan spesimen polio lingkungan ke laboratorium rujukan nasional polio; d. Mengembangkan kemampuan pemeriksaan dan melakukan pemeriksaan kultur dan uji toksigenitas terhadap spesimen kasus-kasus suspek difteri di wilayah layanan; e. Mengembangkan kemampuan pemeriksaan spesimen campak-rubela, sebagai rujukan laboratorium regional, berkoordinasi dengan Tim Kerja Imunisasi WUS, Surveilans PD3I, dan KIPI, Direktorat Pengelolaan Imunisasi; f. Melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan atau hasil konfirmasi laboratorium PD3I (difteri/ campak-rubela/ polio-lingkungan) ke dalam sistem informasi Kemenkes (SKDR/EBS)



4.



Rumah Sakit se-Indonesia a. Mendukung pelaksanaan surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP) dan PD3I; b. Membentuk tim surveilans PD3I rumah sakit yang ditetapkan melalui SK Direktur RS; Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN



c. Setiap kasus PD3I yang datang berobat ke rumah sakit harus ditemukan, dicatat, dilakukan pengambilan spesimen dan segera dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai pedoman yang berlaku; d. Melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota/provinsi dalam melakukan Hospital Record Review (HRR), untuk menemukan kasus PD3I pada semua unit/divisi yang potensial (rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, intensive care unit, dan unit potensial lainnya); e. Melakukan sosialisasi secara berkala mengenai surveilans PD3I, untuk internal maupun eksternal rumah sakit, bekerja sama dengan dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota; f. Mendukung operasional pelaksanaan surveilans AFP dan PD3I di rumah sakit masing-masing. g. Mendukung pelaksanaan layanan imunisasi, baik imunisasi rutin maupun tambahan dengan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan maupun puskesmas setempat. Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.



Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 10 Maret 2023



Direktur Jenderal P2P,



Dr.dr. MAXI REIN RONDONUWU, DHSM.MARS Tembusan: 1. 2. 3. 4.



Menteri Kesehatan Republik Indonesia Gubernur/ Walikota/Bupati se-Indonesia Sekretaris Jenderal Kemenkes RI Komite Ahli Nasional Surveilans PD3I



Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN



Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)