Sibawaih Al Ashwat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

‫الحروف العربية عند سيبويه‬ Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Al-Ashwat Pada jurusan Pendidikan Bahasa Arab



Disusun oleh:



NABILLA ZZAHRA S.P.S



LULU LUTFIYAH



1788204019



1788204021



FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG 2018



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan beribu-ribu nikmat kepada kita semua sehingga kita dapat menjalankan segala aktivitas dengan sebaik-baiknya. Dan berkat rahmat dan karuniaNya pula, kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu Al-Ashwat ini dengan judul ‘‫سيبويه‬



‫’الحروف العربية عند‬



dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya sesuai



pemahaman dari berbagai referensi yang telah kami baca. Sholawat serta salam marilah kita haturkan kepada junjungan kita Nabi saw. yang telah menjadikan kita semua kaum yang berilmu dan berakhlak baik dalam perkataan maupun perbuatan, dan telah menyelamatkan kita semua dari zaman jahiliah ke zaman yang penuh rahmat dan kasih sayang dari Allah swt ini. Terimakasih kepada Allah swt. dan juga kepada seluruh pihak yang telah membantu kami, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tetapi, tidak lepas dari itu semua, kami sadar bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam segi penyusunan bahasa, kata, pembahasan, maupun aspek-aspek yang lainnya. Karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami perlukan untuk penulisan makalah kedepannya agar dapat kami lakukan dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat beguna dan bermanfaat bagi kami maupun bagi para pembaca, dan mohon maaf jika terdapat banyak sekali kesalahan dalam makalah ini.



Tangerang, 26 Desember 2018



Penyusun



PENDAHULUAN 1. Latar belakang masalah Dalam Mata Kuliah Al-Ashwat terdapat banyak sekali materi-materi yang menarik untuk dibahas dan di kaji lebih mendalam. Salah satunya yaitu materi pembahasan tentang ‫ الحروف العربية عند سيبويه‬ini. Karena terdapat banyak pengetahuan tentang pendapatpendapat tentang ilmu nahwu sharf dan juga al-ashwat yang belum kami selaku penulis ketahui. Oleh sebab itulah kami semakin penasaran dengan bagaimana pendapat para ulama-ulama nahwu terutama oleh seorang ulama yang sangat terkenal dikalangan para ulama nahwu bernama Abu Bisyr ‘Amr ibn ‘Utsman ibn Qanbar al-Haritsi atau yang lebih dikenal dengan nama Sibawaih tentang pembahasan kali ini.



2. Rumusan masalah Dalam pembahasan ini, yang menjadi masalahnya yaitu: a.



Bagaimana sejarah Sibawaih dalam menuntut ilmu?



b.



Apakah terdapat perbedaan pendapat dalam ilmu ini?



3. Tujuan penulisan Dalam pembahasan ini, yang menjadi tujuannya yaitu: a.



Untuk mengetahui bagaimana sejarah Sibawaih dalam menuntut ilmu.



b.



Untuk mengetahui perbedaan-perbedaan pendapat dalam ilmu ini.



BAB II ISI 1. Biografi Singkat Tentang Sibawaih Sibawaih merupakan nama panggilan kehormatan untuk tokoh besar ulama nahwu mazhab Bashrah. Kata “sibawaih” (‫ )سيبويه‬berasal dari bahasa Persia (Iran) yang terdiri dari dua



‫ ِسيْب‬yang berarti apel dan ‫ َويْه‬yang berarti aroma. Jadi, Sibawaih berarti aroma apel. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa sibawaih berasal dari kata ‫ سي‬yang berarti kata, yaitu:



tiga puluh, dan



‫ بَ َويه‬yang berarti bau wangi, maka berarti tiga puluh bau wangi. Gelar ini



memang terkait dengan keharuman namanya sebagai tokoh yang berhasil menyusun karya nahwu secara sistematis dan karyanya tersebut cukup menentukan perkembangan nahwu pada masamasa berikutnya. Nama lengkap dari Sibawaih adalah Abu Bisyr ‘Amr ibn ‘Utsman ibn Qanbar al-Haritsi, yang merupakan salah seorang budak Bani al-Harits ibn Ka‘b. Ia lahir di desa al-Baidha’, dekat Syiraz, di wilayah Persia pada 148 H. dan meninggal di Syiraz (ada juga yang berpendapat di Sawah, Bashrah, al-Baidha’, atau al-Ahwaz) pada 180 H., dalam usia yang relatif masih muda, yaitu 32 tahun. Ia meninggal disebabkan oleh penyakit diare yang menyerangnya secara tiba-tiba. Diduga sebelum meninggal, ia mengalami dehidrasi (kekurangan cairan dalam tubuh) yang menjadikan kondisi badannya menjadi lemas lalu meninggal dunia.



2. Sejarah Sibawaih dalam Menuntut Ilmu Pelajaran pertamanya mengenai pengetahuan agama diperolehnya di Syiraz, Bashrah saat masih remaja. Di kota ini, ia kemudian bergabung dalam berbagai forum para ahli fiqh dan Hadits. Ia juga rutin mengikuti majelis ilmu yang diasuh oleh Hammad ibn Salamah ibn Dinar, ulama hadits terkenal pada saat itu. Diriwayatkan bahwa Sibawaih beberapa kali melakukan kesalahan (lahn) dalam mengucapkan hadits Nabi, sehingga termotivasi untuk mendalami bahasa Arab dan gramatikanya. Karena kesalahan itulah yang akhirnya membuat ia kemudian bergabung dalam halaqah (forum) para linguis dan ahli nahwu, seperti: ‘Isa ibn ‘Umar ats-Tsaqafi, Abu alKhaththab al-Akhfasy (al-Akhfasy senior), Yunus ibn Habib al-Dhabbi, Ab Zaid al-Anshari,



penulis al-Nawâdir fi al-Lughah, Harun ibn Musa al-Nahwi, ahli Qira’at, dan berguru secara khusus kepada al-Khalil ibn Ahmad. Dari gurunya yang terakhir ini, ia memperoleh hampir semua pelajaran nahwu dan harf, baik melalui permintaannya untuk didikte (istimla’) maupun melalui pencatatan sendiri. Dengan kedua metode ini, dan diperkuat dengan metode tanya-jawab dan juga istifsar (meminta penjelasan lebih rinci secara langsung kepada gurunya), Sibawaih memantapkan pengetahuan dan pemahamannya mengenai linguistik Arab dan nahwu. Selain itu, ia juga rajin menghafal dalil dan bukti (syahid) yang diriwayatkan dari orang Arab melalui gurunya. Seperti halnya sang guru, ia juga sering mengadakan “survei langsung” ke pedalaman Baduwi di tanah Hijaz dan Arab pada umumnya, dan membuat catatan lapangan untuk memperoleh pengetahuan bahasa Arab yang masih orisinal dan belum terkontaminasi kesalahan dalam berbahasa Arab. Hammad bin Salamah Al-Bashri termasuk guru Sibawaih yang paling terkenal. Namun setelah ia memutuskan untuk beralih mempelajari ilmu bahasa Arab, maka ia pun berguru pada Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi. Ia berguru kepadanya dengan penuh dengan rasa suka, tekad bulat dan keinginan yang kuat. Ia juga mengikuti gurunya seperti bayangan yang mengikuti sebuah benda. Dan pengaruh gurunya itu terlihat jelas di lembaran-lembaran kitab karyanya. Setelah cukup lama ia menimba ilmu dengan Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahindi, Sibawaih tidak puas hanya berguru ilmu Nahwu dan bahasa Arab kepadanya, kemudian ia memutuskan untuk ikut berguru kepada Yunus bin Habib, Isa bin Umar dan lain-lainnya. Maka terbukalah wawasan dan keilmuan Sibawaih, dan dengannya ia memperoleh martabat kelimuan yang spesial. Kemudian setelah sekian lama berada di Syiraz, Sibawaih akhirnya memutuskan untuk marantau ke Baghdad (pusat Dinasti Abbasiyah) yang merupakan pusat peradaban dan keilmuan. Dan disana ia bertemu dengan Al-Kisa’i (guru besar orang-orang Kuffah). Dan terjadilah beberapa diskusi dan perdebatan dalam masalah Nahwu, dan yang paling terkenal adalah almas-alah az-zanbuuriyyah (diskusi tentang tawon). Dan yang menjadi pemenang adalah Kisa’i, karena ia memberikan hadiah kepada orang-orang Arab Badui jika ia membantu kemenangan Al-Kisa’i. Setalah perdebatan itu Sibawaih tidak menetap lagi di Baghdad, dan ia kembali ke negeri asalnya Persia dan tidak kembali lagi ke Bashrah.



Sebenarnya Al-Kisa’i dan Sibawaih sama-sama pernah berguru kepada al-Khalil, namun keduanya dalam beberapa hal berbeda pendapat, terutama mengenai metode ilmiah yang digunakan dalam beristidlal atau melakukan penalaran dan penyimpulan kaidah. Suatu hari, dalam sebuah forum perdebatan di Baghdad, keduanya terlibat dalam perdebatan yang sengit mengenai beberapa ungkapan. Al-Kisa’i berkata kepada Sibawaih: “ ‫ ” تسألنى أو أسألك؟‬Sibawaih menjawab: “‫س ْل أنتَ ؟‬ َ ” . Al-Kisa’i kemudian bertanya lagi:



ّ ُ‫ ”قد كنت‬Sibawaih menjawab: “‫ أو فإذا هو إياها؟‬،‫أظن أن العقرب أشد لسعة من الزنبور فإذا هو هي‬ ‫ فإذا هو هي‬. “tidak boleh dinashabkan”. Al-Kisa’i langsung berkata: “Engkau salah”. Al-Kisa’i kemudian bertanya lagi: “‫القائم؟‬ ‫ أو‬،‫ ”خرجتُ فإذا عبد هللا القائ ُم‬Sibawaih menjawab: “‫ ”القائم‬dengan َ rafa‘; sementara Al-Kisa’i berpendapat boleh dibaca rafa‘ dan nashb. Yahya ibn Khalid, yang turut hadir dalam forum itu kemudian mengintrupsi: “Kalian berdua memang berbeda pendapat. Kalian berdua adalah tokoh dari kota masing-masing, Bashrah dan Kuffah”. Al-Kitab merupakan karya monumental Sibawaih. Bahkan menurut Ahmad Mukhtar Umar (salah seorang murid Tammam Hassan), Al-Kitab itu disebut sebagai Qur’ân annahwi. Walaupun lebih merupakan hasil “pengajaran dan periwayatan” dari gurunya (Al-Khalil ibn Ahmad), ketimbang karya orisinalnya, namun karya ini memperlihatkan beberapa aspek penyempurnaan dan pengayaan (baik dari segi substansi maupun argumentasi-argumentasinya). Menurut Mazin al-Mubarak, karyanya itu tidak hanya mengandung ekstensifikasi argumentasi (dalil) dan analogi (qiyas), melainkan juga mengandung pembelajaran mengenai penalaran kebahasaan yang logis. Bukunya itu tidak hanya mengajarkan gramatika Arab, tetapi juga membahas gaya bahasa dan realitas ekspresinya yang baik dan benar. Penggunaan kata “alKitab” merupakan penghargaan tersendiri. Para ulama nahwu menganggap bahwa tanpa Sibawaih ilmu al-Khalîl akan hilang ditelan masa, dan tanpa al-Kitab perkembangan studi nahwu bisa jadi tidak akan menjadi pesat seperti saat ini.



3. Perbedaan Pendapat dalam Ilmu Bahasa arab a.



Dalam Ilmu Al-Ashwat Walaupun Sibawaih berguru dan banyak mendapatkan ilmu dari Al-Khalil, tetapi



Sibawaih tidak sepenuhnya sependapat dengan gurunya, al-Khalil. Salah satunya mengenai urutan bunyi bahasa Arab misalnya, ia berbeda dengan urutan yang dibuat oleh al-Khalil. Jika Sibawaih memulai urutan makharij dari bagian bawah tenggorokan (adna al-Halq) dan berakhir pada kedua bibir (al-syafatain), maka al-Khalil membuat urutan sebagaimana yang dipakai dalam sistematika Mu‘jam al-‘Ain sebagai berikut: /‫ع‬/ ،/‫د‬/ ،/‫ط‬/ ،/‫ز‬/ ،/‫س‬/ ،/‫ص‬/ ،/‫ض‬/ ،/‫ش‬/ ،/‫ج‬/ ،/‫ك‬/ ،/‫ق‬/ ،/‫غ‬/ ،/‫خ‬/ ،/‫هـ‬/ ،/‫ح‬/ ،/ ،/‫ل‬/ ،/‫ر‬/ ،/‫ذ‬/ ،/‫ث‬/ ،/‫ظ‬/ ،/‫ت‬ ‫ي‬/ ،/)‫ا (ألف‬/ ،/‫و‬/ ،/‫م‬/ ،/‫ب‬/ ،/‫ف‬/ ،/‫ن‬// ،/‫)ء (همزة‬/ Adapun urutan makharij huruf yang dibuat Sibawaih, yang berjumlah 29 huruf, adalah sebagai berikut: /‫ء‬/ ،/‫ن‬/ ،/‫ر‬/ ،/‫ل‬/ ،/‫ي‬/ ،/‫ش‬/ ،/‫ج‬/ ،/‫ض‬/ ،/‫ق‬/ ،/‫ك‬/ ،/‫غ‬/ ،/‫ح‬/ ،/‫ع‬/ ،/‫هـ‬/ ،/‫ا‬/ ،/ ،/‫ظ‬/ ،/‫س‬/ ،/‫ز‬/ ،/‫ص‬/ ،/‫ت‬/ ،/‫د‬/ ،/‫ط‬ ‫و‬/ ،/‫م‬/ ،/‫ب‬/ ،/‫ف‬/ ،/‫ث‬/ ،/‫ذ‬//. b.



Dalam Ilmu Sharf Jika dalam ilmu Al-Ashwat Sibawaih berbeda pendapat dengan gurunya sendiri, yakni



Al-Khalil, dalam ilmu Sharf justru Sibawaih berbeda pendapat dengan para ulama kuffah (AlKasa’i). Perbedaan pendapatnya terletak pada cara mencari tahu bentuk asal/asli pada sebuah kata. Para ulama kuffah berpendapat bahwa bentuk asal sebuah kata yaitu terdapat pada bentuk fi’il madhi, sedangkan Sibawaih berpendapat bahwa bentuk asal sebuah kata terdapat pada bentuk masdar. Ia berpendapat demikian karena menurutnya bentuk masdar tidak terikat dengan waktu samasekali, sedangkan pada fi’il madhi sangat terikat dengan waktu.



BAB III KESIMPULAN



Kontribusi Sibawaih dalam bidang bahasa Arab sangat berpengaruh untuk perkembangan ilmu dalam bidang bahasa Arab dari masa ke masa. Walaupun tidak berasal dari negeri Arab asli, namun berkat kemampuannya dalam menyempurnakan pemikiran gurunya (al-Khalil) melalui karya monumentalnya yaitu Al-Kitab sebagai buku nahwu berbentuk prosa pertama di dunia Islam, Buku ini kemudian menjadi referensi utama bagi para pengkaji nahwu pada masa-masa berikutnya, bahkan hingga sekarang.