Sistem Distribusi Dan Penyajian Makanan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

F. Sistem Distribusi dan Penyajian Makanan Distribusi makanan adalah serangkaian proses kegiatan penyampaian makanan sesuai dengan jenis makanan dan jumlah porsi konsumen/pasien yang dilayani. Kegiatan distribusi makanan ini bertujuan agar konsumen/pasien mendapat makanan sesuai diet dan ketentuan yang berlaku. Sistem distribusi makanan di rumah sakit pada umumnya ada 3 macam, yaitu sistem yang dipusatkan (sentralisasi), sistem yang tidak dipusatkan (desentralisasi), dan sistem kombinasi yaitu gabungan antara sentralisasi dan desentralisasi (Kemenkes RI, 2013). Tujuan dari distribusi makanan yaitu pasien mendapatkan makanan sesuai diet dan ketentuan yang berlaku. Prasyarat distribusi makanan antara lain 1) tersedianya peraturan pemberian makanan rumah sakit, 2) tersedianya standar porsi yang ditetapkan rumah sakit, 3) adanya peraturan pengambilan makanan, 4) adanya daftar permintaan makanan pasien, 5) tersedianya peralatan untuk distribusi makanan dan peralatan makan, dan 6) adanya jadwal pendistribusian makanan yang ditetapkan (Kemenkes, 2015). Sebelum makanan didistribusikan, makanan hasil pengolahan dilakukan proses plating atau penyajian. Penyajian makanan merupakan suatu cara untuk menyuguhkan makanan kepada orang/para tamu untuk di santap secara keseluruhan yang berisikan komposisi yang di atur dan telah disesuaikan dengan permainan warna yang di susun secara menarik agar dapat menambah nafsu makan. Penyajian makanan yang tidak baik dan etis bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap bakteri. Adapun persyaratan penyajian makanan menurut PERMENKES no. 1204 tahun 2004 adalah : 1. Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dan peralatan yang dipakai harus bersih. 2. Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan tertutup. 3. Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 60’C dan 4’C untuk makanan dingin. 4. Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih. 5. Makanan harus segera disajikan. 6. Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.



Setelah makanan diolah oleh petugas pengolah makanan, dilakukan pemorsian dan penataan pada alat makan. Kegiatan pemorsian merupakan kegiatan memasukkan makanan ke alat makan konsumen sesuai dengan yang dibutuhkan yakni berdasarkan diet, jenis makanan, dan kelas perawatan pasien. Berdasarkan hasil pengamatan selama melakukan kegiatan PKL, proses pemorsian makanan yang dilakukan di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata oleh petugas pemorsian makanan dilakukan menggunakan alat penjepit dan sendok, serta petugas pemorsian terlebih dahulu memakai sarung tangan plastik dan masker untuk menghindari kontak langsung dengan tubuh penjamah makanan dan kontaminasi silang pada makanan. Hal ini sesuai



dengan prinsip handling artinya setiap



penanganan makanan maupun alat makanan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama dengan bibir tujuannya untuk mencegah pencemaran dari tubuh dan memberikan penampilan yang baik dan sopan, serta meningkatkan higenisasi dan sanitasi makanan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2012).



Pada proses



pemorsian yang dilakukan di Instalasi Gizi RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata, ketersediaan makanan untuk pasien terdapat kekurangan. Hal ini dapat dikarenakan terjadinya penambahan jumlah pasien yang tidak terduga, terdapat makanan yang rusak secara estetika ataupun potongan makanan yang tidak merata. Selain itu, karena menggunakan ukuran tangan, sehingga dapat terjadi perbedaan besar porsi antar pramusaji. Oleh karena itu perlu digunakannya peralatan pemorsian yang terukur sehingga sesuai dengan porsi yang ditentukan dan tidak ada kekurangan jumlah makanan. Dilihat dari APD (Alat Perlindungan Diri) tidak semua petugas pemorsian di Instalasi Gizi RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata memakai secara lengkap sesuai dengan SOP (Standart operational Procedur) yang terdiri dari celemek, topi, masker, sandal khusus didapur, dan sarung tangan. Namun beberapa petugas pemorsian sudah memakai secara lengkap ketika melakukan pemorsian di ruang distribusi. Penggunaan APD secara lengkap dan benar penting untuk diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh kuman atau kotoran yang disebabkan tenaga penjamah makanan. Petugas pemorsian di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata menyesuaikan porsi makanan dengan jenis diet pasien menggunakan label pemesanan yang ada pada plato. Pelabelan dilakukan untuk mengurangi kesalahan pada saat pemorsian dan distribusi kepada pasien. Penulisan label atau plakat



tersebut dilakukan dengan



berpedoman pada rekapitulasi daftar pesanan makanan atau blangko permintaan



makanan yang sudah direkap oleh petugas. Blangko adalah kertas yang diberikan oleh penanggung jawab ruangan (perawat) di rumah sakit dan berisi nama ruangan, nama pasien, kamar pasien, jenis makanan (makanan biasa, makanan lunak, makanan cair, dll) dan jenis diet pasien. Blangko permntaan makanan pasien tersebut diberikan kepada bagian Sub. Instalasi Gizi Pengadaan Makanan untuk di rekap. Namun pemorsian dilakukan ketika pramusaji asper datang untuk mengambil makanan, hal ini dapat memecah konsentrasi pada saat pemorsian. Setelah kegiatan pemorsian selesai, pramusaji asper melakukan pengecekan kembali agar tidak terjadi kesalahan pemberian makan pada pasien. Selanjutnya, semua makanan yang sudah ditata dan diporsikan tersebut disusun rapi di dalam troli tertutup untuk didistribusikan kepada pasien. Setelah bahan makanan mengalami proses pemasakan dan pemorsian, selanjutnya bahan makanan tersebut disalurkan untuk disampaikan kepada konsumen. Sistem penyaluran atau distribusi yang diterapkan di RSUD dr. Soeselo ialah sistem sentralisasi yaitu makanan yang telah disajikan dan diporsikan di ruang produksi akan didistribusikan langsung ke ruangan pasien (Kemenkes RI, 2013). Dalam penetapan sistem distribusi dan pelayanan, harus diperhitungkan keuntungan dan kelemahan sistema, efisiensi pekerjaan, kelancaran arus kerja, serta keharmonisan dalam pelayanan bagi klien. Keuntungan yang didapat dengan sistem distribusi sentralisasi yaitu : 1. Tenaga lebih hemat, sehingga lebih menghemat biaya. 2. Pengawasan dapat dilakukan dengan mudah dan teliti. 3. Makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan sedikit kemungkinan kesalahan pemberian makanan. 4. Ruangan pasien terhindar dari bau masakan dan kebisingan pada waktu pembagian makanan. 5. Pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat (Kemenkes RI, 2013) Kelemahan dengan sistem distribusi sentralisasi yaitu : 1. Memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan makanan yang lebih banyak (tempat harus luas, kereta pemanas mempunyai rak). 2. Adanya tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan serta pemeliharaan. 3. Makanan sampai ke pasien sudah agak dingin. 4. Makanan mungkin sudah tercampur serta kurang menarik, akibat perjalanan dari ruang produksi ke ruang perawatan (Kemenkes RI, 2013)



Dalam pendistribusian makanan pasien, petugas pramusaji RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata menggunakan troli tertutup untuk membawa makanan, minuman maupun snack. Pihak rumah sakit menggunakan 13 buah troli tertutup untuk mendistribusikan makanan. Distribusi makanan dilakukan oleh 13 orang pramusaji. Setiap shift. Proses ini dilakukan setegah jam sebelum waktu makan pasien sehingga kualitas makanan tetap terjaga. Proses penyajian dan distribusi makanan yang berkaitan dengan ketepatan waktu dan kondisi makanan harus selalu dijaga, dalam hal ini penyajian makanan harus dilakukan tepat pada waktunya yaitu tidak boleh terlalu lambat atau terlalu awal sehingga menyebabkan suhu makanan berubah dan mempengaruhi selera makan pasien. Ketepatan waktu pemberian makanan pada pasien ≥ 90% Depkes (2008). Tabel 3.3 Jadwal Distribusi Makanan Pasien dan Pengambilan Alat Makan Pasien No.



Kegiatan



1.



Makan Pagi Pengambilan Makan Kotor Snack Pagi Makan Siang Pengambilan Makan Kotor Snack Sore Makan Sore Pengambilan Makan Kotor



2



3



Waktu 06.00 – 07.00 Alat 08.00 – 09.00



Waktu Tunggu Pengambilan Alat Makan ± 2 Jam



09.00 – 10.00 11.30 – 13.00 Alat 13.30 – 14.00



± 1 - 2 Jam



14.00 – 15.00 17.00 -18.00 Alat 19.00 – 19.30



± 1 - 2 Jam



Peralatan makan yang digunakan pihak rumah sakit adalah plato dan sendok stainless steel untuk pasien kelas I, II dan III, mangkuk atau piring dan sendok stainless steel untuk pasien kelas VIP. Pada penyajian dengan mangkuk atau piring dilakukan penutupan dengan plastik bening (wrapping). Frekuensi pemberian makanan atau pendistribusian makanan bagi pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata adalah tiga kali makanan utama dan dua kali makanan selingan. Pada pasien kelas VIP diberikan penambahan lauk hewani pada pasien diet khusus. Selingan pada kelas VIP pada pagi hari terdiri dari dua macam menu dan pada selingan sore satu macam menu yaitu bubur. Sedangkan pemberian makanan untuk kelas I, II dan III adalah tiga kali makanan utama dan dua kali



makanan selingan pagi dan sore hari yang terdiri dari satu macam menu. Pemberian snack untuk kariyawan 2 kali dalam sehari, namun dibedakan menjadi dua jenis yaitu untuk kariyawan shift pagi-sore dan high risk untuk kariyawan shift malam. Menu untuk snack high risk yaitu susu, roti, kacang hijau siap minum, dan nasi bakar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi dan penyajian makanan menurut Moehyi (1992), antara lain : 1. Makanan harus didistribusikan dan disajikan kepada konsumen tepat waktu pada waktunya. 2. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah atau porsi yang telah ditentukan. 3. Kondisi makanan yang disajikan juga harus sesuai. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah temperatur makanan pada waktu disajikan.



DAFTAR PUSTAKA Kementerian Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/Sk/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan Kemenkes. 2015. Pedoman PGRS (Pelayanan Gizi Rumah Sakit). Jakarta: Kemenkes RI. Depkes.2008. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Insitusi dan Tata Boga. Jakarta: Bhatara