SOP Prosedur Pelaporan Dan Penyelidikan Insiden [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

/.DEPARTEMEN SAFETY SECURITY HEALTH ENVIRONMENT DIT



DEPT



OM



SSHE



DIV



SEC



STA



DOCUMENT NO. PRC-SMK3-RQSMKCIC-013



REV



PROSEDUR PELAPORAN DAN PENYELIDIKAN INSIDEN DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA



NO. PRC-SMK3-RQSM-KCIC-013



Departement Quality Safety Security Health Environment Directorate of Operation and Maintenance



LEMBAR PENGESAHAN URAIAN DISIAPKAN



DIPERIKSA



DISETUJUI



NAMA



JABATAN



TANGGAL



TANDA TANGAN



DAFTAR PENGESAHAN REVISI



Halaman



Tanggal



Revisi







1.



TUJUAN Tujuan disusunnya Prosedur ini adalah sebagai :



Reviewer



1.1.



Untuk menetapkan suatu standar sistem pelaporan dan penyelidikan insiden dan sakit akibat kerja di seluruh lingkungan PT KCIC.



1.2.



Untuk memastikan insiden dan sakit akibat kerja yang terjadi diselidiki secara benar dan tindakan perbaikan yang sesuai dilaksanakan.



1.3.



Untuk memastikan agar laporan senantiasa tersedia sebagai informasi yang dapat dianalisis dalam usaha untuk mengidentifikasi hal-hal yang sama agar tidak terulang.



1.4.



Memberikan pedoman untuk menentukan persyaratan tim investigasi dalam proses penyelidikan insiden.



2.



RUANG LINGKUP Prosedur ini berlaku untuk Insiden yang dialami oleh pegawai, baik pegawai tetap maupun pegawai kontrak di mana insiden tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau untuk kepentingan bisnis perusahaan yang terjadi di wilayah perusahaan maupun di luar wilayah perusahaan. Prosedur ini juga berlaku untuk insiden yang terjadi pada kontraktor, tamu atau pengunjung yang melakukan aktifitas atau berada di wilayah PT KCIC.



3.



REFERENSI 3.1



Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Elemen 8, Sub-Elemen 8.2, 8.3 dan 8.4).



3.2



Peraturan Menteri Perhubungan No 69 tahun 2018 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Perkeretaapian.



4.



3.3



Manual Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Keselamatan Perkeretaapian.



3.4



PERMEN No. Per-03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.



3.5



KEPMEN No. 333/MEN/1989 Tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.



3.6



PERMEN 02 TAHUN 1980 tentang Kesehatan Tenaga Kerja.



3.7



OSHA Standard 29 CFR 1904.7 Recording And Reporting Occupational Injuries And Illnesses.



3.8



ISO 9001:2015, klausul 7.1.4



3.9



ISO 14001:2004, Elemen 4.5.3



3.10



ISO 14001:2015, Klausul 8.1, dan 10.2



DEFINISI 4.1.



K3KP adalah singkatan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Keselamatan Perkeretaapian



4.2.



SMKP adalah singkatan dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Keselamatan Perkeretaapian



4.3.



RQSM adalah singkatan dari Risk, Quality, Safety, Management.



4.1.



Insiden adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, yang terkait dengan pekerjaan yang dapat/mungkin mengakibatkan timbulnya cidera atau penyakit akibat kerja.



4.2.



Kecelakaan kerja adalah suatu insiden yang menyebabkan cidera, penyakit akibat kerja atau kematian.



4.3.



Penyakit Akibat Kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.



4.4.



Fatality adalah kecelakaan yang mengakibatkan karyawan/personil kehilangan nyawa dalam waktu 24 jam terhitung waktu terjadinya kecelakaan tersebut.



4.5.



Lost Time Injury (LTI) terjadi ketika karyawan yang terluka atau sakit mengalami hari hilang kerja. Dalam situasi ini, karyawan yang terluka atau sakit harus terlepas dari pekerjaan untuk perawatan medis atau pemulihan pada hari setelah kecelakaan terjadi atau penyakit mulai timbul sesuai dengan hari kalender. LTI juga termasuk didalamnya kejadian cidera berat. Cidera berat merupakan cidera yang mengakibatkan cacat tetap, yaitu kehilangan atau tidak berfungsinya salah satu atau beberapa organ tubuh atau gangguan jiwa.



4.6.



Restricted Day Work Case (RWDC) adalah dimana, akibat dari cedera atau penyakit akibat kerja menimbulkan kondisi pekerja ditugaskan untuk pekerjaan lain secara sementara atau permanen (transfer ke pekerjaan lain) atau; pekerja bekerja di pekerjaan yang ditugaskan secara permanen tetapi kurang dari waktu penuh atau; pekerja bekerja di pekerjaan yang ditugaskan secara permanen tetapi tidak dapat melakukan semua tugas yang biasa terkait dengannya. RWDC juga termasuk dalam kategori cidera ringan.



4.7.



Medical Treatment Cases (MTC) adalah kasus kecelakaan kerja yang membutuhkan perawatan lukanya dari tenaga medis yang professional (perawat/dokter). Dalam kasus ini tidak menyebabkan kehilangan waktu kerja pada shift/hari berikutnya. Medical Treatment Case (MTC) termasuk dalam kategori cidera ringan. Cidera ringan adalah cidera yang memerlukan perawatan medis sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan tidak lebih dari 1 (satu) hari. MTC tidak termasuk pada: 4.7.1. Kunjungan ke dokter atau profesional perawatan kesehatan berlisensi lainnya sematamata untuk observasi atau konseling; 4.7.2. Pelaksanaan prosedur diagnostik, seperti x-rays dan tes darah, termasuk pemberian obat yang diresepkan hanya digunakan untuk tujuan diagnostik (misalnya, tetes mata untuk melebarkan pupil); atau



4.7.3. First Aid Case (FAC) 4.8.



First Aid Cases (FAC) adalah kasus kecelakaan kerja yang dalam perawatan lukanya tidak membutuhkan penanganan dari tenaga medis yang profesional (perawat/dokter), cukup Unit P3K yang sudah diberikan pelatihan, termasuk: 4.8.1. Penggunaan obat tanpa resep yang tidak memerlukan dosis khusus. 4.8.2.



Pemberian imunisasi tetanus (imunisasi lainnya, seperti vaksin Hepatitis B atau vaksin rabies, dianggap sebagai pengobatan medis);



4.8.3. Pembersihkan, penyiraman atau perendaman luka di permukaan kulit; 4.8.4. Penggunaan penutup luka seperti perban, Band-Aids, bantalan kasa, dll.; atau menggunakan butterfly bandages atau Steri-Strips (perangkat penutupan luka lainnya seperti jahitan, staples, dll, dianggap sebagai MTC); 4.8.5. Penggunaan terapi panas atau dingin; 4.8.6. Penggunaaan segala sarana pendukung yang tidak kaku, seperti elastic bandages, wraps, non-rigid back belts, dll. (Perangkat dengan sistem tetap atau sistem lain yang dirancang untuk menghentikan pergerakan tubuh dianggap sebagai MTC untuk tujuan penyimpanan catatan) ; 4.8.7. Menggunakan perangkat imobilisasi sementara saat mengangkut korban kecelakaan (misalnya splint, sling, neck collars, back board, dll.). 4.8.8. Pengeboran kuku tangan atau kuku kaki untuk menghilangkan tekanan, atau mengalirkan cairan lepuhan; 4.8.9. Penggunaan eye patches; 4.8.10. Pembuangan benda asing dari mata hanya menggunakan irigasi atau kapas; 4.8.11. Pembuangan serpihan atau benda asing dari area selain mata dengan irigasi, pinset, kapas atau alat sederhana lainnya; 4.8.12. Penggunaan finger guards; 4.8.13. Pemijatan (terapi fisik atau perawatan kiropraktik dianggap sebagai MTC untuk tujuan penyimpanan catatan); atau 4.8.14. Minum cairan untuk menghilangkan heat stress. 4.9.



Near Miss/nyaris celaka yang tidak menyebabkan cedera atau sakit dan/atau kerusakan (kerugian) untuk aset, lingkungan atau reputasi perusahaan.



4.10. Tindakan Perbaikan adalah tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian yang terdeteksi atau situai yang tidak diinginkan. 4.11. Laporan penyelidikan insiden adalah laporan penyelidikan tentang segala hal mengenai insiden, proses investigasi atau penyelidikan mengenai segala hal menyangkut insiden itu



sendiri. Investigasi ini merupakan suatu proses penyelidikan menyeluruh mulai dari waktu, tempat, alat, korban, sebab, akibat, kerugian dan lain-lain. Penyelidikan bertujuan untuk menemukan akar permasalahan sebenarnya yang menjadi penyebab terjadinya insiden tersebut guna menentukan tindakan perbaikan yang paling efektif untuk mencegah kejadian yang sama atau bahkan akibat yang lebih buruk di waktu yang akan datang.



5.



TANGGUNG JAWAB 5.1



Kepala Divisi Risk, Quality, Safety Management (RQSM) 5.1.1



Memastikan bahwa insiden dan kecelakaan yang terjadi dilaporkan dan diselidiki serta rekomendasi tindakan perbaikan diterapkan.



5.1.2



Membentuk tim investigasi insiden.



5.1.3



Memastikan laporan Insiden dan PAK tertulis, dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja setempat.



5.2.



Tim P2K3



5.2 5.2.1



Memastikan informasi awal mengenai kecelakaan awal tersbut valid & tersampaikan kepada seluruh manajemen puncak.



5.2.2



Mengusulkan pembentukan tim investigasi insiden kepada Kepala Divisi RQSM.



5.2.3



Menerima laporan insiden dari semua karyawan dan melaporkannya kepada Kepala Divisi RQSM.



5.2.4



Membuat laporan investigasi kecelakaan.



5.2.5



Menyimpan semua catatan insiden dan melaporkan kepada Manager dan Kepala Divisi RQSM.



5.2.6



Memastikan pengendalian rekaman K3KP direkam, didistribusikan, disimpan dan dimusnahkan sesuai dengan prosedur yang berlaku.



5.3.



Atasan Langsung 5.3.1



Melaporkan kecelakaan secara lisan ke No. xxx segera setelah kecelakaan terjadi.



5.3.2



Membuat laporan insiden dan kecelakaan yang terjadi dan melaporkannya kepada Tim P2K3 dalam waktu 1x24 jam.



5.4.



Seluruh Personil



Membuat laporan insiden/kecelakaan yang terjadi dan melaporkannya kepada atasannya langsung dan/atau kepada Tim P2K3.



6.



URAIAN PROSEDUR 6.1.



Pelaporan Insiden 6.1.1



Ketika mengetahui adanya insiden, personil pertama-tama harus memastikan keselamatan dirinya sendiri kemudian memastikan keselamatan karyawan lainnya.



6.1.2



Meminimalkan risiko dari kemungkinan terjadinya kecelakaan selanjutnya, misalnya dengan cara mematikan peralatan/mesin, mematikan power supply, memberitahu personil lain di sekitarnya, membuat kondisi menjadi lebih aman dsb.



6.1.3



Pelaporan kepada atasan langsung dilakukan secepatnya dengan cara lisan terlebih dahulu, agar kejadian dapat ditangani dengan segera.



6.1.4



Atasan langsung melaporkan kejadian secara lisan ke No. xxx



segera setelah



kecelakaan terjadi. 6.1.5



Pelaporan kejadian insiden dan kecelakaan tersebut secara tertulis dengan menggunakan Formulir Laporan Insiden dan disampaikan kepada Tim P2K3 untuk dilakukan evaluasi dan kajian.



6.1.6



Penomoran laporan insiden menggunakan format LI-YYYY-XXX, dengan keterangan sebagai berikut LI: Laporan Insiden, YYYY: Tahun laporan insiden, dan XXX: nomor urut laporan insiden, contoh: LI-2016-001.



6.2.



Pelaporan Kecelakaan dan Sakit Akibat Kerja 6.2.1Personil yang melihat rekannya mengalami kecelakaan atau sakit akibat kerja harus



segera menolong rekannya tersebut terlebih dahulu dan segera melaporkan kejadian tersebut kepada atasan langsung yang mengalami kecelakaan. 6.2.2Nearmiss dilaporkan ke Tim P2K3 untuk didokumentasikan dan diinvestigasi. 6.2.3Jika karyawan yang mengalami kecelakaan atau sakit akibat kerja memerlukan



pertolongan pertama, maka dapat menggunakan kotak P3K yang terdekat atau meminta bantuanUnit P3K. 6.2.4Jika korban tidak sadarkan diri atau tidak bisa bergerak, maka korban tidak boleh



digerakkan atau dipindahkan dan segera berikan pertolongan medis. 6.2.5Saksi langsung atau atasan langsung personil yang mengalami kecelakaan atau sakit akibat



kerja harus segera melaporkan kecelakaan yang terjadi kepada Tim P2K3.



6.2.6Tim P2K3 memastikan informasi awal mengenai kecelakaan awal tersebut valid dan



tersampaikan kepada seluruh manajemen puncak. 6.2.7Diagnosis penyakit akibat kerja dilakukan dengan serangkaian pemeriksaan klinis dan



pemeriksaan kondisi pekerja serta lingkungannya untuk membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya. 6.2.8Atasan langsung personil melaporkan secara tertulis kepada Tim P2K3 (untuk kecelakaan



sedang dan berat) dalam waktu 1x24 jam berdasarkan Formulir Laporan Insiden dengan cara mewawancarai personil di sekitar lokasi kejadian yang melihat kecelakaan tersebut atau karyawan yang mengalami kecelakaan (jika memungkinkan). 6.2.9Laporan harus ditulis sedetil mungkin sesuai dengan formulir yang telah ditentukan untuk



kemudian Tim P2K3 mendistribusikan ringkasan kecelakaan (setelah mendapat persetujuan dari Kepala Divisi RQSM) selama periode waktu tertentu kepada semua karyawan. 6.2.10Kepala Divisi RQSM harus memastikan bahwa laporan tertulis dilaporkan ke Disnaker



tidak lebih dari 2x24 jam 6.2.11Laporan kecelakaan dan sakit akibat kerja diumumkan dan dibahas dalam rapat P2K3.



6.3.



Pembentukan Tim Penyelidikan Insiden Kepala Divisi RQSM akan membentuk tim penyelidikan insiden dengan mempertimbangkan dari klasifikasi insiden yang terjadi, berikut kualifikasi tim penyelidikan insiden: No 1



Klasifikasi Insiden Fatality/Kematian



Tim Penyelidikan Insiden • Direktur yang membidangi (Leader) • Kepala Divisi yang membidangi • Kepala Divisi RQSM • Kepala Departemen yang membidangi • Tim P2K3 • Konsultan (the Engineer) * • Kontraktor/Vendor/Penyedia Jasa



2



Lost Time Injury/LTI



• Pihak ketiga terkait (Polisi dll)** • Kepala Divisi yang membidangi (Leader) • Kepala Divisi RQSM • Kepala Departemen yang membidangi • Tim P2K3 • Konsultan (the Engineer) * • Kontraktor/Vendor/Penyedia Jasa



No 3



Klasifikasi Insiden Restricted Work Day (RWDC)



Tim Penyelidikan Insiden • Kepala Departemen yang membidangi (Leader) • Kepala Departemen SHES • Tim P2K3 • Konsultan (the Engineer) *



4



Medical Treatment (MTC)



• Kontraktor/Vendor/Penyedia Jasa • Kepala Departemen yang membidangi (Leader) • Kepala Departemen SHES • Tim P2K3 • Konsultan (the Engineer) *



5



First Aid Incident



• Kontraktor/Vendor/Penyedia Jasa • Kepala Departemen yang membidangi (Leader) • SHES Specialist • Tim P2K3 • Konsultan (the Engineer) *



6



Near Miss/Nyaris Celaka



• Kontraktor/Vendor/Penyedia Jasa • Kepala Departemen yang membidangi (Leader) • SHES Specialist • Tim P2K3 • Konsultan (the Engineer) *



• Kontraktor/Vendor/Penyedia Jasa Catatan : * Jika kecelakaan kerja terjadi di konstruksi **Jika diperlukan



6.4.



Persiapan Penyelidikan/Investigasi Insiden 6.4.1Latar belakang informasi mengenai insiden seperti tertera di bawah ini harus disediakan



sebelum memulai penyelidikan insiden: a.Prosedur kerja standar untuk jenis pekerjaan yang terkait. b.Catatan dan dokumen-dokumen terkait seperti instruksi kerja/ijin kerja untuk pekerjaan tertentu yang akan diselidiki. c.Rencana lokasi yang akan dikunjungi. d.Struktur komando dan personil yang terlibat.



6.5.



Pelaksanaan Penyelidikan/Investigasi Insiden 6.5.1



Investigasi dilakukan sesegera mungkin setelah situasi sudah distabilkan dan personil yang cidera sudah diurus.



6.5.2



Mencari fakta kejadian, mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya yang dapat membantu menggambarkan kecelakaan yang terjadi dan kejadian-kejadian yang dapat menjadi kontribusi.



6.5.3



6.5.4



Metode mencari fakta biasa menggunakan: a.



Observasi di lokasi kejadian



b.



Interview



c.



Instruksi dan prosedur tertulis



d.



Catatan-catatan dan foto



Observasi penting dilakukan untuk mengumpulkan bukti fisik, khususnya bila saksi tidak ada. Bukti fisik juga dapat membantu saksi untuk mengingat kejadian.



6.5.5



Interview a.



Interview dilakukan secara pribadi sehingga saksi tidak saling terpengaruh.



b.



Proses interview saksi dilakukan secara bertahap berdasarkan bukti yang ada.



6.5.6



Informasi hasil interview harus dicatat dalam Formulir Investigasi Insiden dan direkam.



6.5.7



Informasi akan diverifikasi dan perlu dicatat bahwa pernyataan yang dibuat oleh saksi yang berbeda mungkin dapat menimbulkan konflik sehingga bukti pendukung sangatlah diperlukan. Informasi juga akan diuji dan dianalisa secara sistematis oleh tim investigasi.



6.6.



Analisa Penyebab Insiden dan Kecelakaan 6.6.1Penyebab kecelakaan adalah penyebab langsung, penyebab dasar dan lemahnya/tidak



adanya manajemen atau kombinasi dari semuanya. 6.6.2Penyebab langsung adalah penyebab yang secara langsung berkontribusi untuk terjadinya



kecelakaan. Penyebab langsung adalah kondisi dan cara kerja yang tidak aman/tidak standar. 6.6.3Penyebab dasar disebabkan oleh faktor manusia dan faktor pekerjaan. 6.6.4Lemahnya/tidak adanya manajemen dalam pengelolaan K3KP bisa menjadi penyebab. Hal



ini bisa dikarenakan oleh penerapan SMKP tidak sesuai standar, penggunaan standar yang salah/tidak sesuai dengan jenis pekerjaan atau bahkan tidak adanya standar yang digunakan.



6.7.



Pertemuan Hasil Analisa Penyelidikan/Investigasi Insiden



6.7.1Tim investigasi insiden menganalisa dan mengidentifikasi penyebab kecelakaan dan



membuat laporan investigasi insiden. Asumsi-asumsi yang digunakan selama melakukan analisa harus dinyatakan secara jelas dalam laporan. 6.7.2Perkembangan hasil pertemuan ditulis dalam Formulir Investigasi Insiden.



6.8.



Menentukan Rekomendasi Tindakan Perbaikan 6.8.1Rekomendasi tindakan perbaikan yang memasukkan penyebab langsung dan dasar dibuat



untuk mencegah kecelakaan terulang kembali atau untuk mengeliminasi kerugian. 6.8.2Rekomendasi tindakan perbaikan terhadap perbaikan



[Subject] dibuat berdasarkan



analisa. 6.8.3Semua rekomendasi tindakan perbaikan dibuat dalam Formulir Investigasi Insiden dan



untuk memudahkan pemantauan tindakan perbaikan dapat dimasukan dalam Daftar Ketidaksesuaian. 6.8.4Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika membuat rekomendasi tindakan



perbaikan adalah : a.Efektivitas b.Praktis c.Urgent/waktu implementasi d.Besarnya keuntungan/benefit



6.9.



Komunikasi Hasil Investigasi Insiden 6.9.1



Semua insiden termasuk rekomendasi tindakan perbaikan oleh tim investigasi dan pelajaran yang dapat diambil (lesson learn) dari hal tersebut dikomunikasikan kepada semua level personil secara efektif melalui rapat P2K3.



6.9.2



Sekertaris P2K3 bertanggung jawab untuk memonitor dan memastikan bahwa jalur komunikasi dilaksanakan secara efektif.



6.10. Penanganan Kecelakaan yang memerlukan penanganan dokter, atau kecelakaan Fatal (kematian) 6.10.1



Setiap pekerja yang mengetahui adanya kecelakaan harus melakukan tindakan yang diperlukan dan memberikan pertolongan medik (P3K) bila mampu & aman atau dibawa ke klinik perusahaan (bila ada) untuk dilakukan tindakan P3K. Serta melaporkannya ke Supervisor terkait, HSE, dan atau Security.



6.10.2



Korban kecelakaan bila memerlukan perawatan lebih lanjut (selain P3K), harus segera dibawa ke RS yang terdekat. Untuk keperluan ini Supervisor terkait harus berkordinasi dengan HSE dan HR&GA. Note : Surat Pengantar ke Rumah Sakit telah disediakan di klinik (bila sudah terdapat klinik) atau disediakan di HR&GA.



6.10.3



Apabila korban meninggal dunia di tempat, maka tidak boleh dipindahkan (kecuali dengan pertimbangan lain), sampai kedatangan Petugas Kepolisian setempat.



6.10.4



Supervisor atau inspektor HSE harus segera menginformasikan kasus kecelakaan ke Manager HSE serta pihak Manajemen yang terkait (Nomor telepon di sediakan di beberapa lokasi).



6.10.5



Supervisor terkait dan atau HSE harus segera memblokade dan mengamankan lokasi terjadinya kecelakaan, mengamankan barang bukti yang ada ditempat kejadian kecelakaan dan selanjutnya digunakan sebagai bahan penyelidikan kecelakaan.



6.10.6



HR&GA dan atau HSE harus segera melaporkan ke Pihak Kepolisian setempat apabila terjadi kasus : a. Kecelakaan Fatal / Kematian b. Kecelakaan yang menyebabkan jatuh korban banyak. c.



7.



DOKUMEN TERKAIT 7.1.



8.



Keracunan Massal



Formulir Daftar Ketidaksesuaian



LAMPIRAN 8.1.



Formulir Laporan Insiden



8.2.



Formulir Investigas Insiden



LAMPIRAN