Status Penderita Kista Ateroma+Dm [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA Klinik Dokter Keluarga FK UNISMA



No. Berkas



:



Berkas Pembinaan Keluarga



No. RM



:



Nama Pasien : Tn. S Tanggal kunjungan pertama kali: 15 Oktober 2010 KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Nama Pasien



: Tn. S



Alamat



: Griya Permata Alam IK 14, Karangploso, Malang



Bentuk Keluarga



: Nuclear famili



Tabel 1. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah No



Nama



Kedudukan



L/P



Umur



Pendidikan



Pekerjaan



1



Tn. S



Kepala



L



48 th



SLTA



Swasta



Pasien Klinik



Ket



Ya



keluarga



Atheroma Cyst dengan infeksi sekunder + DM



2



Ny. S



3



An. K



4



An. A



Ibu



rumah



P



41 th



SLTA



Anak



L



20 th



S1



Anak



L



15 th



SLTP



tangga



Ibu rumah



Tidak



-



Swasta



Tidak



-



Pelajar



Tidak



-



tangga



Sumber : Data Primer, 13-10-2010 Kesimpulan : Tn. S tinggal di perumahan dengan . Terdapat satu orang sakit yaitu Tn.S, umur 48 tahun, beralamatkan di Griya Permata Alam IK 14, Karangploso, Malang. Diagnosa klinis penderita adalah Kista Ateroma terinfeksi dengan DM.



2



BAB I STATUS PENDERITA 1.1 PENDAHULUAN



Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pasien yang menderita penyakit Kista Ateroma dengan sekunder infeksi dengan riwayat DM, berjenis kelami laki-laki dan berusia 48 tahun, dimana pasien tinggal di malang. Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat, maka penting kiranya bagi kita untuk memperhatikan dan mencermatinya, untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan 1.2



IDENTITAS PENDERITA



Nama: Tn. S Umur: 48 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Pekerjaan: Karyawan MIGAS Karangploso Pendidikan: SLTA Agama: Islam Alamat: Griya Permata Alam IK 14, Karangploso Status Perkawinan: Menikah Suku/asal: Medan Tanggal Periksa: 15 Oktober 2010 1.3



ANAMNESIS



1. Keluhan utama: nyeri pada benjolan di daerah punnggung



2. Riwayat penyakit sekarang Pasien mengeluh ada benjolan di punggung yang terasa nyeri jika ditekan, sehingga mengganggu akatifitasnya. Benjolan sudah ada sejak tiga minggu yang lalu. Sudah diobati dengan salep selama 2 minggu, namun tidak ada perubahan. 3. Riwayat penyakit Dahulu : •



Riwayat dirawat di rumah sakit (-)







Riwayat hipertensi (-)







Riwayat sakit gula (+)



3







Riwayat asma (-)







Riwayat alergi obat/makanan (+): piroksikam







Riwayat penyakit jantung (-)



4. Riwayat penyakit keluarga : •



Riwayat keluarga dengan penyakit serupa (-)







Riwayat mondok (-)







Riwayat hipertensi (-)







Riwayat sakit gula (+): Ibu dan 3 saudaranya menderita DM







Riwayat asma (-)







Riwayat alergi obat/makanan (-)







Riwayat penyakit jantung (-)







Riwayat penyakit maag (+): istri Tn. S



5. Riwayat kebiasaan •



Riwayat merokok (+): 10 tahun yang lalu







Riwayat minum alkohol (-)







Riwayat olahraga (-)







Sering lembur kerja







Konsumsi obat: sediaan kapsul jinten hitam setiap hari sehari dua kali, tiap kali minum 3 butir



6. Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah seorang laki-laki sudah menikah, dengan dua orang anak lakilaki. Penderita saat ini sebagai karyawan perusahaan Migas. Penderita tinggal di perumahan Permata Alam. Hubungan Tn. S dengan istri dan kedua anaknya baik. Hubungan dengan tetangga maupun teman kerja baik. Untuk biaya rumah sakit menggunakan jamsostek. 7. Riwayat gizi Sehari makan tiga kali, tanpa ada takaran diet khusus. Air minum menggunakan air minum kemasan. 1.4 ANAMNESIS SISTEM 1.



Kulit: kulit gatal (-)



2.



Kepala: sakit kepala (-), pusing (-), rambut rontok (-), luka (-), benjolan (-)



4



3.



Mata: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-), ketajaman penglihatan berkurang (-)



4.



Hidung: tersumbat (-), mimisan (-)



5.



Telinga: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-)



6.



Mulut: sariawan (-), lidah terasa pahit (-)



7.



Tenggorokan: sakit menelan (-), serak (-)



8.



Pernafasan: sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)



9.



Kardiovaskuler: berdebar-debar (-), nyeri dada (-),



10. Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (+),



nyeri perut (-), BAB normal 11. Genitourinaria: BAK spontan 12. Neurologik: kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-) 13. Psikiatrik: emosi stabil (-), mudah marah (-) 14. Muskuluskeletal: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan



kaki (-), nyeri otot (-) 15. Ekstremitas atas dan ekstremitas bawah: bengkak (-), sakit (-), ujung jari



tangan hangat (-), telapak tangan pucat (-), badan terasa lemah (-) 1.5 PEMERIKSAAN FISIK 1.



Keadaan umum: kesadaran compos mentis ( GCS E4V5M6), status gizi kesan normal



2.



Tanda Vital • BB: 65 Kg • TB: 168 cm • BMI : 23 kg/m2 • BBR: 95,6 % • Tensi: 125/84 • Nadi : 77/menit



• RR: 23 x/menit • Suhu: 36 oC



3.



Kulit Sawo matang, turgor turun (+), ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-), Ruam makulo-papular (+)



5



4.



Kepala Bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut, keriput (-), macula (-), atrofi m. temporalis (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah/ bells palsy (-)



5.



Mata Conjunctiva anemi (+/+), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), reflek kornea (+/+), warna kelopak (-), radang (-), mata cekung (+/+)



6.



Hidung Napas cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-)



7.



Mulut Bibir hiperemis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tremor (-), gusi berdarah (-)



8.



Telinga Nyeri tekan mastoid (-), secret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga dalam batas normal



9.



Tenggorokan Tonsil membesar (-), pharing hiperemis(-)



10.



Leher Trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)



11.



Thoraks Normochest,



simetris,



pernapasan



thoracoabdominal,



retraksi



(-),



spidernevi (-), sela iga melebar (-) a. Cor : Inspeksi: ictus cordis tidak tampak Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat Perkusi: Batas kiri atas: SIC II linea para sternalis sinistra Batas kanan atas: SIC II linea para sternalis dekstra Batas kiri bawah: SIC V medial linea medio clavicularis sinistra Batas kanan bawah: SIC IV linea para sternalis dekstra



6



Pinggang jantung: SIC III linea para sternalis sinistra (batas jantung kesan tidak melebar) Auskultasi: bunyi jantung tambahan (-) b.



Pulmo :



• Statis Inspeksi: pengembangan dada kanan sama dengan kiri Palpasi: fremitus raba kiri sama dengan kanan Perkusi: sonor / sonor Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-) • Dinamis Inspeksi: pengembangan dada kanan sama dengan kiri Palpasi: fremitus raba kiri sama dengan kanan Perkusi: sonor / sonor Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-) 12.



Abdomen Inspeksi: dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-) Palpasi: supel Perkusi: timpani Auskultasi: bising usus (+) normal



13.



System collumna vertebralis Inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-) Palpasi: nyeri tekan (-)



14. Ekstremitas: palmar eritema (-)



Akral dingin



Oedema



-



-



-



-



-



-



-



-



Satus lokalis: pada punggung L: kista (+) F: nyeri tekan (+)



7



M: terbatas karena nyeri (+) 15. System genetalia: dalam batas normal



16.



Pemeriksaan neurologis Kesadaran: GCS E4V5M6 Fungsi luhur: dalam batas normal Fungsi vegetatif: dalam batas normal



Fungsi motorik :



Fungsi sensorik



N



N



N



N



5



5



5



5



5



5



5



5



Kekuatan



Tonus



+



+



-



-



+



+



-



-



RF 17.



RP



Pemeriksaan psikiatrik Penampilan: Perawatan diri baik Kesadaran: kualitatif tidak berubah, kuantitatif kompos mentis Afek: Appropriate Psikomotor: normoaktif Proses pikir: bentuk: realistik Isi: waham (-), ilusi (-), halusinasi (-) Arus: koheren Insight: baik



1.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM



:



8



1. No 1 2



Tanggal 16 Oktober 2010 Jenis pemeriksaan Gula darah puasa (GDP) Gula darah 2 jam post prandial



Hasil (mg/dL) 245 306



Nilai normal (mg/dL) < 76-110 < 130



Hasil (mg/dL) 241 316



Nilai normal (mg/dL) < 76-110 < 130



Hasil (mg/dL) 142 -



Nilai normal (mg/dL) < 76-110 < 130



Hasil (mg/dL) 110 140



Nilai normal (mg/dL) < 76-110 < 130



Hasil (mg/dL) 173 180



Nilai normal (mg/dL) < 76-110 < 130



Hasil (mg/dL) 140 147



Nilai normal (mg/dL) < 76-110 < 130



2. Tanggal 17 Oktober 2010 No 1 2



3. No 1 2



4. No 1 2



5. No 1 2



Jenis pemeriksaan Gula darah puasa (GDP) Gula darah 2 jam post prandial



Tanggal 18 Oktober 2010 Jenis pemeriksaan Gula darah puasa (GDP) Gula darah 2 jam post prandial



Tanggal 19 Oktober 2010 Jenis pemeriksaan Gula darah puasa (GDP) Gula darah 2 jam post prandial



Tanggal 20 Oktober 2010 Jenis pemeriksaan Gula darah puasa (GDP) Gula darah 2 jam post prandial



6. Tanggal 21 Oktober 2010 No 1 2



Jenis pemeriksaan Gula darah puasa (GDP) Gula darah 2 jam post prandial



1.7 RESUME Tn. S dengan usia 48 tahun adalah penderita kista ateroma dengan infeksi sekunder terletak di bagian punggung dan DM uncontrolled. Penderita mengeluh nyeri pada benjolannya jika ditekan. Pemeriksaan status lokalis didapatkan pada daerah punggung terdapat kista berwarna merah, berbatas tegas, bentuk bulat, dengan diameter kurang lebih 5 cm, permukaan rata, tidak dapat digerakkan dari jaringan sekitar, berjumlah satu dengan pungta (+). Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tensi: 125/84, nadi: 77 x/menit, suhu: 36oC, RR: 23 x/menit. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDP 242 mg/dL dan GD 2 jam pp 425 mg/dL.



9



DIGNOSTIK HOLISTIK 1. Diagnosis dari segi biologis Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM uncontrolled 2. Diagnosis dari segi psikologis Hubungan dengan keluarga sangat baik, saling mendukung, dan saling memperhatikan. Hubungan dengan teman kantor dan tetangga baik. 3. Diagnosis dari segi sosial



Penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa 1.8 PENATALAKSANAAN 1. Kista ateroma dengan infeksi sekunder:



- Bedah minor: ekstirpasi Setelah tindakan aseptik, kemudian pasang doek steril pada tempat kista. Kemudian lakukan anestesi infiltrasi dengan prokain 1 %. Incisi dilakukan dengan bentuk ellips sejajar garis kulit dan kemudian lepaskan kapsul kista secara tumpul. Setelah itu jahit luka satu kali dan tutup dengan kassa steril. 2. DM Non Farmakologi - Terapi gizi medis Pada penderita diabetes, perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006). Jadwal makan dapat diatur dengan interval 3 jam. Komposisi makanan yang dianjurkan kepada penderita diabetes melitus terdiri dari: •



Karbohidrat Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total asupan energi.







Lemak Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dari total kebutuhan kalori. Lemak yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah yang berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acid),



10



membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. (PERKENI, 2006; ADA, 2008). •



Protein Total protein yang dianjurkan adalah sekitar 15-20% dari total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan (Leguminosa), tahu, tempe (PERKENI, 2006).







Garam Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur. (PERKENI, 2006).







Serat Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat laut. Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan (PERKENI, 2006).



- Latihan jasmani Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani ini dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) (PERKENI, 2006) . Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani, contohnya penderita diabetes melitus dengan komplikasi perifer neuropati dianjurkan untuk mengurangi sensasi nyeri pada bagian ekstrimitas sehingga pilihan aktivitas yang dapat dilakukan berupa berenang, bersepeda atau latihan-latihan yang banyak menggunakan lengan (ADA, 2008). Farmakologis



11



Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologik tersebut dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin. - Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan: 1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), contoh



sulfonilurea dan glinid. Sulfonilurea Sulfonilurea merupakan obat hipoglikemik oral dengan efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga jika pankreas dari si penderita sudah tidak mampu mensintesis insulin, penggunaan obat ini menjadi tidak efektif. Sulfonilurea terbagi menjadi dua kelompok yaitu sulfonilurea generasi pertama (klorpropamid) dan generasi kedua (glibenklamid, glipizid, glimepirid). Efek samping dari obat golongan ini adalah hipoglikemia sehingga penggunaannya memerlukan perhatian terutama pada orang tua, penderita dengan ganguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular. Contoh obat golongan ini adalah klorpropamid, glibenklamid, glipizid, gliklazid, glikuidon dan glimepirid (PERKENI, 2006; Lehne, 2007). Glinid Glinid merupakan obat hipoglikemik oral yang memiliki mekanisme kerja yang sama dengan sulfonilurea, yaitu dengan menstimulasi pankreas untuk mensekresi insulin. Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati sehingga penggunaannya pada penderita dengan gangguan fungsi hati diperlukan perhatian khusus, karena akan memperlambat metabolisme dari obat ini sehingga



dapat



mengakibatkan



hipoglikemia.



Contoh-contoh



obat



golongan glinid antara lain repaglinid dan nateglinid (PERKENI, 2006; Lehne, 2007). 2. Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin Tiazolidindion



12



Tiazolidindion, yang juga dikenal dengan glitazon, bekerja dengan cara berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPARγ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa (glukosa transporter), sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer (PERKENI, 2006). Efek samping yang paling menonjol dari penggunaan tiazolidindion adalah dapat meretensi cairan, sehingga terjadi edema dan penambahan berat badan



(2-3 kg). Karena efeknya ini, pemakaian obat golongan ini



dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV. Selain itu,



tiazolidindion



juga



bersifat



hepatotoksik



sehingga



obat



ini



dikontraindikasikan juga untuk penderita dengan gangguan faal hati dan dalam penggunaannya pasien diminta untuk melakukan pemantauan hati secara berkala. Contoh obat golongan ini adalah rosiglitazon dan pioglitazon (PERKENI, 2006; Lehne, 2007). 3.



Golongan penghambat glukoneogenesis Metformin Efek utama metformin adalah dengan mengurangi produksi glukosa di hati (glukoneogenesis), di samping itu obat ini juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin diekskresi oleh ginjal dalam bentuk yang tidak berubah, sehingga pada penderita diabetes melitus yang mengalami kerusakan ginjal, metformin dapat terakumulasi sampai dengan batas toksik. Metformin mencegah terjadinya oksidasi asam laktat dan hal ini dapat menyebabkan asidosis laktat (Lehne, 2007). 4. Golongan penghambat glukosidase alfa Acarbose Acarbose bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat golongan ini diindikasikan pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang hiperglikemianya tidak dapat terkontrol dengan diet dan latihan jasmani. Efek samping yang paling sering ditimbulkan oleh obat golongan



13



ini adalah kembung dan flatulen. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia (PERKENI, 2006). - Insulin Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel beta pankreas sebagai respon dari rangsangan glukosa dan perangsang-perangsang lain seperi asam-asam amino, asam-asam lemak bebas, hormon-hormon lambung, stimulasi parasimpatetik, stimulasi beta-adrenergik (Williams, 2001). Indikasi terapi insulin antara lain: Penurunan berat badan yang cepat (dekompensasi metabolik), hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik. Berdasarkan lama kerjanya, insulin terbagi menjadi empat jenis, yaitu: 1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Contoh insulin golongan ini adalah insulin lispro (Humalog), insulin aspart (NovoRapid). 2. Insulin kerja pendek (short acting insulin) Contoh insulin golongan ini adalah human regular insulin (Actrapid). 3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) Contoh insulin golongan ini adalah Neutral Protamine Hagedorn (NPH) insulin (Insulatard, Humulin N), insulin lente. 4. Insulin kerja panjang (long acting insulin) Contoh insulin golongan ini adalah insulin glargine (Lantus), insulin detemir (Levemir). 5. Insulin campuran tetap (premixed insulin) Contoh dari golongan ini adalah campuran dari 70% NPH dan 30% human regular insulin (Mixtard, Humulin 30/70), campuran dari 75% insulin lispro protamine dan 25% insulin lispro (Humalog Mix 25). - Terapi kombinasi OHO dan Insulin Pemberian obat hipoglikemik oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Untuk kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari



14



menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah/panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar pukul 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan terapi kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin, kadar glukosa darah masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja (PERKENI, 2006). 1.9 FOLLOW UP Tanggal 16 Oktober 2010 Pukul : 06.00 S: nyeri pada benjolan O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/90 mmHg N: 80/menit S: 36 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (+), nyeri tekan (+) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal GDP, GD 2 jam post prandial: 245 mg/dL, 306 mg/dL A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: Injeksi: Novorapid (insulin aspart) 3 x 4: DM tipe 1 dan 2, dosis 0,5-1 IU/kgBB/hari Peroral: Lovecef (Sefradin) 3x1: antibiotik golongan sefalosporin, indikasi profilaksis bedah, infeksi saluran nafas, ISK, infeksi jaringan lunak. Dosis dewasa 3-4 x/hari 250-500 mg Asam mefenamat 3 x 1: antiinflamasi, mengurangi nyeri. Dosis 500 mg 3x/hari Ciprofloksasin 3 x 1: infeksi saluran nafas, tulang, jaringan lunak, saluran cerna. Dosis 500 mg 2x/hari. Infeksi berat: 750 mg 2x/hari



15



Galvus (vildagliptin) 2 x 1: obat diabetes oral inhibitor DPP-4 Pukul : 12.00 S: nyeri pada benjolan O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/90 mmHg N: 80/menit S: 36,2 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (+) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan Pukul : 18.00 S: nyeri pada leher O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/90 mmHg N: 80/menit S: 36,2oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (+) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan Tanggal 17 oktober 2010 Pukul : 06.00 S: nyeri daerah leher O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/90 mmHg



16



N: 88 S: 36 O C Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (+) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal GDP, GD 2 jam post prandial: 241 mg/dL, 316 mg/dL A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan Pukul : 12.00 S: keluhan (-) O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/80 mmHg N: 88/menit S: 36 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (+) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan Pukul : 18.00 S: keluhan (-) O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/80 mmHg N: 78/menit S: 36,2 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (+) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM



17



P: terapi medikamentosa dilanjutkan



18 Oktober 2010 Pukul : 06.00 S: kadang pusing O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 120/80 mmHg N: 88/menit S: 36 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (+) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal GDP, GD 2 jam post prandial: 142 mg/dL, 128 mg/dL A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan Pukul : 12.00 S: masih pusing O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 120/80 mmHg N: 84/menit S: 36 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (+) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan Pukul 18.00



18



S: kadang nyeri di benjolan O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/90 mmHg N: 80/menit S: 36 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (+) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan 19 Oktober 2010 Pukul 06.00 S: nyeri pada benjolan O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/80 mmHg N: 80/menit S: 36 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (+) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal GDP, GD 2 jam post prandial: 110 mg/dL, 140 mg/dL A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan Pukul 12.00 S: nyeri luka incisi O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/80 mmHg N: 80/menit S: 36 oC



19



Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (-) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan Pukul 18.00 S: nyeri luka incisi O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/90 mmHg N: 80/menit S: 36,6 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (-) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan 20 Oktober 2010 Pukul 06.00 S: keluhan (-) O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/80 mmHg N: 80/menit S: 36,6 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (-) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal GDP, GD 2 jam post prandial: 173 mg/dL, 180 mg/dL A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan



20



Pukul 12.00 S: keluhan (-) O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/80 mmHg N: 80/menit S: 36 oC Status generalis: grimace (+) Status lokalis: kista (-) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan Pukul 18.00 S: keluhan (-) O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 120/70 mmHg N: 80 x/menit S: 36 oC Status generalis: dalam batas normal Status lokalis: kista (-) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan 21 Oktober 2010 Pukul 06.00 S: keluhan (-) O: cukup ( GCS E4V5M6) Tanda vital: T: 130/80 mmHg N: 80/menit S: 36,6 oC Status generalis: dalam batas normal



21



Status lokalis: kista (-) Status neurologis: dalam batas normal Status mentalis: dalam batas normal GDP, GD 2 jam post prandial: 148 mg/dL, 147 mg/dL A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM P: terapi medikamentosa dilanjutkan Kesimpulan : -



Kista, kadar gula darah sudah teratasi



-



Tanda vital dalam batas normal



1.10 FLOW SHEET Nama



: Tn. S



Diagnosa



: - Kista ateroma dengan sekunder infeksi - DM uncontrolled



22



No



Tanggal



Jam



1



15 Oktober 2010



11.00



T: mmHg N: x/menit S: 36 oC



2



16 Oktober 2010



06.00



T:130/90 mmHg N: 80 x/menit S: 36 oC



12.00



3



4



5



17 Oktober 2010



18 Oktober 2010



19 Oktober 2010



Vital Sign



BB/TB



BMI



65/168



23



Status Lokalis Kista (+)



Keluhan



Rencana



Nyeri pada benjolan



-tx: injeksi Novorapid 10 IU Po: Lovecef 3x1, Asam Mefenamat 3x1, Ciproflok sasin 3x1, diit 1900 kal BI Galvus 2x1 -GD I/II



Kista (+)



Nyeri pada benjolan



-Tx dilanjutkan -GD I/II -Diit 1900 kal BI - konsul gizi



T:130/90 mmHg N: 80 x/menit S: 36,2 oC



Kista (+)



Nyeri pada benjolan



18.00



T:130/90 mmHg N: 80/menit S: 36,2oC



Kista (+)



Nyeri leher



06.00



T:130/90 mmHg N: 88 x/menit S: 36 OC



Kista (+)



Nyeri leher



12.00



T:130/80 mmHg N: 88 x/menit S: 36 oC



Kista (+)



-



18.00



T:130/80 mmHg N: 78/menit S: 36,2 oC



Kista (+)



-



06.00



T:120/80 mmHg N: 88/menit S: 36 oC



Kista (+)



Kadang Pusing



12.00



T:120/80 mmHg N: 84/menit S: 36 oC



Kista (+)



Masih Pusing



18.00



T:130/90 mmHg N: 80/menit S: 36 oC



Kista (+)



Kadang nyeri di benjolan



06.00



T:130/80 mmHg N: 80/menit S: 36 oC



Kista (+)



nyeri di benjolan



12.00



T:130/80 mmHg N: 80/menit S: 36 oC



Kista (-)



nyeri luka Incisi



18.00



T:130/90 mmHg N: 80/menit S: 36,6 oC



Kista (-)



nyeri luka Incisi



-Tx dilanjutkan -GD I/II



-Tx dilanjutkan - GD I/II



-Tx dilanjutkan -GD I/II -Operasi - kultur pus



23



No 6



7



Jam



Vital Sign



20 Oktober 2010



06.00



T:130/80 mmHg N: 80/menit S: 36,6 oC



12.00



T:130/80 mmHg N: 80 x/menit S: 36 oC



Kista (-)



18.00



T:130/80 mmHg N: 80/menit S: 36,6 oC



Kista (-)



06.00



T: mmHg N: x/menit S: 36 oC



Kista (-)



21 Oktober 2010



BB/TB



BMI



Status



Tanggal



Lokalis Kista (-)



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Kista Ateroma



Keluhan



Rencana



-



-Tx: injeksi Novarapid 8 IU, Po dilanjutkan -GD I/II



-



Tx: injeksi Actrapid 8 IU Po dilanjutkan Tx: Injeksi Novorapid 8 IU Po dilanjutkan Lavecef (-)



-



Tx: injeksi Novorapid 8 IU Po lanjutkan Pasien dipulang kan, periksa 28/10/2010



24



2.1.1 Definisi Obstruksi glandula sebasea sehingga terjadi penimbunan sekret sebum diikuti deskuamasi sel-sel dan cornified detritus yang mengandung kristal-kristal kolesterol (Nico, et al.) 2.1.2 Ujud Kelainan Kulit Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran: bulat, batas tegas, dinding tipis, bebas dari dasar tapi melekat pada dermis atasnya, daerah muara sumbatan disebut pungta (Chandrasoma and Taylor, 2005). 2.1.3 Predileksi Bagian tubuh yang sering timbul Kista Ateroma adalah: kepala, wajah, telinga, leher, punggung (Nico, et al.). 2.1.4 Terapi Ekstirpasi seluruh kapsula hingga bersih agar tidak residif. Irisan berbentuk ellips agar tidak terkena pungta untuk mencegah residif (Nico, et al.) 2.2 Diabetes Melitus 2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan kronik pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehingga mengakibatkan gangguan pada sekresi insulin, sensitivitas insulin atau keduanya. Diabetes mellitus ditandai dengan adanya hiperglikemia dan berhubungan dengan kerusakan berbagai sistem tubuh, khususnya sistem saraf dan pembuluh darah (WHO, 2007; Kumar, 2005; Dipiro et al, 2005). 2.1.2 Gejala Diabetes Mellitus Gejala yang khas pada diabetes mellitus dapat berupa poliuria (sering buang air kecil terutama di malam hari), polidipsia (rasa haus dan berlangsung lama), polifagia (makan yang berlebihan) dan penurunan berat badan secara drastis tanpa sebab yang jelas (PERKENI, 2006). Gejala lainnya dapat berupa lemah badan (cepat lelah), kesemutan, mata kabur, infeksi, gatal (teutama di daerah genital), disfungsi ereksi (pada pria) (PERKENI, 2006; Medicastore, 2007). 2.1.3 Faktor Risiko Diabetes Mellitus Pemeriksaan penyaring atau skrining dilakukan pada kelompok dengan faktor risiko diabetes mellitus sebagai berikut: (PERKENI, 2006)



25







Usia ≥ 45 tahun







Obesitas (Indeks Massa Tubuh > 23 kg/m2 )







Riwayat keluarga diabetes mellitus







Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan > 4000 gram (4 kg), atau riwayat diabetes gestasional







Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)







Kolesterol (HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL)







Riwayat penyakit jantung







Orang yang sebelumnya dinyatakan sebagai TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)



2.1.4 Penyebab Diabetes Mellitus Di era globalisasi seperti saat ini, banyak hal-hal baru yang diduga sebagai pemicu diabetes mellitus, diantaranya adalah perubahan gaya hidup yang tidak sehat. Banyaknya jaringan restoran cepat saji (fast food) yang ada di masyarakat dewasa ini mengandung banyak lemak, yang jika tidak dikendalikan dengan baik dapat menyebabkan penyakit pada tubuh. Selain fast food, juga banyak beredar minuman ringan (soft drink) dengan kadar gula yang tinggi. Selain penyebab yang telah disebutkan di atas, ada faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan diabetes, antara lain : Usia Semakin bertambah usia semakin tinggi risiko diabetes. Mengingat bahwa manusia mengalami perubahan fisiologis setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia tersebut, karena menurunnya fungsi fisiologis akibat dari bertambahnya usia, ditambah lagi pada mereka yang berat badannya berlebih.



Stres Stres cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Dimana seretonin memiliki efek penenang sementara, yang berguna untuk meredakan stres. Salah satu efek dari meningkatnya kadar serotonin adalah peningkatan pada nafsu



26



makan. Sehingga penyebab diabetes bukanlah pada serotonin yang dihasilkan, tetapi disebabkan karena gula dan lemak yang mereka makan. Pola makan yang salah. Pola makan yang minim hingga mengakibatkan kurang gizi atau pola makan yang berlebih dan berakibat pada kelebihan berat badan sama-sama dapat meningkatkan risiko diabetes. Hal ini dikarenakan kurang gizi (malnutrisi) dapat memperbesar risiko rusaknya pankreas, sedangkan obesitas (berat badan berlebih) mengakibatkan gangguan pada kerja insulin (retensi insulin). (Sustrani dkk, 2004) Aktivitas fisik Teknologi yang semakin maju mempermudah segala pekerjaan sehingga aktivitas fisik semakin sedikit. Sedikitnya aktivitas ditambah dengan pola makan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko obesitas yang merupakan faktor risiko dari diabetes mellitus (Health care, 2005). 2.1.5 Patogenesis Diabetes Mellitus Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa glukosa ke dalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pulau-pulau langerhans di pankreas. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta diibaratkan sebuah anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi energi atau tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk sel sehingga glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya dalam darah meningkat (hiperglikemik). (Soegondo dkk;2002; WHO, 2007; Greene et al, 2003). 2.1.6 Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan PERKENI (2006), diabetes mellitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Diabetes Mellitus Tipe-1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, yang disebabkan oleh:  Autoimun  Idiopatik 2. Diabetes Mellitus Tipe-2



27



Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di bawah ini, antara lain:  Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas untuk memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).  Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (PERKENI, 2006).  Diabetes Mellitus Tipe Lain  Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu:



 Defek genetik fungsi sel beta  Defek genetik kerja insulin  Penyakit eksokrin pankreas  Endokrinopati  Karena obat atau zat kimia  Infeksi  Sebab imunologi yang jarang  Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus 4. Diabetes Mellitus Kehamilan Diabetes mellitus kehamilan atau sering disebut dengan istilah Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung. Faktor risiko diabetes tipe ini antara lain obesitas, adanya riwayat DMG, gukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4 kg, dan adanya riwayat preeklamsia. Penilaian adanya risiko diabetes melitus gestasional perlu dilakukan sejak kunjungan pertama untuk pemeriksaan kehamilannya. 2.1.7 Diagnosis Diabetes Mellitus Kriteria diagnosis menurut American Diabetes Association (2008): 1. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan asupan kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 2. Tampak gejala klasik diabetes melitus dan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).



28



Gejala klasik diabetes mellitus termasuk poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. 3. Kadar glukosa darah 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral ≥ 200 mg/dL



(11,1 mmol/L). Tes Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan standar World Health Organization, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes melitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) tergantung dari hasil yang diperoleh. 



TGT: glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,811,0 mmol/L).







GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L).



2.1.8 Komplikasi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan beberapa komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkan dapat berupa: 1. Komplikasi Akut a. Hipoglikemi Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai 250 mg/dL)







Na serum