SUPREME [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SUPREME SAMBUTAN DIREKTUR UTAMA Rekan-rekan dan insan PERTAMINA yang saya hormati dan banggakan, Sebagaimana kita sadari bersama, bahwa PERTAMINA yang telah tumbuh sebagai perusahaan penyedia energi, yang terus berkembang dalam sekala volume, diversifikasi sumber energi dan kompleksitas pelayanan, maka Sistem Manajemen Risiko Keselamatan, Kesehatan, Keamanan, Sosial dan Lingkungan (HSSE) menjadi salah satu pilar yang utama sebagai “core value” dari Perusahaan di dalam menjalankan bisnisnya. Kita beroperasi dalam lingkungan yang terpapar bahaya dan resiko setiap hari, dan oleh karena itu adalah penting bahwa pendekatan kita untuk pengembangan bisnis yang berkelanjutan dan manajemen resiko bergantung pada komitmen kepemimpinan kita untuk bertindak secara bertanggung jawab dan proaktif tentang pengurangan dampak kesehatan, keselamatan, keamanan, sosial dan lingkungan dari kegiatan operasi Perusahaan. SUPREME (Sustainability Pertamina Expectations for HSSE Management Excellence) menjadi penting dalam perjalanan PERTAMINA menjadi Perusahaan kelas dunia yang harus memastikan sustainabilitas dalam berbisnis berdasarkan kaidah-kaidah praktek aspek HSSE yang baik. Sekaligus SUPREME akan menjadi “HSSE Corporate Way Identity”. Hal ini sesuai dengan komitmen Pertamina untuk berjalan seiring dengan pertumbuhan kesejahteraan manusia dan perlindungan alam, karena pertumbuhan yang seimbang antara people, planet, dan profit yang merupakan awal aspirasi Pertamina menjadi “Perusahaan Energi Kelas Dunia”. Hal ini sekaligus juga menunjukkan Corporate Sustainability & Responsibility dari PERTAMINA yang secara konsisten menciptakan nilai bersama dalam masyarakat melalui pembangunan ekonomi, tata kelola yang baik, dialog harmonis dengan pemangku kepentingan dan pelestarian lingkungan. Pedoman Sistem Manajemen HSSE ini telah dirancang untuk memberi Anda, sebagai pemimpin dan insan Pertamina, dengan dukungan dari Kami (Direktur Utama dan jajaran Direksi yang lainnya) yang diperlukan dalam



i



SUPREME menjalankan dan menanamkan nilai-nilai HSSE di seluruh organisasi di PT Pertamina (Persero) dan Anak Perusahaan. Sistem Manajemen Resiko HSSE dan implementasinya secara konsisten dan persisten, serta mempunyai daya dorong mandiri untuk berkemampuan menjadi pembelajar dan perbaikan terus menerus dalam mempraktekan aspek HSSE kita sebagai budaya kerja yang profesional dan juga dalam kehidupan pribadi dan sosial sehari-hari (beyond culture) di semua tingkat unit operasi di lingkungan PT Pertamina (Persero) dan Anak Perusahaan akan mempercepat tumbuhnya budaya “Generative” di PERTAMINA. Pedoman ini juga memungkinkan semua pemimpin untuk mendemonstrasikan sikap kepemimpinannya yang diharapkan PERTAMINA untuk dapat menciptakan dan memperkuat budaya HSSE di Unit Operasi/ Anak Perusahaan dengan cara melaksanakan pedoman secara konsisten dan berkesinambungan. Kami, seluruh Jajaran Manajemen PERTAMINA, berkomitmen mendorong semua level pekerja untuk memberi masukan / inovasi program penerapan Pedoman Sistem Manajemen HSSE – SUPREME secara efektif dan efisien disesuaikan dengan kondisi di wilayah operasi masing-masing. Terima kasih atas dukungan dan komitmen Anda di dalam menjalankan Sistem Manajemen HSSE PERTAMINA – SUPREME ini sehingga tercipta lingkungan kerja yang selamat, aman dan PERTAMINA sukses menapaki menuju Perusahaan Hijau dan penyedia energi bersih. Jakarta, 30 November 2018 Direktur Utama



Nicke Widyawati



ii



DAFTAR ISI SAMBUTAN DIREKTUR UTAMA .......................................................................... i SURAT KEPUTUSAN SUPREME ....................................................................... iv A. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 B. PROSES BISNIS DAN EKSPEKTASI ............................................................ 9 1. KEPEMIMPINAN DAN AKUNTABILITAS .................................................. 9 2. KEBIJAKAN DAN SASARAN .................................................................... 12 3. ORGANISASI, TANGGUNG JAWAB, SUMBER DAYA, DAN DOKUMEN .................................................................................................... 14 4. MANAJEMEN RISIKO ................................................................................ 17 5. PERENCANAAN DAN PROSEDUR ........................................................ 21 6. IMPLEMENTASI DAN PENGENDALIAN OPERASIONAL ................... 26 7. JAMINAN : PEMANTAUAN, PENGUKURAN dan AUDIT .................... 31 8. TINJAUAN..................................................................................................... 35 LAMPIRAN .................................................................................................................



SUPREME SURAT KEPUTUSAN SUPREME



iv



SUPREME



v



SUPREME A. PENDAHULUAN SUPREME (Sustainability Pertamina Expectations For HSSE Management Excellence) merupakan Sistem Manajemen untuk mengintegrasikan praktik-praktik HSSE terbaik/ kelas dunia secara terstruktur dan sistematis pada tingkat Korporat, Direktorat, Unit Operasi, dan Anak Perusahaan Pertamina, serta memastikan bahwa praktik-praktik HSSE tersebut memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan bisnis secara keseluruhan, mengelola risiko yang terkait dengan bisnis, dan menetapkan serta mencapai target bisnis, HSSE, dan target Pertamina lainnya (KPI, sasaran, dan/atau target lainnya). Sistem Manajemen HSSE (SUPREME) mendefinisikan prinsip-prinsip PT Pertamina (Persero) dan Anak Perusahaan dalam mejalankan operasinya secara aman dan memenuhi kaidah-kaidah HSSE di seluruh dunia dengan menerapkan secara konsisten dan berkesinambungan. Sistem Manajemen HSSE (SUPREME) ini didasarkan pada pemenuhan peraturan perundangan yang berlaku seperti SMK3, SMP Perkap 24/ 2007, dan Proper KLHK serta standar sistem manajemen internasional seperti ISO 9001, ISO 14001, ISO 26000, ISO 27001, ISO 28000, ISO 31000, ISO 39001, ISO 45001, ISO 50001, dan standar lainnya. Selain itu, Manajemen Keselamatan Proses juga menjadi dasar dari Sistem Manajemen HSSE ini (SUPREME) untuk memastikan pemahaman yang lebih dalam tentang kondisi dan persyaratan HSSE secara keseluruhan di perusahaan yang beroperasi tingkat nasional maupun internasional. Dokumen ini menggantikan Pedoman Sistem Manajemen HSSE Pertamina versi sebelumnya (A–001/I00200/2011–S0 [Rev. 2]) dan mencakup lebih banyak persyaratan ‘Kelas Dunia’ untuk pengelolaan aspek HSSE,



1



SUPREME termasuk hal-hal mengenai keberlanjutan, melalui perbaikan berkelanjutan terhadap dokumen yang telah ada dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi, dimana aspek HSSE berkontribusi besar terhadap keberlanjutan bisnis Pertamina. Di dalam Pedoman ini kita menerapkan prinsip prinsip dasar yang paling penting dari Sistem Manajemen yang mengikuti kaidah-kaidah (Plan – Do – Check – Act/ PDCA) : Perencanaan, Pelaksanaan, Pengecekan, dan Tindakan Perbaikan. Manajemen Pertamina mengkomunikasikan prinsip-prinsip “SUPREME” kepada semua pekerja, pelanggan, kontraktor, dan pihak ketiga yang terkait dengan bisnis PT Pertamina (Persero). Setiap Unit Operasi dan Anak Perusahaan Pertamina harus memberikan bukti kepatuhan dan kesesuaian secara proaktif dan konsisten terhadap Sistem Manajemen Risiko HSSE yang dijalankan. Sistem Manajemen HSSE ini akan terus ditingkatkan dengan pemeriksaan kepatuhan dan kesesuaian pada standar dan prosedur sehari-hari pada Sistem Manajemen melalui perbaikan/ modifikasi sistem manajemen sesuai dengan harapan PT Pertamina (Persero) dan Anak Perusahaan. Sistem Manajemen HSSE (SUPREME) terdiri dari 8 (delapan) proses dan 191 (seratus sembilan puluh satu) ekspektasi yang saling terkait. Delapan proses tersebut adalah :  PROSES 1 – KEPEMIMPINAN DAN AKUNTABILITAS  PROSES 2 – KEBIJAKAN DAN SASARAN  PROSES 3 – ORGANISASI, TANGGUNG JAWAB, SUMBER DAYA, DAN DOKUMEN  PROSES 4 – MANAJEMEN RISIKO  PROSES 5 – PERENCANAAN DAN PROSEDUR  PROSES 6 – IMPLEMENTASI DAN PENGENDALIAN OPERASIONAL  PROSES 7 – JAMINAN : PEMANTAUAN, PENGUKURAN dan AUDIT  PROSES 8 – TINJAUAN Untuk mewujudkan hal di atas, SUPREME juga disusun sesuai dengan struktur perbaikan berkelanjutan P–D–C–A seperti gambar di bawah ini, termasuk semua aspek manajemen risiko yang melekat di dalamnya :



2



SUPREME



Gambar 1. Siklus P-D-C-A SUPREME Sejalan dengan siklus P–D–C–A, struktur SUPREME, dan hirarki sistem dokumentasi Pertamina (lihat gambar 1), maka SUPREME juga wajib ditinjau secara berkala dan diperbarui jika perlu, sehingga secara berkesinambungan dapat meningkatkan dan memperbarui komitmen Pertamina terhadap kegiatan operasional yang sehat, selamat, aman, dan ramah lingkungan bagi seluruh pemangku kepentingannya. SUPREME disusun sesuai dengan Code of Conduct Pertamina yang merupakan bentuk komitmen PT Pertamina (Persero) untuk bertindak sesuai dengan hukum dan standar yang berlaku dimanapun Pertamina beroperasi. Perilaku yang disebutkan dalam Code of Conduct berasal dari Tata Nilai Pertamina ‘6C’ yang secara konsisten perlu dijunjung tinggi dan diakui sebagai budaya dan etika semua karyawan serta partner Pertamina yaitu CLEAN, COMPETITIVE, CONFIDENT, CUSTOMER FOCUSED, COMMERCIAL, CAPABLE. Selain Tata Nilai '6C,' Strategi Pertamina mencakup Kebudayaan HSSE dan Good Corporate Governance (GCG) sebagai bagian dari pondasi perusahaan.



3



SUPREME Dalam dokumen ini, konteks untuk melaksanakan suatu kegiatan dibuat dengan berbagai tingkat penekanan dan niat. Sebagai aturan umum istilah/ bahasa yang digunakan sebagai berikut :  ‘shall’/ ‘must’ (harus) mengindikasikan serangkaian tindakan yang harus dilakukan setiap waktu, dengan status wajib di Pertamina, dan merupakan good practice.  ‘should’ (sebaiknya) mengindikasikan serangkaian tindakan yang dipilih untuk dilakukan, dan merupakan best practice.  ‘may’/ ‘can’ (boleh/ dapat) mengindikasikan serangkaian tindakan yang bersifat opsional, dan/atau bersifat tambahan yang secara umum melengkapi dan mendukung pelaksanaan kegiatan. Untuk menerapkan SUPREME pada seluruh kegiatan Operasi Pertamina maka diperlukan pedoman penerapan SUPREME dan perlengkapan auditnya. Training dan program Awareness mengenai SUPREME juga menjadi hal kunci suksesnya penerapan SUPREME di Unit Operasi dan Anak Perusahaan. Selanjutnya penerapan ekpektasi-ekpektasi yang ada dalam SUPREME akan distandarkan melalui pedoman dan standar lanjutan yang diperlukan sesuai dengan ekspektasi dalam SUPREME sehingga pada akhirnya hanya ada satu sistem manajemen HSSE di seluruh Pertamina dan Anak Perusahaan. Dalam penerapan SUPREME, proses audit internal dilakukan menggunakan protokol audit SUPREME sesuai dengan standar yang menjadi rujukan. Audit eksternal/ sertifikasi dapat dilakukan sesuai dengan ekspektasi pemangku kepentingan (peraturan perundang-undangan, pelanggan, dan lain-lain). SUPREME diharapkan dapat mewujudkan kemandirian Pertamina bersama UO/ AP dalam perbaikan berkelanjutan Manajemen Risiko HSSE dengan memenuhi (comply) SUPREME Expectation menuju budaya HSSE generatif (beyond culture). (Gambar 2)



4



SUPREME



Gambar 2. Audit SUPREME Dari segi dokumentasi, SUPREME sejalan dengan Manajemen Sistem Tata Kerja Pertamina (MSTKP) Perusahaan dengan struktur sebagai berikut : (Gambar 3)



Gambar 3. Hirarki Sistem Dokumentasi di Pertamina



5



SUPREME Adapun pengorganisasian penerapan SUPREME dilakukan oleh Tim Kerja secara berjenjang dari Tingkat Korporat diturunkan ke Tingkat Direktorat selanjutnya semua Unit Operasi dan Anak Perusahaan membangun dan menerapkan SUPREME sesuai dengan kegiatan, jenis dan tingkat risiko yang dimiliki. Pada tingkatan Korporat dan Direktorat dibentuk tim Penerapan SUPREME yang bertugas untuk menentukan memastikan langkah strategis, peta jalan dan penerapan di Unit Operasi/ Anak Perusahaan berjalan serta memberikan/ menerbitkan pedoman yang dibutuhkan. Sementara itu, setiap Unit Operasi dan Anak Perusahaan harus membuat Tim Kerja untuk membangun dan atau menerapkan SUPREME di wilayah Operasinya. Secara garis besar struktur organisasi penerapan SUPREME sebagai berikut: (Gambar 4)



Korporat



• Kebijakan Strategis Sistem Manajemen HSSE(SUPREME) • Roadmap Tingkat Korporat • Pembuatan Pedoman dan Standar tingkat Korporat • Memastikan Penerapan SUPREME di seluruh Unit Operasi/ Anak Perusahaan melalui Direktorat



Direktorat



• Kebijakan Penerapan Sistem Manajemen HSSE (SUPREME) di Unit Operasi/ Anak Perusahaan • Roadmap Penerapan SUPREME di Unit Operasi/ Anak Perusahaan dalam Direktorat • Pembuatan Pedoman dan Standar yang diperlukan tingkat Direktorat • Memastikan Penerapan SUPREME di seluruh Unit Operasi/ Anak Perusahaan



Unit Operasi/ Anak Perusahaan



• Strategi Penerapan Sistem Manajemen HSSE (SUPREME) di Unit Operasi/ Anak Perusahaan yang bersangkutan • Roadmap Penerapan SUPREME di Unit Operasi/ Anak Perusahaan yang bersangkutan • Pembuatan TKO dan TKI yang diperlukan tingkat Unit Operasi/ Anak Perusahaan • Memastikan Penerapan SUPREME di Unit Operasi/ Anak Perusahaan yang bersangkutan



Gambar 4. Struktur Organisasi Penerapan SUPREME



6



SUPREME Organisasi penerapan SUPREME di tingkat Unit Operasi dan Anak Perusahaan secara umum adalah sebagai berikut : (Gambar 5)



Gambar 5. Organisasi Penerapan SUPREME di Tingkat Unit Operasi dan Anak Perusahaan Untuk mengimplementasikan Sistem Manajemen HSSE (SUPREME) maka akan segera diterbitkan :    



Pedoman Implementasi SUPREME SUPREME Audit Protocol Continuous Performance Improvement Management Tools Pedoman Utama Proses Bisnis HSSE



Dalam rangka upaya perbaikan berkelanjutan, seluruh pemangku kepentingan Pertamina didorong untuk memberikan masukan terhadap isi dokumen ini serta mengusulkan perbaikan dan/atau materi tambahan yang dianggap berguna untuk dimasukkan dalam versi berikutnya. Usulan perbaikan agar disampaikan ke fungsi HSSE Pertamina di tingkat Korporat dengan menggunakan Formulir Umpan Balik yang disediakan di bawah ini.



7



SUPREME FORMULIR UMPAN BALIK: Dalam semangat perbaikan berkelanjutan, SUPREME akan ditinjau secara berkala dan diperbarui jika diperlukan dengan menyertakan usulan perbaikan yang disampaikan oleh para pelaksana. Pertamina menerima dengan terbuka komentar dan saran Anda. Jika Anda ingin memberikan saran apapun untuk upaya perbaikan, silahkan mengirimkan komentar Anda dengan mengisi formulir di bawah ini ke email kantor HSSE Pertamina (Persero): [email protected] Referensi/ Bab/ Nomor Halaman SUPREME



Saran untuk Perbaikan (Mengubah, Menambah, Memperbarui, Menghapus, dll.)



1.



1.



2.



2.



3.



3.



8



SUPREME B. PROSES BISNIS DAN EKSPEKTASI 1. KEPEMIMPINAN DAN AKUNTABILITAS Dalam setiap aktifitasnya, Organisasi harus memastikan bahwa Pemimpin di semua tingkatan harus menunjukkan kepemimpinan yang nyata, konsisten, kuat serta menjadi contoh dalam aspek HSSE dengan mematuhi semua aturan hukum dan persyaratan yang berlaku, menerapkan tata nilai 6C, mengutamakan dan menghargai aspek HSSE dan penerapan Golden Rules HSSE, serta memiliki komitmen menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan perbaikan berkelanjutan di semua aspek perusahaan. Pemimpin harus bertanggung mempertahankan budaya HSSE.



jawab



untuk



membentuk



dan



1.1. Pemimpin harus membuat dan menetapkan visi misi dan tata nilai Perusahaan. 1.2. Pemimpin harus membuat dan mendokumentasikan sistem manajemen HSSE. 1.3. Pemimpin harus harus menetapkan, menjadi panutan, dan mempromosikan budaya HSSE excellence dan kontribusinya terhadap keberlanjutan bisnis. 1.4. Pemimpin harus memasukkan empat aspek (keterlibatan, visibilitas, KPI, budaya) kepemimpinan SUPREME ke dalam uraian jabatan yang terdokumentasi. 1.5. Pemimpin harus mewujudkan Komitmen Pertamina untuk tercapainya HSSE excellence dan keberlanjutan bisnis. 1.6. Pemimpin harus ikut terlibat dalam meninjau penerapan HSSEMS yang terdokumentasi secara berkala, untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, dan efektivitasnya. 1.7. Pemimpin harus memastikan alokasi sumber daya dan keahlian untuk mencapai KPI HSSE. 1.8. Pemimpin harus mengikuti pelatihan yang diperlukan dan pengembangan kompetensi kepemimpinan. 1.9. Pemimpin harus mengenali wilayah operasi untuk menyusun prioritas perbaikan berdasarkan persyaratan hukum profil dan



9



SUPREME tingkat resiko, Good Corporate Governance serta pemangku kepentingan. 1.10. Pimpinan harus terlihat dalam melakukan berbagai kegiatan walk-the-talk/ talk-the-walk. 1.11. Pemimpin berpartisipasi dalam kegiatan HSSE dan keberlanjutan bisnis (misalnya, management tour, pelatihan, observasi tugas/ tingkah laku, pemberian penghargaan/ mentoring, seminar dan workshop dengan kontraktor dan asosiasi industri, investigasi kejadian, audit/ penilaian, kegiatan pengembangan masyarakat, dan lain-lain. 1.12. Pemimpin mengutamakan aspek HSSE dan keberlanjutan bisnis dalam agenda rapat dan proses pengambilan keputusan. 1.13. Pemimpin berpartisipasi dalam performance dialogue dan tinjauan kinerja terkait KPI, rencana bisnis, sasaran, tujuan, dan/atau target. 1.14. Meminta pendapat pihak internal dan eksternal tentang aspek HSSE dan keberlanjutan bisnis, serta menggunakan nya secara tepat. 1.15. Mengidentifikasi dan menilai pencapaian individu dan kelompok pengembangan dan peningkatan perilaku serta perbaikan budaya HSSE. 1.16. Organisasi harus menyusun RJPP yang mencakup kinerja HSSE dan aset serta memastikan bahwa KPI (tujuan, sasaran, dan target) diciptakan agar keterlibatan dan visibilitas tercipta dengan mengembangkan dan mendiskusikan KPI HSSE dan bisnis yang bersifat leading dan lagging bersama pekerja dan kontraktor. 1.17. Pemimpin memastikan para pekerja memiliki KPI HSSE dan bisnis yang seimbang antara leading indicator dan lagging. 1.18. Pemimpin menerapkan proses pengelolaan penghargaan dan konsekuensi secara adil. 1.19. Pemimpin harus harus menetapkan, mempromosikan dan menjadi panutan budaya HSSE excellence dan kontribusinya terhadap keberlanjutan bisnis. 1.20. Pemimpin harus mengidentifikasi, meyakinkan pemenuhan dan mengkomunikasikan semua peraturan hukum dan persyaratan



10



SUPREME lainnya yang berlaku bagi perusahan, unit operasi dan/atau anak perusahaan (Lihat Proses 2). 1.21. Pemimpin harus menerapkan tata nilai 6C Pertamina. 1.22. Pemimpin harus memotivasi secara terus menerus perbaikan aspek HSSE dan keberlanjutan bisnis secara perorangan, kelompok, lokasi kerja, dan/atau perusahaan. 1.23. Pemimpin harus membagi tanggung jawab dan diterimanya akuntabilitas individu terhadap kinerja HSSE dan keberlanjutan bisnis. 1.24. Pemimpin harus berpartisipasi dan melibatkan semua pekerja dalam pengembangan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan perbaikan berkelanjutan Sistem Manajemen HSSE (SUPREME). 1.25. Pemimpin harus terlibat dalam mengintervensi, memperkuat, dan menghargai perilaku yang berkontribusi pada HSSE excellence dan keberlanjutan bisnis. 1.26. Pemimpin harus meyakinkan penerapan HSSE Golden Rules oleh semua pekerja dengan semangat No Blame Culture dan penerapan Pertamina Life Saving Rules. 1.27. Pemimpin harus menciptakan suatu organisasi yang terbuka, transparan, dan jujur dalam segala aspek HSSE. 1.28. Organisasi harus mengidentifikasi pemangku kepentingan utama (key stakeholder) dan mengelola secara sesuai, cukup dan efektif. 1.29. Organisasi harus membuat proses bisnis dan menentukan pengengelolaan proses bisnis tersebut. 1.30. Organisasi harus menetapkan risiko bisnis dan mengelolanya.



11



SUPREME 2. KEBIJAKAN DAN SASARAN Dalam setiap aktifitasnya, Organisasi Perusahaan harus membuat, menetapkan kebijakan HSSE yang ditandatangani oleh Pimpinan Tertingginya yang mengacu kepada Misi, Visi, Tata nilai 6C Pertamina yang bertujuan untuk mencapai zero incidents dalam hal kesehatan, keamanan, lingkungan hidup dan berkelanjutan bisnis serta untuk aspek kerusakan aset, pelanggaran hukum, dan reputasi. Pemimpin harus membuat sasaran HSSE serta mengkomunikasikannya ke seluruh pekerja dan kontraktor serta pemangku kepentingan yang relevan. 2.1. Pemimpin harus menetapkan dan menandatangani kebijakan HSSE berdasarkan kebijakan HSSE tingkat korporat. 2.2. Pemimpin harus meyakinkan bahwa kebijakan HSSE mencakup komitmen untuk memenuhi atau melampaui (beyond compliance) semua peraturan hukum dan sejalan dengan standar internasional, best practices yang berlaku bagi perusahaan dan sesuai dengan prinsip keberlanjutan (sustainability). 2.3. Pemimpin harus meyakinkan bahwa kebijakan HSSE mencakup komitmen untuk menurunkan bahaya dan tingkat risiko kesehatan, keselamatan (baik keselamatan proses maupun keselamatan kerja), keamanan, lingkungan, aset, dan reputasi ke tingkat yang serendah mungkin selama masuk akal dan dapat dilaksanakan (As Low as Reasonably Practicable/ ALARP). 2.4. Pemimpin harus meyakinkan bahwa kebijakan HSSE relevan terhadap kegiatan, produk, dan/atau jasa unit operasi/ anak perusahaan, konsisten dengan harapan para pemangku kepentingan eksternal, konsisten dan setara dengan kebijakan bisnis dan/atau sasaran strategis, dan ditandatangani, diberi tanggal serta dilakukan pengendalian dokumen dengan baik. 2.5. Pemimpin harus mengkomunikasikan kebijakan dalam berbagai kesempatan dan media (termasuk memajang di seluruh lokasi Pertamina, lokasi kerja kontraktor dan disosialiasikan/



12



SUPREME dipublikasikan secara luas) ke semua pekerja dan kontraktor/ pemasok serta tersedia untuk umum. 2.6. Pemimpin harus membuat kebijakan dalam format yang mudah dibaca baik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris (dan bahasa lainnya yang relevan dengan tempat dimana Pertamina beroperasi). 2.7. Pemimpin harus memantau implementasi Kebijakan HSSE melalui Performance Dialogue, pengawasan, survei, penilaian, audit, dan lain-lain.



13



SUPREME 3. ORGANISASI, DOKUMEN



TANGGUNG



JAWAB,



SUMBER



DAYA,



DAN



Dalam setiap aktifitasnya, Organisasi harus mengembangkan sistem manajemen HSSE yang sesuai, cukup, efektif, dan bekerja dengan baik dengan alur akuntabilitas dan tanggung jawab, keterlibatan, serta partisipasi aktif dari semua pekerja dengan menyusun struktur organisasi yang menjelaskan akuntabilitas dan tanggung jawab HSSE tiap pekerja dan meyakinkan tersedianya sumber daya yang dibutuhkan. Pemimpin Organisasi harus membuat perencanaan dan penjadwalan pengembangan, implementasi, pemeliharaan, pemantauan, peninjauan, dan perbaikan berkelanjutan atas sistem manajemen HSSE serta mengkomunikasikan kepada semua pekerja, pemasok, kontraktor, dan sub-kontraktor, serta pemangku kepentingan yang relevan. Pemimpin Organisasi harus memastikan pelatihan dan kompetensi pekerja, pemasok, kontraktor dan sub-kontraktor dan/atau pemangku kepentingan yang relevan. Organisasi harus meyakinkan bahwa dokumentasi dan sistem pencatatan yang sesuai, cukup, serta efisien membantu memastikan proses bisnis yang sangat baik serta pengetahuan tentang organisasi. 3.1. Organisasi harus menyusun struktur organisasi yang telah dilengkapi dengan bagan kewenangan, struktur jabatan dan uraian pekerjaan/jabatan. 3.2. Pemimpin harus meyakinkan adanya fungsi HSSE pada struktur organisasi di tiap unit operasi dan anak perusahaan yang memenuhi kebutuhan strategi dan kebijakan perusahaan. 3.3. Pemimpin harus meyakinkan bahwa struktur organisasi dapat menjabarkan tanggung jawab pengelolaan HSSE pada manajemen lini dan masing-masing pekerja, ditunjukkan pada penggunaan bagan RASCI. 3.4. Pemimpin harus meyakinkan bahwa setiap individu/pekerja memiliki tanggung jawab dan target kinerja dalam pengelolaan



14



SUPREME HSSE dalam Uraian Jabatan Individu dan Key Performance Indicators (KPI). 3.5. Pemimpin harus melakukan rapat rutin untuk membahas hal-hal penting terkait bisnis perusahaan, termasuk aspek HSSE baik di tingkat Korporat maupun Unit Organisasi dan Anak Perusahaan. 3.6. Organisasi harus membuat dan menetapkan HSSE Komite yang sesuai dengan organisasinya secara berjenjang. HSSE Komite harus memastikan upaya pencegahan dan perbaikan yang memadai serta mengkomunikasikan secara efektif kepada seluruh pemangku kepentingan. 3.7. Pemimpin harus membuat perencanaan kebutuhan sumber daya HSSE untuk jangka panjang (5 tahun), tahunan dan untuk melaksanakan rencana kerja HSSE. 3.8. Organisasi harus membuat perencanaan penggunaan tenaga kerja yang kompeten termasuk penggunaan kontraktor untuk melaksanakan strategi bisnis. 3.9. Pemimpin harus memiliki dan melaksanakan prosedur penilaian fitness to work untuk pekerja, dinilai dari aspek kompetensi sesuai Kebutuhan Kompetensi Jabatan dan dengan mempertimbangkan faktor fisik, mental dan psikologis pekerjaan. 3.10. Organisasi harus membuat daftar identifikasi kebutuhan, memastikan ketersediaan, pelaksanaan pelatihan HSSE yang sesuai, cukup dan efektif serta mendokumentasikan pelatihan untuk semua pekerja dan kontraktor/ pemasok/ sub-kontraktor. 3.11. Pemimpin harus memastikan telah memiliki personil yang kompeten sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. 3.12. Pemimpin harus membuat perencanaan penggunaan anggaran untuk investasi atau pelaksanaan program untuk mengelola risiko, dengan mengimplementasikan konsep ALARP. 3.13. Pemimpin harus melakukan perencanaan pekerjaan atau kegiatan dengan alokasi waktu yang cukup sehingga dapat dilaksanakan dengan cara yang benar, sehat, aman, ramah lingkungan, bermutu dan produktif.



15



SUPREME 3.14. Pemimpin harus meyakinkan pelaksanaan investasi dan alokasi terhadap sumber daya fisik atau asset Pertamina telah melalui pertimbangan/ perhitungan risiko aspek HSSE. 3.15. Pemimpin harus mempersiapkan standar dan prosedur pelaksanaan pekerjaan dan pengelolaan aspek HSSE untuk pemasok dan kontraktor. 3.16. Pemimpin harus menerapkan pemilihan kontraktor dan pemasok yang sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditetapkan. 3.17. Pemimpin harus melaksanakan pemantauan pekerjaan selama tahap pelaksanaan dan melakukan pemeriksaan atau penilaian akhir pekerjaan untuk menutup kontrak secara tepat. 3.18. Pemimpin harus mengkomunikasikan prosedur dan informasi HSSE lainnya kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal dengan tetap menjaga Informasi yang bersifat rahasia. 3.19. Pemimpin harus memiliki dan menerapkan prosedur dalam menerima dan menanggapi Informasi yang diterima dari pemangku kepentingan internal dan eksternal terkait kinerja HSSE dan pengelolaannya. 3.20. Pemimpin harus membuat organisasi dan sistem pengendalian dokumen serta rekaman yang sesuai, cukup dan efektif.



16



SUPREME 4. MANAJEMEN RISIKO Dalam setiap aktifitasnya, Organisasi harus menerapkan manajemen risiko (Enterprise Risk dan Operational Risk) yang efektif dan terdokumentasi melalui: identifikasi bahaya, evaluasi risiko, penentuan dan penerapan kontrol/ barrier untuk mengendalikan risiko-risiko ini, serta pemantauan risiko-risiko dan implementasi kontrolnya. Pengelolaan risiko ini harus mencakup risiko dari aspek kesehatan kerja, keselamatan kerja, keamanan, sosial, lingkungan, dan bisnis. Hasil akhir dari siklus manajemen risiko adalah manajemen sisa risiko. Siklus ini dan langkah-langkah yang terdapat di dalamnya relevan untuk mengelola Keselamatan Kerja ataupun Keselamatan Proses. Manajemen risiko harus mencakup risiko yang memiliki potensi membahayakan manusia dan lingkungan, mengakibatkan kerusakan dan/atau kerugian terhadap aset, kerugian produksi, kerugian finansial, pelanggaran hukum, dan memberi dampak negatif bagi reputasi Perusahaan serta keberlanjutan bisnis (bussiness continuity). 4.1. Organisasi harus membuat daftar yang terdokumentasi (risk register) dari semua bahaya kesehatan, keselamatan, keamanan, sosial, lingkungan, mutu, dan kecelakaan besar (Major Accident Hazard/ MAH) serta bahaya proses yang ada di dalam kegiatan, bahan, produk dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja, lingkungan, aset, masyarakat, pelanggan, dan/atau pemangku kepentingan lain yang terkait. 4.2. Pemimpin harus meyakinkan dokumentasi atas penilaian risiko terhadap bahaya-bahaya yang telah teridentifikasi, implementasi barriers yang digunakan untuk mengendalikan risiko-risikonya, serta rencana untuk memantau risiko dan barriers tersebut. 4.3. Pemimpin harus meyakinkan dokumentasi tinjauan risiko sesuai dengan Proses 8 Tinjauan, yang memasukkan praktik manajemen sisa risiko secara baik. 4.4. Pemimpin harus meyakinkan ketersediaan prosedur untuk melakukan identifikasi, evaluasi, dan pengendalian secara sistematis dengan memasukan pendekatan/ teknik yang relevan



17



SUPREME terhadap bahaya kesehatan, keselamatan, keamanan, sosial, lingkungan, mutu, dan kecelakaan besar (Major Accident Hazard/ MAH) yang dapat mempengaruhi ataupun timbul dari kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan, dan/atau produk yang dihasilkan oleh perusahaan. 4.5. Pemimpin harus mempersiapkan suatu proses untuk meninjau dan memperbarui penilaian risiko serta risk register/ daftar risikonya secara berkala dan/atau ketika ada perubahan terhadap operasi, dan ketika ada temuan dari kegiatan yang terkait di dalam SUPREME misalnya, analisa bahaya kerja, inspeksi, atau analisa insiden. 4.6. Pemimpin harus mempersiapkan personil yang kompeten (dari segi pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman, serta perilaku) untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, mengendalikan dan pemantauan bahaya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 4.7. Pemimpin harus meyakinkan bahwa prosedur untuk identifikasi, evaluasi, pengendalian dan pemantauan risiko HSSE dan Major Accident Hazard/ MAH menyatakan dengan jelas tanggung jawab dan akuntabilitas personil. 4.8. Organisasi harus meyakinkan metodologi evaluasi risiko dengan mempertimbangkan persyaratan hukum, peraturan perundangan serta Sistem Tata Kerja Pertamina, reputasi (ekspektasi pemangku kepentingan, khususnya dari publik dan karyawan), standar industri dan internasional, ketersediaan informasi untuk menentukan risiko dan/atau kepentingannya, dan pertimbangan keuangan/ biaya/ keuntungan dari langkah penurunan risiko. 4.9. Pemimpin harus meyakinkan bahwa semua risiko bahaya yang telah diidentifikasi harus disusun berdasarkan peringkat dan didokumentasikan dalam daftar bahaya/ risiko (risk register). 4.10. Pemimpin harus meyakinkan bahwa evaluasi risiko dilakukan dengan mengambil masukan dari personil relevan yang mengenal/ terlibat secara langsung dengan risiko tersebut.



18



SUPREME 4.11. Organisasi harus menetapkan metodologi evaluasi risiko secara kualitatif dan/atau kuantitatif sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur. 4.12. Pemimpin harus meyakinkan bahwa risiko-risiko HSSE dan Major Accident Hazard/ MAH telah dibuat ALARP mulai dari tahapan konsep dan desain awal. 4.13. Organisasi harus dapat mendemonstrasikan hubungan antara tiap risiko yang signifikan dan langkah penurunan risiko yang telah ditetapkan, melalui daftar risiko, daftar Major Accident Hazard/ MAH, dan catatan kegiatan kritikal HSSE lainnya. 4.14. Pemimpin harus meyakinkan bahwa pengendalian risiko yang ditetapkan harus proporsional terhadap risiko, serta tanggung jawab untuk implementasinya harus didefinisikan dengan jelas, dimengerti, dan dialokasikan kepada individu atau posisi tertentu. 4.15. Pemimpin harus meyakinkan bahwa prosedur dan/atau instruksi kerja yang dibuat dan dilaksanakan dengan melibatkan staf yang kompeten, serta dengan jelas menyebutkan tanggung jawab, persyaratan HSSE serta standar kinerja yang dapat diterima. 4.16. Organisasi harus meninjau dan memperbaharui prosedur pengendaliaan bila diperlukan, melalui tinjauan di dalam berbagai program perbaikan. 4.17. Pemimpin harus menetapkan indikator kinerja untuk semua kegiatan HSSE dan Major Accident Hazard/ MAH yang kritikal dan harus didokumentasikan didalam detil kegiatannya, serta menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap indikator. 4.18. Pemimpin harus memantau, mengukur, membuat trend dan meninjau secara rutin kinerja semua kegiatan HSSE dan Major Accident Hazard/ MAH. 4.19. Organisasi harus mempersiapkan prosedur untuk meninjau kinerja karyawan serta memasukkan referensi terhadap indikator kinerja HSSE dan Major Accident Hazard/ MAH yang relevan. Kinerja karyawan yang baik akan mendapatkan apresiasi melalui sistem penghargaan Pertamina.



19



SUPREME 4.20. Organisasi harus meyakinkan bahwa dokumentasi bahaya dan keseluruhan proses manajemen risiko harus lengkap, terus diperbarui, mudah diakses dan mudah dimengerti oleh pemimpin/ pengawas/ operator yang bertanggung jawab atas keputusan-keputusan operasi. 4.21. Pemimpin harus memastikan ketersediaan sistem untuk semua rekomendasi dan tindakan yang timbul dari analisa serta tinjauan bahaya/ bahaya proses didokumentasikan dan diselesaikan. 4.22. Organisasi harus mengidentifikasi dan mendokumentasikan operasi dan instalasi kritikal yang risikonya telah diturunkan hingga tingkat ALARP. 4.23. Pemimpin harus memastikan bahwa kontraktor, pemasok, dan/atau sub kontraktor yang mengelola kegiatan HSSE kritikal telah memenuhi proses manajemen risiko Pertamina dengan juga memiliki dokumentasi atas demonstrasi pelaksanaan manajemen risiko.



20



SUPREME 5. PERENCANAAN DAN PROSEDUR Dalam setiap aktifitasnya, Organisasi harus melakukan perencanaan kegiatan kerja yang seksama dan menyusun prosedur yang diperlukan untuk mengendalikan risiko yang diidentifikasi dan dievaluasi melalui proses manajemen risiko. Perencanaan dan prosedur dibuat untuk mempertahankan asset integrity, mengelola perubahan, serta membuat dan menguji kesiapan penanggulangan keadaan darurat. Perencanaan harus dibuat dalam rangka Manajemen Risiko dan diterapkan berdasarkan skala prioritas kegiatan untuk mengelola risiko HSSE dan Keberlanjutan Bisnis secara sesuai, memadai dan efektif. Prosedur dan instruksi kerja harus dibuat untuk mengelola kegiatan dan mengendalikan risiko-risiko yang dihasilkan dari proses Identifikasi dan Evaluasi Risiko. Kegiatan yang berisiko tinggi harus dikendalikan dengan menggunakan sistem Surat Ijin Kerja Aman. 5.1. Organisasi harus membuat dan mendokumentasikan rencana kerja dan prosedur yang dibutuhkan di dalam sistem manajemen. 5.2. Pemimpin harus membuat Rencana kerja HSSE yang menunjukkan upaya perbaikan berkelanjutan (Continual Improvement). 5.3. Pemimpin harus membuat sasaran program asset integrity yang mencakup Safety and Environment Critical Element. 5.4. Organisasi harus memberlakukan dan memahami standar dan prosedur yang berlaku, yang berasal dari hasil penilaian/ analisa risiko, dan/atau praktik yang diakui secara internasional. 5.5. Pemimpin harus meyakinkan adanya sistem kontrol dokumen yang cukup dalam persiapan, tinjauan, dan distribusi semua dokumen yang dijadikan referensi utama. 5.6. Pemimpin harus melakukan pengelolaan semua jenis perubahan dengan cara yang tepat. 5.7. Organisasi harus membuat prosedur penanggulangan keadaan darurat dan kondisi krisis (yang mencakup keadaan darurat



21



SUPREME aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, lingkungan dan keberlanjutan bisnis) dan diuji secara berkala. 5.8. Pemimpin harus membuat Rencana Kerja HSSE tahunan yang terhubung dengan rencana strategis perusahaan (RJPP & RKAP) untuk memenuhi Tujuan Bisnis, Kebijakan Perusahaan, dan target perbaikan berkelanjutan dengan mempertimbangkan sumber daya yang dibutuhkan, tanggung jawab, dan jadwal yang realistis. 5.9. Pemimpin harus meyakinkan rencana kerja mencakup target yang S.M.A.R.T. (Specific, Measurable, Attainable, Realistic, Time-bounded) yang terkait dengan tujuan perbaikan berkelanjutan dan tindakan perbaikan sistem manajemen HSSE serta penanggung jawab dari setiap tindakan. 5.10. Pemimpin harus meyakinkan cakupan Rencana Kerja HSSE yang menyertakan kegiatan operasional, modifikasi terhadap fasilitas, akuisisi, pembangunan dan proyek baru, program pasca operasi (post operation), serta program eksplorasi atau pengembangan. 5.11. Pemimpin harus meyakinkan dalam penyusunan rencana kerja mempertimbangkan peraturan hukum yang ada dan yang berpotensi muncul di masa mendatang, risiko yang tidak dapat ditolerir, pilihan teknologi, persyaratan keuangan, operasional dan bisnis, serta masukan dari semua pemangku kepentingan yang terkait. 5.12. Pemimpin harus mengkomunikasikan secara efektif target HSSE yang terkait dengan rencana kerja ke semua pekerja, termasuk kontraktor dan pemangku kepentingan lain yang relevan. 5.13. Pemimpin harus meyakinkan semua kegiatan kritikal (critical activity) dan tugas-tugas pendukung harus dilengkapi dengan prosedur dan/atau instruksi kerja tertulis. 5.14. Pemimpin harus meyakinkan bahwa prosedur yang diperlukan harus ditetapkan, diterapkan dan dipelihara serta mencakup langkah-langkah yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja HSSE dan/atau mengelola risiko HSSE. Prosedur harus dikomunikasikan kepada pekerja serta dalam proses



22



SUPREME penyusunannya dikonsultasikan kepada pemangku kepentingan yang relevan. 5.15. Pemimpin harus meyakinkan penerapan Manajemen Perubahan (MOC) oleh semua pekerja dan kontraktor yang meliputi perubahan proses (hardware, process control, dan perubahan terhadap kondisi proses), perubahan yang bersifat prosedural, dan perubahan organisasi. 5.16. Pemimpin harus membuat prosedur manajemen perubahan secara tertulis yang mencakup dan membahas seluruh komponen dari siklus perubahan. Prosedur tersebut harus meliputi identifikasi bahaya, ancaman, peluang, asesmen, evaluasi, rencana mitigasi untuk mengurangi risiko ke tingkat ALARP dan proses persetujuan, serta tanggung jawab dan kompetensi personi yang diperlukan. 5.17. Pemimpin harus memelihara Daftar MOC yang memuat catatan segala bentuk perubahan dan disimpan secara terpusat di unit operasi, atau pada lokasi/ fasilitas khusus yang dianggap cocok bagi organisasi tersebut untuk keperluan audit. 5.18. Pemimpin harus mengembangkan sistem Asset Integrity (AI) secara proaktif dengan meninjau program serta jadwal terkait pengelolaan Asset Integrity. 5.19. Pemimpin harus memastikan bahwa fasilitas yang digunakan untuk memproses, menyimpan, dan/atau menangani bahan berbahaya harus dirancang, dibangun, dipasang, dan dipelihara untuk meminimalkan risiko loss of containment. 5.20. Pemimpin harus meyakinkan bahwa semua peralatan dan sistem proses, kontrol, dan utility diidentifikasi, dibuat katalognya, dan dikategorikan secara lengkap dan terkini. 5.21. Pemimpin harus meyakinkan bahwa penilaian berbasis risiko digunakan untuk menentukan skala prioritas, dalam hal dampak terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan, sosial, lingkungan, mutu dan keberlanjutan bisnis (business continuity). Teknik penilaian dipilih sesuai dengan kemungkinan dan tingkat keparahan dari potensi bahaya.



23



SUPREME 5.22. Pemimpin harus meyakinkan bahwa kegiatan operasional, pemeliharaan, dan inspeksi dilakukan secara efektif sesuai dengan paparan risiko dan harus dilaksanakan oleh personil yang kompeten serta dibuat laporannya. 5.23. Pemimpin harus meyakinkan bahwa data kegiatan operasional, pemeliharaan, dan inspeksi dikumpulkan dan dianalisa untuk mengidentifikasi ancaman terhadap kehandalan peralatan, menentukan trend kerusakan, memperbarui profil risiko, serta menetapkan strategi dan program di masa depan. 5.24. Pemimpin harus meyakinkan bahwa segala kegagalan yang terjadi dilakukan investigasi untuk menentukan sebab akarnya, membuat rekomendasi supaya tidak terulang, penyelesaian tindak lanjut, dan pembaruan profil risiko. 5.25. Pemimpin harus melakukan pemantauan terhadap mutu pelaksanaan dan dasar teknis untuk kegiatan Asset Integrity, serta tindakan perbaikan bila diperlukan. 5.26. Pemimpin harus meyakinkan dilakukannya identifikasi tugas, kegiatan, dan area yang memerlukan Surat Ijin Kerja Aman (SIKA) sebagai bentuk pengendaliannya. Identifikasi dilakukan secara terstruktur, sistematis dan dicatat secara formal serta dilaksanakan oleh tim yang berpengalaman dan personil yang kompeten dan berwenang. 5.27. Pemimpin harus meyakinkan identifikasi tugas, kegiatan, dan area yang memerlukan Surat Ijin Kerja Aman (SIKA) mencakup semua pekerjaan yang berbahaya yang dapat mengakibatkan cidera serius dan/atau kejadian besar lainnya dengan mengacu Daftar Risiko (Risk Register). 5.28. Pemimpin harus membuat sistem yang formal untuk mengelola SIKA yang dituangkan dalam bentuk prosedur dan harus tersedia untuk semua personil yang terlibat dalam penerapan SIKA. 5.29. Organisasi harus mengembangkan sistem SIKA yang dilengkapi formulir SIKA yang jelas/ mudah digunakan, dapat digunakan untuk kondisi yang tidak biasa dan dapat digunakan oleh kontraktor/ sub-kontraktor.



24



SUPREME 5.30. Pemimpin harus meyakinkan sistem SIKA menjelaskan secara detail tinjauan terhadap penilaian risiko dan langkah-langkah pekerjaan (method statements); inspeksi tempat kerja; isolasi dan pelepasan isolasi peralatan; pengaturan yang formal untuk menerbitkan, memperpanjang, memperbarui, menangguhkan, dan/atau membatalkan SIKA; formulir khusus untuk setiap jenis ijin kerja; dan retensi/ penyimpanan catatan/ dokumen ijin kerja untuk masa yang ditetapkan. 5.31. Pemimpin harus meyakinkan sistem SIKA mencakup ketentuan kompetensi personil melalui pelatihan sistem SIKA untuk personil yang menerbitkan dan yang menggunakan SIKA. Catatan pelaksanaan pelatihan harus disimpan dengan sesuai. 5.32. Pemimpin harus mengembangkan Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat yang efektif dan mencakup semua skenario keadaan darurat yang berpotensi terjadi. 5.33. Pemimpin harus memastikan bahwa rencana, prosedur, dan sumber daya tersedia untuk merespon dengan cepat dan efisien situasi darurat serta meminimalkan konsekuensi kerugian. 5.34. Pemimpin harus meyakinkan semua potensi skenario keadaan darurat diidentifikasi, dikategorikan, dan dinilai risikonya untuk membuat skala prioritas untuk pengembangan rencana tanggap darurat yang sesuai, memadai, dan hemat biaya. Proses identifikasi harus dilakukan dengan meninjau daftar Major Accident Hazard/ MAH.



25



SUPREME 6. IMPLEMENTASI DAN PENGENDALIAN OPERASIONAL Dalam setiap aktifitasnya, Organisasi harus melakukan pengendalian risiko dengan fokus Kegiatan Penting HSSE melalui pengendalian operasional secara sesuai, cukup dan efektif yang didokumentasikan dalam prosedur dan instruksi kerja serta menetapkan standar kinerja, baik untuk aspek kepemimpinan maupun teknis. Keterlibatan secara aktif dan pemahaman dari kontraktor/ pemasok/ pihak ketiga dalam proses implementasi pengendalian risiko harus diterapkan. Pengendalian operasional harus terhubung dengan proses SUPREME dan proses di organisasi lainnya untuk mendukung dan memastikan implementasi manajemen HSSE dan risiko yang tepat termasuk didalamnya namun tidak terbatas pada kegiatan pelatihan dan uji kompetensi, proses penjaminan, perencanaan yang efektif, kepemimpinan, konsultasi dan komunikasi, pengawasan kegiatan implementasi, dan lain-lain. 6.1. Pemimpin harus memastikan bahwa semua kegiatan dan tugas dilaksanakan berdasarkan prosedur dan instruksi kerja yang dibuat sesuai dengan kebijakan HSSE. 6.2. Pemimipin harus memastikan dan bertanggung jawab serta memiliki akuntabilitas terhadap pelaksanaan dan verifikasi kegiatan dan tugas menurut prosedur organisasi. 6.3. Pemimpin harus memastikan agar KPI, tujuan, sasaran, dan target HSSE dipenuhi tanpa melanggar kriteria kinerja. 6.4. Pemimpin harus memastikan kinerja HSSE secara berkelanjutan melalui kegiatan penjaminan, mengacu pada Proses 7 – Jaminan: Pemantauan, Pengukuran, dan Audit. 6.5. Pemimpin harus meyakinkan bahwa seluruh personil harus mengerti peran, akuntabilitas dan tanggung jawab HSSE mereka terkait dengan implementasi dan operasi serta memberikan kontribusi kepada kesesuaian, kecukupan, efektivitas sistem manajemen HSSE, manajemen risiko, dan keberlanjutan bisnis. 6.6. Pemimpin harus meyakinkan bahwa peran, akuntabilitas, dan tanggung jawab individu terhadap manajemen HSSE harus didefinisikan, dikomunikasikan dan ditindaklanjuti dengan jelas



26



SUPREME untuk seluruh pekerjaan di organisasi dengan menerapkan pendekatan RASCI. 6.7. Pemimpin harus meyakinkan bahwa rencana (plan) dan prosedur yang relevan telah dikomunikasikan kepada kontraktor dan pemasok, disertakan sebagai salah satu persyaratan dalam proses seleksi kontraktor/ pemasok serta menjadi salah satu agenda dalam rapat pembukaan atau kick-off meeting. 6.8. Pemimpin harus meyakinkan bahwa rencana (plan) dan prosedur yang relevan disampaikan dalam orientasi untuk kontraktor sebelum mereka memasuki lokasi kerja dan memulai pekerjaan. 6.9. Pemimpin harus meyakinkan tersedianya rencana (plan) dan prosedur yang relevan untuk pemantauan kontraktor selama kontraktor bekerja/ beroperasi yang mengacu pada Proses 7 SUPREME. 6.10. Organisasi harus mampu mengidentifikasi risiko ‘upside’ maupun ‘downside’ yang terkait dengan suatu perubahan peluang HSSE, penilaian risiko upside-nya, dan pengelolaan risiko (serta barriernya) untuk memaksimalkan keuntungan perubahan yang diharapkan. 6.11. Pemimipin harus mampu mengidentifikasi bahaya dan ancaman HSSE, penilaian risiko kerugiannya, dan pengelolaan risikonya (serta barrier-nya) untuk mencegah dan/atau meminimalkan potensi bahaya dan ancaman yang berasal dari perubahan tersebut. 6.12. Pemimipin harus mempertimbangan waktu dalam standar kinerja, mencakup kapan dan/atau seberapa sering terjadi perubahan, serta mempersiapkan persyaratan pemantauan kinerja dan verifikasinya terhadap perubahan. 6.13. Pemimpin harus mengkomunikasikan, mengkonsultasikan, mengorientasikan, dan/atau memberikan pelatihan terkait dengan perubahan. 6.14. Organisasi harus membuat kriteria penerimaan dan tindakan yang perlu diambil jika ditemukan ketidaksesuaian di dalam aktivitas MOC.



27



SUPREME 6.15. Organisasi harus membuat sistem untuk memberikan kewenangan persetujuan terhadap implementasi perubahan yang diusulkan, termasuk tahapan-tahapan persetujuan yang diperlukan selama siklus perubahan tersebut. 6.16. Pemimpin harus meyakinkan bahwa prosedur MOC harus menjelaskan bagaimana mengartikan dan menilai implikasi dari peraturan yang baru, yang direncanakan, dan/atau yang berubah, serta bagaimana persyaratan di revisi peraturan ini akan dimasukkan dalam berbagai aspek SUPREME dan sistem manajemen HSSE. 6.17. Pemimpin harus meyakinkan bahwa rencana MOC dan implementasinya yang spesifik perlu dibuat dalam hubungannya dengan manajemen HSSE untuk operasi baru. 6.18. Organisasi harus meyakinkan bahwa rencana MOC dan implementasinya untuk operasi yang dimodifikasi yang berimplikasi terhadap aspek HSSE, maka KPI, tujuan, sasaran, dan target HSSE yang perlu dicapai harus didefinisikan ulang. 6.19. Pemimpin harus mempersiapkan mekanisme kebutuhan sumber daya, pencapaian KPI, tujuan, sasaran, dan target HSSE terhadap MOC dan implementasinya untuk operasi yang dimodifikasi. 6.20. Pemimpin harus mempersiapkan prosedur untuk menangani perubahan dan modifikasi di saat proyek berjalan. 6.21. Pemimpin harus meyakinkan bahwa rencana implementasi terkait dengan instalasi baru dan/atau modifikasi terhadap proses dan fasilitas, perlu meliputi semua tahapan pengembangan aset, mulai dari tahap pra-operasi, operasi, hingga pasca operasi. 6.22. Pemimpin harus memperhatikan perubahan yang bertahap seperti perubahan komposisi produk atau laju produksi yang perlahan sampai akhirnya keluar dari rentang operasi desain. 6.23. Pemimpin harus meyakinkan bahwa sistem Asset Integrity harus mencakup hal-hal seperti integritas desain, start-up, integritas operasi, integritas struktur, penahanan proses (process containment), ignition control, dan sistem untuk barrier yang menangani tahapan-tahapan ekskalasi Major Accident Hazard/ MAH menjadi kerugian besar.



28



SUPREME 6.24. Pemimpin harus meyakinkan bahwa Panduan, Prosedur, dan Instruksi Kerja menjelaskan persyaratan implementasi dan operasi serta memberikan panduan untuk memastikan bahwa fasilitas dan peralatan kritikal terkait keselamatan proses dan HSSE yang didesain, dibangun, dibeli, dipasok, dilakukan commissioning, dioperasikan, dipelihara, dan/atau diinspeksi, telah sesuai dengan tujuannya dan memenuhi kriteria/ standar kinerja yang ditetapkan (yakni, functionality, availability, reliability, dan survivability). 6.25. Pemimpin harus meyakinkan bahwa Pre-Startup Safety Review (PSSR) telah dilakukan sebelum melakukan start-up dan/atau commissioning terhadap aset baru dan/atau modifikasi, restart aset/ fasilitas setelah terjadinya insiden yang mengakibatkan shutdown yang tidak terkendali dan setelah major overhaul atau turnaround. 6.26. Pemimpin harus menunjuk dan mengangkat personil yang dapat mengijinkan penyimpangan dari praktik dan standar desain (downgraded situation) yang telah disetujui, setelah melalui proses tinjauan dan persetujuan yang formal. 6.27. Pemimpin harus mempersiapkan dan menerapkan prosedur Manajemen Perubahan yang relevan sebagai pertahanan terdepan untuk memastikan bahwa aspek terkait integritas aset di dalam cakupan perubahannya dapat dikelola hingga tingkat ALARP. 6.28. Pemimpin harus memastikan pelaksanaan Sistem Surat Ijin Kerja Aman (SIKA) agar semua orang paham akan bahaya yang ada di pekerjaan, serta langkah-langkah pengendalian yang harus dilakukan untuk bekerja dengan cara yang benar, sehat, selamat, aman, ramah lingkungan, dan produktif. 6.29. Pemimpin harus memastikan bahwa informasi yang merinci tentang bagaimana mengimplementasikan Sistem Surat Ijin Kerja Aman (SIKA) harus dijelaskan secara detail dan harus didasarkan pada analisa kebutuhan Surat Ijin Kerja Aman formal yang sesuai dengan kebutuhan lokasi masing-masing. 6.30. Pemimpin harus memastikan semua pihak yang mengimplementasikan sistem Surat Ijin Kerja Aman (SIKA)



29



SUPREME memahami dan mampu menangani potensi masalah yang berhubungan dengan Surat Ijin Kerja Aman yang dibuat sesuai dengan tujuan (fit-for-purpose). 6.31. Organisasi harus mempersiapkan sistem untuk mencegah dan/atau memitigasi kesalahan prosedur Surat Ijin Kerja Aman dengan melakukan pelatihan, menguji personil yang menandatangani SIKA, dan melakukan audit terhadap pelaksanaan SIKA. 6.32. Pemimpin harus meyakinkan bahwa semua orang yang berhubungan dengan pekerjaan yang diatur oleh Surat Ijin Kerja Aman mengerti dan memahami konten dan tata cara pelaksanaan pekerjaan, bahaya yang terlibat dalam pekerjaannya serta pengendalian yang diperlukan, bahaya di wilayah kerja yang mungkin ada serta pengendalian yang diperlukan, tindakan tanggap darurat apapun yang mungkin diperlukan, dan tanggung jawab untuk masing-masing. 6.33. Pemimpin harus memastikan pengelolaan kondisi krisis yang berdampak pada keberlanjutan bisnis (Bisnis Continuity) perusahaan dan menyediakan sumberdaya yang memadai serta melakukan pengujian secara berkala.



30



SUPREME 7. JAMINAN : PEMANTAUAN, PENGUKURAN dan AUDIT Dalam setiap aktifitasnya, Organisasi harus melakukan kegiatan Pemantauan, Pengukuran dan Audit dengan pendekatan yang sistematis sesuai dengan tingkat prioritas dan meliputi pelaksanaan proses dan persyaratan SUPREME yang sesuai, cukup dan efektif. Kegiatan Jaminan harus menghasilkan catatan yang cukup dan terlacak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Segala ketidaksesuaian harus dianalisa dan disusun tindaklanjut yang efektif, dilaksanakan, dipantau dan ditutup secara formal. 7.1. Pemimpin harus memastikan bahwa proses pemantauan, pengukuran dan audit kegiatan HSSE dapat berjalan secara sistematis. Kegiatan yang penting dan besar skalanya harus menjadi prioritas. 7.2. Pemimpin harus memastikan bahwa hasil dari pemantauan, pengukuran, audit, investigasi, keberhasilan, kegagalan dan kegiatan lain yang berdampak pada proses bisnis dilakukan proses pembelajaran (learning) melalui media yang sudah ditetapkan perusahaan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk pembelajaran bersama dan perbaikan yang terus-menerus baik dalam hal keberhasilan maupun kegagalan. 7.3. Pemimpin harus memastikan bahwa semua pihak wajib melaporkan terjadinya insiden baik yang terjadi didalam perusahaan maupun diluar perusahaan, dimana kejadian tersebut mempunyai hubungan dengan proses bisnis. 7.4. Pemimpin harus meyakinkan bahwa setiap insiden di luar perusahaan yang signifikan dan relevan dilakukan analisa, evaluasi, dan dikomunikasikan ke seluruh organisasi sebagai pembelajaran dari kejadian. 7.5. Pemimpin harus memastikan bahwa proses investigasi setiap kejadian dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, ditemukan akar penyebabnya, dan dikomunikasikan ke seluruh organisasi sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat agar tidak terjadi kejadian serupa.



31



SUPREME 7.6. Pemimpin harus memastikan bahwa proses audit terhadap proses bisnis dan kegiatan operasi dapat dilaksanakan secara periodik, terencana dengan baik dan memastikan bahwa hasil dari kegaitan audit dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab. 7.7. Organisasi harus melakukan investigasi terhadap ketidaksesuaian dengan mengidentifikasi berbagai penyebabnya, termasuk kekurangan dalam sistem manajemen serta disusun perencanaan tindakan perbaikannya. 7.8. Pemimpin harus memastikan tindakan perbaikan (corrective action) untuk memulihkan kepatuhan/ kesesuaian dilaksanakan secepat mungkin sesuai dengan prioritas dan tingkat keparahan. 7.9. Pemimpin harus memastikan tindakan pencegahan (preventive action) dilaksanakan untuk tidak terulangnya ketidaksesuaian. 7.10. Pemimpin harus memastikan evaluasi ketidaksesuaian mencakup interaksi dengan komponen lainnya dari sistem manajemen. 7.11. Pemimpin harus melakukan verifikasi, menilai efektivitas langkah-langkah investigasi ketidaksesuaian dan memastikan penyelesaian ketidaksesuaian serta menutupnya. 7.12. Pemimpin harus memastikan implementasi tindakan perbaikan didokumentasikan secara sistematis termasuk perbaikan prosedur, catatan, dan/atau faktor lainnya yang relevan. 7.13. Pemimpin harus memastikan setiap insiden dan/atau ketidakpatuhan harus dinotifikasi, dilaporkan, diinvestigasi, dianalisa, ditindaklanjuti dengan verifikasi yang tepat, pembelajaran diambil dan diterapkan di mana diperlukan, serta ditutup untuk mencegah terulangnya insiden. 7.14. Pemimpin harus memastikan penggunaan matriks penilaian risiko (Risk Assessment Matrix) Pertamina sebagai standar dalam proses notifikasi, investigasi, analisa, pelaporan, dan tindak lanjut hingga penutupan dalam investigasi insiden dan ketidaksesuain.



32



SUPREME 7.15. Pemimpin harus membuat dan menerapkan Sistem Belajar dari Kejadian yang memastikan semua kejadian dilaporkan, dinilai, dan upaya yang tepat diberikan untuk melakukan investigasi yang akan menghasilkan laporan investigasi. 7.16. Pemimpin harus memastikan Sistem Belajar dari Kejadian minimum harus meliputi jenis-jenis kejadian, kapan dan bagaimana kejadian, ketentuan mengenai notifikasi, tanggung jawab/ partisipasi dalam investigasi, bagaimana melakukan investigasi, persiapan dan distribusi laporan investigasi, sistem untuk tindak lanjut rekomendasi, pembuatan analisa terhadap sebab-sebab insiden dan statistiknya, ketentuan mengenai keterlibatan kontraktor, serta tinjauan secara keseluruhan terhadap Sistem Belajar dari Kejadian. 7.17. Pemimpin harus memaksimalkan manfaat dari sistem belajar dari kejadian dengan mengkomunikasikan secara efektif temuan yang relevan dan kesimpulan dari investigasi insiden seluasluasnya kepada pihak yang relevan termasuk pemangku kepentingan internal dan eksternal. 7.18. Pemimpin harus memastikan semua pekerja, termasuk kontraktor, melaporkan semua insiden (termasuk kejadian nearmiss) kepada manajer lini/ pengawas mereka segera setelah kejadian sesuai dengan ketentuan. 7.19. Pemimpin harus memastikan manajer lini/ pengawas menilai risiko dari insiden tersebut dengan menggunakan Risk Assessment Matrix Pertamina dan menentukan tingkat investigasi yang diperlukan dengan melibatkan pihak terkait. 7.20. Pemimpin harus memastikan insiden yang kemungkinan terulangnya rendah serta potensi keparahannya juga rendah, investigasi dilakukan oleh manajer lini/ pengawas untuk mengidentifikasi penyebab langsung dan penyebab dasarnya, kemudian menentukan tindakan pencegahan supaya tidak terulang, dan melaporkannya kepada pihak. 7.21. Organisasi harus memastikan insiden yang berpotensi tinggi (High Potential/ HIPO) dilaporkan pada Pimpinan sesuai dengan ketentuan untuk dilakukan investigasi yang mendalam.



33



SUPREME 7.22. Pemimpin harus memastikan hasil investigasi insiden didiskusikan dalam pertemuan HSSE, team briefing, dan kegiatan Safety Stand Down. 7.23. Pemimpin harus mendukung penuh proses belajar dari kejadian, mendorong serta memastikan keterlibatan pemimpin dalam investigasi berdasarkan tingkat keparahan yang aktual maupun potensial, dan mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disarankan. 7.24. Pemimpin harus mendukung dijalankannya investigasi yang obyektif oleh penyelidik yang kompeten dan tidak memihak, dan segera mengambil tindakan untuk menindaklanjuti temuantemuannya. 7.25. Pemimpin harus memastikan kegiatan investigasi diarahkan untuk menentukan fakta-fakta (bukan mencari kesalahan), situasi kejadian, dan penyebabnya (baik penyebab langsung maupun penyebab dasar) dengan menerapkan Principle of Multiple Causes (Prinsip Penyebab Ganda) serta membuat tindakan perbaikan, tindakan pencegahan untuk mengendalikan risiko dan mencegah terulangnya kejadian tersebut. 7.26. Pemimpin harus memastikan insiden yang terkait dengan Major Accident Hazard/ MAH atau keselamatan proses diinvestigasi dengan mengacu daftar Major Accident Hazard/ MAH untuk menentukan barrier mana yang berkontribusi terhadap timbulnya insiden tersebut. 7.27. Pemimpin harus memastikan pelaksanaan audit/ penilaian terhadap aspek HSSE yang sistematis untuk menilai implementasi SUPREME dengan menggunakan pendekatan berjenjang untuk tiga jenis audit/ penilaian HSSE: Level 1: Audit/ penilaian yang dilakukan oleh pihak yang tidak dipekerjakan oleh unit operasi/ anak perusahaan Pertamina, Level 2: Audit yang dilakukan oleh auditor internal korporat, unit operasi, dan/atau anak perusahaan sebagai bagian dari proses jaminan terhadap unit mereka sendiri, Level 3: Mencakup observasi tugas/ perilaku, dan kegiatan inspeksi tempat kerja untuk melengkapi proses audit/ asesmen HSSE yang resmi.



34



8. TINJAUAN Dalam setiap aktifitasnya, Unit Operasi/Anak Perusahaan harus melakukan tinjauan secara berkala atas upaya dan hasil-hasil yang berkaitan dengan HSSE untuk mencapai keberlanjutan HSSE dan bisnis serta perbaikannya. Tinjauan harus berkaitan dengan pengelola risiko, mempromosikan dan mendorong berbagai upaya secara berkelanjutan untuk mencapai HSSE excellence serta keberlanjutan bisnis, serta upaya memastikan dan mencatat keputusan yang berkaitan dengan kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas sistem manajemen. 8.1. Pemimpin harus melakukan Tinjauan Manajemen sedikitnya sekali dalam setahun atas sistem manajemen di organisasi yang dipimpinnya. 8.2. Pemimpin harus meyakinkan adanya dokumentasi hasil Rapat Tinjauan Manajemen untuk memudahkan pemantauan tindak lanjut serta pelaksanaan rekomendasi Tinjauan Manajemen. 8.3. Pemimpin harus meyakinkan Tinjauan Manajemen membahas tindak lanjut permasalahan yang ada dengan berdasarkan kepada manajemen risiko, rekomendasi audit/ penilaian, laporan investigasi, dan analisa kejadian serta perencanaan tanggap darurat. 8.4. Pemimpin harus meyakinkan Tinjauan Manajemen mencakup keberlanjutan atas kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas Kebijakan HSSE dan KPI (tujuan, sasaran, target) serta dokumentasi SUPREME di organisasi yang dipimpinnya. 8.5. Pemimpin harus meyakinkan Tinjauan Manajemen mencakup pengalokasian sumber daya untuk mencapai KPI HSSE excellence dan keberlanjutan bisnis. 8.6. Pemimpin harus meyakinkan Tinjauan Manajemen mencakup perbandingan hasil bisnis terhadap KPI (tujuan, sasaran, target), tinjauan terhadap tujuan, strategi secara keseluruhan, status tindakan rencana bisnis/ strategi, dan analisa trend hasil bisnis. 8.7. Organisasi harus meyakinkan Tinjauan Manajemen mencakup penilaian profil sisa risiko organisasi, mencakup risiko kesehatan, keselamatan proses dan kerja, lingkungan, keamanan, sosial, mutu serta keberlanjutan bisnis.



SUPREME 8.8. Pemimpin harus meyakinkan Tinjauan Manajemen mencakup hasil studi benchmarking kinerja, audit/ penilaian, analisa laporan pemantauan, rencana perbaikan dan tindak lanjut, usulan pemangku kepentingan serta status tindak lanjut dari hasil Tinjauan Manajemen sebelumnya. 8.9. Pemimpin harus meyakinkan Tinjauan Manajemen mencakup perubahan eksternal termasuk peraturan hukum dan/atau persyaratan lainnya yang dapat mempengaruhi sistem manajemen. 8.10. Pemimpin harus meyakinkan Tinjauan Manajemen mencakup kinerja, kondisi aset (availability/ reliability), kepuasan dan retensi pelanggan serta masalah lainnya yang relevan. 8.11. Tinjauan Manajemen harus dilakukan oleh pemimpin senior dan/atau personil independen yang kompeten yang ditunjuk oleh pemimpin senior. 8.12. Pemimpin harus meyakinkan laporan Tinjauan Manajemen mencakup agenda, tujuan, waktu, daftar hadir, hasil tinjauan manajemen, termasuk keputusan manajemen atas kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas sistem manajemen. 8.13. Pemimpin harus meyakinkan laporan Tinjauan Manajemen mencakup tindak lanjut yang diperlukan, penanggung jawab, serta tenggat waktu yang ditentukan. 8.14. Pemimpin harus memastikan pelacakan (action tracking), verifikasi, dan penutupan tindak lanjut yang telah diputuskan dalam rapat Tinjauan Manajemen. 8.15. Pemimpin harus meyakinkan laporan Tinjauan Manajemen tersedia, didistribusikan, dan dikomunikasikan kepada semua pemangku kepentingan internal serta eksternal yang relevan. 8.16. Pemimpin harus meyakinkan Tinjauan Manajemen mengikuti ketentuan perbaikan yang berkelanjutan (Continual Improvement) melalui identifikasi dan evaluasi penyebab dasar dari kinerja HSSE dan bisnis, kekuatan dan kelemahan sistem manajemen serta melakukan tindakan perbaikan.



36



SUPREME 8.17. Pemimpin harus melakukan evaluasi terhadap efektivitas proses Tinjauan Manajemen dan melakukan tindakan yang diperlukan.



37



LAMPIRAN



Lampiran 1 Kebijakan Health, Safety, Security & Environment (HSSE) PT Pertamina (Persero)



Lampiran 2 Tabel Kesesuaian SUPREME Internasional dan Persyaratan Lainnya



dengan



Standar



Proses SUPREME PLA N : Pro ses 1 Kep emimp inan d an A kunt ab ilit as



ISO 9001 : 2015 4 5.1 6 .3 10 .1



Ko nt eks Org anisasi Ko mit men kep emimp inan Perencanaan p erub ahan Perb aikan – U mum



ISO 14001 : 2015 4 Ko nt eks Org anisasi 5.1 Kep emimp inan d an ko mit men 10 .1 Perb aikan – U mum



ISO 27001 : 2013 4 Ko nt eks o rg anisasi 5.1 Kep emimp inan d an ko mit men



PLA N : Pro ses 2 Keb ijakan d an Sasaran



4 Ko nt eks Org anisasi 5.2 Keb ijakan 6 .2 Sasaran mut u d an rencana unt uk mencap ainya 10 .1 Perb aikan – U mum



4 Ko nt eks Org anisasi 5.2 Keb ijakan meng enai ling kung an 6 .2 T ujuan t erhad ap ling kung an d an rencana unt uk mencap ainya 10 .1 Perb aikan – U mum



PLA N : Pro ses 3 Org anisasi, T ang g ung Jawab , Sumb er D aya, St and ar, d an D o kument asi



4 Ko nt eks Org anisasi 5.3 Peran, t ang g ung jawab , d an Kewenang an Org anisasi 7.1 Sumb er d aya 7.2 Ko mp et ensi 7.3 Kesad aran 7.4 Ko munikasi 7.5 Inf o rmasi yang d id o kument asikan 10 .1 Perb aikan – U mum



4 Ko nt eks Org anisasi 5.3 Peran, t ang g ung jawab , d an Kewenang an Org anisasi 7.1 Sumb er d aya 7.2 Ko mp et ensi 7.3 Kesad aran 7.4 Ko munikasi 7.5 Inf o rmasi yang d id o kument asikan 10 .1 Perb aikan – U mum



4 Ko nt eks Org anisasi 5.3 Peran, t ang g ung jawab , d an Kewenang an Org anisasi 7.1 Sumb er d aya 7.2 Ko mp et ensi 7.3 Kesad aran 7.4 Ko munikasi 7.5 Inf o rmasi yang d id o kument asikan



PLA N : Pro ses 4 M anajemen R isiko



4 Ko nt eks Org anisasi 6 .1 T ind akan unt uk risiko d an kesemp at an 10 .1 Perb aikan – U mum



4 Ko nt eks Org anisasi 6 .1 T ind akan unt uk menang ani risiko d an kesemp at an 10 .1 Perb aikan – U mum



6 .1 T ind akan unt uk menang ani risiko d an kesemp at an 8 .2 Penilaian risiko keamanan inf o rmasi 8 .2 A ncaman risiko keamanan inf o rmasi



PLA N : Pro ses 5 Perencanaan d an Pro sed ur



6 .3 Perencanaan p erub ahan 8 .1 Perencanaan d an p eng end alian o p erasi 8 .2 Persyarat an unt uk Pro d uk d an Jasa 8 .3 D esain d an p eng emb ang an Pro d uk d an Jasa 8 .4 Peng end alian p ro ses, p ro d uk d an jasa yang d ised iakan ekst ernal 8 .5 Ket ent uan p ro d uk d an jasa 8 .6 Peng eluaran p ro d uk d an jasa 8 .7 Peng end alian unt uk o ut p ut yang t id ak sesuai 10 .1 Perb aikan – U mum



8 .1 Perencanaan d an p eng end alian o p erasi 8 .2 Kesiap siag aan d an t ang g ap d arurat 10 .1 Perb aikan – U mum



4 Ko nt eks Org anisasi 5.2 Keb ijakan 6 .2 T ujuan keamanan inf o rmasi d an rencana unt uk mencap ainya 10 .2 Perb aikan b erkelanjut an



8 .1 Perencanaan d an p eng end alian o p erasi



D O: Pro ses 6 Imp lement asi d an Peng end alian Op erasio nal



8 .1 Perencanaan d an p eng end alian o p erasi 8 .4 Peng end alian p ro ses, p ro d uk d an jasa yang d ised iakan ekst ernal 8 .5 Ket ent uan p ro d uk d an jasa 8 .6 Peng eluaran p ro d uk d an jasa 8 .7 Peng end alian unt uk o ut p ut yang t id ak sesuai 10 .1 Perb aikan – U mum



8 .1 Perencanaan d an p eng end alian o p erasi 8 .2 Kesiap siag aan d an t ang g ap d arurat 10 .1 Perb aikan – U mum



C HEC K: Pro ses 7 Jaminan: Pemant auan, Peng ukuran, d an A ud it



9 .1 Pemant auan, p eng ukuran, analisa d an evaluasi 9 .2 A ud it int ernal 10 .1 Perb aikan – U mum 10 .2 Ket id aksesuaian d an t ind akan p erb aikan



9 .1 Pemant auan, p eng ukuran, analisa d an evaluasi 9 .2 A ud it int ernal 10 .1 Perb aikan – U mum 10 .2 Ket id aksesuaian d an t ind akan p erb aikan



9 .1 Pemant auan, p eng ukuran, analisa d an 9 .2 evaluasi 10 .1 A ud it int ernal 10 .2 Perb aikan – U mum Ket id aksesuaian d an t ind akan p erb aikan



A C T : Pro ses 8 T injauan



9 .3 Tinjauan manajemen 10 .1 Perb aikan – U mum 10 .3 Perb aikan b erkelanjut an



9 .3 T injauan manajemen 10 .1 Perb aikan – U mum 10 .3 Perb aikan b erkelanjut an



9 .3 T injauan manajemen 10 ,2 Perb aikan b erkelanjut an



8 .1 Perencanaan d an p eng end alian o p erasi 8 .2 Kesiap siag aan d an t ang g ap d arurat



ISO 28000 : 2007 4 5.1 6 .3 10 .1



Ko nt eks Org anisasi Ko mit men kep emimp inan Perencanaan p erub ahan Perb aikan – U mum



4 .2 Keb ijakan manajemen keamanan 4 .3 .2 Hukum, und ang - und ang , d an p ersyarat an p erat uran keamanan 4 .3 .3 T ujuan manajemen keamanan 4 .3 .4 T arg et manajemen keamanan 4 .3 .5 Pro g ram manajemen keamanan



ISO 39001 : 2012 4 Ko nt eks Org anisasi 5.1 Kep emimp inan d an ko mit men



5.2 Keb ijakan 6 .4 T ujuan R T S o b ject ives d an rencana unt uk mencap ainya 10 .2 Perb aikan b erkelanjut an



ISO 50001 : 2011 4 .1 Persyarat an umum 4 .2 .1 M anajemen p uncak



4 .3 Keb ijakan energ i 4 .4 .2 Perat uran hukum d an p ersyarat an lainnya 4 .4 .6 T ujuan d an t arg et meng enai energ i, sert a rencana t ind akan manajemen energ i



4 .4 .1 St rukt ur, kewenang an d an t ang g ung jawab unt uk manajemen keamanan 4 .4 .2 Ko mp et ensi, p elat ihan d an kesad aran 4 .4 .3 Ko munikasi 4 .4 .4 D o kument asi 4 .4 .5 Peng end alian d o kumen d an d at a



5.3 Peran, t ang g ung jawab , d an Kewenang an Org anisasi 7.1 Ko o rd inasi 7.2 Sumb er d aya 4 .2 .2 Perwakilan manajemen 7.3 Ko mp et ensi 7.4 Kesad aran 7.5 Ko munikasi 7.5 Inf o rmasi yang d id o kument asikan



4 .3 .1 Penilaian risiko keamanan



6 .2 T ind akan unt uk menang ani risiko d an kesemp at an 6 .3 F akt o r kinerja R T S



ISO 45001 : 2018 4 .4 Sist em manajemen OH&S 5.3 Peran, t ang g ung jawab , akunt ab ilit as d an wewenang o rg anisasi



5,2 Keb ijakan OH&S 6 .1.3 Penent uan p erat uran hukum d an p ersyarat an lainnya 6 .2 T ujuan OH&S d an cara unt uk mencap ainya



7.1 7.2 7.3 7.4 7.5



Sumb er d aya Ko mp et ensi Kesad aran Inf o rmasi d an ko munikasi Inf o rmasi t erd o kument asi



ISRS Edisi ke-8 (termasuk Manajemen Keamanan 1. Kep emimp inan



1. Kep emimp inan



ISO 31000 : 2009 4 .2 M and at d an ko mit men



4 .3 .2 M emb uat keb ijakan manajemen risiko



ISO 26000 : 2010



SMK3 PP 50/2012



UU No 1, Tahun 1970: Keselamatan



Perkap 24/ 2007



6 .2 6 .6 .3 6 .6 .5 6 .6 .7



Org aniz at io nal Go vernance A nt i- ko rup si Persaing an sehat Peng ho rmat an at as hak milik



Prinsip 1 Penet ap an keb ijakan Prinsip 2 Perencanaan p enerap an keb ijakan



Elemen 1 Pemeliharaan d an Pemb ang unan Ko mit men



X.



6 .2 6 .3 .7 6 .5.4 6 .6 .4 6 .6 .7 6 .8 6 .8 .3 6 .8 .4 6 .8 .8 6 .8 .9



Org aniz at io nal Go vernance D iskriminasi d an kelo mp o k rent an Peng g unaan sumb er d aya b erkelanjut an Ket erlib at an p o lit ik yang b ert ang g ung jawab Peng ho rmat an at as hak milik Ket erlib at an d an p eng emb ang an ko munit as Ket erlib at an ko munit as Pend id ikan d an b ud aya Kesehat an Invest asi so sial



Prinsip 1 Penet ap an keb ijakan Prinsip 2 Perencanaan p enerap an keb ijakan



Elemen 1 Pemeliharaan d an Pemb ang unan Ko mit men Elemen 2 Pemenuhan A sp ek Perund ang an Keamanan Elemen 4 T ujuan d an Sasaran



T id ak ad a p ersyarat an khusus



Org aniz at io nal Go vernance Prinsip - p rinsip d an hak- hak mend asar d i t emp at kerja Hak sip il d an p o lit ik Hak eko no mi, so sial d an b ud aya Prakt ik Ket enag akerjaan Hub ung an kerja d an hub ung an kerja Ko nd isi kerja d an p erlind ung an so sial ya D ialo g so sial Prakt ik o p erasi yang ad il Ket erlib at an d an p eng emb ang an ko munit as Ket erlib at an ko munit as Pend id ikan d an b ud aya Invest asi so sial



Prinsip 1 Penet ap an keb ijakan Prinsip 2 Perencanaan p enerap an keb ijakan



Elemen 6 Pelat ihan Kep ed ulian d an Ko mp et ensi Keamanan Elemen 7 Ko munikasi, Ko nsult asi d an Part isip asi Elemen 8 Peng end alian D o kumen d an C at at an



V .9 .( 1) . Orient asi / Ind uksi keselamat an V III. Hak d an t ang g ung jawab karyawan



4 .3 .3 A kunt ab ilit as 4 .3 .4 Int eg rasi ke d alam p ro ses o rg anisasi 4 .3 .5 Sumb er d aya



6 .2 6 .3 .10 6 .3 .8 6 .3 .9 6 .4 6 .4 .3 6 .4 .4 6 .4 .5 6 .6 6 .8 6 .8 .3 6 .8 .4 6 .8 .9



4 .3 .1 Pemahaman t ent ang o rg anisasi d an ko nt eksnya



6 .3 .4 6 .3 .5 6 .5 6 .5.3



Sit uasi risiko hak asasi manusia M eng hind ari ket erlib at an Ling kung an Penceg ahan p o lusi



Prinsip 1 Penet ap an keb ijakan Prinsip 2 Perencanaan p enerap an keb ijakan



Elemen 3 M anajemen R isiko Keamanan



4 .3 .4 Int eg rasi ke d alam p ro ses o rg anisasi 4 .3 .6 M emb ang un mekanisme ko munikasi d an p elap o ran int ernal 4 .3 .7 M emb ang un mekanisme ko munikasi d an p elap o ran ekst ernal



6 .2 6 .4 .6 6 .4 .7 6 .5.5 6 .5.6 6 .6 .6 6 .7 6 .7.3 6 .7.4 6 .7.5 6 .7.6 6 .7.7 6 .7.8 6 .7.9 6 .8 .5 6 .8 .6 6 .8 .8 6 .8 .9



Org aniz at io nal Go vernance Kesehat an d an keselamat an d i t emp at kerja Peng emb ang an manusia d an p elat ihan d i t emp at kerja M it ig asi d an ad ap t asi p erub ahan iklim Perlind ung an ling kung an, keanekarag aman hayat i d an p emulihan hab it at alami M emp ro mo sikan t ang g ung jawab so sial d alam rant ai nilai M asalah ko nsumen Pemasaran yang ad il, inf o rmasi f akt ual d an t id ak b ias d an p rakt ik ko nt rak yang ad il M elind ung i kesehat an d an keselamat an ko nsumen Ko nsumsi b erkelanjut an Layanan ko nsumen, d ukung an, d an keluhan d an p enyelesaian seng ket a Perlind ung an d an p rivasi d at a ko nsumen A kses ke layanan p ent ing Pend id ikan d an kesad aran Pencip t aan lap ang an kerja d an p eng emb ang an ket eramp ilan Peng emb ang an d an akses t ekno lo g i Kesehat an Invest asi so sial



Prinsip 1 Penet ap an keb ijakan Prinsip 2 Perencanaan p enerap an keb ijakan



Elemen 5 Perencanaan d an Pro g ram Elemen 9 Penang anan Kead aan D arurat



4 .4 .1 Pelaksanaan kerang ka kerja unt uk meng elo la risiko 4 .4 .2 Pelaksanaan p ro ses manajemen risiko



6 .2 6 .3 .6 6 .4 .6 6 .4 .7 6 .5 6 .5.3 6 .5.4 6 .5.5 6 .5.6 6 .6 6 .6 .6 6 .7 6 .7.3 6 .7.4 6 .7.5 6 .7.6 6 .7.7 6 .7.8 6 .7.9 6 .8 6 .8 .3 6 .8 .4 6 .8 .5 6 .8 .6 6 .8 .8 6 .8 .9



Org aniz at io nal Go vernance M enyelesaikan Keluhan Kesehat an d an keselamat an d i t emp at kerja Peng emb ang an manusia d an p elat ihan d i t emp at kerja Ling kung an Penceg ahan Po lusi Peng g unaan sumb er d aya b erkelanjut an M it ig asi d an ad ap t asi p erub ahan iklim Perlind ung an ling kung an, keanekarag aman hayat i d an p emulihan hab it at alami Prakt ik o p erasi yang ad il M emp ro mo sikan t ang g ung jawab so sial d alam rant ai nilai M asalah ko nsumen Pemasaran yang ad il, inf o rmasi f akt ual d an t id ak b ias d an p rakt ik ko nt rak yang ad il M elind ung i kesehat an d an keselamat an ko nsumen Ko nsumsi b erkelanjut an Layanan ko nsumen, d ukung an, d an keluhan d an p enyelesaian seng ket a Perlind ung an d an p rivasi d at a ko nsumen A kses ke layanan p ent ing Pend id ikan d an kesad aran Ket erlib at an d an p eng emb ang an ko munit as Ket erlib at an ko munit as Pend id ikan d an b ud aya Pencip t aan lap ang an kerja d an p eng emb ang an ket eramp ilan Peng emb ang an d an akses t ekno lo g i Kesehat an Invest asi so sial



Prinsip 3 Penerap an K3



Elemen 10 Peng end alian Op erasi



13 . B elajar d ari kejad ian 14 . Pemant auan R isiko



4 .5 Pemant auan d an p eninjauan kerang ka kerja



6 .2 6 .3 6 .3 .3 6 .3 .6



Org aniz at io nal Go vernance Hak A z asiM anusia D ue D ilig ence/ U ji Kelayakan M enyelesaikan keluhan



Prinsip 4 Peng ukuran, p emant auan, d an evaluasi kinerja K3



Elemen 11 Pemant auan d an Peng ukuran Kinerja Keamanan Elemen 12 Pelap o ran, Perb aikan d an T ind akan Penceg ahan V II.11. Ket id aksesuaian Elemen 13 Peng ump ulan d an A nalisa D at a Elemen 14 A ud it Sist em M anajemen Peng amanan



15. Hasil- hasil d an T injauan



4 .6 Perb aikan b erkelanjut an at as kinerja



6 .2 Org aniz at io nal Go vernance 6 .3 .3 D ue D ilig ence/ U ji Kelayakan



Prinsip 5 Peninjauan secara t erat ur unt uk mening kat kan kinerja K3 secara b erkesinamb ung an



Elemen 15 T injauan M anajemen Elemen 16 Pening kat an B erkelanjut an



2 . Perencanaan d an A d minist rasi 4 . Sumb er D aya M anusia 5. Jaminan Pemenuhan 6 . M anajemen Pro yek



T ang g ung jawab manajer



UU No. 22, Tahun 2001: Minyak dan Gas Bumi V III.4 0 T ang g ung jawab t erhad ap keselamat an, kesehat an, d an ling kung an



T id ak ad a p ersyarat an khusus



UU No. 13, Tahun 2003: Tenaga Kerja X .8 6 & 8 7.



V.



V I.



4 .4 .6 Peng end alian o p erasi 4 .4 .7 Kesiap siag aan d an t ang g ap d arurat



4 .4 .6 Peng end alian o p erasi 4 .4 .7 Kesiap siag aan d an t ang g ap d arurat



9 .1 Pemant auan, p eng ukuran, analisa d an evaluasi 9 .2 A ud it int ernal 10 .1 Perb aikan – U mum 10 .2 Ket id aksesuaian d an t ind akan p erb aikan



4 .6 T injauan manajemen d an p erb aikan b ekelanjut an



6 .1 ( Perencanaan) U mum 8 .1 Perencanaan d an p eng end alian o p erasi



8 .1 Perencanaan d an p eng end alian o p erasi 8 .2 Kesiap siag aan d an t ang g ap d arurat



- - T id ak d isamp aikan secara eksp lisit



4 .4 .1 4 .4 .3 4 .4 .4 4 .4 .5



( Perencanaan energ i) U mum T injauan energ i A cuan d asar energ i Ind ikat o r kinerja energ i



4 .5.1 U mum 4 .5.2 Ko mp et ensi, p elat ihan d an kesad aran 4 .5.3 Ko munikasi 4 .5.4 D o kument asi 4 .5.5 Peng end alian o p erasi 4 .5.6 D esain 4 .5.7 Peng ad aan jasa, p ro d uk d an p eralat an energ i



9 .1 Pemant auan, p eng ukuran, analisa d an evaluasi 9 .2 Invest ig asi kecelakaan lalu lint as d arat d an insid en lalu lint as d arat lainnya 9 .3 A ud it int ernal 10 .1 Ket id aksesuaian d an t ind akan ko reksinya 10 .2 Perb aikan b erkelanjut an



4 .6 .1 Pemant auan, p eng ukuran d an analisa 4 .6 .2 Evaluasi p emenuhan t erhad ap hukum d an p ersyarat an lainnya 4 .6 .3 A ud it int ernal at as EnM S 4 .6 .4 Ket id aksesuaian,ko reksi, t ind akan ko reksi d an p enceg ahan 4 .6 .5 Peng end alian cat at an



9 .4 T injauan manajemen 10 .2 Perb aikan b erkelanjut an



4 .7.1 U mum ( T injauan manajemen) 4 .7.2 Inp ut unt uk t injauan manajemen 4 .7.3 Out p ut d ari t injauan manajemen



8 .1.4 Pemb elian 8 .2 Kesiap siag aan d an t ang g ap d arurat



8 .1 Perencanaan d an p eng end alian o p erasi 8 .2 Kesiap siag aan d an t ang g ap d arurat



7.5.2 Pemb uat an d an p emb aruan 9 .1 Pemant auan, p eng ukuran analisis d an evaluasi 9 .1.2 Evaluasi p emenuhan t erhad ap p erat uran hukum d an p ersyarat an lainnya 9 .2 A ud it int ernal 10 Perb aikan 10 .3 .1 Pro ses p erb aikan b erkelanjut an



3 . Evaluasi risiko



2 . Perencanaan d an A d minist rasi 4 . Sumb er D aya M anusia 5. Jaminan Pemenuhan 6 . M anajemen Pro yek



7. 8. 9. 10 . 11.



Pelat ihan d an Ko mp et ensi Ko munikasi d an Pro mo si Peng end alian R isiko M anajemen A set M anajemen Ko nt rakt o r d an Pemb elian 12 . Kesiap siag aan D arurat



III. IV .8 .



Persyarat an p eng end alian keselamat an Peng awasan med is



T id ak ad a p ersyarat an khusus



Instruksi Presiden No. 63, Tahun 2004: Pengamanan T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



Perencanaan t enag a kerja Pelat ihan d an T id ak ad a p ersyarat an khusus ko mp et ensi t erkait p ekerjaan Penemp at an kerja



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



V .3 6 - 4 1.



V .2 2 - 3 2 . 8 .1.2 M eng eliminasi b ahaya d an meng urang i risiko OH&S 8 .1.3 M anajemen p erub ahan



UU No. 36, Tahun 2009: Kesehatan X II. Keselamat an kerja



T id ak ad a p ersyarat an khusus



IV .8 T id ak ad a p ersyarat an khusus



Keselamat an d an Kesehat an Kerja



UU No. 32, Tahun 2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan



T id ak ad a p ersyarat an khusus



V .3 4 - 3 5. V .4 7. V .53 . V .54 .



Ijin t erkait ling kung an



A nalisa M eng enai D amp ak Ling kung an ( ' A M D A L' ) Peng end alian d an Pemnat auan Ling kung an ( ' U KL d an U PL' ) A nalisa risiko ling kung an Peng end alian Pemulihan



T id ak ad a p ersyarat an khusus



A rt ikel 4 & 5



M anajemen b ahaya p eng amat an



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



V II.58 V II.59



M anajemen b ahan b erb ahaya M anajemen limb ah b erb ahaya



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



V .4 8 - 52 .



A ud it ling kung an



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



Pelap o ran kecelakaan



T id ak ad a p ersyarat an khusus



T id ak ad a p ersyarat an khusus



A rt icle 5



A ud it sist em manajemen p eng amat an



T id ak ad a p ersyarat an khusus



SUPREME Lampiran 3 Daftar Istilah Pemahaman arti dari istilah yang umum digunakan di sistem manajemen HSSE dan SUPREME merupakan bagian penting dari manajemen yang profesional. Sangatlah penting bagi Pertamina untuk membuat definisi dan persyaratan tertulis terhadap terminologi-terminologi sistem manajemen yang relevan, sehingga dapat menurunkan masalah dalam pelaporan dan komunikasi lainnya yang mungkin terjadi. Daftar ini tidak menyeluruh; namun, definisi dan singkatan yang ada di sini mencakup istilah yang khusus digunakan oleh Pertamina, dan istilah umum yang digunakan di bidang HSSE (sebagai referensi dan pembelajaran).



A Abandonment and Site Restoration – Suatu kegiatan untuk menghentikan pengoperasian fasilitas produksi dan sarana penunjang lainnya secara permanen dan menghilangkan kemampuannya untuk dapat dioperasikan kembali, serta melakukan pemulihan lingkungan di wilayah Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. ALARP (As Low As Reasonably Practicable) – Tingkat risiko dapat dikatakan telah diturunkan hingga tingkat ALARP, jika waktu, masalah, kerumitan, kesulitan, dan biaya langkah penurunan risiko telah dikaji, dan ternyata langkah penurunan risiko lebih lanjut dianggap tidak praktis dan/atau tidak masuk akal karena penurunan risiko yang didapatkan tidak sebanding dengan biaya yang diperlukan. Anak perusahaan – Pertamina: sebuah perusahaan dimana lebih dari 50% sahamnya dimiliki oleh PT Pertamina (Persero), atau lebih dari 50% suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham dipegang oleh PT Pertamina (Persero), atau apabila manajemen dari perusahaan, penunjukan dan pembubaran Direktur dan Komisaris-nya diatur oleh PT Pertamina (Persero). Analisa Tren – Istilah ini mengacu pada sebuah proses dimana data dianalisa untuk menentukan penyebab dan faktor dasar seperti, namun



SUPREME tidak terbatas pada, penyebab akar, lokasi, departemen, peralatan tertentu, tidak adanya prosedur, kegagalan mengikuti prosedur, dan/atau penerapan prosedur yang tidak tepat. Analisa risiko – Proses kuantitatif atau kualitatif kemungkinan dan potensi konsekuensi dari kejadian.



untuk



menilai



Ancaman – Suatu penyebab yang berpotensi akan melepaskan bahaya dan menghasilkan sebuah kejadian. Anggaran – Rencana keuangan organisasi yang telah ditentukan sebelumnya, yang dinyatakan dalam istilah-istilah kuantitatif atau keuangan, untuk periode waktu tertentu di masa datang. (Contoh : anggaran penjualan umumnya disusun dengan mempertimbangkan perkiraan penjualan dan menunjukkan jumlah dan nilai penjualan yang direncanakan berdasar kategori kelompok produk, daerah dan jenis pelanggan. Anggaran biaya distribusi menunjukkan kegiatan distribusi yang direncanakan yang diukur dalam kemasan, tonase, dll., serta biaya pergudangan dan transportasi yang terkait. Anggaran utama mengumpulkan semua anggaran lainnya untuk menghasilkan ‘perhitungan untung dan rugi’ dan ‘neraca keuangan.’ Asesmen – Survei, tinjauan informasi historis, dan/atau padanan untuk ‘audit.’ Informasi historis dapat berasal dari laporan insiden, analisa bahaya, laporan inspeksi terencana, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dll. Aspek – Potensi membahayakan orang, lingkungan, menyebabkan kerusakan, kerugian terhadap aset, kerugian produksi, dan/atau berdampak merugikan terhadap reputasi suatu organisasi. Asset Integrity – 1) Pertamina: kemampuan suatu aset untuk menjalankan fungsi yang diperlukan secara efektif dan efisien, dan pada saat yang sama tidak membahayakan manusia dan lingkungan. 2) Kondisi saat sebuah aset diperoleh, dirancang, dibuat, dilakukan commissioning, dioperasikan, dan dipelihara sehingga aset tersebut sesuai dengan tujuannya, dengan mempertimbangkan integritas struktur, process containment, ignition control, dan sistem-sistem untuk protection, detection, shutdown, emergency response, and life-saving.



SUPREME Aturan – (1) Panduan terhadap perilaku, tingkah laku dan/atau tindakan yang telah ditetapkan. (2) Peraturan eksternal yang mengatur kegiatan dan/atau mengendalikan perilaku/ tingkah laku, yang digunakan oleh organisasi yang terlibat. Audit – (1) Penilaian kinerja yang komprehensif dan sistematis terhadap kriteria yang telah ditetapkan dan diterima. (2) Pengujian yang sistematis dan independen untuk menentukan apakah kualitas kegiatan dan hasilnya sesuai dengan rencana serta apakah rencananya diterapkan secara efektif dan sesuai untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.



B Bahaya – 1) Pertamina: suatu situasi atau kondisi yang berpotensi mengakibatkan kerugian seperti cedera, penyakit, kerusakan pada perlengkapan dan peralatan, kerusakan lingkungan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut. 2) Potensi untuk membahayakan orang, lingkungan, menyebabkan kerusakan, kerugian aset, dan/atau berdampak merugikan pada reputasi organisasi. 3) Suatu kondisi, tindakan, dan/atau praktek dengan potensi mengakibatkan kerugian. Bahaya kecelakaan besar (Major Accident Hazard) – Setiap bahaya dapat menghasilkan risiko HSSE yang ‘besar’. Istilah ini sering digunakan untuk kejadian yang berhubungan dengan keselamatan proses, yakni kejadian yang menghasilkan/ dapat menghasilkan konsekuensi dengan kriteria tertinggi menurut Matriks Penilaian Risiko Pertamina. Bahaya proses – Sifat dasar dari zat berbahaya atau situasi fisik yang berpotensi menyebabkan kerugian/ kecelakaan besar. Benchmarking – 1) Suatu standar untuk tingkat keunggulan, pencapaian, dll., terhadap komponen-komponen serupa yang harus dibandingkan, diukur, dan/atau dinilai. 2) Standar yang telah ditentukan terhadap penelitian atau penilaian yang dibandingkan, diukur, dan/atau dinilai. Budaya – 1) Kepercayaan adat, bentuk, dan/atau bawaan terhadap kelompok berdasarkan ras, agama, dan/atau aspek sosial tertentu. 2) Ciriciri karakteristik dari eksistensi sehari-hari yang dimiliki bersama oleh



SUPREME orang-orang dalam suatu tempat dan/atau waktu. 3) Cara organisasi mempercayai, bepikir, dan bertindak berkaitan dengan risiko. Bukti – Informasi (dari dokumen, catatan, dan/atau sumber lain) yang digunakan untuk menetapkan fakta. Business Continuity – Kemampuan Organisasi untuk dapat terus melanjutkan kegiatan (produk/ layanan) pada level yang telah ditentukan sebelumnya, setelah terjadinya suatu situasi yang menyebabkan terganggunya kegiatan Organisasi.



C Catatan – 1) Pertamina: Dokumen atau informasi yang berisi hasil-hasil pekerjaan, dalam format yang standar, yang menandakan implementasi suatu proses, seperti hasil inspeksi, risalah rapat, rencana kegiatan, Laporan Hasil Inspeksi, dll. 2) Sebuah dokumen yang berisi informasi yang berkaitan dengan hasil-hasil yang dicapai dan/atau menunjukkan bahwa kegiatan telah dijalankan. (Suatu catatan merupakan dokumen ‘output’ dan umumnya tidak direvisi dan/atau diubah.). Cedera / penyakit parah – Cedera atau penyakit yang mengakibatkan setidaknya cacat sementara.



D Daftar Risiko (Risk Register) – Katalog/ inventaris informasi risiko. Dampak – Suatu hasil atau konsekuensi yang merugikan terhadap orang, aset, lingkungan, dan/atau reputasi organisasi. Desain – Proses penerjemahan sebuah gagasan produk atau jasa menjadi suatu produk atau jasa yang dapat diproduksi dan dipasarkan secara komersial. Didokumentasikan – Informasi tertulis mengenai suatu hal atau kegiatan, baik dalam bentuk perangkat lunak maupun perangkat keras. Distribusi – Proses penyimpanan dan pemindahan produk kepada pelanggan, seringkali melalui perantara seperti grosir dan pengecer. Tugas



SUPREME manajemen distribusi fisik melibatkan pemindahan jumlah produk tertentu ke tempat-tempat di mana pelanggan dapat dengan mudah membelinya, pada waktunya untuk mengisi stok, dalam kondisi baik. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan ketersediaan produk sembari meminimalkan biaya distribusi (Sinonim: distribusi fisik). Ditetapkan – Kebiasaan atau prosedur yang berlaku yang diakui dan diterima secara permanen. Dokumen – Kertas (perangkat keras) dan/atau file elektronik (perangkat lunak) yang berisi informasi. Downgraded Situation – suatu situasi atau kondisi dimana telah terjadi penurunan dari standard proses atau peralatan yang ada sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan risiko.



E Efektivitas – Pencapaian hasil-hasil yang direncanakan setelah implementasi secara ‘sesuai’ and ‘cukup’. ‘Hasil-hasil yang direncanakan’ dapat meliputi kriteria seperti kuantitas, mutu, alokasi waktu, anggaran, dll. Evaluasi risiko – Proses membandingkan informasi risiko terhadap dengan penilaian dan standar, untuk memastikan bahwa pengendalian yang berlaku cukup untuk menurunkan risiko ke tingkat yang dapat diterima.



F Fitness to Work – Fit untuk melakukan tugas atau pekerjaan di lingkungan Organisasi secara efektif dengan level resiko keselamatan dan kesehatan yang dapat diterima terhadap dirinya atau orang lain di lingkungan tersebut berdasarkan penilaian profesional oleh seorang dokter yang kompeten.



SUPREME



G Good/ best practice – Praktek kerja yang bebas dari kesalahan, terbukti, dan terdokumentasi dan melebihi norma yang ada serta kinerja operasional terkini dalam lingkungan bisnis yang spesifik.



H HSSE – Pertamina: Health, Safety, Security, Social and Environment/ Aspek Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, Sosial dan Lingkungan. HSSE-MS – Pertamina: Health, Safety, Security, Social and Environmental Management System/ Sistem Manajemen aspek-aspek Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, Sosial dan Lingkungan.



I Ignition Control – Tindakan pencegahan untuk mengontrol potensi sumber kumparan pengapian (ignition) di area kerja yang beresiko terutama terkait konstruksi, instalasi dan penggunaan peralatan. Inspeksi – Suatu kegiatan pengujian yang terjadwal dan terstruktur terhadap satu lokasi kerja dengan fokus pada kondisi fisik, aktivitas, dan/atau praktek kerja, sebagai tambahan atas tugas-tugas rutin pengawas, dan merupakan suatu bentuk pemantauan. Insiden – 1) Pertamina: kejadian yang tidak diinginkan, seperti kejadian nyaris celaka, kecelakaan, tabrakan, kebakaran, ledakan, kebocoran, blowout, kegagalan operasional, kegagalan listrik, sakit karena pekerjaan, dan polusi lingkungan yang mengakibatkan kerugian. 2) Suatu kejadian yang bisa atau telah mengakibatkan cedera dan/atau kerugian yang tidak diinginkan. Inspeksi umum terencana – Inspeksi umum terhadap keseluruhan tempat kerja yang telah direncanakan sebelumnya. Inspeksi terencana biasanya dilakukan dengan frekuensi yang ditetapkan dan dilakukan oleh pekerja yang terlatih.



SUPREME Instruksi Kerja – 1) Pertamina: Dokumen yang merupakan uraian dari Panduan atau Prosedur Kerja, yang spesifik untuk tingkat operasional tentang penjelasan tahap demi tahap bagaimana suatu kegiatan dijalankan dari awal hingga akhir, yang dilakukan oleh seorang individu atau tim kerja secara teratur, sistematis dan terstruktur. 2) Dokumen yang menjelaskan tahap demi tahap tentang bagaimana suatu tugas atau serangkaian tugas dijalankan. (Instruksi kerja sering diturunkan dari suatu prosedur terkait.). Investigasi insiden – Pertamina: sebuah pendekatan sistematis, baik teknis maupun non-teknis, untuk mengumpulkan fakta-fakta dan keadaan yang berkaitan dengan penyebab dasar dari insiden, menentukan tindakan pencegahan untuk mencegah insiden terjadi kembali, dan menentukan kerugian yang terjadi. Investigasi Kecelakaan/ Insiden – Pengumpulan fakta secara sistematis terhadap keparahan dan sifat dari kerugian ataupun near-miss, kejadian terkait, praktek dan kondisi sub-standar yang menyebabkan kejadian, serta penyebab dasar dan tindakan manajemen yang dibutuhkan untuk mencegah atau mengendalikan peristiwa di masa mendatang.



J Jabatan – Sebuah posisi yang mencakup semua kegiatan kerja yang dilakukan oleh seseorang yang menjabat di posisi tersebut. (Contoh: teknisi listrik, tukang kayu, koordinator loss control, tukang las, dokter, penyelia, auditor, dll.). Jaminan – Suatu pernyataan positif yang dimaksudkan untuk memberikan kepercayaan diri. Kepercayaan diri yang penuh, bebas dari keraguan, kepastian.



K Keadaan darurat – Situasi yang menimbulkan ancaman langsung terhadap kehidupan manusia, kerusakan besar/ serius terhadap harta benda/ aset,



SUPREME lingkungan, produk/ jasa dan masalah kualitas lainnya, dan/atau keamanan lapangan/ organisasi. Keberlanjutan – Kemampuan untuk melanjutkan suatu perilaku tanpa batas. Definisi yang lebih spesifik adalah: 1) Keberlanjutan lingkungan adalah kemampuan untuk mempertahankan laju penggunaan sumber daya terbarukan, emisi polusi, dan penipisan sumber daya tidak terbarukan yang dapat berlanjut tanpa batas. 2) Keberlanjutan ekonomi adalah kemampuan tanpa batas untuk mendukung level produksi ekonomi yang ditetapkan. 3) Keberlanjutan sosial adalah kemampuan suatu sistem sosial, seperti suatu negara, untuk berfungsi tanpa batas pada level keberadaan sosial yang ditetapkan. Kebijakan, bisnis – (1) Pertamina: dokumen yang mendefinisikan secara luas tindakan, ekspektasi dan persyaratan Pertamina. (2) Pernyataan singkat terhadap pandangan dan sikap organisasi atas hal-hal tertentu yang mencerminkan kebutuhan bisnis. (3) Pernyataan manajemen senior yang memberikan panduan terhadap administrasi, mencerminkan sikap manajemen dan komitmennya terhadap aspek-aspek HSSE, serta mendefinisikan wewenang dan hubungan yang diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi. (4) ISO: Maksud dan arah keseluruhan organisasi mengenai kualitas, sebagaimana yang dinyatakan secara resmi oleh manajemen senior. Kecelakaan besar – (1) Pertamina: (a) kecelakaan kerja yang fatal: sebuah kecelakaan kerja yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan kematian; (b) kecelakaan kerja yang melibatkan banyak korban dalam satu peristiwa yang mengakibatkan kehilangan sejumlah hari kerja; (c) kebakaran besar: kerusakan properti karena kebakaran yang mengakibatkan kerugian lebih besar dari atau senilai US$1,000,000- (satu juta dolar Amerika) atau menyebabkan penghentian operasi sepenuhnya (total shutdown); (d) tumpahan besar: minyak tumpah yang mencemari air atau daratan dengan jumlah dari 15 barrel; (e) kerusakan properti: sebuah peristiwa yang tidak menyebabkan kecelakaan kerja yang fatal, ataupun kebakaran besar dan tumpahan yang besar, namun menyebabkan kerugian lebih besar dari atau senilai US$ 1,000,000- (satu juta dolar Amerka); (f)



SUPREME kejadian yang mengundang perhatian masyarakat: suatu kejadian yang mengundang perhatian media di skala nasional maupun internasional; (g) klaim atau keluhan terkait aspek HSE yang berasal dari komunitas lokal di sekitar daerah kegiatan Unit Operasi. (2) Kejadian yang mengakibatkan cedera dan/atau kerusakan yang tidak disengaja. Istilah ini sering digunakan untuk peristiwa yang berhubungan dengan keselamatan proses. Kecelakaan (Kerja) – 1) Pertamina: kejadian yang berhubungan dengan operasi atau paparan terhadap zat khusus yang berbahaya di dalam lingkungan pekerjaan. 2) Kejadian yang mengakibatkan cedera dan/atau kerusakan yang tidak diinginkan. Kecukupan – Pemilihan jumlah, frekuensi, dan/atau kuantitas kegiatan yang tepat untuk mencapai penerapan kegiatan yang efektif, dan memastikan aspek-aspek kinerja HSSE yang telah direncanakan menjadi aspek-aspek kinerja HSSE yang sebenarnya. Kejadian – Sesuatu yang terjadi pada tempat tertentu dalam kurun waktu tertentu (dan setelah bahaya terlepas). Kemungkinan – Ekspektasi, probabilitas, dan/atau peluang terjadinya suatu kejadian. Biasanya dinyatakan sebagai frekuensi (misalnya sekali dalam 10 tahun) tetapi terkadang juga sebagai probabilitas (misalnya, 0,2; 40%, dan lain-lain). Kepemimpinan – (1) Kepemimpinan adalah fungsi kolektif dari seluruh pemimpin (dari Proses 1 SUPREME, Kepemimpinan dan Akuntabilitas). (2) Kepemimpinan adalah proses di mana seorang pemimpin terlibat dengan pihak lain dan menggerakkan pihak lain untuk mendorong perubahan dalam suatu organisasi (dari Proses 1 SUPREME, Kepemimpinan dan Akuntabilitas). (3) Proses yang mempengaruhi pihak lain untuk mencapai sasaran final. Kepemimpinan yang efektif sering dilihat sebagai hasil dari kualitas (ciri) kepemimpinan yang dimiliki oleh sebagian orang. Kerugian – Terbuangnya sumber daya dalam bentuk apapun yang dapat dihindari, seperti sumber daya manusia, peralatan, bahan-bahan, dan/atau lingkungan. Keselamatan – Pengendalian kerugian dari kecelakaan.



SUPREME Keselamatan kerja – Pengendalian terhadap cedera personal, penyakit, dan kerusakan harta benda dalam lingkungan dan situasi yang terkait dengan pekerjaan. Keselamatan proses – Pengendalian bahaya proses yang berpotensi menyebabkan kerugian besar yang tidak disengaja. Kesempatan – (1) Sebuah tindakan dengan potensi untuk menghasilkan kejadian dengan konsekuensi yang positif. Juga dikenal sebagai upside risk. (2) Kesempatan merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran bisnis dengan potensi konsekuensi positif. Kesempatan dapat dinilai dari probabilitas keberhasilan dan potensi kesuksesannya. (Sinonim: Peluang). Kesesuaian – Pemilihan kegiatan yang tepat untuk mendapatkan implementasi, pengelolaan risiko, dan pencapaian kinerja aspek-aspek HSSE yang telah direncanakan secara efektif. Ketidakpatuhan – Kegagalan memenuhi persyaratan. Ketidakpatuhan dapat diidentifikasi dengan kegiatan pemantauan, turunnya pencapaian indikator kinerja, tidak tercapainya aspek-aspek HSSE dan/atau Perencanaan lain, kegagalan memenuhi target, investigasi kejadian, dan/atau audit/ asesmen. Ketidaksesuaian – (1) Penyimpangan dari situasi yang telah ditentukan. (2) Tidak terpenuhinya persyaratan yang telah ditentukan. Kewenangan – Kapasitas untuk memberikan perintah yang kemudian diterima secara sah oleh pihak lain. Dalam organisasi modern, kewenangan manajer untuk memberikan instruksi kepada bawahan terutama berasal dari posisi resminya sebagai manajer, dan dari hak dan kewajiban secara resminya terkait dengan jabatan, bukan dari kualitas kepemimpinan individu. Namun begitu, kedua sumber wewenang ini dapat menjadi penting. Key Performance Indicator (KPI) – (1) Pertamina: Alat pengukuran untuk Direktorat, Unit Operasi, Unit Bisnis, Wilayah, dan/atau segmen organisasi yang telah diberikan KPI sebagaimana ditentukan oleh manajemen. (2) Suatu ukuran kinerja organisasi yang diprioritaskan (utama) dan sering digunakan ketika indikator laba atau finansial kurang memadai dan/atau



SUPREME tidak relevan untuk dijadikan sebagai ukuran kinerja. Penggunaan KPI dimaksudkan untuk membantu manajemen mengambil keputusan mengenai alokasi sumber daya. (Lihat Performance Indicator, Boundary KPI). Kinerja – Sebuah ukuran pencapaian yang didapatkan oleh individu, tim, organisasi, dan/atau proses. Kompetensi – Kemampuan, dalam hal keahlian, pengetahuan, dan kesadaran untuk menjalankan peran tertentu. Kompetensi berkembang seiring berjalannya waktu, dengan kombinasi pendidikan, pelatihan, dan/atau pelatihan. Komunikasi – Apa yang kita lakukan untuk memberikan dan mendapatkan pemahaman. Konsekuensi – Efek, hasil, dampak, dan/atau akibat dari sesuatu yang telah terjadi. Kontrak – Dokumen yang mengikat secara hukum atau situasi ketika penjual menyanggupi untuk memasok barang atau jasa kepada pembeli dengan mempertimbangkan keuntungan keuangan dan/atau keuntungan yang lainnya. Kontraktor – Orang atau perusahaan yang melakukan pekerjaan di bawah kontrak untuk organisasi. Krisis – Keadaan darurat ketika situasinya telah meningkat hingga suatu titik di mana ada kepentingan media yang mungkin memiliki dampak negatif terhadap reputasi pada tingkat perusahaan/ korporasi dan dapat mengancam kelangsungan bisnis. Kualitas – (1) Tingkat di mana situasi dianggap memenuhi situasi yang diharapkan. (2) Jumlah sifat dan karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang menentukan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan ataupun tersirat. (Sinonim: Mutu). Keparahan – Ukuran tingkat cedera atau kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan. Juga dikenal sebagai konsekuensi, dampak, atau efek



SUPREME bahaya. Sering dinyatakan sebagai tingkat cedera dan/atau biaya kerusakan.



L Lagging Indicators – Pengukuran konsekuensi atau hasil. Dengan kata lain pengukuran reaktif. Leading Indicators – Pengukuran input untuk suatu proses. Menjawab pertanyaan, ‘Seberapa baik kita melakukan pekerjaan kita?’ Dengan kata lain pengukuran proaktif. Lingkungan – Lingkungan di mana suatu organisasi beroperasi, termasuk udara, air, tanah, sumber daya alam, flora, fauna, manusia, dan keterkaitannya. Loss of Containment – sebuah kejadian pelepasan atau kehilangan dari wadah utama yang tidak direncanakan atau dikendalikan dari material apapun termasuk material tidak beracun ataupun material yang tidak mudah terbakar.



M Manajemen – (1) Menyelesaikan beberapa hal dengan melalui pihak lain. Proses mengatur dan mengarahkan sumber daya manusia di dalam suatu organisasi untuk memenuhi sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Fungsi dan peran-peran manajemen utama adalah perencanaan, pengaturan, kepemimpinan, dan pengendalian. (2) Seseorang atau beberapa orang yang mengarahkan atau mengendalikan kegiatan suatu kegiatan sekelompok pekerja. Manajemen keselamatan proses – Sebuah kerangka kerja pengendalian untuk mengatur keselamatan proses dan mendorong perbaikan berkelanjutan. Manajemen risiko – Sebuah proses untuk memastikan semua risiko yang signifikan telah diidentifikasi, diprioritaskan, dikelola (dikendalikan), dan dipantau secara efektif.



SUPREME Manajemen sisa risiko – Sebuah evaluasi resmi oleh upper management untuk mengkaji kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas manajemen MAH secara menyeluruh melalui tinjauan formal dari status dan kecukupan pengendalian (barrier) yang diimplementasikan untuk mengelola MAH. Manual – Pertamina: sebuah dokumen tingkat tinggi yang berisi Kebijakan Perusahaan yang becermin pada keinginan dan komitmen secara keseluruhan, yang kemudian menjadi referensi dan pendekatan utama untuk mencapai Misi, Visi, Tata Nilai, Target, Strategi, dan Rencana Kerja Perusahaan.



N Norma – Sebuah kepercayaan atau tindakan yang dilakukan bersama oleh dua orang atau lebih. Nyaris-celaka (Near-miss) – (1) Pertamina: sebuah insiden, peristiwa, atau situasi yang tidak mengakibatkan kerugian, seperti kerusakan properti, namun bila tidak dikendalikan dapat mengarah pada kecelakaan serius (Pertamina). (2) Sebuah insiden yang dapat, namun tidak mengakibatkan orang cedera, kerusakan pada aset, lingkungan, keamanan, produksi, reputasi perusahaan, dan/atau konsekuensi kerugian usaha. Seluruh kejadian nyaris-celaka harus diperlakukan sebagai insiden dan harus diinvestigasi dan dilaporkan sesuai dengan potensi risikonya.



O Observasi – Pengamatan dengan perhatian yang cukup untuk mendapatkan pengetahuan tentang kondisi dan perilaku. Mengobservasi berarti mempersepsikan atau mengidentifikasi melalui berbagai macam indera (seperti penglihatan, pendengaran, perasa, bau, sentuhan). Mengobservasi meliputi menyadari, mencatat, dan memahami hal-hal yang signifikan dari apa yang diamati. Dalam hal ini, mengobservasi lebih kepada proses psikologis, dan bukan proses fisik. Observasi perilaku – Proses mengamati bagaimana seorang individu bertindak sesuai dengan peraturan dan praktik yang berlaku, dengan tujuan memperkuat dan meningkatkan standar perilaku yang diinginkan.



SUPREME Observasi tugas – Observasi tugas adalah suatu teknik untuk memastikan bahwa tugas / prosedur dijalankan dengan efisien dan memenuhi standar yang berlaku. Organisasi – Setiap badan atau lembaga yang terorganisir, seperti bisnis, perusahaan, pemerintah, departemen, badan amal, dan/atau masyarakat. Untuk badan atau lembaga dengan lebih dari satu bidang, maka setiap bidang tunggal dapat didefinisikan sebagai sebuah organisasi, dan kelompok tersebut disebut sebagai sebuah korporasi. Orientasi – Umumnya dibagi menjadi tiga jenis: 1) Orientasi Umum. Presentasi pra-tugas kepada pekerja atas poin-poin utama dari kebijakan organisasi, manfaat, jasa, fasilitas, aturan dan praktek umum, serta lingkungan kerja. Umumnya dilakukan oleh personel staf HR (Sinonim: induksi). 2) Orientasi Kerja. Orientasi spesifik yang dirancang untuk mengarahkan pekerja terhadap informasi spesifik yang diperlukan untuk menyiapkan mereka untuk melakukan pekerjaan tertentu. Biasanya dilakukan oleh pengawas / pimpinan langsung pekerja (Sinonim: induksi). 3) Orientasi Kepemimpinan. Orientasi spesifik HSSE yang dirancang untuk mengarahkan seorang manajer / pemimpin terhadap informasi sistem manajemen HSSE yang diperlukan untuk mempersiapkan pemimpin untuk pekerjaan tertentu. Biasanya dilakukan oleh staf profesional HSSE (Sinonim: induksi).



P Panduan – Dokumen yang memberikan informasi pendukung tentang metode yang dapat diterima untuk menerapkan persyaratan yang ditemukan dalam kebijakan, proses bisnis, pedoman, prosedur, instruksi kerja, dll. Paparan risiko – Jumlah risiko yang terkena. P-D-C-A – Pendekatan siklus hidup untuk menerapkan sistem manajemen, yang terdiri dari kegiatan Plan (Perencanaan), Do (Pelaksanaan), Check (Pemeriksaan), dan Act (Tindakan). Sebagai dasar dan pendekatan



SUPREME implementasi untuk sejumlah standar internasional seperti ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001, dll. Pekerja – Seseorang yang dipekerjakan oleh organisasi dan bukan yang bertanggung jawab atau membawahi kegiatan sekelompok pekerja lainnya. Pemangku kepentingan – Lihat ‘Para pihak yang berkepentingan’. Kelompok-kelompok yang mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh organisasi dan kegiatan-kegiatannya. Ini dapat mencakup, namun tidak terbatas pada: pemilik, pengurus, pekerja, asosiasi, serikat dagang, pelanggan, anggota, mitra, pemasok, pesaing, pemerintah, regulator, pemilih, LSM/ organisasi nirlaba, kelompok penekan dan pengaruh, dan/atau masyarakat. Pemantauan – Mengawasi, mensupervisi, dan/atau mengatur dengan tujuan untuk mengendalikan, memeriksa secara terus-menerus, dan/atau memantau perkembangan. Pemantauan di sini bisa termasuk yang menggunakan peralatan khusus, observasi manusia, dan/atau kombinasi dari keduanya. Pemimpin – Seseorang yang terlibat dan menggerakkan pihak-pihak lain untuk mendorong perubahan dan perbaikan yang berkelanjutan di dalam organisasi. Pemimpin Senior – seorang yang memegang posisi tinggi dan berpengaruh karena pengalaman dan keahlian yang dimilikinya didalam suatu kelompok/grup atau organisasi. Pengendalian – Pengendalian meliputi preventive measures (menurunkan kemungkinan/ probabilitas kejadian), detective measures (mendeteksi kejadian besar), control measures (mengendalikan/ menurunkan skala kejadian besar), mitigative measures (menurunkan jumlah dan tingkat keparahan dari suatu konsekuensi) dan recovery preparedness measures (menurunkan rentetan konsekuensi yang timbul dari kejadian besar). Pengendalian juga dikenal sebagai barriers, risk reduction measures, preventive measures, dan/atau mitigative measures. Pengendalian dokumen – Teknik dan kegiatan operasional untuk memastikan penggunaan dokumen yang benar dan tepat dalam organisasi. Pengendalian dokumen meliputi identifikasi dokumen yang memerlukan



SUPREME pengendalian, pembuatan dokumen, desain dan formatnya, persiapan isinya, persetujuan, penerbitan, perubahan/ modifikasi, distribusi, penarikan dokumen yang kadaluarsa, dan pembuangan/ penghancurannya secara tepat. Penilaian risiko – Setiap proses yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, dan/atau menentukan peringkat risiko. Penyebab dasar (basic causes) – Faktor-faktor pekerjaan dan pribadi, seperti teknik yang tidak memadai, kurangnya pengetahuan atau keterampilan, dll., yang berasal dari tindakan atau kondisi sub-standar. Penyebab dasar juga dikenal sebagai penyebab akar (root causes) atau penyebab yang sebenarnya (real causes), cacat sistem (system defects) atau contributing causes. Penyebab dasar umumnya berasal dari sistem keselamatan yang tidak memadai, standar sistem yang tidak memadai, dan/atau kepatuhan standar yang tidak memadai. Penyebab langsung (Immediate causes) – Tindakan/ praktek dan/atau kondisi sub-standar yang secara langsung berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan/ insiden. Sering disebut sebagai tindakan atau kondisi yang tidak aman (unsafe acts/ conditions), atau penyebab langsung (direct causes). Peralatan kritikal (Critical Equipment) – Mesin, peralatan, dan/atau bahan yang dapat mengakibatkan kerugian yang besar terhadap manusia, harta benda, proses, dan/atau lingkungan ketika kondisinya usang, rusak, diperlakukan tidak wajar, penyalahgunaan, atau diterapkan tidak semestinya, dll. Beberapa mesin, peralatan, dan/atau bahan yang kritikal apabila kondisinya usang, rusak, diperlakukan tidak wajar, penyalahgunaan, atau diterapkan tidak semestinya, kemungkinan besar akan mengakibatkan kerugian yang besar. Peraturan – Aturan atau keharusan, hukum, atau perangkat yang ada untuk mengatur orang, peralatan, bahan, atau lingkungan oleh lembaga atau organisasi eksternal. Perbaikan (yang) berkelanjutan (Continual Improvement) – Peningkatan/ perbaikan produk, jasa, dan/atau proses yang berlangsung melalui langkah-langkah kecil dan perbaikan terobosan.



SUPREME Perencanaan, bisnis – Sebuah metode pengendalian bisnis yang melibatkan pengaturan sasaran jangka panjang dan perumusan perencanaan/ program tindakan yang dirancang untuk mencapai sasaransasaran tersebut. Perencanaan operasi – Perencanaan operasi produksi perusahaan termasuk: 1) 2) 3) 4)



Operasi atau tugas pekerjaan yang harus dilakukan. Urutan pelaksanaan. Waktu yang diperlukan oleh setiap operasi. Tata letak pabrik dan mesin pabrik.



Performance Dialogue – Pertamina: sebuah rapat atau diskusi yang diadakan oleh setiap fungsi, bagian, dan/atau lokasi untuk meninjau pencapaian dari target kinerja yang didefinisikan, menangani isu dan masalahnya, serta menentukan tindak lanjutnya. Performance Indicator – Suatu ukuran kinerja organisasi sering digunakan ketika indikator laba atau finansial merupakan panduan yang kurang memadai atau tidak relevan dengan kinerja. Penggunaan indikator kinerja dimaksudkan untuk membantu manajemen mengambil keputusan mengenai alokasi sumber daya. Personil – Istilah personil meliputi orang-orang di seluruh tingkatan organisasi yang mencakup gugus kerja, para pemimpin/ manajer/ penyelia, dll. Ini juga meliputi pertimbangan khusus apapun yang dapat disyaratkan untuk orang yang cacat. Perusahaan – Istilah ini mengacu pada Pertamina, unit operasi Pertamina, anak perusahaan Pertamina, dan/atau yang berafiliasi dengan Pertamina. Tidak termasuk di dalamnya, para kontraktor atau entitas non-Pertamina. Praktik – Metode atau pedoman umum yang harus diikuti ketika melaksanakan sebuah tugas yang tidak harus dilakukan secara identik setiap kali tugas tersebut dilakukan. Principle of Multiple Causes (Prinsip Penyebab Ganda) – Suatu prinsip yang memiliki pandangan bahwa suatu kejadian (accident/incident) sangat jarang disebabkan oleh satu faktor penyebab.



SUPREME Process Containment – suatu tindakan, proses, atau sarana yang dilakukan untuk menjaga sesuatu dalam batas kewajaran. Produksi – Proses konversi untuk mengubah input seperti bahan, tenaga kerja, dan modal menjadi barang dan jasa. Program – Deskripsi tentang sarana yang akan digunakan untuk mencapai sasaran dan target. Prosedur – (1) Pertamina: dokumen yang merupakan uraian dari dokumen Panduan, yang mengkhususkan pada suatu proses atau kegiatan kerja dari awal hingga akhir, dan setidaknya melibatkan tiga fungsi/ kegiatan departemen dalam menentukan siapa melakukan apa, kapan, dan berapa lama hingga pekerjaan tersebut selesai, sampai dengan orang/ fungsi selanjutnya untuk melanjutkan proses berikutnya hingga keseluruhan kegiatan selesai. (2) Penjelasan tahap demi tahap tentang bagaimana melaksanakan, dari awal hingga akhir, dalam hal menjalankan tugas dengan benar. Prosedur Kerja – Pertamina: Sebuah dokumen yang merupakan uraian dokumen Panduan, yang spesifik menjelaskan dari awal hingga akhir proses atau kegiatan kerja, dan minimal melibatkan tiga fungsi/ kegiatan departemen yang menentukan siapa melakukan apa, kapan dan berapa lama sampai pekerjaan tersebut selesai, sampai dengan orang/ fungsi selanjutnya untuk melanjutkan proses berikutnya hingga keseluruhan kegiatan selesai. Proses – Sebuah urutan kegiatan yang memberikan nilai tambah dengan memproduksi output/ hasil yang diharapkan dari berbagai input. Proyek – Proyek adalah suatu usaha yang bersifat sementara dalam waktu tertentu yang dilakukan untuk menciptakan sebuah produk, dan/atau jasa yang unik. Sifatnya yang bersifat sementara dan dengan durasi tertentu kontras dengan proses atau operasi yang pekerjaannya bersifat permanen atau semi permanen untuk menciptakan hasil, produk, dan/atau jasa yang sama berulang-ulang.



SUPREME



R Rencana – Suatu dokumen yang menjelaskan prosedur dan/atau dokumen dan sumber daya terkait dan apa yang harus diterapkan oleh siapa dan kapan/ seberapa sering terhadap proyek, proses, kegiatan, dan/atau kontrak tertentu. Rencana (Plans) – hasil proses perencanaan berupa daftar ketetapan tentang langkah tindakan pada masa depan menyangkut kegiatan apa, siapa pelaksananya, di mana, kapan jadwalnya dan berapa sumber daya yang akan digunakan, serta pelbagai keterangan mengenai tolok ukurnya, dalam rangka mencapai hasil. Rencana digunakan manajemen untuk pedoman pengarahan kegiatan dan juga sebagai pedoman proses pengendalian. Resmi / formal – Bentuk atau struktur eksternal, yang sesuai dengan kebiasaan atau aturan yang tetap. Atau diselesaikan/ dibuat dengan teratur: metodis, pasti, dan eksplisit. Risiko – (1) Kemungkinan/ frekuensi terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan, dan tingkat keparahan terhadap konsekuensi (efek) dari peristiwa tersebut. (2) ISO/IEC Guide 73: kombinasi dari probabilitas suatu kejadian dan konsekuensinya. (3) Peluang/ kesempatan kerugian. Risiko ‘Downside’ – jenis risiko yang merugikan. Risiko ‘Upside’ – jenis risiko yang menguntungkan atau jenis Risiko dimana terjadinya Risks Event akan menghasilkan outcome yang sifatnya menguntungkan. Rutin – Tindakan reguler, kinerja yang tidak bervariasi dari tindakan/ perilaku tertentu.



S Sasaran – Pernyataan mengenai di mana sebuah organisasi ingin berada dalam kaitannya dengan masalah-masalah bisnis yang relevan, terkadang untuk masa yang akan datang.



SUPREME Sebaiknya – Mengindikasikan serangkaian tindakan yang disarankan, dan merupakan praktek yang terbaik. Seluruh – Istilah ini umumnya mengacu pada kondisi atau situasi saat didapatkan 100% pemenuhan atau kepatuhan. SIKA – Surat Ijin Kerja Aman. Sisa (‘net’) risiko –penilaian terhadap risiko dengan mempertimbangkan pengendalian mutu yang ada dan keefektifannya, dan setelah pengendalian telah diterapkan. Perbedaan antara risiko yang inheren (‘gross’) dan sisa (‘net’), memberi indikasi kualitas, kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas pengendalian. Sistem – Cara yang telah ditetapkan untuk melaksanakan suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan, termasuk identifikasi, pelatihan, dan keterlibatan individu yang akuntabel/ bertanggung jawab atas kegiatan tersebut; definisi kegiatan dan bagaimana melakukannya secara jelas; dan mekanisme untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut dilakukan seperti yang diharapkan. Sistem manajemen – (1) ISO: Bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, praktek, prosedur, proses, dan sumber daya untuk pengembangan, penerapan, pencapaian, peninjauan, dan pemeliharaan kebijakan (lingkungan). (2) Kerangka kerja pengendalian untuk mengatur risiko organisasi dan mendorong perbaikan berkelanjutan. Sistem manajemen risiko – Pendekatan terstruktur yang digunakan oleh organisasi untuk mengkoordinir kegiatan yang terkait dengan manajemen risiko dan mendorong perbaikan berkelanjutan. Standar – Suatu standar mewakili persetujuan atas praktek terbaik untuk teknologi atau proses tertentu. Sebagai contoh, ISO 14001 adalah standar internasional yang mewakili persetujuan seluruh dunia terhadap praktek terbaik untuk manajemen lingkungan. Ini BUKAN merupakan suatu standar kinerja (teknis). Standar kinerja – Standar kinerja yang khususnya membebankan pada batasan dan target yang bisa diukur, seperti ‘seberapa banyak gas yang



SUPREME dapat dilepaskan ke udara’. Ini seringkali disebut sebagai standar teknis, dan diterapkan secara luas di lapangan keselamatan proses. Strategi – Perumusan rencana strategis secara terpadu oleh perusahaan dalam rangka mencapai sasaran/ tujuan bisnisnya. Strategi bisnis mengintegrasikan semua aspek kegiatan produksi perusahaan melalui semua tingkatan, termasuk: 1) 2) 3) 4) 5)



Penetapan sasaran atau tujuan, Petunjuk strategis, Pilihan mode pengembangan, Strategi kompetitif, Tanggung jawab fungsional.



Sub-kontraktor – Orang atau perusahaan yang melakukan pekerjaan di bawah suatu kontrak dengan kontraktor. Sumber daya, umum – Apapun yang digunakan untuk menghasilkan produk / barang, kegiatan, dan/atau jasa. SUPREME – SUstainability PeRtamina Expectations for HSSE Management Excellence. Sebuah singkatan untuk sistem manajemen HSSE Pertamina dan pedomannya yang sesuai, berisi ekspektasi dan panduan implementasi untuk seluruh unit operasi dan anak perusahaan Pertamina. Survei – Studi sistematis untuk mengidentifikasi dan menilai masalah atau kondisi yang telah didefinisikan. Sustainibility – Keberlanjutan “Kemampuan untuk melanjutkan sesuatu kegiatan pada suatu tingkatan level dalam periode waktu tertentu”. Keberlanjutan adalah paradigma untuk berpikir tentang masa depan melalui pertimbangan yang seimbang antara aspek lingkungan, kemasyarakatan dan ekonomi dalam mengejar kualitas hidup yang lebih baik. Sustainability / Keberlanjutan seringkali dipadankan dengan Sustainable Development / Pembangunan Berkelanjutan yang diartikan sebagai: "pengembangan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri” (the 1987 Bruntland Commission Report of United Nations). Keberlanjutan sering dianggap sebagai tujuan jangka



SUPREME panjang (yaitu dunia yang lebih berkelanjutan), sementara pembangunan berkelanjutan mengacu pada banyak proses dan jalur untuk mencapainya keberlanjutan itu sendiri (misalnya pertanian berkelanjutan, produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, pemerintahan yang baik dll.)



T Tanggung jawab – Kewajiban untuk melaksanakan tugas tertentu (misalnya, seseorang yang memiliki tanggung jawab terhadap ‘X’ dalam suatu organisasi wajib untuk melaksanakannya, atau untuk memastikan bahwa pihak/ orang lain melakukannya). Masalah yang sering terjadi dalam organisasi adalah bahwa tanggung jawab didefinisikan secara lemah; tidak sepenuhnya jelas siapa yang bertanggung jawab untuk apa, sehingga fungsi-fungsi tertentu tidak dilaksanakan secara efektif. Target – Titik akhir yang spesifik, biasanya dengan menyatakan tanggal penyelesaian dari tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran dan/atau mencapai ukuran kuantitatif kinerja tertentu. Tata Nilai – Pemahaman dan harapan yang menggambarkan bagaimana perilaku orang-orang yang berada dalam organisasi dan yang mendasari semua hubungan bisnis (misalnya, integritas, kepercayaan, dukungan, kebenaran, dll.). Terstruktur – (1) Dirancang dan dipasang secara logis dan sistematis. Seringkali melibatkan pola yang jelas dan hirarkis. (2) Pola peran dan hubungan dalam sebuah kelompok atau organisasi. Tindakan sub-standar dan kondisi sub-standar (substandard acts and conditions) – Tindakan, praktek dan/atau kondisi yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan; sering disebut sebagai unsafe acts and conditions. Tindakan korektif – Setiap tindakan yang diambil untuk menangani insiden atau ketidak-patuhan, dan bila memungkinkan, untuk mencegah hal serupa terjadi kembali.



SUPREME Tindakan preventif – Setiap tindakan yang diambil untuk menyelidiki, mencegah, atau mengurangi kecacatan dan kegagalan, dan penyebab kerugian lainnya. Tugas – (1) Penugasan kerja tertentu dalam suatu pekerjaan, yang terdiri dari urutan langkah-langkah. (2) Bagian pekerjaan yang memerlukan serangkaian tindakan tertentu dan nyata untuk penyelesaiannya.



SUPREME Lampiran 4 Manajemen Risiko Kegiatan-kegiatan Pertamina memiliki/ melibatkan risiko, dan oleh karena itu memiliki potensi untuk membahayakan orang-orang dan lingkungan, untuk mengakibatkan kerusakan dan/atau kerugian terhadap aset, kerugian produksi, kerugian finansial, pelanggaran hukum, dan untuk memberi dampak negatif bagi reputasi Perusahaan. Risiko di Pertamina dapat dikategorikan dengan beberapa pendekatan. Salah satu pendekatannya adalah dengan mengkategorikan risiko ke dalam Enterprise Risk dan Operational Risk (Risiko Operasional). Enterprise Risk adalah risiko besar bersifat ‘top-down’ yang berhubungan dengan keuangan, reputasi, ataupun risiko lain yang dapat mempengaruhi keberlangsungan bisnis Pertamina secara keseluruhan. Sementara itu, Risiko Operasional merupakan risiko bersifat ‘bottom-up’ yang muncul dari berbagai proses bisnis yang ada di organisasi. Proses 4 SUPREME ini berfokus kepada Risiko Operasional yang dihasilkan oleh unit operasi dan anak perusahaan Pertamina, dan risikonya dikelola oleh pemimpin dan personil dari unit operasi dan anak perusahaan Pertamina tersebut. Risiko-risiko operasional ini dapat dihasilkan oleh bahaya kerja yang sifatnya lebih ‘tradisional’ (terkait Keselamatan Kerja), atau dihasilkan oleh bahaya yang berpotensi menyebabkan kerugian besar terhadap Pertamina (terkait Keselamatan Proses/ Major Accident Hazards – MAH atau Bahaya Kecelakaan Besar), sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar di bawah ini. Keselamatan Proses sebaiknya tidaklah disalahartikan sebagai bahaya-bahaya yang ada di area proses (meskipun banyak bahaya-bahaya di area proses dapat dimasukkan ke dalam kategori Keselamatan Proses). Keselamatan Proses berkaitan dengan semua bahaya yang bila berkembang menjadi kejadian akan dapat mengakibatkan dampak besar terhadap orang, lingkungan, aset, produksi, hukum, dan/atau reputasi. Oleh karena itu, beberapa risiko Keselamatan Proses juga akan termasuk sebagai bagian dari Enterprise Risk.



SUPREME Oleh karena itu, suatu proses Manajemen Risiko yang terintegrasi diperlukan untuk Keselamatan memberikan suatu pendekatan terstruktur Proses dalam mengidentifikasi semua bahaya yang ada, baik dari sudut pandang keselamatan kerja maupun keselamatan proses dalam kegiatan Pertamina, kemudian untuk Konsekuensi Rendah menentukan potensi dampaknya, dan pada Frekuensi Tinggi Risiko yg. akhirnya untuk memperkirakan risikonya. Keselamatan dapat Kerja Tujuan utama manajemen risiko yang ditolerir terintegrasi di Pertamina adalah untuk Kemungkinan Terjadi memastikan bahwa semua risiko diidentifikasi, dievaluasi, diprioritaskan, dikontrol hingga level yang dapat diterima (As Low As Reasonably Practicable – ALARP), dipantau, dan ditinjau untuk perbaikan secara sesuai, cukup, dan efektif. Konsekuensi Tinggi Frekuensi Rendah



Risiko yg. tidak dapat ditolerir



Penerapan manajemen risiko yang efektif terdiri dari empat langkah: identifikasi, evaluasi, pengendalian, dan pemantauan, dimana semua langkahlangkah ini membutuhkan dokumentasi / perekaman yang sesuai. Langkahlangkah ini mencakup identifikasi bahaya, evaluasi risikonya, penentuan dan penerapan kontrol / barrier untuk mengendalikan risiko-risiko ini, serta pemantauan risiko-risiko dan kontrolnya yang telah diimplementasikan tersebut. Hasil akhir dari siklus ini adalah penentuan, diskusi, dan manajemen sisa risiko. Siklus ini dan langkah-langkah yang terdapat di dalamnya relevan untuk mengelola Keselamatan Kerja ataupun Keselamatan Proses.



SUPREME 1. Penjelasan Identifikasi Risiko



Gambar 6. Identifikasi Risiko terhadap Aspek-Aspek HSSE ASPEK-ASPEK HSSE : Tahapan pertama dalam Manajemen Risiko adalah identifikasi risiko, yang terdiri dari dua kegiatan utama: menetapkan konteks bahaya (yaitu aspek-aspek bahaya – H, S, S, E, dan/atau Q, dan skenario yang mungkin) dan mengidentifikasi semua jenis bahaya, ancaman, dan peluang. Langkah ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi secara sistematis potensi bahaya, ancaman, dan peluang kesehatan, keselamatan (kerja dan proses), keamanan, lingkungan, dan mutu, dari kegiatan dan operasi. Identifikasi bahaya, ancaman, dan peluang dilakukan di tahap awal dalam desain dan pengembangan fasilitas, peralatan dan/atau proses baru. Hal ini ditujukan agar praktik, sistem, desain dan peralatan HSSE tertanam secara inheren ke dalam fasilitas, dan bukannya dipasang/ ditambahkan kemudian saat fasilitas telah memasuki fase operasi. Hal ini juga memungkinkan cakupan identifikasi dan implementasi kontrol/ barrier yang lebih luas untuk mencegah, mendeteksi, mengendalikan, memitigasi, dan/atau memulihkan dari kecelakaan.



SUPREME Untuk tingkat korporat, unit operasi, dan/atau anak perusahaan yang telah beroperasi, identifikasi bahaya dan evaluasi risiko yang berkelanjutan diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja HSSE. Profil bahaya dan risikonya dapat berubah, sehingga upaya berkelanjutan sangatlah penting untuk memastikan perubahannya diidentifikasi dan selanjutnya dikelola ke level yang dapat diterima.



Gambar 7. Identifikasi Risiko terhadap Aspek-Aspek Keselamatan Proses ASPEK-ASPEK KESELAMATAN PROSES : Untuk Bahaya Kecelakaan Besar/ Major Accident Hazards (MAH), Analisa Bahaya Proses (PHA) menjadi dasar untuk memastikan manajemen MAH dan barrier-nya sesuai, cukup, dan efektif, sebagaimana dapat dilihat dalam diagram di atas. Maksud utamanya adalah mengidentifikasi skenario/ kejadian Bahaya Kecelakaan Besar yang kredibel dan dapat berakibat kepada kerugian bisnis yang besar, dan ini umumnya akan meliputi langkahlangkah berikut:  Identifikasi sistem/ unit proses yang ada MAH di dalamnya.  Identifikasi skenario/ kejadian Kecelakaan Besar.  Analisa MAH dan skenarionya, mencakup urutan ekskalasi MAH menjadi kejadian/ kecelakaan besar, dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kerugian besar.



SUPREME Serupa dengan aspek-aspek HSSE, Analisa Bahaya Proses/ Process Hazard Analysis (PHA) sebaiknya dilaksanakan dalam semua tahap siklus hidup fasilitas untuk memastikan bahwa semua MAH diidentifikasi dan dikelola dengan mengimplementasikan barrier yang relevan secara berkelanjutan (contohnya diberikan di Gambar di bawah ini).



Gambar 8. Identifikasi Risiko Menggunakan PHA selama Keseluruhan Siklus Hidup Fasilitas



SUPREME 2. Penjelasan Evaluasi Risiko



Gambar 9. Evaluasi Risiko terhadap Aspek-Aspek HSSE Tahapan kedua dalam Manajemen Risiko adalah evaluasi risiko, yang terdiri dari dua kegiatan: analisa risiko dan evaluasi risiko. Dalam analisa risiko, bahaya yang dapat mengakibatkan insiden, potensi konsekuensi yang dapat muncul dari insiden, dan pada akhirnya risiko dari insidennya ditetapkan. Dalam evaluasi risiko, risiko yang telah ditentukan dibandingkan dengan kriteria penerimaan risiko perusahaan dan diurutkan untuk memprioritaskan pengendalian dan pemantauan risiko. Evaluasi risiko dapat dilakukan secara kuantitatif, semi kuantitatif, dan/atau kualitatif. Tidak ada satu cara pun yang merupakan pendekatan yang lebih baik untuk mengevaluasi risiko, dan salah satu dari pendekatan evaluasi risiko di atas ataupun kombinasinya dapat menjadi cara yang valid untuk mengevaluasi risiko tertentu. Semua pendekatan ini memiliki langkah-langkah dasar yang sama untuk mengidentifikasi bahaya, menilai kemungkinannya, dan menilai konsekuensinya untuk menentukan risiko. Dalam hal kompleksitasnya, penilaian risiko kuantitatif adalah yang paling rumit dan memerlukan banyak sumber daya bila dibandingkan dengan evaluasi risiko yang kualitatif. Penilaian risiko semi-kuantitatif ada di antara dua pendekatan ini. Perbedaan yang utama adalah tingkat kompleksitas di dalam langkah-langkah yang digunakan, berikut tingkat pengalaman dan



SUPREME keahlian yang dibutuhkan oleh personil yang melakukan penilaian, termasuk kebutuhan penggunaan sumber daya yang lebih banyak untuk melakukan penilaian risiko kuantitatif dibandingkan dengan penilaian risiko semi-kuantitatif ataupun kualitatif. Menentukan pendekatan mana yang akan digunakan akan tergantung kepada cakupan dan kompleksitas skenario yang akan dinilai. Meski demikian, penerapan metode kuantitatif akan lebih baik untuk situasisituasi berikut :  Saat mengevaluasi dan membandingkan opsi-opsi penurunan risiko; di mana efektivitas opsi-opsi yang ada tidaklah terlalu jelas.  Saat evaluasi perlu dilakukan terhadap paparan terhadap pekerja, masyarakat, dan/atau nilai strategis dari aset, serta langkah-langkah penuruan risikonya.  Saat teknologi baru digunakan dan membawa risiko tinggi, di mana tidak tersedia data historis untuk aplikasi sebelumnya.  Saat demonstrasi bahwa risiko telah dikelola hingga ke level ALARP diperlukan.



Gambar 10. Evaluasi Risiko terhadap Aspek-Aspek Keselamatan Proses



SUPREME Model Manajemen MAH pada dasarnya mengikuti pendekatan yang sama dengan model umum manajemen risiko, yaitu menentukan kemungkinan kejadian, menentukan konsekuensi yang dapat diakibatkan oleh kejadian tersebut, dan mengevaluasi risiko yang dihasilkan. Umumnya ini dimasukkan sebagai bagian dari proses Analisa Bahaya Proses atau Process Hazard Analysis. Evaluasi Risiko di berbagai tahapan siklus hidup fasilitas dengan menggunakan kombinasi analisa kualitatif (misalnya: HAZID, HAZOP), analisa semi-kuantitatif (misalnya, Fault Tree Analysis, Event Tree Analysis), dan analisa kuantitatif (misalnya, Fire and Explosion Risk Assessment, Quantitative Risk Assessment) sangatlah penting untuk memastikan pemahaman yang menyeluruh dan berkelanjutan terhadap risiko yang dihasilkan oleh MAH di seluruh unit operasi dan/atau anak perusahaan. Suatu contoh hasil dari pendekatan ini digambarkan di bawah.



* Hanya dapat dilakukan revalidasi, ketimbang studi menyeluruh, apabila studi-studi ini telah dilakukan di dalam fase Define atau Execute. Gambar 11. Evaluasi Risiko Menggunakan PHA selama Keseluruhan Siklus Hidup Fasilitas



SUPREME 3. Penjelasan Pengendalian Risiko



Gambar 12. Pengendalian Risiko terhadap Aspek-Aspek HSSE Tahapan ketiga dalam Manajemen Risiko adalah pengendalian risiko. Di tahapan ini, pengendalian risiko yang sesuai, cukup, dan efektif ditentukan dengan menggunakan teknik identifikasi pengendalian risiko. Setelah pengendalian risiko diidentifikasi dan dimasukkan ke dalam rencana pengendalian, maka pengendalian risiko harus diterapkan untuk menurunkan risiko ke tingkat yang lebih rendah.



Gambar 13. Pengendalian Risiko terhadap Aspek-Aspek Keselamatan Proses



SUPREME Saat menangani Keselamatan Proses dan MAH, ada tiga tipe pengendalian/ barrier risiko yang sebaiknya tersedia. Semua barrier yang sesuai, cukup dan efektif diperlukan untuk masing-masingnya:  Plant – semua proses yang terkait dengan perangkat keras, rekayasa, sistem kontrol, dan/atau layout lokasi untuk mengelola bahaya.  Process – sistem manajemen yang digunakan untuk mengelola risiko dan mendorong perbaikan berkelanjutan dalam manajemen risiko dan penurunan risiko.  People – kompetensi dan kemampuan personil dalam hal kemampuan kepemimpinan, pengetahuan dan pengalaman yang relevan, dan/atau budaya organisasi yang dihasilkan ataupun yang yang ada di lokasi kerja. a. Hirarki Pengendalian Risiko – HSSE



Gambar 14. Hirarki Pengendalian Risiko untuk Aspek-Aspek HSSE



SUPREME



b. Hirarki Pengendalian Risiko – Keselamatan Proses



Gambar 15. Hirarki Pengendalian Risiko terhadap Keselamatan Proses Tabel berikut menggambarkan perbedaan di antara hirarki pengendalian risiko Keselamatan Proses: Langkah



Fungsi



Contoh



PREVENTION



Menurunkan kemungkinan/ probabilitas bahaya atau untuk mencegah/ menghindarkan ekskalasi bahaya menjadi kejadian.



Pencegahan korosi (coatings, inhibitors), layout operasi dan peralatan, penurunan inventaris/ kapasitas, program integritas aset, kondisi operasi yang lebih rendah (tekanan dan temperatur).



SUPREME Langkah



DETECTION



CONTROL



MITIGATION



RECOVERY



Fungsi



Contoh



Mendeteksi kejadian dan Sistem deteksi kebakaran dan mengaktifkan gas, detector asap, detector gas langkah berikutnya beracun, CCTV, patroli operator. secara tepat waktu. Sistem emergency shutdown, sistem isolasi proses, sistem Menurunkan skala/ perlindungan terhadap besaran dari overpressure, blowout preventer kejadian. (BOP), pressure safety valves (PSV). Sistem aktif Emergency shutdown system, deluge systems, system fire water. Menurunkan Sistem pasif konsekuensi yang Fire walls, blast walls, passive fire protection, secondary timbul dari suatu containment. kejadian. Sistem operasional (non-fisik) Rencana Tanggap Darurat, pelatihan keadaan darurat, drill keadaan darurat. Business Continuity Plan, Termasuk kejadian peralatan penanggulangan utama. tumpahan, redudansi di dalam sistem.



SUPREME 4. Penjelasan Pemantauan Risiko



Gambar 16. Pemantauan Risiko terhadap Aspek-Aspek HSSE Tahapan terakhir dalam Manajemen Risiko adalah pemantauan risiko. Sasaran utama pemantauan risiko adalah:  untuk memastikan dan mendemonstrasikan pemenuhan terhadap peraturan, standar perusahaan, dan/atau standar internasional;  untuk memastikan langkah pengendalian risiko yang direncanakan memang ada dan bekerja untuk mengelola risiko yang signifikan;  untuk meninjau efektivitas langkah penurunan risiko, dan apakah keefektifannya dapat ditingkatkan lebih lanjut. Pemantauan risiko merupakan langkah yang sangat penting dalam memastikan dilakukannya perbaikan berkelanjutan terhadap sistem manajemen risiko dan pencegahan insiden secara menyeluruh.



SUPREME



Gambar 17. Pemantauan Risiko Terhadap Aspek-aspek Keselamatan Proses Dengan mempertimbangkan Keselamatan Proses dan pemantauan risiko pada dasarnya melibatkan dua kegiatan:



MAH,



 Identifikasi Performance Standards (Standar Kinerja) untuk seluruh barrier sebagai dasar untuk pemantauan;  Identifikasi Written Verification Scheme (Skema Verifikasi Tertulis) untuk memverifikasi kinerja barrier terhadap standar kinerja yang telah ditetapkan. Kegiatan pemantauan risiko dapat dikategorikan berdasarkan pada pengukuran kinerja indikator lagging dan leading yang digunakan untuk memantau sistem manajemen risiko:  Indikator pemantauan lagging, fokusnya pada keluaran/ hasil dari sistem manajemen risiko. Kegiatan pemantauan ini berfokus kepada sisa risiko setelah langkah penurunan risiko diimplementasikan. Beberapa contohnya adalah pemantauan debu/ suara, laju emisi di cerobong, pemantauan running hours/ kegagalan peralatan, dll.  Indikator pemantauan leading, di mana fokusnya adalah pada pelaksanaan sistem manajemen risiko dan langkah penurunan risiko. Penekanannya adalah pada evaluasi kinerja dari berbagai aspek



SUPREME sistem manajemen risiko, seperti langkah penurunan risiko/ barrier. Pendekatan ini memerlukan standar kinerja, (yaitu penjelasan tentang bagaimana langkah penurunan risiko/ barrier dijalankan, di mana, dan kapan saja dibutuhkan) untuk ditetapkan terhadap semua langkah penurunan risiko/ barrier. Standar kinerja untuk berbagai tipe, berikut contoh-contoh kegiatan pemantauannya disediakan di bawah ini: Langkah Penurunan Risiko / Barrier



Standar Kinerja



Plant / physical barriers



 Functionality: apa yang harus dilakukan dan dicapai oleh barrier?  Availability: seberapa sering barrier perlu beroperasi?  Reliability: apakah barrier dapat beroperasi dengan memuaskan apabila diperlukan?  Survivability: untuk kondisi apa saja barrier perlu bertahan?



Contoh Aktivitas Pemantauan (Written Verification Scheme)



 Inspeksi  Tes running  Tes fungsi



Catatan



Secara langsung terkait dengan program pemeliharaan dan inspeksi di Sistem Integritas Aset unit operasi/ anak perusahaan sebagaimana dituangkan di dalam SUPREME Proses 5 dan 6.



SUPREME Langkah Penurunan Risiko / Barrier



Process barriers



People barriers



Standar Kinerja



 WHO: siapa yang bertanggung jawab?  WHAT: apa kegiatan yang perlu dilakukan, dan apa hasil yang diharapkan dari kegiatannya?  WHERE, WHEN, and/or HOW OFTEN: di mana dan kapan atau seberapa sering aktivitasnya perlu dijalankan?  WHY Mengapa kita perlu mendemonstrasika n pencapaian terhadap hasilnya?



Contoh Aktivitas Pemantauan (Written Verification Scheme)  Audit/ asesmen  Observasi tugas  Tinjauan prosedur  Survei



Catatan



Terkait dengan kegiatan Assurance sebagaimana dituangkan di dalam SUPREME Proses 7.



persepsi  Observasi tingkah laku  Observesi tugas  Asesmen/ penilaian kompetensi



Terkait dengan system Sumber Daya Manusia sebagaimana dituangkan di dalam SUPREME Proses 3 dan 7.



SUPREME 5. Penjelasan Manajemen Risiko Sisa



Gambar 18. Manajemen Risiko Sisa terhadap Aspek-Aspek HSSE Manajemen sisa risiko adalah langkah selanjutnya setelah pemantauan risiko, memungkinkan korporat, unit operasi, dan anak perusahaan untuk merencanakan perbaikan berkelanjutan terhadap keseluruhan proses manajemen risiko. Manajemen sisa risiko merupakan sistem yang kuat untuk mendorong kepedulian yang lebih baik tentang profil sisa risiko di kalangan pemimpin senior. Pada dasarnya, pertanyaan utama yang harus dijawab oleh pemimpin senior dalam proses manajemen sisa risiko adalah, ‘Setelah semua yang dilakukan, apakah profil risiko benar-benar telah diturunkan hingga tingkat yang bisa diterima? Dan bila tidak, apa lagi yang harus dilakukan?’ – Dengan kata lain, ‘Dapatkah kita menunjukkan bahwa kita telah dapat mengendalikan risiko?’



SUPREME



Gambar 19. Manajemen Sisa Risiko terhadap Aspek-Aspek Keselamatan Proses Dengan mempertimbangkan aspek-aspek Keselamatan Proses dan saat menentukan risiko tertinggi dari suatu unit operasi atau anak perusahaan, biasanya daftarnya akan banyak berisi risiko MAH karena risiko jenis ini menghasilkan potensi kerugian tinggi dari unit operasi atau anak perusahaan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk memastikan bahwa hasil dari langkah-langkah sistem manajemen MAH sebelumnya disertakan secara sistematis dalam agenda manajemen sisa risiko, karena hasil dari langkah sebelumnya akan dapat dijadikan sebagai dasar untuk mentapkan tindakan, termasuk kemungkinan untuk memperbarui hasil dari langkah-langkah sebelumnya.



SUPREME 6. Penjelasan Dokumentasi Risiko



Gambar 20. Dokumentasi Risiko untuk Semua Aspek Pencatatan/ pendokumentasian bahaya yang telah diidentifikasi, risiko yang telah ditentukan serta prioritasnya, pengendalian risiko/ langkah penurunan risiko/ barrier yang telah ditentukan, dan rencana pemantauan risiko yang telah ditetapkan adalah aspek mendasar untuk:  Memastikan bahwa keseluruhan proses dari manajemen risiko telah dijalankan dengan baik.  Memastikan bahwa bahaya, risikonya, pengendaliannya, dan persyaratan pemantauannya dapat dikomunikasikan dengan baik ke seluruh personil yang relevan (baik yang bertanggung jawab terhadap barrier terkait dan pemantauannya, dan/atau yang terpapar pada bahayanya).  Menetapkan basis dan menyediakan suatu mekanisme resmi untuk mengidentifikasi dan mengimplementasikan perbaikan berkelanjutan terhadap sistem manajemen risiko.



SUPREME 7. Evaluasi Risiko Kualitatif – Matriks Penilaian Risiko Typical IOGP



Gambar 21. Matriks Penilaian Risiko a. KRITERIA KEMUNGKINAN PROBABILITY (KEMUNGKINAN)



RISIKO



A RENDAH B



C



MENENGAH



DEFINISI Tidak pernah terdengar di Industri Migas / Panas Bumi / Gedung Perkantoran Pernah terdengar di Industri Migas / Panas Bumi / Gedung Perkantoran Pernah terjadi di sebuah Industri Migas / Panas Bumi / Gedung Perkantoran di Indonesia



SUPREME PROBABILITY (KEMUNGKINAN)



RISIKO



DEFINISI



TINGGI



Terjadi beberapa kali di Industri Migas / Panas Bumi / Gedung Perkantoran di Indonesia Terjadi di salah satu kegiatan / operasi PT Pertamina



D E b. KRITERIA KEPARAHAN 1) Manusia (Keselamatan) SEVERITY (KEPARAHAN)



RISIKO



0 RENDAH 1



2



SEDANG



DAMPAK POTENSIAL Tanpa Cedera Cedera Ringan Cedera Sedang



3



Cedera Berat



4



Cedera Fatal TINGGI



5



Cedera Fatal Ganda



DEFINISI --Tidak menyebabkan hari hilang Menyebabkan hari hilang, maksimum 7 (tujuh) hari Menyebabkan hari hilang, lebih dari 7 (tujuh) hari Satu korban meninggal/ cacat total permanen/ tidak mampu bekerja Korban meninggal/ cacat total permanen/ tidak mampu bekerja lebih dari 1 (satu) orang



SUPREME 2) Kerusakan Aset / Peralatan SEVERITY (KEPARAHAN) 0



1



2



3



4



DAMPAK DEFINISI POTENSIAL Tanpa --Kerusakan  Tidak menimbulkan RENDAH Kerusakan gangguan Sangat Kecil operasi  Biaya perbaikan ≤ US$ 1,000  Menimbulkan gangguan Kerusakan operasi ringan Kecil  US$ 1,000 < Biaya perbaikan ≤ US$ 10,000 SEDANG  Menimbulkan gangguan operasi cukup Kerusakan besar Sedang  US$ 10,000 < Biaya perbaikan ≤ US$ 100,000  Menimbulkan gangguan operasi cukup Kerusakan besar (operasi TINGGI Besar berhenti)  US$ 100,000 < Biaya perbaikan ≤ US$ 1,000,000 RISIKO



SUPREME SEVERITY (KEPARAHAN)



RISIKO



DAMPAK POTENSIAL Kerusakan Parah



5



DEFINISI  Menyebabkan terhentinya operasi dan bisnis perusahaan (Unit operasi/ field)  Biaya perbaikan > US$ 1,000,000



3) Lingkungan SEVERITY (KEPARAHAN)



RISIKO



0



RENDAH 1



2



3



DAMPAK POTENSIAL Tanpa Dampak



Dampak Ringan



SEDANG



Dampak Sedang



TINGGI



Dampak Besar Setempat (Skala Daerah)



DEFINISI --Ada risiko negatif Lingkungan (kecil) dan risiko keuangan (kecil), namun risiko tersebut dapat diabaikan  Tidak terdapat dampak permanen lingkungan  Dampak lingkungan setempat  Menjadi perhatian luas berbagai pihak di daerah (stakeholder)



SUPREME SEVERITY (KEPARAHAN)



RISIKO



DAMPAK POTENSIAL



DEFINISI















4



Dampak Besar (Skala Nasional)







termasuk media massa setempat Menjadi perhatian ringan media massa dan masyarakat nasional Kerusakan lingkungan parah dan luas namun tidak mengakibatkan kerusakan permanen Menimbulkan kerugian ekonomi (keuangan) cukup besar namun tidak mengganggu aliran kas perusahaan (cash flow) Diperlukan biaya cukup besar untuk memulihkan kondisi lingkungan yang rusak kembali seperti semula



SUPREME SEVERITY (KEPARAHAN)



RISIKO



5



DAMPAK POTENSIAL



DEFINISI



Dampak Luar Biasa (Skala Internasional)



 Kerusakan lingkungan parah dan luas serta mengakibatkan kerusakan permanen (tidak bisa direhabilitasi)  Menimbulkan kerugian ekonomi (keuangan) sangat besar) yang mengganggu aliran kas perusahaah (cash flow)



4) Reputasi SEVERITY (KEPARAHAN)



RISIKO



0



RENDAH 1



DAMPAK POTENSIAL Tanpa Dampak



Dampak Ringan



DEFINISI --Dampak kecil namun bisa diabaikan dan tidak menjadi perhatian sama sekali stakeholder (masyarakat)



SUPREME SEVERITY (KEPARAHAN)



2



RISIKO



SEDANG



DAMPAK POTENSIAL



Dampak Sedang



Dampak Besar (Skala Daerah)



3



TINGGI



4



Dampak Besar (Skala Nasional)



DEFINISI Sedikit perhatian media massa setempat dan stakeholder (masayarakat setempat)  Menjadi perhatian luas berbagai pihak di daerah (stakeholder) termasuk media massa setempat  Menjadi perhatian ringan media massa dan masyarakat nasional  Menjadi perhatian luas berbagai pihak secara nasional (stakeholder) termasuk media massa  Mobilisasi aksiaksi (Demo) nasional  Peninjauan ulang atau pencabutan operasi



SUPREME SEVERITY (KEPARAHAN)



5



RISIKO



DAMPAK POTENSIAL



DEFINISI



Dampak Besar (Skala Internasional)



 Menjadi perhatian luas berbagai pihak secara internasional termasuk media massa  Mengganggu keputusan/ kebijakan negara



SUPREME 8. Evaluasi Risiko Kualitatif – Matriks Penilaian Risiko – Kesehatan Typical IOGP



Gambar 22. Matriks Penilaian Risiko – Kesehatan a. KRITERIA PAPARAN EXPOSURE RATING Sangat rendah Rendah



Medium



Tinggi



Sangat Tinggi



EXPOSURE DEFINITION BAND 0.5 – 1) x control may be reliant on less OEL robust measures such as personal protective equipment Exposures are not adequately 1 < OEL < 2 controlled to meet standards and continuously/regularly exceed OEL Exposures are excessive and will almost certainly result in health >2 x OEL damage to persons exposed



SUPREME b. KRITERIA KEPARAHAN SEVERITY (KEPARAHAN) 0



1



2



3



DAMPAK DEFINISI POTENSIAL Tanpa --Dampak RELATIF TIDAK BEREFEK TERHADAP RENDAH Insignificant KESEHATAN: zat-zat (Tidak yang tidak Bermakna) mempengaruhi kinerja atau menyebabkan kecacatan, seperti debu non toksik EFEK KESEHATAN YANG RINGAN zat yang dapat menyebabkan dampak reversible, Minor SEDANG seperti zat-zat yang (Kecil) dapat menyebabkan iritasi, zat-zat deffating, dan banyak bakteri peracun makanan EFEK KESEHATAN YANG SERIUS: zat yang dapat menyebabkan Moderate masalah kesehatan TINGGI (Sedang) irreversible tanpa kematian, seperti kebisingan, penanganan manual yang parah, vibrasi RISIKO



SUPREME SEVERITY (KEPARAHAN)



RISIKO



DAMPAK POTENSIAL



DEFINISI pada lengan/tangan, bahan-bahan kimia yang menyebabkan efek sistemik, dan sensitizer.



4



5



MENYEBABKAN KEMATIAN / CACAT MENETAP: zat yang dapat menyebabkan kerusakan irreversible yang berujung pada cacat kematian, Significant seperti zat-zat korosif (Besar) (karsinogenik), sensitizer dimana timbulnya sensitasi mengancam pekerjaan secara terus menerus, panas, dingin, dan stress kejiwaan FATALITAS DALAM JUMLAH BANYAK: zat yang berpotensi menyebabkan fatalitas Catastrophic dalam jumlah banyak, (Sangat seperti bahan-bahan Besar) kimia yang bersifat toksik (H2S, CO), yang dikenal sebagai zat karsinogenik



SUPREME 9. Pengantar Evaluasi Assessment



Risiko



Kuantitatif/



Quantitative



Risk



Quantitative Risk Assessment (QRA) adalah pendekatan untuk melakukan analisa sistematis terhadap risiko dari kegiatan berbahaya, dan melakukan evaluasi terhadap urgensi-nya sebagai masukan ke dalam proses pengambilan keputusan. Studi ini berdasarkan pada pendekatan QRA tradisional. Komponen kunci dari QRA diilustrasikan dan dijelaskan pada Gambar di bawah ini.



Gambar 23. Komponen Utama QRA  Identifikasi bahaya menanyakan ‘Apa yang bisa salah?’ Ini terdiri dari analisa kualitatif dari kecelakaan yang mungkin terjadi dan skenarionya, berdasarkan pengalaman sebelumnya dan/atau penilaian lainnya. Pada dasarnya ini merupakan proses Identifikasi Risiko, sebagaimana dijelaskan dalam Bagian 4.3.  Setelah potensi bahaya diidentifikasi, analisa frekuensi memperkirakan ‘Seberapa sering?’ kecelakaan bisa terjadi berdasarkan laju kegagalan peralatan yang ada di unit operasi. Komponen laju kegagalan biasanya berasal dari analisa historis kegagalan yang pernah terjadi, dan/atau suatu pemodelan statistik.  Analisa konsekuensi mengevaluasi ‘Seberapa parah?’ efek yang dihasilkan dari kecelakaan yang terjadi, dan dampaknya terhadap orang, peralatan dan struktur, lingkungan, dan/atau bisnis, tergantung pada cakupan yang ditetapkan untuk studinya. Analisa konsekuensi mungkin membutuhkan pemodelan atas hal-hal berikut:



SUPREME o Kebocoran bahan yang mudah terbakar dan/atau beracun. o Dispersi bahan yang mudah terbakar dan/atau beracun untuk membentuk awan uap. o Berbagai fenomena kebakaran, yakni Jet Fire, Pool Fire, Fireball, Flash Fire saat bahan mudah terbakar yang bocor tersulut. o Ledakan yang dihasilkan dari tersulutnya awan uap yang mudah terbakar.  Penilaian risiko mengkombinasikan hasil dari analisa frekuensi dan Analisa konsekuensi untuk menentukan nilai risikonya. Berbagai bentuk presentasi risiko dapat digunakan, namun umumnya dikategorikan sebagai berikut: o Risiko individu, yakni risiko yang dialami oleh seorang individu dalam kurun waktu/ periode tertentu (biasanya dinyatakan dalam risiko kematian per-tahun). Risiko individu dihitung dengan menjumlahkan frekuensi semua kejadian yang dapat mengakibatkan kematian terhadap seseorang di dalam fasilitas. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa seorang individu dari organisasi dan juga dari publik tidak terpapar oleh risiko yang berlebihan. Hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai numerik seperti IRPA (Individual Risk Per Annum) atau dalam format grafik menggunakan kontur risiko (seperti ditunjukkan pada Gambar di bawah ini). Setiap kontur mewakili level risiko individu yang berbeda yang diterima oleh seseorang.



SUPREME o Risiko kelompok, yaitu risiko yang diterima oleh keseluruhan anggota suatu kelompok/ gugus kerja yang terpapar dalam kurun waktu/ periode tertentu. Risiko kelompok merupakan potensi dampak terhadap sekelompok orang yang berada di area suatu kejadian, sehingga ini juga memberikan gambaran atas skala kejadian dari total jumlah orang yang terkena dampaknya. Tujuannya adalah untuk membatasi total risiko kematian yang dapat diakibatkan oleh suatu unit operasi terhadap pekerja dan pihak ketiga (lingkungan sekitar, pengunjung, dll.). Risiko kelompok umumnya dinyatakan dengan menggunakan nilai numerik Potential Loss of Life (mengindikasikan total potensi kematian untuk seluruh pekerja dan masyarakat yang terpapar) atau dengan menggunakan Kurva FN seperti yang ditunjukkan berikut.



Kurva F-N merupakan gambaran distribusi frekuensi terhadap kejadian yang menyebabkan kematian tunggal atau lebih, dimana F adalah frekuensi kumulatif untuk semua kejadian yang menyebabkan kematian dengan jumlah N atau lebih (umumnya dinyatakan dalam jumlah kematian). Bagian selanjutnya dari penilaian risiko adalah membandingkan tingkat risiko dengan suatu kriteria, berikut identifikasi atas apa saja kontributor



SUPREME risiko utamanya (dan pada dasarnya menanyakan ‘Kemudian apa?’ untuk mengartikan hasilnya).  Langkah QRA yang terakhir adalah menanyakan ‘Apa yang perlu saya lakukan?,’ yaitu menetapkan langkah mitigasi untuk sumbersumber risiko yang tinggi dan tidak dapat diterima, untuk menurunkan keseluruhan level risiko hingga ALARP.



SUPREME 10. Konsep Penerimaan Risiko dan ALARP Untuk mengartikan hasil dari proses Evaluasi Risiko (dan memberikan masukan terhadap proses pengambilan keputusan), suatu Kriteria Risiko/ Kriteria Penerimaan Risiko harus ditetapkan. Pada dasarnya, seluruh unit operasi dan anak perusahaan harus dapat menunjukkan bahwa semua risiko dikelola setidaknya hingga level ALARP (As Low As Reasonably Practicable). ALARP merepresentasikan kesesuaian antara investasi untuk menerapkan langkah penurunan risiko terhadap keuntungan yang didapatkan (yaitu penurunan risiko yang diperoleh), sebagaimana ditunjukkan dalam diagram di bawah ini. Artinya tidak semua risiko perlu dan/atau dapat dieliminasi; namun demikian, organisasi perlu memastikan bahwa langkah penurunan risiko telah diterapkan dengan biaya yang efektif untuk menurunkan risikonya ke level yang dapat diterima.



Gambar 24. Kriteria ALARP Secara umum, kriteria penerimaan risiko menerapkan konsep berikut:  Untuk risiko rendah (dalam Broadly Acceptable Region), biasanya tidak ada kewajiban untuk menerapkan ALARP karena risikonya sudah berada dalam level yang bisa diterima.  Untuk risiko medium atau menengah (dalam ALARP atau Tolerability Region), ada kebutuhan untuk menerapkan ALARP dengan cara menentukan, mengevaluasi, dan menerapkan langkah penurunan risiko tambahan.



SUPREME  Risiko Tinggi (dalam Unacceptable Region) mewajibkan adanya rencana atau langkah penurunan risiko secara langsung untuk dapat melanjutkan pekerjaan/ kegiatannya. Dalam beberapa kasus, bila langkah penurunan risiko langsung tidak dapat diidentifikasi dan diterapkan untuk menurunkan risiko hingga Tolerability/ ALARP Region atau Acceptable Region, kegiatannya mungkin harus diberhentikan, dan baru dapat dilanjutkan kembali setelah ada proses dispensasi yang dilakukan untuk mengevaluasi risikonya. Proses demonstrasi ALARP akan melibatkan penilaian dan evaluasi besarnya penurunan risiko yang dapat dihasilkan oleh opsi/ langkah penurunan risiko yang diajukan. Kemungkinan teknis, biaya, dan usaha yang diperlukan untuk menurunkan risiko perlu dibandingkan terhadap penurunan risiko yang didapatkan sebagai bagian dari evaluasi ALARP. Suatu ilustrasi untuk evaluasi ALARP disediakan di bawah ini.Sebagai panduan untuk menentukan apakah risiko telah dikelola hingga tingkat ALARP, pernyataan-pernyataan berikut dapat dibuat tentang Figur di sebelah kanan:  Opsi 1 tidak ALARP karena risikonya belum dikendalikan sampai memenuhi kriteria penerimaan risiko.  Opsi 2 dan 3 dapat dianggap ALARP jika perusahaan dapat menunjukkan bahwa biaya untuk menurunkan risiko lebih lanjut lagi sangatlah tinggi / mahal.  Namun, jika dengan biaya yang sedikit level risikonya dapat Gambar 25. Menentukan Apakah terus diturunkan sampai ALARP Tercapai dengan tingkat risiko di Opsi 4, maka Opsi 4 dianggap ALARP.  Opsi 5 dan 6 mungkin bukan merupakan ALARP karena penurunan risiko tidak sebanding dengan biaya investasi tambahan yang diperlukan untuk penerapannya.



SUPREME a. Hubungan ALARP dengan Evaluasi Risiko Kualitatif – Risk Assessment Matrix (RAM) Kerangka Kerja ALARP/ Kriteria Penerimaan Risiko dapat dipetakan dengan RAM yakni bagian Unacceptable, bagian ALARP/ Tolerability, dan bagian Broadly Acceptable dalam Kerangka Kerja ALARP secara berturut-turut adalah merupakan zona ‘Merah,’ ‘Kuning,’ dan ‘Hijau’ di dalam RAM. PROBABILITY OF OCCURRENCE CONSEQUENCES



A (Lowest)



B



C



E (Highest)



D



Has Has Never heard Heard of in occurred Has occurred in of in the oil the oil and several occurred the oil and and gas, gas, times in the several gas, geothermal geothermal oil and gas, times in or at geothermal industry / industry / geothermal a Pertamina industry / office office industry / activity / office buildings buildings office operation buildings buildings



SEVERITY LEVEL



Human



Asset



Environment



Reputation



0



No injury



No damage



No impact



No impact



L



L



L



L



L



1



Slight injury



Slight damage



Slight impact



Slight impact



L



L



M



M



M



2



Moderate injury



Minor damage



Moderate impact



Moderate impact



L



M



M



H



H



3



Severe injury



Moderate damage



Major impact (Regional)



Major impact (Regional)



M



M



H



H



H



4



Fatality



Major damage



Major impact (National)



Major impact (National)



M



H



H



H



H



5



Multiple fatalities



Severe damage



Major impact (International)



Major impact (International)



M



H



H



H



H



Gambar 26. Hubungan ALARP Correlation dengan RAM b. Hubungan ALARP dengan Keselamatan Proses/ MAH



Evaluasi



Risiko



Kuantitatif



Untuk QRA, ada beberapa kriteria yang dapat digunakan. yang paling umum digunakan adalah:







Kriteria



 Individual Risk (IR), yaitu risiko yang dialami oleh seorang individu dalam waktu / periode tertentu (biasanya dinyatakan dalam risiko kematian per-tahun). Contoh IR dari HSE UK Executive tersedia di bawah ini. Kriteria Batas Atas



IR terhadap Pekerja 1.0 E-03 kematian/ tahun



1 kematian setiap 1,000 tahun



IR terhadap Publik 1.0 E-04 kematian/ tahun



1 kematian setiap 10,000 tahun



SUPREME Kriteria Batas Bawah



IR terhadap Pekerja 1.0E-06 kematian / tahun



1 kematian setiap 1,000,000 tahun



IR terhadap Publik 1.0E-06 kematian / tahun



1 kematian setiap 1,000,000 tahun



Hubungan IR dengan Kriteria Penerimaan Risiko/ Konsep ALARP ditunjukkan di bawah ini:



Gambar 27. Hubungan ALARP dengan Individual Risk  Risiko Kelompok, yaitu risiko yang dialami oleh seluruh anggota dari kelompok / gugus kerja yang terpapar dalam suatu waktu / periode tertentu. Contoh kriteria risiko kelompok dari HSE UK Executive dalam bentuk kurva F-N diberikan di bawah ini.



Gambar 28. Contoh Societal Risk



SUPREME Hubungan risiko kelompok dengan Penerimaan Risiko / Konsep ALARP disediakan di bawah ini:



Gambar 29. Hubungan ALARP dengan Societal Risk



SUPREME 11. Manajemen Barrier Penerapannya



dan



Bow-tie







Konsep,



Teori



dan



Saat mengelola Keselamatan Proses/ Major Accident Hazards (MAH), konsep manajemen barrier telah menjadi pendekatan yang paling umum digunakan. Dalam konsep manajemen barrier, pengendalian / langkah penurunan risiko digambarkan sebagai barrier yang menghalangi ‘bahaya’ untuk berkembang menjadi ‘insiden’ dan pada akhirnya mengakibatkan ‘kerugian’ dalam Skenario MAE (Major Accident Event) yang mungkin terjadi. Dengan menempatkan beberapa lapisan barrier di antara bahaya, kejadian, dan kerugian, harapannya adalah barrierbarrier ini akan dapat memastikan bahwa bahaya tidak berkembang menjadi kejadian dan kerugian. Namun, semua barrier memiliki kelemahan yang dapat berakibat kepada kegagalannya. Apabila terjadi kegagalan barrier, maka barrier dapat dikatakan kurang/ tidak efektif sehingga berakibat kepada terjadinya skenario MAE (ekskalasi bahaya menjadi insiden dan kerugian). Ini dikenal dengan istilah model Swiss Cheese, yang menggambarkan lapisan barrier seperti potongan keju Swiss. Sepertli layaknya keju Swiss, lubang-lubang di potongan keju ini menggambarkan kelemahan barrier dan memiliki konteks, ukuran, dan posisi yang berbeda untuk masing-masing barrier. Sistem barrier secara keseluruhan akan dikatakan gagal saat lubang-lubang di dalam potongan keju berada dalam posisi yang sejajar, mengakibatkan bahaya dapat melewati lubang-lubang tersebut, dan mengakibatkan kejadian serta kerugian (dengan berbagai tingkat keparahan). Suatu contoh penerapan konsep ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini:



SUPREME



Gambar 30. Contoh Model Swiss Cheese Manajemen barrier menekankan identifikasi barrier yang jelas untuk skenario MAH tertentu, sehingga barrier tersebut dapat dikelola dengan lebih efektif. Alasannya adalah pada saat suatu organisasi mengelola risiko yang dihasilkan oleh suatu bahaya, yang sebenarnya dikelola organisasi dalam kegiatan sehari-hari adalah barrier-nya. Banyak organisasi mengilustrasikan manajemen barrier-nya dalam bentuk diagram Bow-Tie. Pendekatan Bow-Tie mengikuti pendekatan Swiss Cheese; namun diagram yang dihasilkan berbentuk dasi kupu-kupu/ Bow-Tie (dikarenakan kejadian yang dihasilkan oleh suatu bahaya biasanya diakibatkan oleh beberapa ancaman/ penyebab, dan mengakibatkan beberapa jenis kerugian/ konsekuensi). Diagram BowTie umumnya diilustrasikan sebagai berikut:



SUPREME



Gambar 31. Ilustrasi Diagram Bow-Tie Langkah-langkah berikut biasanya diambil saat membuat diagram BowTie:  Identifikasi bahaya, yakni seluruh kegiatan, bahan, dan situasi yang ditemukan pada proses bisnis yang normal, dan memiliki potensi untuk mengakibatkan kerugian.  Identifikasi kejadian besar, yakni situasi abnormal di mana bahaya tidak terkendali, sehingga fasilitas / unit terpapar pada potensi kerugian dari bahayanya. Dalam Keselamatan Proses, hal ini biasanya dikenal sebagai MAE.  Identifikasi ancaman / penyebab, yakni faktor-faktor yang dapat menyebabkan bahaya berkembang menjadi MAE.  Identifikasi konsekuensi / kerugian, yakni kerugian yang dihasilkan oleh skenario ekskalasi MAE.  Catatan: Bila 4 (empat) langkah pertama telah dilakukan, skenario MAE telah dapat diilustrasikan dalam diagram Bow-Tie. Ini adalah jalur yang perlu dilalui oleh penyebab suatu MAE agar dapat berakibat kepada kerugian besar.



SUPREME  Identifikasi barrier, yakni pengendalian / langkah penurunan risiko yang berada di jalur skenario MAE (di antara penyebab, MAE, dan kerugian), baik itu di bagian kiri maupun kanan dari Bow-Tie. Seperti dinyatakan sebelumnya, suatu bahaya perlu melewati skenario MAE tertentu agar dapat berkembang menjadi MAE, dan menghasilkan kerugian. Berbagai tipe barrier diperlukan untuk menangani setiap tahapan pengembangan/ ekskalasi bahaya dalam skenario MAE, yakni barrier untuk prevention, detection, control, mitigation, dan recovery. Saat menentukan barrier, perlu diingat bahwa setiap tipe barrier memiliki maksud yang berbeda dalam mengelola MAH; sehingga seluruh tipe barrier ini sebaiknya tersedia untuk skenario MAE masing-masing.



Gambar 32. Barriers di dalam Konsep Bow-Tie



SUPREME Suatu contoh dari diagram Bow-Tie yang lengkap untuk satu skenario MAE (kematian / cedera di lokasi kerja) disediakan di bawah ini.



Gambar 33. Contoh Diagram Bow-Tie – Sisi Kiri



Gambar 34. Contoh Diagram Bow-Tie – Sisi Kanan