Tipus Domba Priangan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Domba Priangan merupakan suatu bangsa domba yang khas dari daerah Jawa Barat dan memiliki keunggulan yaitu bersifat prolifik tinggi II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Deskripsi Domba Priangan Informasi mengenai asal-usul seleksi dan domestifikasi domba hanya sedikit yang diketahui dan dianggap keturunan dari beberapa jenis domba liar, domba-domba yang ada sekarang ini diduga merupakan hasil persilangan beberapa leluhur domba. Keragaman wilayah menyebabkan begitu banyak bangsa domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 bangsa yang telah terindentifikasi dengan cukup baik, sehingga dari performa fisik, dapat dibedakan antara satu bangsa dengan bangsa yang lainnya (Heriyadi, 2011). Taksonomi domba menurut Heriyadi, adalah sebagai berikut : •



Kingdom



: Animalia







Phylum



: Chordata



: Vertebrata (bertulang belakang)







Sub Phylum Class







Ordo



: Artiodactyla (hewan berkuku genap)







Sub Ordo



: Ruminantia (hewan yang memiliki rumen)







Family



: Capridae







Genus



: Ovis







Species



: Ovis aries







: Mamalia (hewan menyusui)



diantara berbagai bangsa domba yang ada di dunia. Pemerintah Belanda melakukan berbagai importasi ternak di antaranya adalah kambing dan domba terutama untuk ke Pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan pada saat itu, dan Sumatera Barat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas domba lokal yang ada (Merkens dan Soemirat, 1926 disitasi oleh Heriyadi, 2011). Tahun 1864 pemerintah kolonial Belanda mulai memasukkan Domba Merino yang pemeliharaannya diserahkan pada KF Holle kemudian dombadomba tersebut dipindahkan ke Garut pada tahun 1869. Domba-domba tersebut kemudian secara bertahap dilakukan penyebaran ke beberapa penggemar domba, antara lain kepada Bupati Limbangan (satu pasang) dan kepada Van Nispen seekor pejantan Merino yang pada saat itu kebetulan memiliki seekor domba Kaapstad. Selain itu domba-domba tersebut disebarkan ke beberapa daerah lain, seperti ke Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut, serta Kabupaten dan Kota Bandung. Penyebaran tersebut merupakan salah satu cikal bakal terbentuknya ras Domba Priangan. Persilangan telah berlangsung secara terus-menerus antara Domba Merino X Domba Lokal, Domba Merino X Domba Lokal X



Domba Kaapstad, namun kajian secara ilmiah belum diungkap, khususnya kajian dari sisi komposisi darah (Merkens dan Soemirat, 1926 dikutip oleh Heriyadi, 2011). Karakteristik Domba Priangan diantaranya memiliki ciri daun telinga yang umumnya lebar dan panjang lebih dari 8 cm, bentuk ekor ngabuntut bagong atau ngabuntut beurit, warna bulunya bermacam-macam seperti hitam, cokelat, dan putih, serta tanduk tidak sebesar domba Gamt. Selain



itu, domba ini memiliki daya tahan tubuh yang baik, kemampuan beradaftasi tinggi, dan bersifat prolifikasi. 2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Domba Pertumbuhan diartikan sebagai sebagai perubahan ukuran yang meliputi bobot hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh ternak, sedangkan perkembangan adalah berhubungan dengan adanya perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Selama proses pertumbuhan terjadi perubahan komponenkomponen tubuh seperti otot, lemak, tulang, dan organ serta komponenkomponen kimia terutama air, lemak, protein, abu pada karkas (Soeparno, 2005). Secara umum, periode pertumbuhan dan perkembangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu periode prenatal atau sebelum lahir dan periode postnatal atau sesudah lahir. Pertumbuhan dan perkembangan prenatal dapat dibedakan menjadi tiga periode, berupa proses yang berkesinambungan, yaitu periode ovum, embrio, dan fetus. Pertumbuhan postnatal dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode pertumbuhan sebelum penyapihan dan sesudah penyapihan. Soeparno



(2005)



mengemukakan



bahwa



faktor-faktor



yang



mempengaruhi pertumbuhan antara lain bangsa, jenis kelamin, hormon, umur, kastrasi, lingkungan dan pakan. Pertambahan bobot badan sangat cepat pada hewan yang relatif muda, kemudian menurun sejalan dengan bertambahnya umur. Jenis kelamin menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Hampir semua jenis ternak, betina lebih cepat mencapai dewasa kelamin, namun jantan memiliki laju pertumbuhan yang lebih besar



(Lawrie, 2003) . Perbedaan laju pertumbuhan antara kedua jenis kelamin tersebut dapat menjadi lebih besar sesuai dengan bertambahnya umur.



Unit Pertumbuhan



Lahir



Unit Waktu



Gambar 1. Kurva Pertumbuhan (Boggs dan Merkel, 1993)



Gambar di atas menunjukkan bentuk kurva pertumbuhan postnatal untuk semua spesies adalah serupa yaitu mengikuti pola kurva pertumbuhan sigmoidal (Boggs dan Merkel, 1993). Laju pertumbuhan postnatal mulamula terjadi sangat lambat, kemudian cepat selanjutnya berangsur-angsur menurun atau melambat dan berhenti setelah mencapai kedewasaan (Tulloh, 1978 disitasi oleh Soeparno 2005).



2.2.1 Pertumbuhan Tulang Tulang adalah kerangka yang menyediakan dukungan untuk jaringan-jaringan lunak, perlindungan terhadap organ-organ vital, dan penggerak dalam gerakan otot. Tulang sebagai kerangka tubuh, merupakan komponen karkas yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian disusul oleh otot dan yang paling akhir oleh jaringan lemak. Tulang



mencapai pertumbuhan yang hampir maksimum pada saat temak memasuki umur sapih, sedangkan jumlah otot dan lemak akan terus meningkat (Boggs dan Merkel, 1993).



2.2.2 Pertumbuhan Otot Otot adalah jaringan yang mempunyai struktur dan mempunyai fungsi utama sebagai penggerak. Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Otot merupakan komponen utama penyusun daging dan daging juga tersusun dari jaringan ikat, jaringan saraf, pembuluh darah, dan lemak (Soepamo, 2005).



Daging merupakan komponen karkas yang paling penting. Defmisi daging itu sendiri adalah otot yang melekat pada kerangka tubuh menyatu bersama jaringan ikat, diselingi oleh serabut saraf dan pembuluh darah. Serabut otot meningkat bersama umur, tingkat pemberian nutrisi, dan aktivitas otot (Lawrie, 2003). Domba biasanya memiliki diameter serabut otot yang lebih besar dibandingkan babi dan sapi (Forrest, dkk., 1975). Diameter dari serabut otot dipengaruhi oleh banyak faktor seperti spesies, keturunan, jenis kelamin, umur, tingkat nutrisi, dan aktivitas fisik dari hewan. Kurva pertumbuhan otot, lemak, dan tulang memiliki persamaan dengan kurva pertumbuhan secara keseluruhan, yaitu :



Oto t Unit Pertunibuh an



Len iak Tulan g



Unit Waktu



Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Otot, Lemak, dan Tulang (Boggs dan Merkel, 1993) Gambar tersebut menunjukkan bahwa kurva pertumbuhan otot dan deposisi lemak berbentuk sigmoid artinya bahwa pertumbuhan kedua komponen tersebut diawali dengan lambat kemudian cepat lalu melambat kembali, tetapi tulang berbeda karena pertumbuhan tulang mencapai tingkat maksimum sekitar umur sapih (Boggs dan Merkel, 1993). Ternak yang memasuki dewasa tubuh laju pertumbuhan otot akan mencapai maksimum. Pertumbuhan urat daging mula-mula cepat dibanding lemak pada perkembangan postnatal, tetapi setelah pertumbuhan tersebut berhenti, maka deposisi lemak akan menonjol dan pertumbuhan urat daging cenderung stabil. Otot yang mencapai pertumbuhan maksimum, akan terjadi pertambahan berat pada ternak terutama karena deposisi lemak



intramuscular (Soeparno, 2005).



2.2.3 Deposisi Lemak Jaringan lemak akan tumbuh seiring dengan berlangsungnya pertumbuhan dan berkembang pada hewan yang sedang tumbuh dan dewasa (Forrest, dkk., 1975). Lemak disimpan sebagai cadangan energi, yang disimpan sebagai bantalan dan isolator tubuh. Penyimpanan lemak adalah mekanisme pertahanan din i untuk membantu hewan melalui periode persediaan makanan yang kurang misalnya saat kekeringan atau saat musim hujan. Lemak tersimpan dalam empat penyimpanan utama pada karkas sapi, domba, dan babi (Boggs dan Merkel, 1993). Keempat penyimpanannya adalah di bawah kulit atau lemak subkutan, di antara otot atau lemak intermuskular, di dalam serabut otot atau lemak intramuskular, dan di sekitar ginjal atau lemak ginjal. Sel-sel lemak pada domba mengalami proses hiperplasia dan hipertropi sebagaimana yang terjadi pada sel-sel otot. Proses hiperplasma dan hipertropi berlangsung sampai dengan umur 12 bulan pada domba. Umur 8-12 bulan adalah proses hiperplasia tercepat yang selanjutnya akan berhenti setelah karkas mengandung 25 % lemak. Pertumbuhan lemak selanjutnya (biasanya sampai akhir) digantikan oleh proses hipertropi. Proses hipertropi terjadi pada saat ternak telah dewasa, tetapi setiap ternak mempunyai waktu dewasa yang berbeda, tergantung pada tipe dan jenis kelamin hewan (Parakkasi, 1999). 2.3 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Pertumbuhan Jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Perbedaan laju pertumbuhan antara kedua jenis kelamin tersebut dapat



menjadi lebih besar sesuai dengan bertambahnya umur. Steroid kelamin terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan terutama bertanggung jawab atas perbedaan komposisi tubuh antara jenis kelamin jantan dan betina (Soeparno, 2005). Hormon mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan, salah satunya adalah androgen. Androgen adalah hormon kelamin yang termasuk sebagai hormon pengatur pertumbuhan, androgen dihasilkan oleh sel — sel interstial dan kelenjar adrenal. Salah satu dari steroid androgen adalah testosteron yang dihasilkan oleh testes. Hormon kelamin jantan ini mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat pada temak jantan dibandingkan ternak betina, terutama setelah munculnya sifat — sifat kelamin sekunder pada ternak jantan. Estrogen adalah hormon yang dihasilkan oleh ovarium, plasenta dan kortek adrenal. Estrogen termasuk hormon katabolik yang antara lain menekan dan menghambat resorpsi tulang. Estrogen meningkatkan masukkan hormon pertumbuhan dan pada ruminansia meningkatkan retensi nitrogen (Soeparno, 2005).



2.4 Pengaruh Nutrisi terhadap Pertumbuhan Kualitas karkas yang dihasilkan tidak terlepas dari pengaruh faktor genetik dan faktor lingkungan. Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas karkas. Pada domba yang diberi ransum yang memiliki kualitas yang baik, bobot dan persentase karkas dihasilkan lebih tinggi dibandingkan domba yang diberi nutrisi dengan kualitas rendah (Boggs dan Merkel, 1993). Rendahnya kandungan



nutrisi ransum akan berdampak terhadap rendahnya kecepatan pertambahan bobot badan, dan pada gilirannya bobot potong serta persentase karkas yang dihasilkan relatif rendah. Kekurangan zat makanan memperlambat puncak pertumbuhan urat daging dan memperlambat laju penimbunan lemak, sedangkan makanan yang sempurna mempercepat terjadinya laju puncak dari urat daging dan lemak (Anggorodi, 1994). Domba yang dipelihara pada sistem pemeliharaan secara tradisional kebutuhan pakan bertumpu pada rumput lapangan dan limbah pertanian, umumnya memiliki kualitas nutrisi rendah. Pertambahan bobot badan yang dihasilkan relatif rendah, sehingga bobot potong yang dihasilkan rendah dan akan berdampak terhadap persentase karkas. Apabila kandungan nutrisi dibawah tingkat kebutuhan hidup pokok, maka berbagai jaringan tubuh akan digunakan untuk mensuplai energi dan protein (Lawrie, 2003).



2.5 Bobot Potong Bobot potong adalah bobot tubuh ternak sebelum dipotong, sedangkan bobot tubuh kosong adalah bobot potong setelah dikurangi dengan bobot isi saluran pencernaan. Bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar (Soeparno, 2005). Rataan bobot potong untuk domba lokal jantan untuk yearling adalah 20,3 ± 5,0 kg (Nurachma dkk., 2010), sedangkan rataan bobot potong untuk domba lokal jantan untuk mutton adalah 25,8 kg (Sunarlim dan Usmiati, 2006).



2.6 Karkas Domba Karkas domba adalah berat tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi kepala, darah serta organ-organ internal, dikurangi kaki dari carpus dan tarsus ke bawah serta kulit (Soeparno, 2005). Komponen karkas terdiri atas jaringan urat daging, jaringan tulang, dan jaringan lemak. Selama pertumbuhan jaringan tulang tumbuh secara kontinyu dengan kadar laju pertumbuhan yang relatif lambat, sedangkan pertumbuhan otot relatif lebih cepat, sehingga rasio otot dan tulang meningkat selama pertumbuhan (Berg dan Butterfield, 1976).



Pemasaran karkas biasanya dijual dalam bentuk potongan-potongan karkas yang disebut dengan potongan komersial karkas. Nilai komersial dari karkas pada umumnya tergantung pada ukuran, struktur dan komposisinya, dimana sifat-sifat struktural karkas yang utama untuk kepentingan komersisal tersebut meliputi bobot, proporsi jaringan-jaringan karkas, ketebalan lemak, dan penampilan luar dari jaringan tersebut serta kualitas dagingnya. Namun umumnya, setengah karkas dibagi menjadi dua potongan melalui tulang rusuk ke-10 dan ke-11 atau ke-12 dan ke-13 yaitu seperempat bagian depan (forequarter) dan seperempat bagian belakang (hindquarter). Karkas domba dibagi menjadi 7 potongan komersial yaitu kaki neck dan shoulder, rack, loin, leg, shank dan breast, flate serta flank (FAO, 1991). Gambaran umum potongan primal karkas terdapat pada Gambar 3.



i



SHANK



BELAKANG



Gambar 3. Potongan Primal Karkas Domba (National Live Stock and Meat Board, yang dikutip Soeparno 2005)



2.7 Persentase Karkas Persentase karkas atau dressing percentage adalah berat karkas dibagi bobot hidup sesaat sebelum dipotong dikalikan dengan 100 %. Berat karkas biasanya berat dari karkas dingin atau karkas layu (Soeparno, 2005). Faktor-faktor yang paling besar mempengaruhi persentase karkas menurut Bogg dan Merkel (1993), yaitu fill (isi bagian ruangan perut dan usus), pelt (berat kulit dan bulu), derajat perototan, derajat perlemakan. Domba yang memiliki bobot ringan dan dalam kondisi kesehatan yang buruk, memiliki persentase karkas yang rendah, mencapai sekitar 40 % sedangkan pada kondisi yang gemuk bisa mencapai 60 % (Johnston, 1983), serta domba tropis memiliki persentase karkas sebesar 40-50 % (Devendra dan Mcleroy, 1982). Karkas domba dapat dibedakan berdasarkan berat, umur domba, dan tingkat perlemakan. Rataan persentase karkas domba lokal jantan untuk yearling sebesar 48,38 % (Nurachma dkk., 2010), sedangkan penelitian lain mengemukakan



bahwa persentase karkas domba lokal jantan untuk mutton sebesar 44,18% (Sunarlim dan Usmiati, 2006).