Tipus GMP Ssop [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi GMP Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar aman, bermutu dan layak dikonsumsi. GMP berisi penjelasan mengenai persyaratan minimum yang harus dipenuhi pada seluruh mata rantai makanan, mulai bahan baku sampai produk akhir. Setiap bab di dalam pedoman menjelaskan mengenai tujuan dan alasan yang berkaitan degan kelayakan dan keamanan makanan yg diproduksi.GMP merupakan prasyarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) (Winarno dan Surono, 2002). Sedangkan menurut Lukman (2001), Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman caraberproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratanpersyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu, baik dan aman secara konsisten. GMP adalah persyaratan minimal sanitasi dan pengolahan yang harus diaplikasikan oleh produksi pangan. GMP merupakan titik awal untuk mengendalikan resiko keamanan pangan..



2.2 Fungsi GMP Menurut Vinita (2003), fungsi GMP yaitu sebagai berikut : 2.2.1 Bagi pemerintah : a. Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang diakibatkan oleh makanan yang tidak memenuhi persyaratan. b. Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang dikonsumsi merupakan makanan yang layak.



c. Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan terhadap makanan yang diperdagangkan secara internasional. d. Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan kesehatan dibidang makanan kepada industri dan konsumen. 2.2.2 Bagi industri : a. Memproduksi dan menyediakan makanan yang aman dan layak bagi konsumen. b. Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada masyarakat. untuk melindungi makanan terhadap kontaminasi dan kerusakan. c. Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan dunia internasional terhadap makanan yang diproduksi.



2.3 Prinsip GMP Prinsip dasar dari GMP adalah bahwa mutu dibangun di dalam produk, dan tidak hanya diuji pada produk akhir saja. Itu artinya, penjaminan mutu terhadap produk tidak semata-mata untuk mendapatkan spesifikasi akhir yang diinginkan, tapi penjaminan mutu dilakukan dengan cara membuat produk dengan prosedur tertentu dalam masing-masing kondisi yang sama, kapanpun produk dibuat. Banyak hal yang dikendalikan dalam GMP, meliputi: pengendalian mutu dari fasilitas dan sistemnya, bahan baku, keseluruhan tahap produksi, pengujian produk, pelabelan, pemisahan, penyimpanan, dan lain-lain (Larsson, 1997).



2.4Ruang Lingkup GMP Menurut FDA (1995), ruang lingkup GMP yaitu sebagai berikut : 2.4.1 Lingkungan dan lokasi. Lingkungan :



a. Lingkungan sarana pengolahan harus terawat baik, bersih dan bebas sampah. b. Sistem pembuangan dan penanganan limbah cukup baik. c. Sistem saluran pembuangan air lancar. Lokasi : a. Terletak dibagian pinggir kota, tidak padat penduduk dan lebih rendah dari pemukiman. b. Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. c. Bebas banjir, polusi asap, debu, bau, dan kontaminan lain. d. Bebas dari sarang hama seperti hewan pengerat dan serangga. e. Tidak berada dekat industri logam dan kimia, pembuangan sampah atau limbah. 2.4.2 Bangunan dan fasilitas unit usaha. Desain Bangunan : a. Desain, konstruksi dan tata ruang harus sesuai dengan alur proses. b. Bangunan cukup luas dan dapat dilakukan pembersihan secara intensif. c. Terpisah antara ruang bersih dan ruang kotor. d. Lantai dan dinding dr bahan kedap air, kuat dan mudah dibersihkan, serta sudut pertemuannya berbentuk lengkung.



Fasilitas unit usaha : a. Penerangan cukup, sesuai spesifikasi proses. b. Ventilasi baik memungkinkan udara mengalir dari ruang bersih ke ruang kotor. c. Sarana pencucian tangan dan kaki dilengkapi sabun dan pengering atau desinfektan. d. Gudang mudah dibersihkan, terjaga dari hama, pengaturan suhu dan kelembaban sesuai, penyimpanan sistem FIFO (First In First Out) dilengkapi catatan.



2.4.3 Fasilitas dan kegiatan sanitasi.



Program sanitasi meliputi : a. b. c. d. e.



Sarana penyediaan air. Sarana pembuangan air dan limbah. Sarana pembersihan atau pencucian. Sarana toilet atau jamban. Sarana hygiene karyawan . 2.4.4 Sistem pengendalian hama.



a. b. c. d. e.



Pengawasan atas barang atau bahan yang masuk. Penerapan/praktek hygienis yang baik. Menutup lubang dan saluran yang memungkinkan masuknya hama. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi. Mencegah hewan piaraan berkeliaran di lokasi unit usaha. 2.4.5 Hygiene karyawan



a. Persyaratan dan pemeriksaan rutin kesehatan karyawan. b. Persyaratan kebersihan karyawan. 2.4.6 Pengendalian proses a. Pengendalian pre produksi (persyaratan bahan baku, komposisi bahan, cara pengolahan bahan baku, persyaratan distribusi atau transportasi, penyiapan produk sebelum dikonsumsi). b. Pengendalian proses produksi c. Pengendalian pasca produksi (jenis dan jumlah bahan yang digunakan produksi, bagan alir proses pengolahan, keterangan produk, penyimpanan produk, jenis kemasan, jenis produk pangan yang dihasilkan). 2.4.7 Manajemen pengawasan a. Pengawasan terhadap jalannya proses produksi dan perbaikan bila terjadi penyimpangan yang menurunkan mutu dan keamanan produk.



b. Pengawasan rutin untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi 2.4.8 Pencatatan dan dokumentasi. a. Berisi catatan tetang proses pengolahan , termasuk tanggal produksi dan kadaluarsa, distribusi dan penarikan produk karena kadaluarsa. b. Dokumen yang baik akan meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk.



2.5 Persyaratan GMP GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi dengan frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin pengolah pangan baik yang berkontak langsung dengan makanan maupun yang tidak. Mikroba membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu persyaratan GMP : mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi. Peraturan GMP juga mempersyaratkan penggunaan zat kimia yang cukup dalam dosis yang dianggap aman (Winarno dan Surono, 2002).



2.6 Definisi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah prosedur tertulis yang harus digunakan oleh pemroses pangan untuk memenuhi kondisi dan praktek sanitasi. SSOP merupakan bagian penting dari program prasyarat untuk sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Program prasyarat perusahaan yang lain seperti penanganan keluhan konsumen dan program producet recall Juga dapat dimasukan. SSOP didasarkan pada Current Good Manufacturing Practice (CGMP) yang bersifat wajib untuk perusahaan pangan dan importer di bawah yurisdiksi Food and Drugs Administration (FDA) (CAC,2003).



Prosedur operasi standar sanitasi atau SSOP merupakan prosedur yang selalau digunakan pada pengolahan makanan unutk membantu menyelesaikan tujuan secara keseluruhan didalam memelihara GMP pada produksi makanan (Dahuri, 2000).



2.7 Tujuan SSOP Menurut Susiwi (2009), Tujuan SSOP adalah agar setiap karyawan teknis maupun administrasi memahami : 1. Bahwa program higiene dan sanitasi akan meningkatkan kualitas sehingga tingkat keamanan produk meningkat, seirama dengan menurunnya kontaminasi mikroba. 2. Peraturan GMP mensgharuskan digunakan zat tertentu yg aman & efektif. 3. Tahapan dlm higiene dan sanitasi. 4. Persyaratan minimum penggunaan klorine pd air pendingin (khusus industri pengolahan pangan). 5. Pengaruh faktor pH, suhu, konsentrasi disinfektan pd hasil akhir sanitasi. 6. Masalah potensial yang timbul jika sanitasi dan higiene tidak dijalankan.



2.8 Manfaat SSOP Menurut Susiwi (2009), Manfaat SSOP dalam Menjamin Sistem Keamanan Produksi Pangan yaitu : 1. Memberikan jadwal pada prosedur sanitasi. 2. Memberikan landasan program monitoring berkesinambungan. 3. Mendorong perencanaan yg menjamin dilakukan koreksi bila diperlukan. 4. Mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah kembali terjadinya masalah. 5. Menjamin setiap personil mengerti sanitasi 6. Memberi sarana pelatihan yg konsisten bagi personil 7. Meningkatkan praktek sanitasi dan kondisi di unit usaha



2.9 Persyaratan SSOP Menurut Winarno (2004), SSOP terdiri dari 8 kunci persyaratan sanitasi yaitu : 1. Keamanan air Air merupakan komponen penting dlm industri pangan yaitu sebagai bagian dari komposisi; untuk mencuci produk; membuat es/glazing; mencuci peralatan/sarana lain; untuk minum dan sebagainya. Karena itu dijaga agar tidak ada hubungan silang antara air bersih dan air tidak bersih (pipa saluran air hrs teridentifikasi dengan jelas). Sumber air yang digunakan dalam industri pangan : a. Air PAM, biasanya memenuhi standar mutu b. Air sumur, peluang kontaminasinya sangat besar, karena adanya banjir, septictank, air pertanian dan sebagainya c. Air laut (digunakan industri perikanan) harus sesuai dengan standar air minum, kecuali kadar garam. Monitoring keamanan air : a. Air PAM : Bukti pembayaran dari PAM, fotokopi hasill analisa air dari PAM. Bila ragu disarankan untuk dianalisa tambahan dari lab penguji terakreditasi. b. Air sumur : Dilakukan sebelum usaha bisnis dimulai, pengujian kualitas air dari lab, penguji pangan yang terakreditasi c. Air laut: Harus dilakukan lebih sering dari air PAM/sumur, dengan inspeksi secara visual/organoleptik. Tindakan Koreksi : Harus segera lakukan tindakan koreksi bila terjadi atau ditemukan adanya penyimpangan. Misal : dengan penyetopan saluran, stop proses produksi untuk sementara; tarik produk yang terkena. Rekaman : a. Dilakukan pada setiap monitoring, serta bila terjadi tindakan koreksi. b. Bentuk rekaman : rekaman monitoring periodik, rekaman periodik inspeksi plumbing, rekaman monitoring sanitasi harian. 2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan



Monitoring : a. Kondisi permukaan yang kontak dengan pangan : dilakukan dengan inspeksi visual terhadap permukaan. b. Kebersihan dan sanitasi permukaan yang kontak dengan pangan : apakah terpelihara. c. Tipe dan konsentrasi bahan sanitasi : dengan test strips/kits. Verifikasi dilakukan dengan pengujian mikrobial permukaan secara berkala. d. Kebersihan sarung tangan dan pakaian pekerja. : apakah dalam kondisi baik. Tindakan koreksi : a. Bila terjadi konsentrasi sanitiser bervariasi setiap hari maka harus memperbaiki/ganti peralatan dan melatih operator. b. Observasi pertemuan dua meja, bila terisi rontokan produk maka pisahkan agar mudah dibersihkan. c. Bila meja kerja menunjukkan tanda korosi maka perbaiki / ganti meja yang tidak korosi. Rekaman : a. Dilakukan pada setiap monitoring dan bila terjadi koreksi. b. Bentuk rekaman : monitoring periodik, rekaman monitoring sanitasi harian / bulanan. 3. Pencegahan kontaminasi silang Kontaminasi silang sering terjadi pada industri pangan akibat kurang dipahaminya masalah ini. Beberapa hal untuk pencegahan kontaminasi silang adalah : tindakan karyawan untuk pencegahan, pemisahan bahan dengan produk siap konsumsi, disain sarana prasarana. Monitoring : a. Pemisahan yg cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan baku dengan produk jadi. b. Pemisahan yang cukup produk-produk dlm penyimpanan. c. Pembersihan dan sanitasi area, alat penangan dan pengolahan pangan. d. Praktek higiene pekerja, pakaian dan pencucian tangan Praktek pekerja dan peralatan dalam menangani produk. e. Arus pergerakan pekerja dalam pabrik dan unit usaha perlu diatur alirannya baik.



Tindakan koreksi : Bila pada monitoring terjadi ketidak sesuaian yang mengakibatkan kontaminasi silang maka stop aktivitas sampai situasi kembali sesuai; ambil tindakan pencegahan terjadinya pengulangan; evaluasi keamanan produk, jika perlu disposisi ke produk lain, reproses atau dibuang bila produk terkontaminasi. Rekaman : a. Dokumentasikan koreksi yg dilakukan. b. Rekaman periodik saat dilakukan monitoring. 4. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet Kondisi fasilitas cuci tangan, toilet dan sanitasi tangan sangat penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap proses produksi pangan. Kontaminasi akibat kondisi fasilitas tersebut akan bersifat fatal, karena diakibatkan oleh bakteri patogen. Monitoring : Mendorong



program



pencucian



tangan



untuk



mencegah



penyebaran kotoran dan mikroorganisme patogen pada area penanganan, pengolahan dan produk pangan. Koreksi : a. Perbaiki atau isi bahan perlengkapan toilet dan tempat cuci tangan. b. Buang dan buat larutan baru jika konsentrasi bahan sanitasi salah. c. Observasi catatan tindakan koreksi ketika kondisi sanitasi tidak sesuai. d. Perbaiki toilet yang rusak. Rekaman : Rekaman yang dapat dilakukan untdk menjaga kunci sanitasi : kondisi dan lokasi fasilitas cuci tangan, toilet; kondisi dan ketersediaan tempat sanitasi tangan, konsentrasi bahan sanitasi tangan, tindakan koreksi pada kondisi yang tidak sesuai. 5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa produk pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak langsung dengan pangan terlindung dari kontaminasi mikrobial, kimia dan fisik.



Monitoring : a. Yang perlu dimonitor : bahan-bahan berpotensi toksin dan air yang tidak saniter. b. Dilakukan dlm frekuensi cukup, saat dimulai produksi dan setiap 4jam. c. Observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari. Tindakan koreksi : a. Hilangkan bahan kontaminasi dari permukaan. b. Perbaiki aliran udara suhu ruang untuk mengurangi kondensasi. c. Gunakan air pencuci kaki dan roda truk sebelum masuk ruang prosesing. d. Pelatihan Buang bahan kimia tanpa label dll. 6. Pelabelan, penyimpanan dan pengunaan bahan toksin yang benar Monitoring : a. Tujuan monitoring ini adalah untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin adalah benar untuk proteksi produk dari kontaminasi. b. Beberapa hal yg hrs diperhatikan dalam pelabelan: Nama bahan/larutan dlm



wadah;



nama



dan



alamat



produsen/distributor;



petunjuk



penggunaan; label wadah untuk kerja hrs menunjukkan :  Nama bahan/larutan dalam wadah  Petunjuk penggunaannya c. Penyimpanan bahan yang bersifat toksin seharusnya :  Tempat dan akses terbatas  Memisahkan bahan food grade dengan non food grade  Jauhkan dari peralatan dan barang-barang kontak dengan produk  Penggunaan bahan toksin harus menurut instruksi perusahaan produsen  Prosedur yang menjamin tidak akan mencemari produk. d. Waktu monitoring : frekuensi yang cukup; direkomendasikan paling tidak sekali sehari; observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari. Tindakan Koreksi : Bila terjadi ketidak sesuaian pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin, maka koreksinya antara lain : a. Pindahkan bahan toksin yg tdk benar penyimpanannya b. Kembalikan ke pemasok bahan yg tdk diberi label dgn benar c. Perbaiki label d. Buang wadah rusak



e. Periksa keamanan produk f. Diadakan pelatihan Rekaman : Rekaman kontrol sanitasi periodik,rekaman kontrol sanitasi harian, log informasi harian. 7. Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi Tujuan dari kunci 7 ini adalah untuk mengelola personil yang mempunyai tanda-tanda penyakit, luka atau kondisi lain yang dapat menjadi sumber kontaminasi mikrobiologi. Monitoring: a. Untuk mengontrol kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan kontaminasi mikrobiologi pada pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak dengan pangan. b. Beberapa tanda kesehatan yang perlu perhatian pada monitoring : diare, demam, muntah, penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine Tindakan Koreksi : Tindakan yang



harus



dilakukan



oleh



manajemen:



memulangkan/mengistirahatkan personil, mencover bagian luka dengan impermeable bandage. Rekaman: Data kesehatan hasil pemeriksaan kesehatan reguler dan rekaman tindakan koreksi bila terjadi penyimpangan. 8. Menghilangkan hama pengganggu dari unit pengolahan Tujuan dari kunci 8 ini adalah menjamin tidak adanya pest (hama) dalam bangunan pengolahan pangan. Beberapa pest yang mungkin membawa penyakit : a. Lalat dan kecoa : mentransfer yaitu Salmonella, Streptococcus, C.botulinum, Staphyllococcus, C.perfringens, Shigella. b. Binatang pengerat : sumber yaitu Salmonella dan parasit c. Burung: pembawa variasi bakteri patogen yaitu Salmonella dan Listeria.



Monitoring: Untuk mengkonfirmasikan bahwa hama (pest) telah dikeluarkan dari area pengolahan seluas-luasnya dan prosedur diikuti untuk menjegah investasi. Monitoring dilakukan dengan inspeksi visual, tempat persembunyian tikus, alat perangkap tikus, alat menjaga kebersihan dan memfasilitasi pengawasan. Koreksi: Misal, setelah gunakan pestisida dan perangkap, lalat kembali masuki ruang pengolahan, maka tambahkan “air curtain” di atas pintu luar dan pindahkan wadah buangan. Rekaman: Rekaman kontrol sanitasi periodik dan rekaman kontrol sanitasi harian. Wiryanti (2002) menambahkan penyusunan SSOP harus memenuhi kelayakan antara lain (1) pendokumentasian program sanitasi, (2)pemantauan program kelayakan, (3) penerapan kelayakan dasar, (4) melakukan tindakan koreksi jika kelayakan dasar tidak memenuhi syarat, (5) perekaman program yang dilaksanakan. Bangunan dalam kontek sanitasi memerlukan pertimbangan tata letak, lantai, dinding dan langit-langit, ventilasi atau jendela dan pintu yang tidak mudah memunculkan persebaran serangga. Bahan bangunan disesuaikan menurut jenis danfungsi bangunan. Konstruksi bangunan dapat dibuat dari bahan kayu, besi, stainless steel, logam monel, karet, bahan enamel, plastik dan gelas (Jenie, 1987). Menurut Jenie dan Fardiaz (1989), sanitasi yang baik tidak saja terletak pada kebersihan bahan baku melainkan peralatan, ruang, pekerja, penanganan dan pengolahan limbah juga sangat berpengaruh. Penanggulangan mikroorganisme dalam sanitasi dapat dilakukan dengan cara pemberian desinfeksi, karena mampu membunuh spora mikroba. Desinfeksi harus dipilih berdasarkan mikroorganisme target, jenis makanan olahan, bahan permukaan yang kontak dengan makanan dan tergantung jenis air sanitasi serta metode pelaksanaan sanitasi (Ditjen POM, 1987).



2.10 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Hazard Analysis Critical Control Point merupakan salah satu upaya mengontrol kinerja proses produksi, distribusi dan penggunaan bahan material dalam pengolahan pangan. Hazard Analysis Critical Control Point berperan dalam mengidentifikasi bahaya yang potensial pada bahan baku, produk, keberadaan bakteri dan/atau pertumbuhan bakteri pada industri pengolahan pangan (Chesworth, 1999). Kategori bahaya pada proses pengolahan dilakukan melalui penentuan titik-titikkritis pada setiap alur proses pengolahan. Sistem manajemen HACCP memberikan jaminan aman terhadap hasil produksi, sehingga layak untuk dikonsumsi. HazardAnalysis Critical Control Point berguna dalam mencegah perkembangan mikroba potensial atau terjadinya kontaminasi yang disebabkan oleh lingkungan (Stevenson dan Bernard, 1999). Pengendalian bahaya pada proses pengolahan dilakukan di setiap titik atautahapan proses produksi. Hal ini bertujuan bahwa pencegahan terjadinya bahaya lebih baik daripada melakukan pengujian produk akhir. Hazard Analysis CriticalControl Point juga merupakan kontrol kualitas karena resiko dan pengidentifikasian bahaya dilakukan sejak dini sehingga mampu meningkatkan mutu produk hasil olahan (Winarno dan Surono, 2002). Menurut Winarno dan Surono (2002), Pelaksanaan HACCP dapat dilakukan melaluibeberapa sistem aplikasi, adapun langkah-langkah dalam penyusunan HazardAnalysis Critical Control Point yang dilakukan misalnya : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Melakukan evaluasi atau meneliti kembali proses secara keseluruhan Menentukan titik-titik yang potensial terjadinya bahaya Mengidentifikasi sumber bahaya dan poin khusus terjadinya kontaminasi Melakukan pengontrolan dan pengawasan pada titik yang telah ditentukan Melakukan pendokumentasian Memastikan pelaksanaan HACCP berjalan secara efektif



Menurut Winarno dan Surono (2002), Penyusunan HACCP pada dasarnya terbagi dalam dua belas langkah. Konseppenyusunan ini memiliki 7 prinsip HACCP. Langkah penyusunan dan penerapan HACCP menurut Codex AlimentariusCommision adalah sebagai berikut : 1. Menyusun Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Identifikasi Pengguna yang Dituju 4. Penyusunan Diagram Alir 5. Verifikasi Diagram Alir 6. Melakukan Analisis Bahaya kemudian Melakukan Tindakan 7. Menentukan CCP 8. Menetapkan Batas Kritis untuk Setiap CCP 9. Menetapkan Sistem Pemantauan untuk Setiap CCP 10. Menentukan Tindakan Koreksi untuk Penyimpangan yang mungkin terjadi 11. Menetapkan Prosedur Verifikasi 12. Menetapkan Penyimpangan Catatan dan Dokumentasi Prinsip HACCP berdasarkan Codex Alimentarius Commission (1993) yaitumeliputi : 1. Melakukan analisis bahaya. Menyiapkan diagram alir pada setiap proses. Identifikasi dan dokumentasi bahaya serta menetapkan ukuran kendali yang ada. 2. Identifikasi CCP pada setiap proses melalui pohon pengambilan keputusan. 3. Menetapkan batas toleransi yang harus pada masing-masing CCP secaraterkendali. 4. Menetapkan sistem pengamatan. 5. Menetapkan



tindakan



monitoring korektif



untuk jika



mengontrol dalam



CCP



dengan



pengawasan



terjadi



penyimpangan pada CCP 6. Mendokumentasikan semua arsip dan menetapkan prosedur yang sesuai dengan prinsip dan aplikasi HACCP. 7. Menetapkan prosedur verifikasi yang meliputi pengujian dasar Hazard Analysis Critical Control Point merupakan piranti atau sistem yangdigunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan



pada



pencegahan.



Hazard



Analysis



Critical



Control



Pointmenekankan pentingnya mutu keamanan pangan, oleh sebab itu sebagai jaminan mutu pangan, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai produksi proses pengolahan produk pangan. Pentingnya penerapan sistem ini pada industri pangan karena bahan-bahan yang digunakan dalam produksi atau pengolahan memungkinkan terjadinya pencemaran. Pencemaran ini dapat diminimalkan melalui penyusunan rancangan kerja jaminan mutu pada proses penerimaan bahan baku sampai produk diterima konsumen (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), Penyusunanrencana kerja jaminan mutu ini merupakan dokumen yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip HACCP yang berguna dalam mengendalikan bahaya dan mendukung keamanan produk yang dihasilkan. Dokumen rencana jaminan mutu HACCP harus memuat : 1. Data



perusahaan



yang



meliputi



identitas



perusahaan,



struktur



organisasi,pelatihan tim HACCP dan bidang kegiatan serta kebijakan mutu 2. 3. 4. 5.



perusahaan. Deskripsi produk yang berisi daftar seluruh identitas produk akhir Persyaratan dasar yang harus dipenuhi, seperti SOP dan HACCP Diagram alir dan model verifikasi. Analisa bahaya yang berfungsi dalam mengumpulkan informasi bahayasampai terjadinya bahaya dan harus ditangani melalui rencana HACCP.



DAFTAR PUSTAKA Abdurohman, 2007. Penyusunan Dokumen Rencana Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) pada Produk Croissant di PT. Ciptayasa Pangan Mandiri Pulogadung.Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.



CAC. 2003. HACCP Guidelines, Guidelines for Application of the HACCP System.New York : Gaithersburg, Maryland. Chesworth, N. 1999. Food Hygiene Auditing. New york : Gaithersburg, Maryland. Codex Alimentarius. 1993. HACCP Guidelines, Guidelines for Application of the HACCP System.New York : Gaithersburg, Maryland. Dahuri. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Lautan. Bogor : IPB. Ditjen POM. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. FDA (Food and Drug Administration). 1995. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) system and guidelines for its application. Annex to CAC/RCP 1-1969, Rev. 3. Jenie, B. S. L. 1987. Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Jenie, B. S. L. dan S. Fardiaz. 1989. Petunjuk Laboratorium Uji Sanitasi dalam Industri Pangan.Bogor : PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Larsson, G. C. et al. 1997. A WHO guide to good manufacturing practice (GMP) requirements. Part 1: Standard operating procedures and master formulae. WHO. G . Mayes J. 2001. HACCP : Principles and Applications. New York : Van Nostrand Reinhold. Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2005. Sistem Jaminan Mutui Pangan. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Petanian Bogor. Stevenson, K. E. dan D. T. Bernard. 1999. HACCP : A Sistematic Approach to Food Safety.Wanshington D.C : The Food Processors Institut. Susiwi, S. 2009. Handout Cara Pengolahan Pangan yang Baik dengan metode GMP (Good Manufacturing Practice).Bandung : Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Pendidikan Indonesia. Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Bumi Aksara. Vinita, T. 2003. Pengendalian Mutu Produk Chicken Nugget di PT Japfa OSI Food Industries Tangerang. Yogyakarta : Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gajah Mada. Winarno, F. G. dan Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor: Embrio Press.



Wiryanti, J. 2002. Makalah Tentang Penyusunan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP).Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.