Tuba Ovarium Abses [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN TUBA OVARIUM ABSES



Oleh : TRIS ABDUL AZIZ 4201.0111.9.019



PROGAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON Jl Brigjend Dharsono No.12B (By Pass) Cirebon 2020



LAPORAN PENDAHULUAN 1



ABSES TUBA OVARIUM



A. TINJAUAN KASUS 1. Pengertian Abses Tubo Ovarial (ATO) adalah radang bernanah yang terjadi pada ovarium dan atau tuba fallopii pada satu sisi atau kedua sisi adneksa TOA (tubo-ovarian abscess) merupakan salah satu komplikasi akut dari PID (Pelvic inflammatory disease). Abses ini pada umumnya terjadi pada wanita usia produktif dan biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi saluran genital bagian bawah. TOA berhubungan erat dengan PID (Pelvic inflammatory disease). PID disebabkan oleh mikroorganisme yang menghuni endoserviks kemudian naik ke endometrium dan tuba fallopi. TOA merupakan end-stage process dari PID akut (Tohya et al., 2016). TOA terjadi sekitar 18-34% pada pasien dengan PID (De Witt et al., 2010) dan 22% dengan salpingitis di Nairobi, Kenya (Cohen, 2015). Abses ini dapat terjadi pada pasien yang post histerektomi supraservikal. TOA dapat juga terjadi pada pasien yang sebelumnya mengalami servitis dan parametritis (Tohya et al., 2015). TOA umumnya disebabkan oleh mikroorganisme umum yang menjadi penyebab STD (sexually transmitted diseases), berhubungan seks dengan partner yang memiliki agen infeksius ini merupakan faktor risiko yang sangat penting dalam terjadinya TOA. Selain itu, operasi ginekologi, kanker organ genital (genital malignancy), IVF treatment, dan apendisitis yang mengalami perforasi juga diketahui menjadi penyebab TOA (Protopapas et al., 2017; Canas et al., 2004; Vyas et al., 2017). Diagnosis TOA sering sulit ditegakkan dan sulit dibedakan dengan peradangan pelvis oleh sebab-sebab yang lain, sehingga dibutuhkan anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang tepat untuk dapat menegakkan diagnosis pasti dan memberikan terapi yang tepat



2



pula. Dan bila tidak ditangani dengan baik, komplikasinya dapat menyebabkan kematian, kemandulan dan kehamilan ektopik yang merupakan masalah medik, sosial dan ekonomi. Tubo-ovarian abscess (TOA) adalah pembengkakan yang terjadi pada tuba-ovarium yang ditandai dengan radang bernanah, baik di salah satu tuba-ovarium, maupun keduanya (Granberg, 2009). TOA Merupakan komplikasi termasuk efek jangka panjang dari salfingitis akut tetapi biasanya akan muncul dengan infeksi berulang atau kerusakan kronis dari jaringan adnexa. Biasanya dibedakan dengan ada tidaknya ruptur. Dapat terjadi bilateral walaupun 60% dari kasus abses yang dilaporkan merupakan kejadian unilateral dengan atau tanpa penggunaan IUD. Abses biasanya polimikroba 2. Etiologi TOA biasanya disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob, seperti Escherichia coli, Hemolytic streptococci and Gonococci, Bacteroides species dan Peptococcus (Seshadri et al2004). Pada beberapa kasus, Hemophilus influenzae, Salmonella, actinomyces, dan Staphylococcus aureus juga dilaporkan menjadi penyebab TOA. Sekitar 92% penyebab TOA adalah Streptococci (Cohen et al., 2016). Dikatakan bahwa nekrosis tuba fallopi dan kerusakan epitel terjadi dikarenakan bakteri patogen menciptakan lingkungan yang diperlukan untuk invasi anaerob dan pertumbuhan. Terdapat salfingitis yang melibatkan ovarium dan ada juga yang tidak. Proses inflamasi ini dapat terjadi spontan atau merupakan respon dari terapi. Hasilnya dapat terjadi kelainan anatomis yang disertai dengan perlengketan ke organ sekitar. Keterlibatan ovarium biasanya terjadi di tempat terjadinya ovulasi yang sering menjadi tempat masuk infeksi yang luas dan pembentukan abses. Apabila eksudat purulen itu ditekan maka akan menyebabkan ruptur dari abses yang dapat disertai oleh peritonitis berat serta tindakan laparotomi.



3



Perlengketan yang lambat dari abses akan menyebabkan abses cul de sac. Biasanya abses ini muncul ketika penggunaan IUD, atau munculnya infeksi granulomatous ( TBC, aktinomikosis). Adapun faktor risiko adalah sebagai berikut ,(Tuncer et al., 2015) : a



Multiple partner



b



Status ekonomi rendah.



c



Riwayat PID



d



Menggunakan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)



e



Adanya riwayat STD Paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh



staphylococcus dan streptococcus dan bacteri. Infeksi dapat terjadi sebagai berikut : a



Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari ovarium



yang meradang. b



Naik dari cavum uteri.



3. Patofisiologi Adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu ke tuba dan atau parametrium, terjadilah salpingitis dengan atau tanpa ooforitis. Keadaan ini bisa terjadi pada pasca abortus, pasca persalinan atau setelah tindakan



genekologi



sebelumnya



(Mudgil,



2009).



Mekanisme



pembentukan TOA secara pasti masih sulit ditentukan, tergantung sampai dimana keterlibatan tuba infeksinya sendiri. Pada permulaan proses penyakit, lumen tuba masih terbuka mengeluarkan eksudat yang purulent dari febriae dan menyebabkan peritonitis, ovarium sebagaimana struktur lain dalam pelvis mengalami inflamasi, tempat ovulasi dapat sebagai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tuba dan ovarium saja, dapat pula melibatkan struktur pelvis yang lain seperti usus besar,buli-buli atau



4



adneksa yang lain. Proses peradangan dapat mereda spontan atau sebagai respon pengobatan, keadaan ini biasanya memberi perubahan anatomi disertai perlekatan fibrin terhadap organ terdekatnya. Apabila prosesnya menghebat dapat terjadi pecahnya abses (Mudgil, 2009). 4. Pathway



5



5. Manifestasi Klinis Pada semua kasus TOA, termasuk yang disebabkan oleh Pneumococcus, menunjukkan gejala-gejala berikut: nyeri (88%), demam (35%), massa adneksa (35%), diare (24%), mual dan muntah (18%), haid tidak teratur (12%). Pada pemeriksaan touching : nyeri goyang portio, nyeri kiri dan kanan uterus atau salah satunya, kadang-kadang terdapat penebalan tuba (tuba yang normal, tidak teraba), seta nyeri pada ovarium karena meradang Gejala dapat sangat bervariasi dari asimptomatis sampai terjadinya akut abdomen sampai syok septik. Karateristik pasien biasanya yang muda serta paritasnya rendah dengan riwayat infeksi pelvis. Durasi dari gejala pada wanita biasanya kurang lebih 1 minggu dan onsetnya biasanya terjadi 2 minggu atau lebih setelah siklus menstruasi. Gejala-gejala lain yang bisa muncul pada pasien dengan ATO ( Abses Tuba Ovarium ) adalah : ·         Demam tinggi dengan menggigil. ·         Nyeri kiri dan kanan di perut bagian bawah terutama kalau ditekan. ·         Mual dan muntah, jadi ada gejala abdomen akut karena terjadi perangsan peritoneum. ·         Kadang-kadang ada tanesmi adalah anum karena proses dekat rektum dan sigmoid. ·         Toucher : -          Nyeri kalau portio digoyangkan. -          Nyeri kiri dan kanan dari uterus. -          Kadang-kadang ada penebalan dari tuba. Tuba yang sehat tak teraba. -          Nyeri pada ovarium karena meradang.



6. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik



6



a



Pemeriksaan laboratorium: Hasil pemeriksaan yang didapatkan dari laboratorium kurang bermakna. Hitung jenis sel darah putih bervariasi dari leukopeni sampai leukositosis. Hasil urinalisis memperlihatkan adanya pyuria tanpa bakteriuria. Nilai laju endap darah minimal 64 mm/h serta nilai akut C-reaktif protein minimal 20 mg/L dapat difikirkan ke arah diagnosa TOA.



b



USG



Dapat membantu untuk mendeteksi perubahan seperti terjadinya progressi. regresi, ruptur atau pembentukan pus. Ultrasound adalah modalitas pencitraan pilihan pertama untuk diagnosis dan evaluasi TOA. USG menawarkan akurasi, siap ketersediaan, biaya rendah dan kurangnya radiasi pengion. Namun, tetap memerlukan keahlian teknis untuk mencapai potensi diagnostik yang akurat. Ini dapat dilakukan baik transvaginal atau transabdominal: pencitraan yang transvaginal memberikan gambaran lebih detail, dimana transduser berada di dalam dekat dengan daerah pemeriksaan, sedangkan pencitraan pelvis yang transabdominal menawarkan keuntungan imaging dalam satu tampilan organ besar seperti rahim. Habitus tubuh besar dan adanya loop dari usus di pelvis dapat menimbulkan kesulitan dalam pencitraan dengan US transabdominal. c



CT (computed tomography)



Computed tomography telah digunakan, sejak perkembagan dari US dan MRI, peran terbatas dalam evaluasi radiologi dari PID. Penggunaan radiasi pengion yang membatasi faktor lainnya, karena mayoritas pasien tersebut dalam usia reproduksi (Tukeva et al., 1999). Kinerja CT dengan penggunaan media kontras oral dan intravena meningkatkan metode dari akurasi diagnostik karena karakterisasi jaringan yang lebih baik. Sejumlah kecil cairan dalam cul de sac bisa dideteksi oleh CT. Suatu abses Tuboovarium mungkin tergambar sebagai massa peradangan dengan komponen



7



padat dan kistik, dengan peningkatan semua atau bagian dari komponen padat. Tampilan paling sering dari Tubo-ovarium abcess adalah adanya cairan yang mengandung massa dengan dinding tebal. Septations mungkin juga ada. Salah satu tanda yang lebih spesifik dari abses Tubo-ovarium, yang tidak umum pada PID, adalah munculnya gelembung gas pada massa. Limfadenopati biasanya ada di daerah paraaortic pada tingkatan dari hila ginjal (limfatik ovarium dan limfatik salpingial sejajar dengan vena gonad) (Hricak et al., 2000). Kadang-kadang ovarium dapat dideteksi dalam massa. Dalam kasus seperti diagnosis abses Tubo-ovarium tidak sulit, jika tidak, massa yang mengalami inflamasi bisa dibedakan dari proses peradangan yang timbul dari appendiks (abses appendiceal) atau divertikula (Abses divertikular) atau bahkan keganasan kandung kemih.



d



Kuldosentesis



Cairan kuldosentesis pada wanita denagn TOA yang tidak ruptur memperlihatkan gambaran reaction fluid yang sama seperti di salpingitis akut. Apabila terjadi ruptur TOA maka akan ditemukan cairan yang purulen. e



Ultrasonografi, bisa dipakai pada kecurigaan adanya ATO atau adanya masa di adneksa melihat ada tidaknya pembentukan kantung-kantung pus, dapat untuk evaluasi kemajuan terapi



f



Pinki Douglas dilakukan bila pada VT : Cavum Douglas teraba menonjol. Pada ATO yang utuh, mungkin didapatkan cairan akibat reaksi jaringan. Pada ATO yang pecah atau pada abses yang mengisi cavum Douglas, didapat pus pada lebih 70 % kasus Penegakan diagnosis berdasarkan gejala-gejala yang telah



didapatkan dan dapat disertai adanya : - Riwayat infeksi pelvis



8



- Adanya massa adnexa, biasanya lunak - Produksi pus dari kuldesintesis pada ruptur Diagnosa banding : a. TOA utuh dan belum memberikan keluhan a. Kistoma ovari, tumor ovari b. KET c. Abses peri, apendikuler d. Mioma uteri e. Hidrosalping b. TOA utuh dengan keluhan a. Perforasi apendik b. Perforasi divertikel/abses divertikel c. Perforasi ulkus peptikum d. Kelainan sistematis yang memberi distres akut abdominal e. Kista ovari terinfeksi atau terpuntir 7. Penatalaksanaan Medis a.       Curiga ATO utuh tanpa gejala -          Antibotika dengan masih dipertimbangkan pemakaian golongan : doksiklin 2x / 100 mg / hari selama 1 minggu atau ampisilin 4 x 500 mg / hari, selama 1 minggu. -          Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau mungkin membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut dengan kemungkinan untuk laparatomi



9



b.      ATO utuh dengan gejala : -          Masuk rumah sakit, tirah baring posisi “semi fowler”, observasi ketat tanda vital dan produksi urine, perksa lingkar abdmen, jika perlu pasang infuse P2 iotika massif (bila mungkin gol beta lactar) minimal 48-72 jam Gol ampisilin 4 x 1-2 gram selama / hari, IV 5-7 hari dan gentamisin 5 mg / kg BB / hari, IV/im terbagi dalam 2x1 hari selama 5-7 hari dan metronida xole 1 gr reksup 2x / hari atau kloramfinekol 50 mg / kb BB / hari, IV selama 5 hari metronidzal atau sefaloosporin generasi III 2-3 x /1 gr / sehari dan metronidazol 2 x1 gr selama 5-7 hari interna  c     ATO yang pecah, merupakan kasus darurat : dilakukan laporatomi pasang drain kultur nanah -   Setelah dilakukan laparatomi, diberikan sefalosporin generasi III dan metronidazol 2 x 1 gr selama 7 hari (1 minggu) 8. Diagnosis Banding a)      ATO utuh dan belum memberikan keluhan -       Kistoma ovarii, tumor ovarii -       Kehamilan ektopik yang utuh -       Abses peri, apendikuler -       Mioma uteri -       Hidrosalping b)      ATO utuh dengan keluhan : -          Perforasi apendik -          Perforasi divertikel / abses divertikel -          Perforasi ulkus peptikum -          Kelainan sistematis yang memberi ditres akut abdominal -          Kista ovarii terinfeksi atau terpuntir 9. Komplikasi



10



a)      ATO yang utuh : Pecah sampai sepsis reinfeksi dikemudian hari, ileus, infertilitas, kehamian ektopik b)      ATO yang pecah Syok sepsis, abses intra abdominal, abses sub kronik, abses paru / otak



11



LAPORAN PENDAHULUAN TUBA OVARIUM ABSES



Oleh : TRIS ABDUL AZIZ 4201.0111.9.019



PROGAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON Jl Brigjend Dharsono No.12B (By Pass) Cirebon 2020



12



ASUHAN KEPERAWATAN TUBA OVARIUM ABSES DI RUANG POLI BIDAN RUMAH SAKIT GUNUNG JATI Tanggal Masuk



: Rabu, 15 januari 2020



Ruang



: Poli Kebidanan



Tgl. Pengkajian



: 15 januari 2020



Jam masuk



: 8:30 WIB



1. Identitas Pasien Nama : Ny. S Umur : 41 Tahun Suku/bangsa : Indonesia Agama : Islam Pendidikan : Smp Alamat : Kanci Kulon Status : Menikah 2. Status Kesehatan Hari ini Alasan kunjungan ke rumah sakit : Keputihan + Nanah Keluhan utama saat ini : Nyeri perut bagian bawah + Keputihan : berwarna kuning serta bau Timbulnya keluhan : Bertahap Pengobatan yang sudah dilakukan: Vulva hygiene Diagnosa medis : Tuba Ovarium Abses 3. Riwayat Keperawatan a. Riwayat Menstruasi  Manarche : Umur 13 tahun  Banyaknya: banyak  Siklus : teratur  Lamanya xx: kurang lebih 12 hari  Keluhan : Tiap haid sakit



13



b. Genogram



Keterangan : Meninggal



Pasien Laki-laki Perempuan



4. Riwayat Keluarga Berencana Melaksanakan KB Sejak kapan pasang KB Masalah yang terjadi 5. Riwayat Kesehatan Penyakit yang pernah dialami Riwayat penyakit keluarga 6. Riwayat Lingkungan Kebersihan 7. Aspek Psikososial Persepsi tentang penyakit Harapan yang ibu inginkan Ibu tinggal dengan siapa Siapa orang terpenting Sikap anggota keluarga 8. Kebutuhan Dasar Khusus a. Pola Nutrisi Frekuensi makan Nafsu Makan b. Pola eliminasi c. Pola personal hygiene



: Tidak : 2011 : Tidak ada : Keputihan : Tidak mengalami penyakit serupa : Kurang : Cemas tentang penyakit yang dialami dan : takut sulit untuk sembuh : Ingin Sembuh : Suami dan 2 anak perempuan : Keluarga : Sangat mendukung



: 3 kali sehari : baik : Normal tiap pagi : Kurang merawat anggota tubuh genelital



14



d. Pola istirahat : Tidur 4 jam sehari e. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan: Pernah memasukan timun : kedalam vegina 9. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : CM Kesadaran : CM Tekanan Darah : 120/80 Nadi : 80 Respirasi : 20 Suhu : 37.8 Kepala : Normal Mata : Simetris Hidung : Normal Mulut dan tenggorokan : Normal Dada : Normal Sirkulasi jantung : Tidak abnormal Abdomen : Tidak ada benjolan Genetalia : Keputihan + campur nanah dan bau 10. Data Penunjang : USG abdomen 11. Analisa Data



Data Etiologi DS : klien mengatakan Bakteri masuk ke uterus sulit tidur ketika malam ↓ hari dan panas dingin Salpingitis DO : pasien tampak ↓ cemas tentang Infeksi penyakitnya ↓ TD : :120/80 Hipertermi N : 80 R : 20 S : 37.8 12. Diagnosa : Hipertermia b/d penyakit : Kecemasan b/d perubahan status kesehatan 13. Intervensi No 1.



Diagnosa Keperawatan Hipertermia b/d penyakit



Tujuan dan Kriteria Hasil NOC: Thermoregulasi Setelah dilakukan tindakan



Masalah Hipertermi Ansietas



Intervensi NIC : 1. Monitor suhu sesering mungkin 2. Monitor warna dan suhu kulit 3. Monitor tekanan darah, nadi dan



15



keperawatan selama pasien menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil: 1. Suhu 36 – 37C 2. Nadi dan RR dalam rentang normal 3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman



4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.



2.



Kecemasan b/d perubahan status kesehatan



NOC : Kontrol kecemasan Koping Setelah dilakukan asuhan selama klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil: 1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas 3. Vital sign dalam batas normal 4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan



16



RR Monitor penurunan tingkat kesadaran Monitor WBC, Hb, dan Hct Monitor intake dan output Berikan anti piretik: Kelola Antibiotik: ……………………….. Selimuti pasien Berikan cairan intravena Kompres pasien pada lipat paha dan aksila Tingkatkan sirkulasi udara Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)



NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut 5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis 6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien 7. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi 8. Dengarkan dengan penuh perhatian 9. Identifikasi tingkat kecemasan 10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan 11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi 12. Kelola pemberian obat anti cemas