Tugas Hukum Kebijakan Publik Alvi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : Alvi Andri Npm : 1906200529 Kelas :VI-c1 Mata kuliah : hukum kebijakan publik Nama pengarang buku : Dr. Farid wajdi S.H., M. Hum. Andryan , S.H., M.H. Penerbit : sinar grafika Tahun penerbit : jakarta 2022 Jumlah halaman :220 halaman Kebijakan publik adalah bahwa kebijakan publik merupakan pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dan kebijakan publik bukan hanya apa yang dilakukan oleh pemerintah tetapi juga apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Jadi, ketika pemerintah meminta, ketika pemerintah mengatur, ketika pemerintah mengelola sesuatu, itu kebijakan publik. Sama halnya ketika pemerintah memutuskan untuk tidak meminta sesuatu, tidak mengelola sesuatu, tidak melakukan sesuatu, itu juga kebijakan. Contohnya banyak. Ketika pemerintah misalnya memutuskan untuk mensubsidi satu kelompok atau satu golongan, dan tidak golongan yang lain. Atau misalnya ketika pemerintah memilih memprioritaskan satu hal dibandingkan hal yang lain dalam prioritas pembangunan. Tujuan kebijakan publik adalah menanggapi persoalan atau isu tersebut. Idealnya tentu menyelesaikan. Tetapi kita juga tahu, bahwa tidak semua hal pasti bisa diselesaikan. Karena itu, tujuan paling awal, atau tujuan paling utama, dari kebijakan publik adalah menanggapi sesuatu. Dan disini mulai melihat bahwa ketika pemerintah memutuskan untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, dengan kata lain ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ada keterbatasan. Karena tentu saja cara pandang, cara berpikir, perspektif, lensa pemerintah untuk melihat sesuatu hal itu terbatas. Karena itu kita mesti sadar, bahwa tidak mungkin pemerintah menyelesaikan semuanya. Ini hal kedua dalam pembahasan kebijakan publik yang perlu garis bawahi. Yang pertama tadi adalah pilihan aktif melakukan atau tidak melakukan;yang kedua, dalam pilihan ini pemerintah punya keterbatasan. Dunia di mana kita hidup makin kompleks, masalahnya makin beragam, makin ruwet. Bencana saja tidak hanya soal alam; bencana non-alam juga banyak. Problem pembangunan bermacam-macam. Dalam dunia yang semakin kompleks ini, makin tidak realistis kalau kita mengharapkan pemerintah sendirian yang memikirkan. Nggak mungkin. Persoalan yang terjadi di dunia swasta, di dunia usaha, detailnya yang paham ya dunia usaha. Persoalan yang terjadi di masyarakat adat, persoalan yang terjadi di komunitas, Demikian juga di perburuhan, dan media. Aktor formulasi adalah orangorang maupun kelompok-kelompok yang terlibat dalam suatu proseskebijakan publik dan memiliki pengaruh terhadap kebijakan tersebut. Kajian terhadap para aktor dalam formulasi kebijakan sangatlah penting. Baik dalam negara maju maupun sedang berkembang, para aktor merupakan penentu isi kebijakan dan pemberi warna dinamika tahap-tahap proses kebijakan. Bahkan para ilmuwan politik memberikan penekanan khusus pada aktor-aktor ketikamenganalisis proses kebijakan, termasuk para Lasswellian yang menekankan pada who gets what (Grumm dalam Greenstein dan Polsby, 1975) Lester dan Stewart dalam Kusumanegara (2010) memberikan pendapat bahwa aktor perumus kebijakan terdiri dari a) Agensi Pemerintah; b) Kantor Kepresidenan



c) Konggres d) Kelompok Kepentingan. Menurut Moore (dalam Anggara, 2014: 187), secara umum aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan publik, yaitu aktor state, aktor private, dan aktor masyarakat (civil society). Ketiga aktor ini sangatberperan dalam sebuah proses penyusunan kebijakan publik. 4. Peran Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalamempat golongan, yaitu: a)Orangorang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial. b) Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut; c) Kedudukan orang- orang dalam perilaku dan d) Kaitan antara orang dan perilaku. Peran merupakan sebuah interaksi sosial dalam masyarakat yang menggambarkan harapanharapan yang menuntun individu untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dimensi kebijakan publik, para aktor dituntut untuk memainkan perilaku yang sesuai dengan peran yang dimilikinya Perumusan kebijakan adalah pengembangan kebijakan yang efektif dan dapat diterima untuk mengatasi masalah apa yang telah ditempatkan dalam agenda kebijakan Analisis kebijakan publik adalah : 1) Penelitian untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. 2) Mencari dan mengkaji berbagai alternatif pemecahan masalah atau pencapain tujuan. 3) Tambahan (dari William N. Dunn), keduanya dilakukan secara multidisiplinSalah satu tujuan analisis kebijakan publik adalah untuk memelihara ketertiban umum (Negara sebagai stabilitator). Dalam bidang ekomoni, hampir semua negara menyerahkan roda perekonomiannya kepada pihak swasta/perusahaan. Pemerintah lebih berperan sebagai stabilisator, untuk menjaga agar perekonomian berjalan normal Evaluasi kebijakan publik merupakan proses yang dilakukan terhadap semua aktivitas yang bersifat integral dari keseluruhan proses kebijakan publik. Evaluasi kebijakan publik akan melihat dan menilai kebijakan publik yang dilaksanakan apakah sudah seperti yang diharapkan atau belum. Evaluasi kebijakan publik akan menambah nilai dari proses kebijakan itu sendiri. Tujuan evaluasi terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah adalah untuk memberikan penilaian pada saat ini dan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan instrumen, desain dan implementasi program secara konsisten dan bersifat keseluruhan (Adisasmita, 115:2011) Evaluasi kebijakan dapat dikelomppokkan menjadi tiga menurut Bingham dan Felbinger, Howlet dan Ramesh (1995) dalam Nugroho (2011, 676-677), yaitu: Evaluasi administrasi. Berkenaan dengan evaluasi administratif-anggaran, efisiensi, dari proses kebijakan dalam pemerintah yang berkenaan dengan: a. Evaluasi upaya, menilai masukan program yang dikembangkan oleh kebijakan b. Evaluasi kinerja, menilai output program yang dikembangkan oleh kebijakan c. Kecukupan evaluasi kinerja atau evaluasi efektivitas, menilai sebuah program apakah telah dijalankan sebagaimana yang telah ditetapkan d. D. Evaluasi efisiensi, menilai biaya program dan keefektifan biaya tersebut e. Evaluasi proses, menilai metode yang digunakan untuk menjalankan program 2. Evaluasi yudisial, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan isu-isu keabsahan hukum tempat kebijakan diimplementasikan, termasuk kemungkinan pelanggaran terhadap konstitusi, sistem hukum, etika, aturan administrasi negara, hingga hak asasi manusia.



3. Evaluasi politik, yaitu menilai bagaimana penerimaan konstituen politik terhadap kebijakan publik yang diimplementasikan. Legitimasi kebijakan merupakan langkah lanjut setelah formulasi kebijakan yang bertujuan untuk memberikan otorisasi atau kekuasaan pada proses dasar pemerintah. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah yang terdiri dari tiga tahap kegiatan yaitu : (1) penyusunan agenda, (2) pencarian legitimasi, dan (3) pernyataan kebijakan. Partisipasi publik atau partisipasi masyarakat terhadap perumusan kebijakan publik menjadi salah satu hal penting dalam prosesnya. Partisipasi masyarakat menjadi indikator penting dalam menghasilkan kebijakan publik yang tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan penyelenggaraan negara, terutama dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Partisipasi publik dimaknai sebagai keikutsertaan masyarakat dalam semua proses dan tahapan pembuatan keputusan, baik yang bersifat manipulatif ataupun yang bersifat spontan.manfaat partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik, adalah : 1. Memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan publik. 2. Memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga mengetahui dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan good governance dapat berupa partisipasi masyarakat dengan menggunakan hak nya dalam menyampaikan pendapat pada proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.partisipasi dapat dilakukan dengan cara: (1) mengikut sertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan Perda. (2) melakukan publik hearing atau mengundang dalam rapat-rapat penyusunan Perda. (3) melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapattanggapan Faktor internal yang menghambat partisipasi masyarakat: a. Masyarakat masih terbiasa pada pola lama, yaitu peraturan tanpa partisipasi warga. Warga hanya menerima dan melaksanakan saja. b. Masyarakat tidak tahu adanya kesempatan untuk berpartisipasi. c. Masyarakat tidak tahu prosedur partisipasi. d. Rendahnya sanksi hukum di kalangan masyarakat. e. Rendahnya sanksi hukum kepada pelanggar kebijakan publik. f. Selain itu, faktor eksternal juga banyak menghambat terwujudnya partisipasi masyarakat. Berikut faktor eksternal yang menghambat partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik: g. Tidak dibukanya kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. h. Masih adanya anggapan sentralistik atau pemusatan kekuasaan yang tidak sesuai dengan otonomi daerah. i. Adanya anggapan bahwa partisipasi masyarakat akan memperlambat pembuatan kebijakan publik. j. Kebijakan publik yang dibuat terkadang belum menyentuh kepentingan masyarakat secara langsung. k. Hukum belum ditegakkan secara adil. l. Tidak memihak kepentingan rakyat. Proses Kebijakan Publik 1. Formulasi kebijakan adalah suatu kegiatan yang bertujuan merumuskan dan menetapkan suatu kebijakan publik tertentu. 2. Implementasi kebijakan adalah suatu kegiatan atau proses pelaksanaan atau penerapan kebijakan publik yang telah



ditetapkan. 3. Evaluasi kinerja kebijakan adalah suatu kegiatan atau proses yang mencakup penilaian suatu kebijakan publik yang telah berjalan dalam kurun waktu tertentu, yang mencakup evaluasi pada kinerja formulasi kebijakan, kinerja hasil atau manfaat yang dirasakan oleh publik, dengan memperhatikan factor lingkungan kebijakan yang bersangkutan. 4. Revisi kebijakan publik adalah suatu kegiatan atau proses perbaikan suatu kebijakan publik tertentu, baik karena kebutuhan publik, maupun antisipasi kondisi di masa depan. Domain studi kebijakan publik meliputi: 1. Proses kebijakan publik. 2. Kebijakan substantif, seperti kebijakan pertanahan, kebijakan pertahanan, kebijakan hukum, dan kebijakan pendidikan. 3. Dampak kebijakan publik. Pelaku studi kebijakan publik (analisis kebijakan publik): 1. Mereka yang tidak terlibat dalam perumusan maupun pelaksanaan kebijakan publik. Kelompok ini melihat analisis kebijakan publik sebagai alat untuk menyeleksi kebijakan-kebijakan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. 2. Para perumus kebijakan publik. Analisis kebijakan publik dipandang sebagai cara atau alat untuk menambah kemampuan untuk membuat kebijakan publik yang baik. 3. Ilmuwan yang berminat dalam masalah kebijakan publik. Minat mereka yang paling utama adalag adalah mengembangkan kebijakan publik sebagai cabang ilmu walaupun mereka juga mengajukan saran-saran bagi para perumus kebijakan publik. analisis kebijakan publik: a. Mengenai penjelasan kebijakan publik bukan mengenai anjuran kebijakan publik yang pantas. b. Sebabsebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan publik diselidiki dengan teliti dengan menggunakan metode ilmiah. c. Mengembangkan teori- teori umum tentang kebijakan publik dan pembentukannya yang dapat diandalkan, sehingga dapat diterapkan terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan publik yang berbeda (Budi Winarno2002) hukum amatlah beragam. Lazimnya hukum dimengerti sebagai sekumpulan peraturan. Peraturan itu ada yang mengartikan sebagai perintah pihak yang berkuasa. Hukum adalah peraturan yang ditetapkan oleh Negara. Pendapat lain mengemukakan, hukum sebagai peraturan atau norma-norma tidak selalu berarti bersifat resmi, seperti kebiasaan atau polapola perilaku yang aktual. Pemahaman lain tentang hukum adalah bahwa hukum tidak hanya seperangkat kaidah atau norma hukum, melainkan mencakup pula struktur atau kelembagaan dan proses, sebagaimana dikemukakan Mochtar Kusumaatmaja. Dalam persfektif ini, dapat pula memahami hukum dalam konteks sistem hukum. Pemahaman mengenai hukum diperlukan untuk memaknai hukum dalam konteks kebijakan publik. 10.Lawrence M. Friedman (1984, 2009), sistem hukum adalah kumpulan dari subsistem: 1. Struktur hukum. Struktur adalah salah satu dasar dan elemen nyata dari sistem hukum. Struktur sebuah system adalah kerangka badannya; ia adalah bentuk permanennya, tubuh institusional dari sistem tersebut, tulang-tulang keras yang kaku yang menjaga agar proses mengalir dalam batasbatasnya. Struktur sebuah sistem yudisial terbayang ketika berbicara tentang jumlah para hakim, yurisdiksi pengadilan, bagaimana pengadilan yang lebih tinggi berada di atas pengadilan yang lebih rendah, dan orang-orang yang terkait dengan berbegai jenis pengadilan (Lawrence M. Friedman, 2009). 2. Substansi hukum. Substansi tersusun dari peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana institusi itu harus berperilaku. H.L.A. Hart berpendapat bahwa ciri khas suatu sistem hukum adalah kumpulan ganda dari peraturanperaturan. Suatu sistem hukum adalah kesatuan dari “peraturan-peraturan primer” dan “peraturan-peraturan sekunder”. Peraturan primer adalah normanorma perilaku Budaya hukum. Kekuatan-kekuatan sosial terus-menerus menggerakkan hukum – merusak di sini, memperbarui di sana; menghidupkan di sini, mematikan di sana; memilih bagian mana dari “hukum” yang akan beroperasi, bagian mana yang tidak; mengganti, memintas, dan melewati



apa yang muncul; perubahan-perubahan apa yang akan terjadi secara terbuka atau diam-diam. Karena tiada istilah lain, sebagian dari kekuatan-kekuatan ini sebagian dinamakan kultur hukum. Kultur hukum adalah elemen sikap dan nilai sosial. Kultur hukum mengacu pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum – adat kebiasaan, opini, cara bertindak dan berpikir – yang mengarahkan kekuatan-kekuatan social menuju atau menjauh dari hukum dengan cara- cara tertentu. Secara garis besar istilah tersebut menggambarkan sikap-sikap mengenai hukum (Lawrence M. Friedman, 2009). 11.Mochtar Kusumaatmadja (1986), pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas- azas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institutions) dan proses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. Pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, memuat tiga unsur: 1. kaidah dan azas-azas yang mengatur. 2. lembaga (institutions). 3. proses (processes). 12.Pengertian hukum tersebut memuat tiga unsur: 1. Perangkat kaidah dan asasasas. Pengertian hukum sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, merupakan pengertian tradisional dari hukum. Kaidah hukum merupakan patokan berperilaku yang mempunyai akibat hukum. Asas-asas hukum merupakan pemikiran yang melandasi kaidah hukum. 2. Lembaga. Istilah ”lembaga” atau lembaga hukum (legal institution) mempunyai dua makna. Pertama, himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola perilaku mengenai kebutuhan-kebutuhan pokok manusia (Muslan Abdurrahman 2009), seperti lembaga perkawinan, lembaga pengangkatan anak. Lembaga perkawinan dapat dimaknai sebagai himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola perilaku mengenai perkawinan. Kedua, lembaga dalam pengertian struktur, mengacu pada Lawrence M. Friedman (2009), yang merupakan salah satu dasar atau elemen nyata dari sistem hukum. Peraturan Perundang- undangan termasuk dalam “kaidah dan azas-azas yang mengatur” atau “substansi hukum”. Dalam pengertian asas hukum adalah ratio legis dari suatu kaidah hukum yang dituangkan dalam aturan hukum. Pemahaman tentang peraturan perundang-undangan secara otentik dapat dicermati: 1. Pengertian Peraturan Perundang-undangan (lihat UU No. 10 Tahun 2004, Pasal 1 angka 1). 2. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan (lihat UU 10/2004, Pasal 7). 3. Materi muatan Peraturan Perundang-undangan (lihat UU 10/2004, Pasal 8– Pasal 14). 14.Jenis peraturan lainnya, selain peraturan perundang-undangan, adalah peraturan kebijakan. Peraturan kebijakan adalah peraturan yang memuat petunjuk tentang bagaimana suatu instansi pemerintah akan bertindak dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang “tidak terikat” terhadap setiap orang. Dimaksud dengan menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang “tidak terikat” adalah tidak diatur secara tegas oleh peraturan perundang- undangan . ciri hukum modern adalah penggunaannya secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ini menyebabkan hukum modern menjadi begitu instrumental sifatnya dengan asumsinya, bahwa kehidupan sosial itu bisa dibentuk oleh kemauan sosial tertentu, seperti kemauan sosial dari golongan elit dalam masyarakat. Dalam fungsi hukum yang bersifat instrumental ini, maka setiap kebijakan yang ingin dilaksanakan harus melalui bentuk peraturan perundang-undangan. Tanpa prosedur yang demikian itu kesahan dari tindakan pemerintah an Negara pun dipertanyakan. Dalam konteks ini dibicarakan kemampuan hukum untuk dipakai sebagai alat melakukan social engineering, batas-batas kemampuan hukum, dan sebangsanya. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara



dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik yaitu setiap institusi penyelenggara Negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Kegitan tersebut dilaksanakan oleh pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. Dalam pelaksanaan pelayanan publik harus berdasarkan standar pelayanan sebagai tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Pelayanan publik diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, pengaturan ini dimaksudan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Selain itu, pengaturan mengenai pelayanan publik bertujuan agar terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; agar terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik; agar terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan agar terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelengaaran pelayanan publik. Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam perundang-undangan. Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan Pembina dan penanggung jawab. Pembina tersebut terdiri atas pimpinan lembaga Negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah non kementerian, pimpinan lembaga komisi Negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya; gubernur pada tingkat provinsi; bupati pada tingkat kabupaten; dan walikota pada tingkat kota. Para Pembina tersebut mempunyai tugas melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dari penanggung jawab. Sedangkan penanggung jawab adalah pimpinan kesekretariatan lembaga atau pejabat yang ditunjuk Pembina. Penanggung jawab mempunyai tugas untuk mengkoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja; melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik; dan melaporkan kepada Pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik. Penyelenggaraan pelayanan publik meliputi pelaksanaan pelayanan; pengelolaan pengaduan masyarakat; pengelolaan informasi; pengawasan internal; penyuluhan kepada masyarakat; dan pelayanan konsultasi. Apabila terdapat ketidakmampuan, pelanggaran dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan yang bertanggung jawab adalah penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggaran. Dalam rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan penyelenggaraan sistem pelayan terpadu.



Selain itu, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan, dapat dilakukan kerja sama antar penyelenggara meliputi kegiatan yang berkaitan dengan teknis operasional pelayanan dan/atau pendukung pelayanan. Dalam hal penyelenggara yang memiliki lingkup kewenangan dan tugas pelayanan publik tidak dapat dilakukan sendiri karena keterbatasan sumber daya dan/atau dalam keadaan darurat, penyelenggara dapat meminta bantuan kepada penyelenggara lain yang mempunyai kapasitas memadai. Dalam keadaan darurat, permintaan penyelenggara lain wajib dipenuhi oleh penyelenggara pemberi bantuan sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi penyelenggara yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundangundangan. Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk penyerahan sebagian tugas penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain dengan ketentuan perjanjian kerja sama tersebut dituangkan sesuai dengan peraturan perundangundangan dan dalam pelaksanaannya didasarkan pada standar pelayanan; penyelenggara berkewajiban untuk memberikan informasi terkait perjanjian kerja sama tersebut kepada masyarakat; tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada pada penerima kerja sama sedangkan tanggung jawab penyelenggaraan secara menyeluruh berada pada penyelenggara; informasi terkait identitas pihak lain dan identitas penyelenggara sebagai penanggung jawab kegiatan harus dicantumkan oleh penyelenggara pada tempat yang jelas dan mudah diketahui oleh masyarakat; dan penyelenggara dan pihak lain mempunyai kewajiban untuk mencantumkan alamat tempat mengadu dan sarana untuk menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, antara lain telepon, pesan layanan singkat, laman, e-mail, dan kotak pengaduan. Pihak lain yang dimaksud dalam hal ini wajib berbadan hukum Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kerja sama yang diselenggarakan tidak menambah beban bagi masyarakat serta dalam rangka untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, standar pelayanan wajib disusun oleh penyelenggara dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. Dalam penyusunan tersebut wajib mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait. Standar pelayanan meliputi dasar hukum; persyaratan; sistem, mekanisme, dan prosedur; jangka waktu penyelesaian; biaya/tariff; produk pelayanan; sarana, prasarana, dan/atau fasilitas; kompetensi pelaksana; pengawasan internal; penanganan pengaduan, saran, dan masukan; jumlah pelaksana; jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan; jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu- raguan; dan evaluasi kinerja pelaksana. Dengan menerapkan standar pelayanan publik dengan baik, diharapkan penyelenggaraan pelayanan publik dapat menghasilkan kepuasaan masyarakat sebagai pihak yang menerima pelayanan. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggara dituntut untuk menerapkan prisnsip efektif, efisien, inovasi dan komitmen mutu. Karena orientasi dari pelayanan publik adalah kepuasan masyarakat, masyarakat mendapatkan pelayanan sesuai dengan apa yang diharapkan atau bahkan melebihi dari harapan masyarakat.



good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsipprinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini: Partisipasi Masyarakat (Participation) Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law) Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter antara lain sebagai berikut: Supremasi hukum (the supremacy of law), Kepastian hukum (legal certainty), Hukum yang responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif, Indepedensi peradilan. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. Transparansi (Transparency) Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks praktek lapangan dunia usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung bagaimana good governance dapat berjalan dengan baik di masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good governance secara benar dan konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang ada didunia. Dalam lingkup tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen mendasar dari konsep CSR (Corporate Social Responsibility) yang dimiliki oleh perusahaan. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban



sebagai bagian masyarakat yang lebih luas untuk memberikan kontribusinya. Praktek good governance menjadi kemudian guidence atau panduan untuk operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publik. Berorientasi pada Konsensus (Consensus) Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coercive power) bagi semua komponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipasi, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. Kesetaraan (Equity) Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency) Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan efisien yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesarbesarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para pejabat pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional tersebut, maka harapan partisipasi masyarakat akan dapat digerakkan dengan mudah, karena programprogram itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik



kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas. Visi Strategis (Strategic Vision) Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut. C. Penerapan Good Governance di Indonesia Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 12 tahun ini, penerapan Good Governance diIndonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance. Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good Governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance. Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan lahirnya Good Corporate Governance. Dengan landasan yang kuat diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan amanah. Pemerintahan yang bersih (Clean Goverment) merupakan pemerintahan yang prioritas pembangunan lebih mengarah pada peningkatan kinerja, agar pemerintah mampu menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan di lingkungan aparatur pemerintah. Wujud Clean goverment adalah penyelenggaraan pemerintahan negara



yang solid dan bertanggungjawab, serta efesien dan efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang positif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat. Clean goverment merupakan fondasi legitimasi dalam sistem demokrasi. Disamping institusi pemerintahan harus efisien dan efektif dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, responsif terhadap kebutuhan masyarakat, memberikan fasilitas dan peluang ketimbang melakukan kontol serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kunci untuk menciptakan clean goverment adalah suatu kepemimpinan nasional yang memiliki legitimasi dan dipercayai oleh masyarakat. Oleh karena itu Pemilihan Umum (PEMILU) yang langsung, jujur, dan adil dapat menjadi salah satu jawaban bagi terbentuknya pemerintahan yang bersih. Itupun kalau Pemilu tersebut mampu memilih seorang yang kredibel, yang mendapat dukungan popular, serta visioner dan kapabel. Secara umum ada beberapa karakteristik dan nilai yang melekat dalam praktik pemerintahan yang bersih atau baik, yaitu: Pertama, praktik clean goverment harus memberi ruang kepada aktor lembaga non-pemerintah untuk berperan serta secara optimal dalam kegiatan pemerintahan sehingga memungkinkan adanya sinergi di antara aktor dan lembaga pemerintah dengan non-pemerintah seperti masyarakat sipil dan mekanisme pasar. Kedua, terkandung nilai-nilai yang membuat pemerintah dapat lebih efektif bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Nilai-nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai yang penting. Ketiga, praktik pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik KKN dan berorientasi pada kepentingan publik. Oleh karena itu, praktik pemerintahan dinilai baik dan bersih jika mampu mewujudkan transparansi, penegakan hukum, dan akuntabilitas publik