Tugas Makalah Biokimia Gizi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Konsep Dasar Ilmu Biokimia, Ilmu Pangan, dan Ilmu Gizi 3. Konsep Dasar Ilmu Gizi a. Pengertian Ilmu Gizi Ilmu merupakan serangkaian pengetahuan dan aktivitas intelektual serta praktik manusai yang teratur dan taat azas (sisitematis) tentang materi, sturuktur, perilaku, dan fenomena di alam semesta melalui observasi dan eksperimen. Ilmu membantu manusia untuk mendapakan pengetahuan. Ilmu mempengaruhi kehidupan manusia begitu pula sebaliknya. Ilmu membantu manusia untuk mendapatkan pengetahuan dan mencari kebenaran berbagai fenomena alam termasuk tubuh manusia melalui system yang terorganisasi dari observasi dan eksperimen (Hardinsyah & Supariasa, 2016). Istilah Gizi sudah sering di dengar dalam kehidupan seharihari. Gizi merupakan bagian substansi dari pangan dan tubuh manusia. Istilah gizi dapat disebut juga nutrition, dimana berasal dari bahas latin “nutr” yang berarti “to nurture” yaitu memberi makan dengan baik. Istilah gizi di Indonesia menurut Profesor Sukirman diadopsi dari bahas Arab yaitu”ghiza” yang dalam dialek mesir dibaca ghizi artinya makanan yang menyehatkan. Kata gizi jika diterjemahkan dalam Bahasa Inggris adalah nutritive element atau nutrient (Hardinsyah & Supariasa, 2016). Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan kata gizi yaitu zat gizi dan status gizi. Definisi zat gizi menurut Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 adalah suatu zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin mineral, serat, air, dan komponen lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Zat gizi adalah komponen kimia dalam pangan yang dibutuhkan untuk kenormalan fungsi tubuh, serta hidup sehat, cerdas, dan produktif (Hardinsyah & Supariasa, 2016). Definisi lain zat gizi adalah



ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Sedangkan status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2001). Definisi pertengahan abad ke-20 dalam manual pemerintah Inggris adalah: 'Ilmu gizi merupakan studi tentang semua proses pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan tubuh yang hidup yang bergantung pada asupan makanan. Kamus dalam bahasa Prancis, Jerman, Italia, dan Spanyol mendefinisikan nutrisi sebagai proses biologis yang menyangkut semua organisme hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Dalam definisi ini, ilmu gizi sebagai ilmu yang terbatas pada manusia atau hewan, dan ilmu gizi itu sendiri bersifat biologis atau biokimia, tidak ada aspek atau dimensi perilaku, sosial atau lingkungan. Definisi terkini dari ilmu gizi yang digunakan dalam pengajaran di Inggris adalah studi tentang cara-cara di mana interaksi antara asupan makanan, penyediaan energi dan nutrisi, dan kebutuhan metabolisme tubuh yang diperlukan untuk membangun dan memelihara fungsi. Interaksi ini terjadi dipengaruhi berbagai faktor lingkungan. Definisi yang diberikan oleh British Nutrition Foundation adalah Studi tentang nutrisi dalam makanan, bagaimana tubuh menggunakan nutrisi, dan hubungan antara pola makan, kesehatan, dan penyakit (Beaumen, dkk, 2005) Ilmu gizi menurut pakar pendidikan tinggi ilmu gizi Indonesia adalah ilmu yang mempelajari pangan yang bermanfaat bagi kesehatan, mulai proses yang terjadi pada pangan sejak dikonsumsi, dicerna, diserap, sampai digunakan oleh tubuh, dan dampaknya terhadap pertumbuhan, perkembangan, produktivitas kerja, dan kelangsungan hidup manusia serta faktor yang mempengaruhinya (Hardinsyah dan Supariasa, 2016). Definisi



ilmu gizi dalam ESPEN guidelines on definitions and terminology of clinical nutrition (Cederholm, etc.al, 2017) Ilmu gizi berkaitan dengan seluruh aspek interaksi antara makanan dan nutrisi, kehidupan, kesehatan dan penyakit, dan proses dimana organisme mencerna,



menyerap,



mengangkut,



memanfaatkan



dan



mengeluarkan zat makanan. b. Perkembangan Ilmu Gizi Perjalanan



sejarah



atau



perkembangan



ilmu



dikelompokkan pada 5 era utama (milestone) yaitu



gizi



era gizi



pangan, era gizi makro, era gizi mikro, era gizi seluler dan molekuler, era gizi genetik dan genomic, serta era gizi holistik. Dalam perkembangan ilmu gizi antara era yang satu dengan era yang lain suatu yang kontinyu dan berkaitan dan bukanlah suatu yang terpisah-pisah (Hardinsyah & Supariasa, 2016). Pada era gizi pangan diyakini bahwa di dalam makanan dan minuman terkandung zat-zat yang dapat mencegah rasa lapar dan haus serta bermanfaat bagi tubuh bahkan juga dipercaya bahwa praktik pengaturan makanan atau diet yang baik akan mencegah penyakit dan memperpanjang usia. Dalam publikasi medical History And The holistic perspective (Bravemen, 1998) dinyatakan bahwa sebelum abad masehi, bangsa Ibrani sangat berhati-hati memilih dan menyembelih hewan serta memilih makanan. Makanan, minuman, dan herbal dijadikan perhatian utama dalam terapi penyakit pada awal abad ke-7. Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan pola makan yang sehat sebagaimana tercantum dalam berbagai dokumen sunnahnya seperti tidak makan sebelum merasa lapar dan tidak pernah kekenyangan saat makan serta makanlah yang baik bergizi dan aman serta halal (Hardinsyah & Supariasa, 2016).



Pada era gizi makro periode perkembangan ilmu gizi ditandai lahirnya ilmu gizi modern penelitian telah dilakukan secara mendalam secara kimia dan biokimia tentang konsumsi pangan yang menghasilkan energi karbohidrat, protein ,dan lemak. Anthony Lavoisier tahun 1785 membuktikan bahwa tubuh manusia



memperoleh



metabolisme



dalam



oksigen tubuh



dari



hingga



udara



untuk



proses



menghasilkan



energi,



karbondioksida, dan air baik ketika istirahat maupun bergerak. Pada akhir era periode gizi makro ini mulai banyak hipotesis penelitian bahwa dalam bahan pangan tidak hanya terkandung karbohidrat protein dan lemak tetapi ada zat lain yang penting bagi kesehatan (Hardinsyah & Supariasa, 2016). Selanjutnya pada era gizi mikro sejarah perkembangan ilmu gizi diawali dengan terbitnya buku Handbook of Historical and Geographical Pathology oleh hirsch tahun 1885 dalam buku ini diungkap tentang patologi dan gejala klinis serta sebaran geografis berbagai penyakit yang diduga karena faktor makanan atau epidemiologi gizi dan ekologi. Pada era gizi mikro ini ditandai dengan dimulainya penggunaan istilah vitamin pada tahun 1912 dan penelitian pengujian hipotesis berbagai vitamin pada hewan dan berlanjut dengan uji klinis pada manusia (Hardinsyah & Supariasa, 2016). Era gizi seluler dan molekuler perkembangan ilmu gizi disertai dengan perkembangan ilmu kimia dan ilmu biologi tentang seluler dan molekuler pada tahun 1950 an era gizi seluler dan molekuler. Dalam perkembangan ilmu gizi ditandai dengan temuan Nigel tahun 1955 yaitu untuk pertama kali diketahui bahwa sel membutuhkan beragam gizi kesehatan tubuh manusia yang ditentukan oleh kesehatan sel baik karena patogen atau karena kekurangan gizi atau ketidakseimbangan gizi. Kekurangan zat gizi secara kronis dapat mengganggu kerja molekular dan



seluler di dalam sel yang dapat berlanjut menjadi disfungsi sel dan gangguan kesehatan. Kesehatan seluler ditentukan oleh jumlah keseimbangan dan sinergi beragam zat gizi untuk menjaga fungsi dan kesehatan sel (Hardinsyah & Supariasa, 2016). Pada era nutrigenetik dan nutrigenomik ditandai dengan dimulainya penelitian pemetaan genom manusia (Human Genome Project) pada tahun 1998. Pada era ini kajian tentang nutrigenetik dan nutrigenomik pada manusia mulai banyak dilakukan sehingga melahirkan era kajian baru yaitu nutrigenetik dan nutrigenomik dalam kurung Muller and Kristen 2003. nutrigenetik mempelajari hubungan atau efek ekspresi gen dengan respon diet zat gizi komponen bioaktif pangan dan kondisi kesehatan tubuh sedangkan nutrigenomik mempelajari hubungan atau efek variasi diet zat gizi atau



komponen



bioaktif



pangan



dengan



ekspresi



gen.



Perkembangan yang pesat dibidang nutrigenomik akan membawa suatu revolusi dalam penyediaan dan pengolahan pangan, formulasi produk pangan dan diet, serta pencegahan dan terapi masalah gizi serta kesehatan di masa dating (Hardinsyah & Supariasa, 2016). Era gizi holistik ini ditandai dengan serangkaian publikasi ilmiah tentang pentingnya pendekatan multi-disiplin, multi-sektor, dan multi-stakeholder dalam percepatan perbaikan gizi di jurnal bereputasi global seperti Lancet 2008-2013. World Health Organization (WHO, 2008) tentang pentingnya praktik kolaborasi dan pendidikan lintas disiplin (Interprofessional Education and Collaborative Practice). Peluncuran Scale Up Nutrition (SUN) oleh perserikatan bangsa-bangsa (PBB) tahun 2010.



Publikasi



Bank Dunia berjudul Improving Nutrition Trough Multisectoral tahun 2013 (World Bank, 201). International Conference of nutrition 2014 di Roma Yang merekomendasikan pentingnya



perbaikan gizi melalui pembangunan pertanian yang sensitive (Hardinsyah & Supariasa, 2016) Gizi holistik merupakan pendekatan alami modern untuk mewujudkan gizi yang seimbang dan sehat dengan memperhatikan tubuh manusia dan lingkungan secara keseluruhan. Dengan semakin pentingnya pendekatan lintas disiplin dalam mengatasi masalah gizi pada tingkat makro dan kesehatan masyarakat atau public health, pendidikan dan pelayanan gizi pada tingkat individu secara holistik juga berkembang. Merurut Karr TJ, 2013 ciri pendidikan dan pelayanan gizi holistik adalah mengintegrasikan faktor



makanan



dan



minuman



dengan



faktor



keunikan



karakteristik individu faktor aktivitas fisik dan gaya hidup dalam mengkaji dan memberikan solusi masalah gizi kesehatan dan kebugaran (Hardinsyah & Supariasa, 2016). c. Dasar Ilmu Gizi Ruang lingkup ilmu gizi cukup luas perhatian ilmu gizi dimulai dari cara produksi pangan (agronomi dan peternakan), perubahan-perubahan yang terjadi pada tahap pasca panen dari mulai penyediaan pangan, distribusi, dan pengolahan pangan, konsumsi makanan ,dan cara cara pemanfaatan makanan oleh tubuh dalam keadaan sehat maupun sakit. Ilmu gizi sangat erat kaitannya dengan ilmu agronomi peternakan ilmu pangan, mikrobiologi biokimia, faal, biologi, molekuler, dan kedokteran. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh kebiasaan makan perilaku makan keadaan sosial ekonomi maka ilmu gizi juga berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial seperti antropologi, sosiologi, psikologi dan ekonomi (Almatsier, 2001). Gizi bukan hanya berhubungan dengan makanan tetapi berkaitan pula dengan seluruh aspek kehidupan mulai dari ekonomi, pendidikan, lingkungan hidup, pertanian, kesetaraan



gender, dan masalah-masalah lainnya yang berhubungan dengan pembangunan sumber daya manusia. Secara mendasar gizi berhubungan dengan bagaimana makanan dapat mempengaruhi dan mempertahankan tubuh dari risiko penyakit. Ilmu gizi akan terus berkembang perkembangan ilmu gizi akan mengarah kepada pendalaman tentang fungsi dan manfaat fungsional berbagai komponen zat gizi seperti karbohidrat termasuk serat, asam lemak, asam amino, berbagai senyawa zat gizi dan substansi lainnya. Perkembangan ilmu gizi juga akan mengarah kepada pendalaman gizi molekuler, gizi genetika, gizi mikrobiota. dan perilaku makan untuk pencegahan serta terapi masalah gizi dan beragam penyakit infeksi serta penyakit tidak menular (Hardinsyah & Supariasa, 2016). B. Bahan Pangan Khas Kalimantan Selatan 1. Kalakai Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi yang memiliki lahan basah yang cukup luas. Provinsi ini mempunyai lahan rawa yang cukup luas terdiri dari rawa air tawar dan dan rawa gambut, yang memiliki berbagai macam flora termasuk tanaman yang dapat dijadikan sayuran. Salah satu tanaman atau tumbuhan rawa yang dapat dijadikan



sayuran



adalah



kalakai



atau



dalam



bahasa



latin



Stenochlaena  palustris. Bagian kalakai yang dikonsumsi adalah daun dan tangkai muda nya saja (Susanti, 2015) Kalakai (Stenochlaena palustris) dalam Bahasa Indonesia lemidi, lemiding, atau ramiding yaitu sejenis paku-pakuan anggota suku Blechnaceae. Kalakai hidup di tanah, menjalar panjang hingga 5-10 m, ramping memanjat tinggi, kuat, pipih persegi, gundul atau bersisik sangat jarang, acap kali dengan tunas merayap. Daun-daun dalam dua bentuk agak berbeda: steril dan fertil. Keduanya memiliki panjang antara 40–80 cm, dengan tangkai 15 –20 cm dan 8–15 pasang



anak daun, serta satu anak daun terminal (ujung). Kalakai tumbuh hingga ketinggian 900 meter di atas permukaan laut dan merambat pada hutan-hutan bekas penebangan kayu terutama dekat air tawar, air payau, hutan bakau, di tanah pasir, khususnya di sepanjang tepi sungai dan sumber air. Paku ini didapati di dataran rendah, di tempat terbuka dan hutan sekunder, dan umum ditemukan di wilayah rawa-rawa, termasuk rawa gambut (https://id.wikipedia.org/wiki/Lemidi). Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Plantae Divisi:



Pteridophyta



Kelas:



Pteridopsida



Ordo:



Blechnales



Famili:



Blechnaceae



Genus:



Stenochlaena



Spesies:



S. palustris



Nama binomial Stenochlaena palustris (Burm.f.) Bedd., 1876[1] (https://id.wikipedia.org/wiki/Lemidi). Komposisi zat gizi kalakai dalam tabel komposisi pangan Indonesia 2017 dihitung per 100 g, dengan berat dapat dimakan (BDD) 70 % sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2017): Air (Water) Energi (Energy) Protein (Protein) Lemak (Fat) Karbohidrat (CHO) Serat (Fibre) Abu (ASH) Kalsium (Ca) Fosfor (P) Besi (Fe) Natrium (Na) Kalium (K) Tembaga (Cu)



 : 89.9 g  : 38 Kal  : 2.4 g  : 0.2 g  : 6.6 g  : 5.8 g  : 0.9 g  : 18 mg  : 90 mg  : 1.1 mg  : 7 mg  : 443.0 mg  : 0.40 mg



Seng (Zn) Beta-Karoten (Carotenes) Thiamin (Vit. B1) Riboflavin (Vit. B2) Vitamin C (Vit. C)



 : 0.9 mg  : 44 mcg : 0.30 mg : 0.10 mg : 8 mg



C. Manfaat Khas Pangan Kalimantan Selatan 1. Kalakai a. Manfaat Biokimia Kalakai memiliki beberapa manfaat, yaitu Kalakai yang berwarna merah sangat potensial untuk mengatasi anemia (kekurangan zat besi). Hasil penelitian menunjukkan ada perbandingan kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil trimester II sebelum dan setelah diberikan sayuran kalakai. Setelah dilakukan intervensi diperoleh rata-rata kadar Hb mengalami peningkatan 0,82 gr% (Mahyuni, dkk, 2015). Menurut hasil penelitian eksperimen yang dilakukan pada tikus putih yang di berikan ekstrak kalakai selama satu minggu disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kadar Hb setelah diberikan intervensi. Kadar hemoglobin kelompok perlakuan Meningkat dari hemoglobin awal 4,9g/dl menjadi 22,9g/dl, 5,6g/dl menjadi 24,8g/dl, 8,2g/dl menjadi 26,6g/dl, 7,2g/dl menjadi 25,7g/dl, 5,1g/dl menjadi 22,8g/dl (Negara, dkk, 2017). Menurut hasil penelitian Cahaya, dkk (2016) bahwa pemberian ekstrak kalakai pada tikus putih menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap peningkatan jumlah eritrosit namun dapat memperbaiki bentuk eritrosit, dan berpengaruh terhadap peningkatan kadar Hb tikus putih anemia. Penelitian lain menunjukkan pemberian sirup kalakai kepada remaja yang anemia menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar Hb mahasiswa sesudah pemberian sirup kalakai lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata kadar Hb sebelum pemberian sirup kalakai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar



Hb mahasiswa sebelum pemberian sirup kalakai sebesar 10,92 mg/dl, sedangkan rata-rata kadar Hb mahasiswa sesudah pemberian sirup kalakai sebesar 12, 74 mg/dl (Mawaddah, 2019). b. Manfaat Gizi Kalakai merupakan salah satu tanaman rawa yang tidak hanya dapat di konsumsi sebagai sayuran tetapi dapat diolah menjadi makanan lain yang meningkatkan gizi. Kalakai memiliki kandungan Fe cukup tinggi. Penelitian Mawaddah (2019) membuat kalakai menjadi sirup yang dapat dikonsumsi dan dimana hasil uji laboratorium dari 100 gr kalakai menghasilkan rata-rata kandungan Fe sebesar 47,4 mg/100ml, kemudian sirup ini dikonsumsi selama 7 hari dengan aturan minum 1 kali sehari 1 gelas kecil (200cc) dan diminum sebelum tidur dapat membantu meningkatkan kadar Hb. Kalakai juga dapat dijadikan bahan fortifikasi untuk meningkatkan nilai gizi. Hasil penelitian fortifikasi zat besi pada tepung ikan gabus dengan menggunakan kalakai



dengan



perlakuan tepung ikan gabus 85% dan kalakai 15% hasil analisis kandungan zat besi pada tepung fortifikasi tersebut sebesar 29,872 mg/100 g. (Siwi, dkk, 2018). Berdasarkan angka kecukupan gizi yang di anjurkan untuk Fe berkisar 7 mg – 18 mg jika melihat kandungan Fe pada fortifikasi tepung ikan gabus dan kalakai, maka ini dapat menjadi salah alternatif untuk memenuhi kebutuhan Fe yang di perlukan oleh tubuh.



DAFTAR PUSTAKA



Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Beauman, C, dkk. 2005. The principles, definition and dimensions of the new nutrition science. Public Health Nutrition. 8(6A); 695-698 Cahaya, N., Aulia, R., Nurlely. 2016. Efek Daun Kelakai (Stenochlaena Palustris) Terhadap Jumlah Eritrosit, Bentuk Eritrosit Dan Kadar Hemoglobin (Hb) Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Anemia. Seminar Nasional 2016 Lahan Basah ULM. Cederholm, dkk. 2017. ESPEN guidelines on definitions and terminology of clinical nutrition. Clinical Nutrition. 36; 49-64 Hardinsyah & Supariasa, I.D.N. (2016). Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Mahyuni, A., Riyanto, S., Mauhhalimah. 2015. Perbandingan Antara Pemberian Tablet Fe dan Mengkonsumsi Sayuran Kalakai (Stenochlaena palustris) Pada Ibu Hamil Terhadap Kenaikan Kadar Hb Di Puskesmas Gambut. Jurkessia. 7(1):10-16 Mawaddah, S. 2019. Pengaruh Pemberian Sirup Kalakai Terhadap Peningkatan Kadar Hb Pada Remaja. Media Informasi. 16(1); 27 - 33 Negara, C.K., Murjani, Basyid, A. 2017. Pengaruh Ekstrak Kelakai (Stenochlaena Palustris) Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus). Jurnal Borneo Journal of Pharmascientech. 1(1); 10 – 17 https://id.wikipedia.org/wiki/Lemidi