Tutorial Blok 18 Modul 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN TUTORIAL MODUL 4 BLOK 18 “BEDAH JARINGAN II”



Kelompok 5 Ketua



: Laura Jasanddes



( 1411412024 )



Sekretaris Meja



: Monalisa



( 1411411015 )



Sekretaris Papan



: Ummul Aulia



( 1411411016 )



Anggota



: Anita Surya Ananda



( 1411411009 )



Deyana Fricia



( 1411411013 )



Mumtaz Sonia Azmir



( 1411412014 )



Sarathul Fitriani



( 1411412019 )



Zakiya Chaleda Zia



( 1311412001 )



Tutor : drg. Ditha Noviantika



Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas 2017 MODUL 4 NEOPLASMA & KISTA OROMAKSILOFASIAL SKENARIO 4 “ Jinak atau ganas ya....”



Pasien wanita berusia 56 tahun datang berobat ke Poliklinik Bedah Mulut RS.Unand den gan keluhan benjolan di rahang bawah kanan. Saat anamnesis dokter gigi menanyakan benjolan a wal pertama kali muncul sejak kapan, ukurannya sebesar apa, ada/tidak penurunan berat badan, b enjolan susulan di leher/ketiak, keluhan sesak nafas. Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan ra diografis dekter menjelaskan kemungkinan penyakit yang diderita pasien meragukan antara tumo r benigna atau maligna, dengan gambaran radiologis mirip kista. Dokter menyampaikan juga kar ena meragukan maka dilakukan biopsi insisi terlebih dahulu dan karena posisi benjolan didaerah rahang bawah agak keleher, bisa jadi juga ini tumor kelenjar saliva. Keluarga pasien bertanya jug a apakah harus dilakukan kemoterapi/radioterapi dan bagaimana dampaknya nantinya jika dilaku kan terapi ini. Bagaimana saudara menjelaskan tentang kasus neoplasma diatas?



Langkah 1. Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang dapat menimbulkan kesalahan interprestasi 



Neoplasma







Tumor benigna : disebut juga tumor jinak yang mana jaringan yang tumbuh tersebut tidak progresive, dan tidak menyerang jaringan disekitarnya.



: sekumpulan sel-sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara tidak terbatas dan tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh.







Tumor maligna : disebut juga tumor ganas atau kanker yang mana jaringan yang tumbuh tersebut bersifat progresive, dapat menyerang jaringan disekitarnya (invasif) serta penyebarannya luas dan berpotensi mematikan.







Biopsi insisi



: pengambilan sebagian kecil jaringan yang sakit. Biasanya dilakukan apabila jaringan yang sakit terlalu besar (>2cm).







Kista



: rongga patologis yang dapat berada pada jaringan lunak maupun keras, yang dapat berisi udara (gas), cairan, atau zat semi padat yang dikelilingi oleh membran epitel. Biasanya terbentuk akibat adanya obsturasi cairan didalam tubuh.







Kemoterapi



: salah satu upaya yang dilakukan untuk membunuh sel-sel kanker dengan cara menganggu fungsi reproduksi sel menggunakan obat keras (kimia).







Radioterapi



: terapi yang menggunakan sinar radiasi yang bersumber dari energi radioaktif yang berfungsi merusak sel kanker dengan menghancurkan genetik sel yang mengatur petumbuhan dan pembelahan sel kanker. Yang biasa digunakan adalah x-ray.



Langkah 2. Menentukan masalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



Apa gejala umum lainnya suatu neplasma? Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa kista? Apa saja perbedaan tumor ganas dan tumor jinak? Apa etiologi dari tumor ganas/maligna? Apa saja tumor rongga mulut? Apa saja kista rongga mulut? Apa jenis-jenis biopsi? Apa saja tumor kelenjar saliva? Bagaimana perbedaan gambaran radiologis kista dan tumor? Apa saja dampak yang ditimbulkan dari kemoterapi dan radiografi?



Langkah 3. Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior knowledge



1. Apa gejala umum lainnya suatu neoplasma?  Penurunan berat badan  Batuk lebih dari 3 bulan  Adanya benjolan  Adanya pembesaran kelenjar getah bening  Keringat malam  Lemah 2. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa kista?  Pemeriksaan subjektif  Pemeriksaan objektif :  Pemeriksaan ektraoral  Pemeriksaan intraoral  Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan radiologi, biopsi (eksisi dan insisi: scalpel, punch, needle, brush, aspirasi), pemeriksaan sitologi, pemeriksaan mikrobiologi, pemeriksaan darah. 3. Apa saja perbedaan tumor ganas dan tumor jinak? Tumor jinak : pada gambaran radiologi tampak berbatas jelas, kecepatan tumbuh lambat, tidak invasif, bentuk sel normal, jarang muncul kembali, pseudo kapsul, hanya menyerang satu organ, sembuhnya dapat sempurna, dan tidak ada efek sistemik.. Tumor ganas : pada gambaran radiologi batas tidak jelas, kecepatan tumbuh cepat, invasif, bentuk sel mencolok, berulang, tidak berkapsul, dapat menyebar dan menyerang seluruh tubuh, dapat berulang, dan disertai timbulnya efek sistemik. 4. Apa etiologi dari tumor ganas/maligna?  Virus  Gangguan gen  Diet  Hormon  Umur  Stress  Lingkungan (radiasi)  Trauma  Gangguan sistem imun  Merokok 5. Apa saja tumor rongga mulut?  Tumor jinak :



 Tumor jinak odontogenik : odontoma, cementoma, ameloblastik fibroma, adenoameloblastoma, odontogenik myxoma, ameloblastoma, odontogenik fibroma, ameloblastic fibroma.  Tumor jinak non odontogenik : dari epitel mulut, dari pigmen, dan dari jaringan ikat misalnya neurofibroma dan neuromafibratik.  Tumor ganas :  Tumor ganas odontogenik : intraalveolar carcinoma, odontogenik sarcom, ameloblastic fibrosarcoma, amleoblastik carsinoma, clear cell odontogenic carsinoma.  Tumor ganas non odontogenik : osteosarcoma, ewing sarcoma, multiple myelom. 6. Apa saja kista rongga mulut?  Kista odontogenik : kista gingiva pada bayi, keratosis odontogenik (kista primordi al), kista dentigerous (folikular), kista erupsi, kista periodontal latera, kista gingiva pada orang dewasa, kista odontogenik Botryoid, kista odontogenik glandular (sial o-odontogenik; mukoepidermoid odontogenik), dan kista odontogenik berkalsifika si.  Kista non odontogenik : kista duktus nasopalatina (kanalis insisivus), kista nasolab ial (kista alveolar), kista raphe midpalatal pada bayi, kista median palatinal, media n alveolar, median mandibular, dan kista globulomaksillari.  Kista akibat inflamasi : kista radikular, kista residual, dan kista kolateral inflamato ry. 7. Apa jenis-jenis biopsi?  Brush biopsi : berupa sikat dan biasanya untuk jaringan lunak rongga mulut  Biopsi insisi : dilakukan pada lesi yang berukuran besar, dan sulit untuk dilakukan biopsi eksisi.  Biopsi eksisi : pengambilan jaringan yang diikuti jaringan sehat disekitarnya, dan untuk lesi yang berukuran kecil.  Needle biopsi  Biopsi aspirasi : pengambilan berupa cairan  Biopsi stereostatik : untuk benjolan yang sulit dilihat/diraba. 8. Apa saja tumor kelenjar saliva?  Mayor :  Jinak : non morfik adenoma, onkositoma.  Ganas : maligna mix tumor, adenokarsinoma.  Minor :  Jinak : basal sel adenoma



 Ganas : onkositik karsinoma, adenokarsinoma, asinik sel tumor 9. Bagaimana perbedaan gambaran radiologis kista dan tumor? Ditangguhkan ke hari ke-2. 10. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari kemoterapi dan radiografi?  Kemoterapi : rambut rontok, kehilangan nafsu makan, sesak napas dan detak jantung tidak biasa akibat anemia, mual/muntah, mimisan, kulit kering, gusi berdarah, karies radiasi, mukositis, bau mulu, mengganggu reproduksi, dan nafsu makan menurun.  Radiasi : cidera otot dan cidera tulang alveolar.



Langkah 4. Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan mencari korelasi dan interaksi antar masingmasing komponen untuk membuat solusi secara terintegrasi



Pasien wanita (56 tahun)



Poliklinik BM RS Unand



Cc : Benjolan di RB kanan



Pemeriksaan klinis dan radi ologi : - tumor benigna/maligna - kista -



Neoplasma & kista oromaksilofasial



Pemeriksaan penunjang (biopsi, radiologi)



Pengobatan (kemoterap i & radioterapi)



Tumor jinak rongga mulut Tumor ganas rongga mulut Kista rongga mulut Tumor jinak dan ganas kelenjar saliva



Langkah 5. Memformulasikan tujuan pembelajaran 1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tumor jinak rongga mulut 2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tumor ganas rongga mulut 3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kista rongga mulut 4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tumor jinak dan ganas kelenjar saliva 5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang neoplasma dan kista oromaksilofasial 6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang dampak dan manifestasi oral kemoterapi & radioterapi



Langkah 6. Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain



Langkah 7. Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh 1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tumor jinak rongga mulut Tumor jinak adalah pertumbuhan jaringan baru abnormal yang tanpa disertai perubahan atau mutasi gen. Faktor penyebab yang merangsang tumor jinak digolongkan dalam dua kategori, yaitu :  Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-faktor pertumbuhan, misalnya gangguan hormonal dan metabolisme.  Faktor eksternal, misalnya trauma kronis, iritasi termal kronis (panas/dingin), kebiasaan buruk yang kronis, dan obat-obatan. Macam-macam Tumor Jinak Rongga Mulut :



1. Tumor Jinak Odontogen Merupakan tumor yang berasal dari sel-sel odontogen yang meliputi jaringan epitelgigi, jaringan ikat mesenkim atau gabungan dari keduanya. Yang termasuk epitel odontogen: sisa enamel organ, perkembangan enamel organ, epitel kista odontogen, sel basal mukosa rongga mulut. Menurut WHO 1992, berdasarkan asal sel / jaringan tumor, tumor jinak dapat diklasifikasika n sebagai berikut :  Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen tanpa melibatkan ektomesenkim odon togen. Tumor ini dibagi menjadi empat tipe, yaitu : I. Ameloblastoma Merupakan tumor odontogen yang berasal dari enamel organ (ameloblas) yang merupakan sel pembentuk gigi. Merupakan tumor yang secara klinis sering ditemui dan paling umum, tumor ini tumbuh lambat, terlokalisir, sebagian besar jinak. Dibagi menjadi 3 yaitu: solid (multikistik), unikistik,dan periferal. a) Ameloblastoma multikistik (solid) Gambaran Klinis : Pada penderita lanjut usia, melibatkan laki-laki dan perempuan, perkembangan l ambat, asymptomatis, pembesaran tumor menyebabkan ekspansi rahang tidak sakit dan tidak dis ertai parastesia. 85% pada mandibula terutama pada daerah ramus ascendens (regio molar), 15% pada region posterior maksila. Rontgenologis : Gambaran, radiografinya sangat khas pada lesi-lesi yang radiolusen multikistik, jika berkembang menjadi lokus yang besar digambarkan seperti buih sabun (soap bubble) & jika lokus masih kecil digambarkan seperti honey combed, terlihat bukal dan lingual korteks terekpan si, resorbsi akar gigi, pada beberapa kasus berhubungan dengan erupsi M3. HPA : Ameloblastoma solid atau ameloblastoma intraosseous multikistik secara histolo gi dapat menunjukkan beberapa tipe: - Type follikular Mengandung pulau-pulau epitel yang menyerupai epitel organ enamel di dalam stroma jaringan ikat fibrous yang matang. Sarang-sarang epitel tersebut mengandung sebuah inti yg tersusun longgar menyerupai stellate reticulum organ enamel. - Type Plexiform Mengandung lapisan/ epitel odontogen yang sangat panjang. Lapisan epitel terseb ut terdiri dari sel-sel kolumnar/ kuboid yang tersusun sangat longgar. Didukung jaringan stroma yang longgar dan mengandung pembuluh darah.



- Type akantomatous Adanya metaplasia sel squamous yang sangat luas. Sering kali adanya pembentuk an keratin, terjadi pada bagian tengah dari pulau-pulau epitelial. - Type granuler sel Menunjukkan adanya perubahan bentuk dari sekelompok sel epitel menjadi sel be rgranuler yang mengandung sitoplasma yang berlimpah mengandung granul-granul eosinofil. Se cara klinis sangat agresif dan dapat terjadi pada usia muda. - Type desmoplastik Memiliki pulau-pulau kecil mengandung stroma kolagen yang padat. Sering terjad i pada ameloblastoma yang terjadi pada region anterior maksila. - Type basaloid Tipe ini jarang terjadi, mengandung sel-sel basal. Tidak ada stellate reticulum pa da bagian tengah dari sarang-sarang tersebut. Bagian perifer sering sel kuboid. b) Ameloblastoma Unikistik Gambaran Klinis : Pada umumnya pada usia muda, 90% didapatkan pada mandibula khususnya regi on posterior, asymptomatik, menimbulkan pembengkakan pada rahang, pertumbuhan lambat, lok alis. Rontgenologis : Tampak gambaran radiolusen berbatas jelas mengelilingi mahkota M3 yang tidak erupsi. HPA : Variasi gambaran histologis yang tampak: Luminal ameloblastoma, Intraluminal a meloblastoma, Mural ameloblastoma. c) Ameloblastoma periferal (diluar tulang) Gambaran Klinis : Muncul dari sisa-sisa epitelial odontoghen di bawah mukosa Rongga mulut atau dari epitel basal. Secara klinis simptomatis, bertangkai, ulserasi atau berupa lesi mukosa alveolar/ berupa gingiva peduculated. Diameter lesi 1,5cm. IV. Clear cell odontogenic tumor Gambaran Klinis : Jarang ditemukan pada rahang, tumor berasal dari odontogen tetapi histogenesisny a masih belum jelas. Pemeriksaan histokimia dan ultra struktur pada tumor menunjukkan sel-sel



bersih yang mirip pada ameloblast yang kaya dengan glikogen. Penderita pada usia diatas 50 tah un, dapat melibatkan mandibula dan maksila. Symptomatis, pembesaran rahang. Rontgenologis : Lesi radiolusen unilokuler atau multilokuler, dengan tepi dari radiolusen, mempun yai batas jelas, tidak teratur. HPA : Menunjukkan adanya sarang-sarang sel epitel dengan sitoplasma eosinofilik yang jelas. Sarang-sarang tersebut dipisahkan oleh lapisan tipis berupa jaringan ikat berhialin. Sel-sel perifer menunjukkan susunan palisade. Pada beberapa kasus juga ada yang menunjukkan pola ya ng mengandung pulau-pulau kecil dengan sel-sel epitel basaloid yang hiperkromatik di dalam str oma jaringan ikat.  Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen dan melibatkan ektomesenkim odonto gen dengan atau tanpa pemebentukan jaringan keras gigi. I. Ameloblastic fibroma Merupakan tumor campuran jaringan Epitel dan jaringan mesenkim. Gambaran Klinis : Cenderung pada usia muda dekade kedua, melibatkan laki-laki sedikit lebih umum dibandingkan perempuan. Lesi kecil asymtomatic, pada lesi yang besar menyebabkan pembesar an rahang. Sisi posterior mandibula paling sering, lokalis, dan pertumbuhannya slambat. Rontgenologis : Lesi menunjukkan gambaran radiolusen, berbatas tegas, dan lesi menunjukkan skl erotik, dihubungkan pada gigi yang tidak erupsi, lesi yang besar melibatkan ramus asenden mand ibula. HPA : Menunjukkan masa jaringan Lunak yang keras dengan permukaan luar yang halus. Kapsul bisa ada dan tidak ada. Mengandung jaringan mesenchim yang sangat banyak mirip den gan dental papil yang primitif yang bercampur dengan epitel odontogen. Sel epitel berbentuk pan jang dan kecil dengan susunan beranastomose satu dengan yang lainnya, tetapi hanya mengandu ng terdiri dari sekitar dua sel yang berbentuk kuboid dan kolumnar. II. Ameloblastic fibro-odontoma Merupakan sebuah tumor yang gambaran umumnya merupakan suatu fibroma ameloblastik tetapi juga mengandung enamel dan dentin. Peneliti berpendapat tumor ini merupakan suatu tahap dalam perkembangan suatu odontoma. Dalam beberapa kasus tumor tumbuh progresif menyebabkn perubahan bentuk dan kehancuran tulang. Gambaran Klinis :



Dapat melibatkan kedua rahang, tidak ada faktor predileksi jenis kelamin, pada um umnya asymptomatis, terlokalisir dan terjadi pembengkakan setempat. Rontgenologis : Secara umum menunjukkan gambaran radiolusen unilokuler, berbatas tegas. Jaran g ditemukan radiolusen multilokuler. Lesi mengandung sejumlah bahan terkalsifikasi dengan rad iodensitas dari struktur gigi. Bahan kalsifikasi menunjukkan gambaran multiple, radiopak yang k ecil dan bergabung menjadi besar dan keras. HPA : Identik dengan gambaran HPA fibroma ameloblastik, mempunyai lapisan jaringan yang sempit serta pulau-pulau epitel kecil dari epitel odontogen dalam jaringan ikat primitif long gar mirip dental papila. III. Odontoma Merupakan jenis tumor jinak odontogen yang tergolong sering ditemui. Tumor ini dipertimbangkan sebagai anomali perkembangan (hamartomas) agak jarang disebut neoplasia ses ungguhnya. Patogenesis : Pada awalnya dari perkembangan awal lesi ini menunjukkan proliferasi epitel odo ntogen dan jaringan mesenchim kemudian perkembangan selanjutnya diikuti pembentukan enam el, dentin, dan variasi dari pulpa dan sementum. Tumor ini dibagi menjadi dua tipe yaitu compound dan compleks odontoma. Com pound odontoma mengandung struktur seperti gigi , sedangkan complex odontoma mengandung masa dominan dari enamel dan dentin dan bentuknya tidak menyerupai gigi. Gambaran Klinis : Asymtomatik, biasanya terjadi pada usia setengah baya, pada pemeriksaan rontgen ditemukan dengan gigi yang tidak erupsi, lesi kecil, jarang menjadi besar, bisa menjadi besar sa mpai 6 cm sehingga menyebabkan ekpansi rahang, sering di maksila dari pada mandibula, ada pe mbengkakan. Rontgenologis : Compound odontoma menunjukkan kumpulan struktur yang mirip gigi dengan uk uran dan bentuk variatif dikelilingi daerah radiolusen yang tipis. Complex odontoma menunjukk an gambaran radiopak pada struktur gigi yang dikelilingi garis radiolusen tipis. HPA : Compound: Mengandung struktur yang multiple menyerupai gigi berakar satu di d alam matriks longgar jaringan pulpa mungkin terlihat di korona atau akar dari struktur yang men



yerupai gigi tersebut. Compleks: Mengandung tubulus dentinalis yang sempurna, pada celah mas a lesi didapatkan sejumlah matriks enamel (enamel non mature). Pulau-pulau sel ghost epitelial t ampak eosinofilik.  Tumor yang berasal dari ektomesenkim odontogen dengan atau tanpa melibatkan epitel o dontogen. I. Fibroma odontogen Merupakan tumor yang jarang ditemukan Gambaran Klinis : Variatif umur, paling banyak usia setengah baya. Kebanyakan 60% pada maksila reg ion anterior hingga posterior pada gigi Molar 1, sedangkan 40% pada region posterior mandibula. Dihubungkan dengan Molar tiga tidak erupsi, fibroma odontogen berukuran kecil, asymptomatis, jika lesi membesar menyebabkan ekspansi tulang pada regio yang terlibat, gigi menjadi goyang, adanya pembengkakan setempat. Rontgenologis : Gambaran fibroma odontogen ukuran kecil menunjukkan gambaran berbatas jelas, u nilokuler. Lesi-lesi radiolusen seringkali berhubungan dengan daerah apikal gigi yang erupsi. Le si yang besar cenderung tampak gambaran Radiolusen yang multilokuler. Beberapa lesi menunju kkan tepi yang sklerotik. Sering terjadi resorpsi akar gigi, lesi yang berlokasi antara gigi menyeb abkan akar gigi yang satu dengan lain menjadi divergen. HPA : Menunjukkan gambaran yang variatif. Fibroma odontogen sederhana: mengandung f ibroblast-fibroblast stellate, seringkali tersusun dalam sebuah pola yang bergelung dengan fibril-f ibril kolagen yang jelas sebagai bahan dasar. Sisa-sisa epitel odontogen yang berupa lokus-lokus kecil. Fibroma odontogen kompleks: Menunjukkan struktur dengan pola yang lebih kompleks ya ng mngandung jaringan ikat fibrosa selluler yang jelas dengan serabut-serabut kolagen. Epiel od ontogen dalam bentuk rantai panjang atau berbentuk sarang yang terisolasi. II. Odontogenic mysoma / myofibroma Gambaran Klinis : Jarang dijumpai, merupakan neoplasia yang pertumbuhannya lambat, terlokalisir, t api mempunyai sifat invasif dan agresif. Berasal dari jaringan ikat dental papilla. Umumnya pada faktor predileksi usia, melibatkan kedua rahang pada mandibula bisa korpus maupun ramus, asy mptomatis, menyebabkan gigi goyang, ekspansi menipis. Rontgenologis : Lesi tampak radiolusen yang dipisahkan oleh gambaran tulang trabekular. Batas le si dengan tulang tidak berbatas jelas.



HPA : Lesi menunjukkan adanya jaringan proliferasi myxoid dan di beberapa tempat tam pak jaringan fibrosa. Secara radiografis tak berbatas jelas, tetapi pada gambran histologis masih t ampak kapsul fibrous. Vaskularisasi sedikit, hampir tidak ada. III. Cementoblastoma Gambaran Klinis : Asymptomatis, dapat melibatkan seluruh gigi gligi baik RA dan RB anterior atau posterior. Apabila lesi cukup besar secara klinis menunjukkan suatu ekspansi tulang sehingga ad a pembengkakan rahang, terlokalisir, sering disebabkan trauma pada jaringan periodontal. Rontgenologis : Lesi menunjukkan suatu massa radiopak yang melekat pada apeks gigi penyebab. Batas lesi dengan jaringan sekitarnya dipisahkan suatu gambaran Radiolusen yang tipis. HPA : Lesi merupakan jaringan kalsifikasi yang mirip tulang, seluler, lesi melekat ke ape ksi gigi. Batas lesi dengan tulang sekitarnya dipisahkan oleh kapsul fibrous. 2. Tumor Jinak Non Odontogen  Tumor Jinak Non Odontogen yang Berasal dari Epitel Mulut I. Papiloma skuamos Merupakan suatu neoplasma jinak yang berasal dari epitel permukaan mukosa mulut. Merupakan tumor jinak non odontogen yang umum terjadi di rongga mulut. Gambaran Klinis : Papiloma menunjukkan proliferasi pertumbuhan yang lambat dari epitel squamosa b erlapis, pertumbuhannya lambat dan tunggal, sempit, dan struktur seperti tangkai menghubungka n ke mukosa mulut di bawahnya. Seringkali mirip dengan gambaran bunga kol atau pakis. Lokas i bisa di palatum, lidah, mukosa bukal, labial dan gingiva, paling sering terjadi pada palatum mol e. Papiloma dapat berwarna putih atau merah jambu, lunak, fleksibel pada palpasi, diameter 1 cm 2. Jika eksisi total sulit dilakukan



- Aspirasi Biasanya dilakukan pada lesi kelenjar liur



Indikasi: 1. 2. 3. 4.



Lesi yang diperkirakan berisi cairan Menggunakan spuit ( syringe) yang menggunakan jarum 189 4 ugc Anastesi local, tidak melibatkan banyak jaringan Biasanya setelah aspirasi dilakukan insist.( eksisi)



6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang dampak dan manifestasi oral kemoterapi & radioterapi  Kemoterapi Efek samping yang dapat disebabkan kemoterapi antara lain : - Rambut rontok Rambut rontok sementara adalah salah satu konsekuensi dari kemoterapi. Sel-sel folikel rambut adalah salah satu sel yang membelah dengan cepat dalam tubuh. Karena obat kemoterapi tidak dapat membedakan sel ini dan sel berbahaya, obat kemoterapi juga menghancurkan sel-sel folikel rambut, menyebabkan rambut rontok. - Mual Mual adalah salah satu efek samping yang paling umum. Ini dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan, konstipasi, dan dehidrasi. Mual yang agak parah juga dapat menyebabkan muntah-muntah. - Diare dan konstipasi Sel-sel di dinding usus juga dihancurkan oleh obat kemoterapi, sehingga menyebabkan diare. Diare selama pengobatan kanker juga dapat disebabkan karena kecemasan, stres, kekurangan gizi, atau bedah usus. Diare dapat menyebabkan sakit perut, kram perut, kembung, mual, kehilangan nafsu makan, dan iritasi kulit. Beberapa penghilang rasa sakit dan pengobatan anti kanker juga dapat menyebabkan konstipasi, ini dapat terjadi jika kurang asupan serat atau cairan. - Reaksi alergi atau hipersensitivitas Kemoterapi dapat menyebabkan reaksi alergi atau hipersensitivitas, yang dipicu oleh respon sistem kekebalan tubuh. Anafilaksis adalah reaksi alergi yang parah, yang dapat menyebabkan tekanan darah rendah, syok, atau bahkan kematian. Gejala utama reaksi alergi antara lain sulit bernafas, ruam kulit, gatal-gatal, pembengkakan kelopak mata, pembengkakan lidah, dan pembengkakan bibir. - Masalah kulit Kemoterapi dapat menyebabkan masalah-masalah kulit seperti ruam kulit dan kulit kering. Selain itu juga dapat menyebabkan kulit terkelupas, pecah-pecah, bersisik, dan gatal. - Kelelahan Banyak pasien kanker mengeluh kelelahan dan kurang tenaga. Ini disebabkan rasa sakit, kehilangan nafsu makan, kekurangan tidur serta darah rendah. Kelelahan karena kemoterapi muncul tiba-tiba dan dapat berlangsung beberapa hari, beberapa minggu, atau bahkan sampai beberapa bulan. - Sakit tenggorokan dan sariawan Obat anti kanker dapat menyebabkan iritasi pada jaringan mulut dan tenggorokan. Iritasi pada jaringan mulut akhirnya menyebabkan sariawan. Sebagai akibatnya pasien menjadi sulit berbicara, makan, mengunyah, dan menelan karena rasa sakit yang ada. - Saraf dan otot



Dalam beberapa kasus kemoterapi mempengaruhi saraf, menyebabkan neuropati perifer. Menyebabkan gejala seperti lemah, rasa terbakar, kesemutan, rasa sakit, atau mati rasa pada tangan atau kaki. Masalah terkait saraf dan otot juga dapat menyebabkan gejala seperti kehilangan keseimbangan, nyeri rahang, rasa sakit saat berjalan, gemetar, sakit perut, atau kehilangan pendengaran. - Supresi sumsum tulang Sel-sel darah seperti sel darah putih, sel darah merah, dan trombosit diproduksi di sumsum tulang. Karena kemoterapi menargetkan sel-sel yang membelah dengan cepat, kemoterapi juga mempengaruhi sel-sel sumsum tulang. Sebagai akibatnya produksi sel darah di sumsum tulang jadi menurun. - Anemia Menurunnya kemampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dapat menyebabkan kurangnya jumlah sel darah merah. Sel darah merah bertanggung jawab membawa oksigen ke seluruh bagian tubuh. Karena kekurangan sel darah merah, jaringan tubuh jadi kekurangan oksigen. Anemia menyebabkan gejala seperti kelelahan, sesak napas, pusing, lesu, dan lelah. - Infeksi Kemoterapi menyebabkan berkurangnya produksi sel darah putih(leukopenia), menyebabkan sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga tubuh lebih rentan terkena infeksi. - Pendarahan atau masalah pembekuan darah Karena supresi sumsum tulang jumlah trombosit yang ada jadi berkurang. Trombosit memiliki peran penting dalam proses pembekuan darah. Jumlah trombosit yang berkurang menyebabkan gejala seperti memar tiba-tiba, pendarahan lama setelah luka kecil, mimisan, gusi berdarah, hematuria, tinja hitam atau berdarah, dan sakit kepala. - Gejala seperti flu Beberapa orang mengalami gejala mirip flu beberapa jam setelah kemoterapi. Gejalagejala tersebut antara lain seperti sakit kepala, mual, lelah, menggigil, demam ringan, kehilangan nafsu makan, dan nyeri sendiri. - Efek pada organ seksual Kemoterapi dapat mempengaruhi organ seksual baik pria maupun wanita. Obat kemoterapi dapat menurunkan jumlah sperma, sehingga dapat menyebabkan infertilitas sementara atau permanen. Obat kemoterapi dapat mempengaruhi ovarium dan kadar hormon, sehingga dapat menyebabkan gejala seperti menopause dan infertilitas sementara atau permanen. Pada rongga mulut biasanya timbul : - Mucositis/Stomatitis Mucositis dijelaskan sebagai suatu inflammatory toksik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut sampai anus, yang dapat dihasilkan akibat dari penyorotan radiasi sampai agen kemoterapeutik atau radiasi ionisasi. Tipikal mucositis termanifestasi sebagai suatu eritematous, lesi seperti terbakar atau acak, focal to diffuse, dan lesi ulseratif. Mucositis dapat tereksaserbasi dengan factor lokal. Mucositis eritematous dapat terjadi 3 hari setelah pemaparan kemoterapi, tapi secara umum berkisar 3-7 hari. Perkembangan menuju mucositis ulseratif umumnya berlangsung 7 hari setelah kemoterapi. Mucositis tidak akan bertambah parah jika tidak terkomplikasi oleh infeksi dan secara normal dapat sembuh total dalam 2-4 minggu. Sekali mucositis berkembang, keparahannya dan status hematologik pasien membutuhkan manajemen oral yang tepat. OH yang cermat dan meredakan gejala menjadi fokus dari perawatan. Pada



pemeriksaan klinis, manajemen rekomendasi bersifat anekdot. Beberapa garis panduan untuk perawatan mulut termasuk penilaian sebanyak dua kali sehari untuk pasien dirumah sakit dan perawatan mulut yang sering (minimal 4 jam dan sewaktu akan tidur) malahan meningkatkan keparahan dari mucositis. - Hemorrhage Hemorrhage dapat terjadi sepanjang perawatan akibat trombositopenia dan atau koagulasipati. Pada lokasi terjadinya penyakit periodontal dapat terjadi perdarahan secara spontan atau dari trauma minimal. Perdarahan oral dapat berbentuk minimal, dengan ptekiae berlokasi pada bibir, palatum lunak, atau lantai mulut atau dapat menjadi lebih parah dengan hemorrhage mulut , terutama pada krevikular gingival. Perdarahan gingiva spontan dapat terjadi ketika jumlah platelet mencapai paling kurang 50.000/kubik/mm. - Xerostomia Xerostomia dapat dikenali sebagai berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik tanda xerostomia termasuk diantaranya : rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah), bibir retak-retak, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, kesulitan untuk memakai gigi palsu, dan peningkatan frekuensi dan atau volume dari kebutuhan cairan. Pengaturan perawatan preventif oral, termasuk applikasi topikal flour harus segera dimulai untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Xerostomia dapat dihasilkan melalui reaksi inflammatory dan efek degeneratif radiasi ionisasi pada glandula saliva parenkim, khususnya pada serous acinar. Perubahan ini biasanya sangat pesat dan bersifat irreversible, khususnya ketika glandula saliva termasuk daerah penyorotan radiasi. Aliran saliva mengalami penurunan 1 minggu setelah perawatan dan berkurang secara progresif ketika perawatan terus dilanjutkan, Derajat dari disfungsi tersebut sangat berhubungan dengan dosis radiasi dan volume jaringan glandula pada lapangan radiasi. Glandula parotid dapat menjadi lebih rentan terhadap efek radiasi daripada glandula submandibular, sublingual, dan jaringan glandula saliva minor. Jaringan glandula saliva yang telah tidak teradiasi lagi dapat menjadi hiperplastik, sebagian merupakan kompensasi buat bagian nonfungsional. Saliva dibutuhkan untuk eksekusi normal dari fungsi mulut seperti mengecap, mengunyah, dan berbicara. Keseluruhan kecepatan aliran saliva yang kurang dari 0,1 ml/menit dianggap sebagai indikasi xerostomia (normal = 0,3-0,5 ml/menit). Xerostomia menghasilkan perubahan didalam rongga mulut antara lain : 1. Saliva tidak melakukan lubrikasi dan menjadi menebal dan atrofi, yang akan mengganggu kenyamanan pasien. 2. Kapasitas buffer menjadi tereliminasi, pada mulut kering yang bersih pH umumnya 4,5 dan demineralisasi dapat terjadi. 3. Flora oral menjadi patogenik. 4. Plak menjadi tebal dan berat, debris tetap bertahan akibat ketidakmampuan pasien untuk membersihkan mulut. 5. Tidak ada mineral (kalsium, fosfor, fluor) yang tersimpan pada permukaan gigi. 7. Produksi asam setelah terpapar oleh gula dihasilkan oleh demineralisasi selanjutnya pada gigi dan kemudian dapat menimbulkan kerusakan gigi 8. Nekrosis Akibat Radiasis Nekrosis dan infeksi pada jaringan yang telah dilakukan penyorotan radiasi sebelumnya (osteoradionekrosis) merupakan suatu komplikasi yang serius bagi pasien yang menjalani terapi radiasi pada tumor kepala dan leher. Komplikasi oral akibat terapi radiasi memerlukan terapi dental yang agresif sebelum, selama dan setelah terapi radiasi untuk meminimalisasi tingkat keparahan (xerostomia permanent, karies ulseratif, osteomyelitis akibat radiasi dan



osteoradionekrosis).  Radioterapi Efek samping jangka pendek Gejala yang paling sering muncul ketika seseorang mendapatkan radioterapi adalah rasa mual dan muntah, kulit menghitam di bagian tubuh yang terkena radiasi, rambut rontok sedikit demi sedikit (namun jika melakukan radioterapi pada bagian kepala, leher, atau muka, mungkin kerontokan yang terjadi akan lebih banyak) merasa kelelahan, gangguan menstruasi pada perempuan, gangguan terhadap jumlah dan kualitas sperma pada laki-laki, serta timbul berbagai masalah kulit. Tidak hanya itu, pasien yang menjalani pengobatan radioterapi akan mengalami penurunan nafsu maka dan menimbulkan masalah pada sistem pencernaan. Namun pasien yang sedang menjalani terapi harus menjaga status gizi dan kesehatannya melalui asupan. Efek samping jangka panjang Telah disebutkan sebelumnya bahwa radioterapi tidak hanya merusak DNA sel kanker namun juga pada sel normal. Ketika sel normal juga ikut rusak, maka berbagai efek samping pun akan bermunculan.       



Jika yang diradioterapi adalah bagian perut, maka kandung kemih tidak lagi elastis dan membuat pasien buang air kecil lebih sering Payudara akan lebih keras dan kencang setelah melakukan radioterapi di bagian payudara Jika bagian panggul terkena radiasi, maka vagina menjadi lebih sempit dan kurang elastis Lengan menjadi bengkak bila bagian pundak yang diberikan terapi Gangguan fungsi paru-paru akibat mendapatkan radiasi di bagian dada Sedangkan pasien yang mendapatkan radiasi di bagian dada atau leher, berisiko untuk mengalami penyempitan saluran nafas dan tenggorokan, sehingga susah untuk menelan Untuk radioterapi yang dilakukan di sekitar panggul, akan menimbulkan efek seperti peradangan pada kandung kemih, serta nyeri pada perut akibat infeksi saluran kencing



DAFTAR PUSTAKA Langlais, Robet . P & Miller, Craig. S. 2000. Atlas Berwarna : Kelainan Ro ngga Mulut yang Lazim. Jakarta Oedijani. .2007. Efek Samping Terapi Radiasi di Daerah Kepala dan Leher terhadap Jaringan Sekitarnya. Jurnal PDGI th.46. No.1 ed.Khusus



Pindborg Jens J. 1991. Editor: Lilian Yuwono. Kanker dan Prakenker Ron gga Mulut. Jakarta



Sudiono janti. 2008. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mu lut. EGC. Jakarta Syafriadi Mei. 2008. Patologi Mulut (Tumor Neoplastik dan Non Neoplasti k Rongga Mulut). Jogjakarta