Ujian Bagian Konservasi Gigi - Trima Yusiana - 160112150080 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS KASUS UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI \



Penguji: Diani Prisinda, drg., MARS, Sp.KG (K) Penulis: Trima Yusiana 160112150080



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2018



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



ANALISIS KASUS Seorang wanita berusia 33 tahun datang dengan keluhan gigi depan atas kiri dan kanan patah karena jatuh 10 tahun yang lalu. Gigi kiri patah 1/2 mahkota, sering terasa sakit berdenyut, perkusi (+), foto rontgen menunjukan tidak Ada kelainan di periapikalnya. Gigi kanan patah 2/3 mahkota, dulu pernah sakit berdenyut namun sekarang tidak terasa apapun, warna mahkota berubah kehitaman dan hasil rontgen menunjukan akar belum menutup dan salurannya lebar. Pasien ingin gigi tersebut diperbaiki karena mengganggu penampilannya. Diagnosa dan penanganan gigi 21 Berdasarkan kasus yang telah diuraikan, pasien telah dilakukan anamnesa, pemeriksaan objektif, dan pemeriksaan penunjang pada kedua gigi tersebut. Gigi 21 menunjukkan karateristik sering terasa nyeri berdenyut. Pemeriksaan visual menunjukkan gigi patah ½ mahkota. Pemeriksaan perkusi negative. Pemeriksaan penunjang pada gigi 21 menunjukkan tidak adanya lesi periapikal. Berikut adalah skema alternative perawatan pada kasus diatas.



PULPOTOMI



VITAL



Pulpitis irreversible simptomatik; periodontitis apikalis kronis simptomatik.



GIGI 21



PULPEKTOMI/ EKSTIRPASI VITAL



EKSTIRPASI MORAL



NON VITAL



Nekrosis pulpa; Periodontitis apikalis kronis simptomatik



PERAWATAN NEKROSIS PULPA



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



Nyeri berdenyut merupakan salah satu karateristik adanya inflamasi pada pulpa yang mengalami inflamasi. Untuk memastikan status vitalitas pulpa, perlu dilakukan pemeriksaan tes pulpa berupa tes dingin atau electric pulp test. Pulpitis irreversible simptomatik menurut AAE ditegakkan berdasarkan temuan subjektif dan objetif dimana gigi pulpa vital mengalami inflamasi dan tidak dapat melakukan proses penyembuhan serta merupakan indikasi perawatan saluran akar. Karateristik dari pulpitis irreversible simptomatik adalah nyeri tajam pada saat diberikan stimulus termal, nyeri yang bertahan lama (30 detik atau lebih setelah stimulus dihilangkan), nyeri spontan, dan reffered pain. Gigi dengan pulpitis irreversible simptomatik sulit untuk diberikan diagnosa karena inflamasi belum mencapai jaringan periapical, sehingga tidak menyebabkan nyeri atau ketidaknyamanan pada saat dilakukan tes perkusi. Pada kasus ini, riwayat dental dan tes termal merupakan alat utama dalam menentukan status pulpa, Apabila tes pulpa tersebut menunjukkan hasil yang (+) dan gigi tersebut masih vital, serta perkusi positif menunjukkan bahwa adanya inflamasi pada daerah periapikal gigi tersebut, maka diagnosa dari kasus tersebut menurut AAE adalah pulpitis irreversible simptomatik; periodontitis apikalis kronis simptomatik. Periodontitis apikalis simptomatik menurut AAE merupakan kondisi dimana jaringan periodontal di daerah apikal mengalami inflamasi, menyebabkan gejala klinis yang melibatkan respon nyeri pada saat menggigit dan/atau perkusi atau palpasi. Hal ini dapat atau tidak dapat disertai perubahan radiografi (contoh bergantung pada tingkat penyakit, ligament periodontal dapat terlihat nnormal atau terdapat radiolusensi pada periapical. Nyeri yang cukup parah pada saat perkusi dan/atau palpasi merupakan indikasi degenerasi pulpa dan merupakan indikasi perawatan saluran akar. Kemungkinan kedua dari kasus diatas, apabila tes vitalitas menunjukkan hasil yang negative, diagnosa kasus diatas menurut AAE menjadi nekrosis pulpa; periodontitis apikalis kronis simptomatik. Nekrosis pulpa merupakan kategori diagnostic klinis yang mengindikasikan kematian pulpa sehingga membutuhkan perawatan saluran akar. Pulpa tidak responsive terhadap tes pulpa dan asimptomatik. Nekrosis pulpa itu sendiri tidak



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



menyebabkan periodontitis apikalis (nyeri pada saat perkusi atau bukti radiografi terjadinya kerusakan tulang). Beberapa gigi tidak memberikan respon terhadap pulpa dapat disebabkan oleh kalsifikais gigi, adanya riwayat trauma, atau gigi tidak memberikan respon. Berdasarkan anamnesa kasus diatas, penulis cenderung untuk memberikan diagnosa pulpitis irreversible dikarenakan pasien masih sering merasanya nyeri berdenyut sehingga dapat diasumsikan bahwa gigi tersebut masih tergolong vital. Diagnosa periodontitis apikalis kronis simptomatik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan perkusi yang positif, mengindikasikan terdapat inflamasi jaringan periapikal pada gigi tersebut serta pemeriksaan penunjang berupa foto radiografi yang tidak menunjukkan adanya kelainan pada jaringan periapikal gigi 21. Berdasarkan AAE, pada kasus periodontitis apikalis kronis simptomatik tidak selalu disertai dengan kelainan pada jaringan periapikal berdasarkan foto rontgen yang telah disediakan. Perawatan pulpa vital menurut Tronstad tahun 2003 dibagi menjadi restorasi, pulp capping, pulpotomi, dan pulpektomi. Pemberian restorasi secara langsung dan pulp capping tidak menjadi pilihan perawatan karena perawatan tersebut kontraindikasi dengan kondisi gigi pasien. Pilihan utama dari kasus ini adalah perawatan pulpotomi dan pulpektomi. Pulpotomi atau amputasi pulpa adalah pengambilan sebagian jaringan pulpa dengan membuang pulpa bagian koronal hingga orifice dari saluran akar sedangkan pulpektomi merupakan pengambilan jaringan pulpa vital dimana seluruh jaringan inflamasi dibuang hingga ujung apikal (Tronstrad, 2003). Akan tetapi, kegagalan perawatan pulpotomy sangatlah tinggi sehingga penulis lebih memilih perawatan pulpektomi pada kasus ini. Perawatan pulpektomi dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan atau dua kali kunjungan. Penulis memilih untuk melakukan perawatan pulpektomi dalam satu kali kunjungan untuk efisiensi waktu perawatan serta saluran akar gigi anterior yang memudahkan untuk dilakukan ekstirpasi vital dengan kontrol nyeri menggunakan anestesi lokal.



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



Kunjungan Pertama Pulpektomi menurut Ingle dkk. tahun 2008 adalah pengambilan seluruh jaringan pulpa sampai foramen apikal. Dalam prosedur kedokteran gigi, setiap dokter gigi wajib memberitahukan informasi mengenai perawatan yang akan diberikan kepada pasien serta memberikan alternative perawatanserta memperoleh persetujuan pasien sesuai dengan Kode Etik Kedokteran Gigi. Apabila pasien sudah mengerti dan menyetujui perawatan yang akan dilakukan, pasien diwajibkan menandatangi Informed Consent. a) Kontrol Nyeri Tahap pertama dari perawatan pulpektomi vital adalah melakukan kontrol nyeri. Pemberian anestesi lokal yang efektif merupakan cara kontrol nyeri utama dalam perawatan endodontik dan perawatan restoratif (Louis & Kenneth, 2016). Sebelum dilakukan pemberian anestesi lokal, pasien dilakukan pemeriksaan tanda vital meliputi tekanan darah, respirasi, denyut nadi, dan temperatur. Apabila hasil pemeriksaan normal dan pasien tidak memikiki riwayat penyakit yang merupakan kontra indikasi, pasien dapat diberikan anestesi lokal. Anestesi diberikan pertama kali dengan teknik infiltrasi labial diikuti infiltrasi pada bagian palatal. Gigi kemudian diberikan tes dingin. Apabila hasil tes pulpa negative, dokter gigi dapat melakukan buka kavum, akan tetapi apabila hasil positif, injeksi intraosseus diberikan sebelum dilaksana buka kavum tetapi injeksi ini jarang dibutuhkan. Durasi anestesi dapat kurang dari 1 jam. Injeksi infiltrasi tambahan dapat diberikan apabila pasien mengalami nyeri pada tahap selanjutnya dari instrumentasi dan obturasi. b) Preparasi Akses Kavitas Tujuan dari preparasi akses kavitas adalah (1) membuang seluruh jaringan karies yang ada, (2) menjaga struktur gigi yang sehat, (3) membuka kamar pulpa, (4) membuang seluruh jaringan pulpa (vital atau nekrosis), (5) menemukan semua orifice saluran akar, dan (6) mendapatkan straight-line



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



atau direct-line access sampai foramen apikal atau sampai insial kurvatur pada saluran akar. (Cohen, ed 11) Tahapan preparasi akses kavitas antara lain: o



Membuang seluruh jaringan karies



o



Membentuk ouline form



(A) Pada gigi anterior, lokasi inisial dari akses kavitas adalah bagian tengah dari mahkota anatomi pada permukaan lingual (X). (B) Outline awal dari gigi anterior. Bentuk menyerupai final outline form dan ukurannya dua pertiga dari ukuran final outline form. (C) Sudut penetrasi untuk outline awal tegak lurus dengan permukaan lingual. (D) Sudut penetrasi memasuki ruang pulpa hapir parallel dengan sumbu Panjang akar. (E) Pembuangan atap kamar pulpa, bur carbid bulat digunakan untuk membuang tanduk pulpa, dengan pengambilan kearah lingual c) Ekstirpasi Pulpa Ekstirpasi pulpa vital dilakukan dengan barber broach. Barber broach atau jaru ekstirpasi harus sesuai dengan dimensi saluran akar tetapi



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



tidak mengikat saluran akar (sesuai dengan ukuran radiografi). Jarum ekstirpasi dimasukkan sesuai dengan perkiraan panjang kerja. Handle dari jarum dirotasikan beberapa kali kemudian diangkat. (Cohen, ed 11) d) Penentuan Panjang Kerja Berdasarkan Torabinejad tahun 2003,Tujuan dari tahap ini untuk menentukan panjang kerja (ukuran dari apeks) dilakukannya preparasi saluran akar dan obturasi. Prosedur dapat dihentikan 0 sampai 3mm dari apeks apabila pulpa vital. Penentuan panjang kerja dapat ditentukan berdasarkan radiografi, elektrik, dan taktil. Pada kasus ini, penulis memilih pengukuran panjang kerja dengan Teknik radiografi untuk memaksimalisasi akurasi dari panjang kerja. Teknik pengukuran panjang kerja menurut Torabinejad tahun 2003 adalah sebagai berikut: o



Dari foto radiografi diagnosa, ukur titik referensi sampai apkes dengan endodontic ruler



o



Dari pengukuran radiografi tersebut, panjang kerja dikurangi 3mm untuk estimated working length.



o



Instrument stop diukur sampai dengan estimated working length ditempatkan pada file kecil



o



Ukuran file terus di naikkan hingga ukuran yang berikatan dengan dinding saluran akar sepanjang estimated length.



o



Lakukan foto radiografi dengan instrument didalam gigi.



o



Hitung corrected working length yang ditentukan dengan mengukur diskrepansi antara ujung file dengan apeks pada foto radiografi. File kemudian disesuaikan 1-2mm dari apeks pada foto radiografi. Berdasarkan kasus, penulis mengasumsikan panjang kerja gigi 21



ada 23mm dengan menggunakan file #25.



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



e) Cleaning dan Shaping Schilder' dalam Torabinejad (2003) mendefinisikan tujuan umum dari preparasi saluran akar adalah: “system saluran akar harus dibersihkan dan di bentuk; bersih dari sisa-sisa organic dan dibentuk untuk mendapatkan pengisian tiga dimensi yang hermetic untuk seluruh ruang saluran akar. Terdapat beberapa jenis preparasi saluran akar yakni standardized technique, step-back, step-down, crown down, dan balance-forced technique(Cohen, ed. 11). Penulis memilih preparasi saluran akar dengan standardized technique. Standardized technique menggunakan panjang kerja yang sama untuk semua instrument yang dimasukkan kedalam saluran akar. Negosiasi saluran akar dimulai dengan file yang telah diberikan lubrikasi dengan gerakan watch-winding. File ini dimasukkan sepanjang ukuran pajang kerja baik dengan gerakan tangan yang sama atau quarter turn and pull sampai instrument yang dilebih besar digunakan (Cohen, ed 11). Debridemen saluran akar harus disertai dengan irigasi. Secara teori, file melonggarkan dan menghancurkan bahan-bahan yang ada di dalam saluran akar serta membuang dentin dari dinding akar. Sisa-sisa dari preparasi mekanis ini kemudian bersihkan dengan larutan irigasi (Torabinejad, 2003). Larutan irigasi menurut Cohen meliputi NaOCl, CHX, dan EDTA. NaOCl merupakan larutan irigasi yang paling sering digunakan karena efekk antibakteri, kemampuan untuk menguraikan jaringan nekrotik, jaringan pulpa vital, komponen organic dentin dan biofilm dengan cepat. EDTA merupakan larutan irigasi yang berfungsi untuk membuang bagian inorganic dari dentin. CHX 2% berfungsi sebagai antibakteri yang efektif melawan bakteri E. Faecalis pada saluran akar. Pada kasus ini, cleaning dan shaping dimulai dengan pemberian larutan EDTA 17% pada saluran akar selama 1 menit kemudian di bilas kembali dengan larutan aqudes selama 1 menit. Preparasi saluran akar dilakukan dengan standardized technique dengan inisial file #25 dan MAF



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



#50. Setiap pergantian file, saluran dibilas dengan aqudes dan NaOCl 2.5% selama satu menit secara bergantian. Pembilasan akhir diberikan larutan CHX 2% dilakukan obturasi saluran akar. f) Medikamen Intrakanal Torabinejad (2003) menyatakan bahwa medikamen intracanal diberikan untuk (1) aktivitas antimikroba pada pulpa dan jaringan periapikal, (2) neutralisasi sisa jaringan pada saluran akar agar menjadi inert, dan (3) kontrol atau pencegahan nyeri paska perawatan. Pasien menunjukkan pemeriksaan perkusi yang positif, sehingga penulis memutuskan untuk memberikan medikamen intracanal untuk kontrol nyeri selama perawaran endodontic dilakukan. Medikamen intracanal yang digunakan adalah Ca(OH)2 yang merupakan medikamen utama dalam perawatan saluran akar. Ca(OH)2 merupakan antiseptic slow-acting. Penggunaan Ca(OH)2 dalam satu minggu dapat mengurangi bakteri sebanyak 92.5%. Selain membunuh bakteri, Ca(OH)2 memiliki kemampuan untuk menghidrolisasi kandungan lemak



dari



bacterial



lipopolusaccharides



(LPS),



sehingga



tidak



mengaktivasi aktivitas biologis dari lipopolysaccharide dan mengurangi efek bakteri. Hal ini adalah efek yang diinginkan karena dinding sel yang telah mati setelah kematian bakteri dapat terus menstimulasi respon inflamasi dalam jaringan periradikular. Kunjungan kedua Apabila pasien telah tidak menunjukkan adanya keluhan dan tes perkusi (-) serta pemeriksaan palpasi normal, gigi tersebut dapat dilakukan obturasi pada saluran akar. Sebelum dilakukan obturasi pada saluran akar, gigi 21 dilakukan foto trial dengan memasukkan gutta percha MAF sepanjang kerja kemudia dilakukan foto rontgen dengan teknik parallel. Apabila panjang gutta percha sudah sesuai dan panjang kerja serta tidak terlihat adanya lesi periapikal berdasarkan foto radiografi, maka gigi tersebut dapat dilakukan obturasi pada saluran akar.



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



Menurut Torabinejad (2003) tujuan dari obturasi adalah untuk membentuk penutupan sempurna dari system saluran akar dari koronal sampai apikal. Bahan utama obturasi saluran akar terdiri dari gutta percha, silver point, dan file. Gutta percha adalah bahan obturasi yang paling sering digunakan karena sifat plastisitas, memiliki tingkat toksisitas yang rendah serta mudah diambil apabila diperlukan retreatmemt atau pemasangan pasak. Obturasi pada kasus ini menggunakan bahan solid yakni gutta percha dengan sealer zinc oxide eugenol. Dua teknik konvensional dari oturasi dengan menggunakan Gutta Percha menurut Torabinejad (2003) adalah dengan kondensasi lateral dan kondensasi vertical. Pada kasus ini, penulis menggunakan teknik kondensasi lateral. Gutta percha kemudian dipotong dengan menggunakan ekskavator panas, dan ditutup dengan semen zinc oxide eugenol, GIC, kemudian tambalan sementara. Pasien kemudian dilakukan foto rontgen kembali untuk melihat keadaan obturasi pada gigi 21 dan pasien diminta untuk datang kontrol satu minggu kemudian. Kunjungan ketiga Pada kunjungan ketiga, apabila pasien tidak mengeluhkan giginya, gigi tersebut dapat diberikan perawatan follow up untuk merestorasi kembali gigi 21. Follow up dari gigi 21 memiliki beberapa cara diantaranya direct restoration dan indirect restoration. Penulis memilih untuk memberikan follow up indirect restoration pada gigi 21 berupa mahkota jaket dengan bahan All Porcelain guna memberikan estetik yang baik. Selain pemberian mahkota jaket, gigi tersebut dapat diberikan follow up berupa pemberian restorasi direct composit dan pemberian restorasi mahkota pasak. Mahkota gigi 21 di preparasi kemudian dilakukan core build up dengan menggunakan bahan komposit. Setelah core build up selesai, pasien kemudian dicetak dengan menggunakan bahan cetak polyvinylxilosane kemudian di cord an dikirimkan ke lab untuk dibuatkan mahkota porselen. Pasien kemudian diberikan mahkota sementara prefabricated polycarbonate form dengan semen fletcher (Rosienstiel, 2006).



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



Kunjungan keempat Mahkota sementara pasien dilepaskan kemudian gigi 21 dibersihkan dari sisa semen sementara. Mahkota All Porcelain yang telah jadi di insersikan kemudian dilakukan sementasi tetap dengan menggunakan semen GIC tipe 1. Perawatan gigi 21 selesai di laksanakan. . Gigi kanan patah 2/3 mahkota, dulu pernah sakit berdenyut namun sekarang tidak terasa apapun, warna mahkota berubah kehitaman dan hasil rontgen menunjukan akar belum menutup dan salurannya lebar. Pasien ingin gigi tersebut diperbaiki karena mengganggu penampilannya.



Diagnosa dan penanganan gigi 12 Berdasarkan kasus yang telah diuraikan, pasien telah dilakukan anamnesa, pemeriksaan objektif, dan pemeriksaan penunjang pada kedua gigi tersebut. Gigi 11 menunjukkan karateristik sering terasa nyeri berdenyut tetapi sekarang sudah tidak sakit. Pemeriksaan visual menunjukkan gigi patah 2/3 mahkota. Terjadi diskolorisasi pada gigi 11. Hasil rontgen menunjukkan akar belum menutup dengan saluran akar yang lebar. Pasien ingin gigi tersebut diperbaiki karena menganggu penampilan. Menurut AAE, berdasarkan pemeriksaan subjektif, objektif, dan pemeriksaan penunjang berupa rontgen, diagnosa yang ditegakkan adalah pulpa nekrosis; jaringan periapikal normal. Penyelesaian perkembangan akar gigi dan penutupan apeks terjadi hingga tiga tahun setelah gigi erupsi. Apabila gigi yang belum memiliki perkembangan apeks yang sempurna mengalami nekrosis pulpa akibat trauma, karies, atau patologi pulpa lainnya, pembentukan dentin terganggu dan perkembangan akar berhenti. Akibatnya, saluran akar menjadi lebar dengan dinding yang tipis dan mudah patah serta memiliki apeks gigi yang terbuka. Hal ini memengaruhi instrumentasi saluran



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



akan dan menyebabkan apical stop yang tidak adekuat. Untuk memungkinkan kondensasi dari bahan pengisi dan menginduksi penutupan apikal pada kasus ini, penting untuk membentuk apical barrier atau menginguksi penutupan foramen apikal dengan jaringan terkalsifikasi. Apeksifikasi adalah metode untuk menginduksi terbentuknya calcified barrier pada saluran akar dengan apeks terbuka atau terhentinya perkembangan akar dengan pulpa yang mengalami nekrosis (Nayak & Mohammad, 2013). Kasus diatas mengindikasikan adanya apeks yang terbuka akibat trauma sepuluh tahun yang lalu sehingga membutuhkan perawatan apeksifikasi untuk mengatasi keluhan pasien atas gigi depannya. Kunjungan pertama Sesuai dengan Ingle dkk tahun 2008, fase pertama perawatan pada gigi 11 adalah disinfeksi sistem saluran akar untuk memastikan penyembuhan pada jaringan periapikal. Panjang saluran akar diestimasi berdasarkan foto radiografi diagnosa, kemudian di konfirmasi secara radiografi dengan memasukkan instrument pada saluran akar seperti penentuan panjang kerja pada gigi 21. Tahapan awal dari perawatan gigi 11 sesuai dengan Muhammad dkk tahun 2017 adalah preparasi akses kavitas yang dilakukan dengan anestesi lokal pada saat kunjungan yang sama dengan perawatan awal gigi 21. Setelah dilakukan preparasi akses kavitas, dilakukan radiografi periapikal untuk menentukan panjang kerja. Preparasi biomekanis dilakukan dengan menggunakan K-file #80 menggunakan gerakan circumferential motion. Debridemen saluran akar dilakukan dengan irigasi NaOCl 2.5% dan larutan saline. Saluran akar kemudian di keringkan dengan paper point steril. Medikamen kalsium hidroksida dimasukkan kedalam saluran akar kemudian ditutup dengan tambalan sementara. Pasien diminta untuk kontrol satu minggu. Kunjungan kedua Pada kunjungan kedua, gigi 21 dan 11 dilakukan isolasi. Medikamen kalsium hidroksida dibersihkan dari saluran akar dengan menggunakan hand



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



instrument dan irigasi dengan menggunakan larutan NaOCl 3%. Irigasi akhir dilakukan dengan EDTA 17% diikuti dengan Chlorhexidine 2%. Saluran akar dikeringkan dengan paper point steril (Naithani dkk, 2015). Kalsium hidroksida merupakan bahan apeksifikasi yang paling sering digunakan untuk membentuk apical barrier karena memiliki performa biologis dan penyembuhan yang baik. Akan tetapi, apeksifikasi dengan bahan kalsium hidroksida memiliki beberapa kekurangan seperti meningkatkan resiko fraktur akar serta membutuhkan kooperatifitas pasien karena waktu perawatan yang lama yakni 5 sampai 20 bulan hingga apical barrier terbentuk (Chisini dkk, 2017). Teknik apical barrier dengan menggunakan MTA sebagai apical plug telah dilaporkan sebagai alternative dari aplikasi kalsium hidroksida dengan mempersingkat waktu perawatan yang dapat dilakukan dengan satu kali kunjungan, memiliki biokompabilitas yang baik, aktivitas bakteriostatik dan kemampuan sealing yang baik (Chisini dkk, 2017). Naithani, dkk tahun 2015 menyatakan terdapat bahan apical plug selain MTA yakni including tricalciumb phosphate, freeze dried bone, freeze-dried dentin, collagen calcium phosphate, dan Biodentin. Salah satu masalah utama yang berhubungan dengan teknik ini adalah ekstrusi bahan pada jaringan periapikal. Penggunaan barrier artifisial atau penemparan matriks pada daerah kerusakan tulang sangat disarankan sebagai dasar dimana sealing material dapat ditempatkan pada saluran akar. Terdapat beberapa bahan yang dapat dijadikan matriks meliputi kalsium hidroksida, hidroksiapatit, absorbable collagen, calcium sulphate, dan autologus platelet rich fibrin membrane (PRF). Pada kasus ini, penulis menggunakan Biodentin dan membrane PRF sebagai matriks. Persiapan membrane PRF dilakukan ketika prosedur klinis sedang berlangsung. Sampel darah sebanyak 8.5ml diambil dengan venipuncture dari antecubital veindari tangan akan pasien dan dipindahkan pada glass test tube steril tanpa koagulan dan dilakukan sentrifugasi. Setelah membrane PRF selesai dipersiapkan, membrane PRF dimasukkan secara incremental pada saluran akar dan ditekan secara ringan dengan pre-fitted hand pluggers pada apeks (Naithani, dkk. 2015).



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



Biodentin di campur berdasarkan instruksi pabrik dan dimasukkan kedalam saluran akar dengan system MAP dan dikondensasikan menuju magtriks PRF menggunakan pre-fittd hand pluggers. Dilakukan secara incremental sebanyak 4mm dan dilakukan konfirmasi dengan foro radiografi. Setelah penempatan Biodentin diatas matriks, ujung paper point dimasukkan untuk membersihkan sisa biodentin pada dinding saluran akar. Setelah 12 menit, kekerasan biodentin diperiksa kembali dan diperiksa menggunakan plugger untuk memastikan biodentin telah setting dengan sempurna (Naithani, dkk. 2015). Tahap selanjutnya adalah pengisian dengan thermoplastised gutta-percha dengan sealer resin AH plus kemudian diberikan restorasi sementara. Pasien diminta untuk foto rontgen untuk melihat hasil obturasi. Pasien diminta untuk kontrol satu minggu kedepan. Kunjungan ketiga Pada kunjungan ketika, restorasi gigi dimulai dengan pembentukan post and core anatomis. Anatomi gigi 11 tidak memungkinkan penggunaan prefabricated fiber post karena diameter post tidak memungkinkan adaptasi yang baik dalam ruang saluran akar sehingga menyebabkan lapisan semen yang tipis sehingga dapat memengaruhi bond strength. Post dan core anatomis dibentuk dengan menggunakan translusent fiber post dan bahan resin komposit. Setelah post dan core anatomi terbentuk, dilakukan sementasi dengan semen resin (Kumar, dkk. 2011). Setelah sementasi post dan core anatomis, dilakukan pencetakan dengan polyvinylxilosane untuk dijadikan model kerja dan pembuatan mahkota porselen pada gigi 11. Pasien diberikan mahkota sementara dan foto rontgen untuk memastikan adaptasi pasak tersebut. Kunjungan keempat Apabila pasien tidak ada keluhan, dilakukan insersi mahkota all porcelain pada gigi 11 dan pasien diminta untuk kontrol periodik atas perawatan giginya.



UJIAN DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI TRIMA YUSIANA - 160112150080



DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6.



7. 8.



9. 10.



In Hargreaves, K. M., In Berman, L. H., & In Rotstein, I. (2016). Cohen's pathways of the pulp. 11th Editiion. Ingle, John Ide, Leif K. Bakland, J. Craig Baumgartner, and John Ide Ingle. 2008. Ingle's Endodontics 6. Hamilton, Ontario: BC Decker. Tronstrad, Leif. 2003. Clinical Endodontics. Thieme New York: New York Walton, R. E., & Torabinejad, M. (2002). Principles and practice of endodontics. Philadelphia, PA: Saunders. Rosenstiel, S. F., Land, M. F., & Fujimoto, J. (2006). Contemporary fixed prosthodontics. St. Louis, Mo: Mosby Elsevier. Kumar, dkk. 2011. MTA Apical Plug and Clinical Application of Anatomic Post and Core Coronal Restoration: A Case Repot. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3487510/ Muhamad, dkk. 2017. Management of Open Apex in Permanent Teeth with Biodentine. Nayak, Gurudutt dan Mohammad Faiz Hasan. 2014. Biodentin – a novel substitute forsingle visit apexification Naithani, dkk. 2015. Single Visit Apexification with Biodentine and Platlet Rich Fibrin. Schwartz, Richard S. dan James W. Robbin. 2004. Post Placement and Restoration of Endodontically Treated Teeth: A Literature Review