Analisis Novel Ronggeng Dukuh Paruk [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Analisis Novel Ronggeng Dukuh Paruk



Disusun Oleh: 1) Aurorani Melati



(XII MIPA 7/ 04)



2) Risma Devita Anggraini



(XII MIPA 7/ 25)



DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR



SMA NEGERI 2 LUMAJANG Jalan HOS. Cokroaminoto 159 Lumajang 67311 Telp/Fax (0334) 881036 http://www.sman2-lmj.sch.id/html/



Novel “Ronggeng Dukuh Paruh” Analisis Struktur No 1,



Struktur Abstrak



Penjelasan Novel Tidak terdapat struktur abstrak pada novel ini. Pada bab pertama menceritakan tentang kehidupan Rasus dan Srintil ketika masih kecil yang harus ditinggal oleh kedua orang tua mereka karena peristiwa keracunan tempe bongkrek yang menimpa warga Dukuh Paruk. Pada bab kedua menceritakan perihal kematian Emak Rasus dan kehidupan Ki



2.



Orientasi



Secamenggala, dalam bab dua Emak Rasus, Nenek Rasus, Kartareja, dan Nyai Kartareja diperkenalkan. Dalam bab ketiga membicarakan tentang sayembara bukak klambu, bab ini Dower dan Sulam diperkenalkan. Pada bab keempat tokoh utama dibicarakan, dalam bab ini Sersan Slamet dan Kopral Pujo juga mulai diperkenalkan.



Konflik utama Ronggeng Dukuh Paruk, yaitu malapetaka keracunan tempe bongkrek yang membunuh sebagian masyarakat Dukuh Paruk termasuk kematian ronggeng Dukuh Paruk yang terakhir serta penabuh gendang. Munculnya konflik lain ditandai ketika Srintil mulai menjadi ronggeng 3.



Komplikasi



baru, saat itu kehidupan Srintil mulai berubah. Dari yang dulunya sering bermain bersama Rasus, Warta, Darsun, tetapi setelah menjadi ronggeng dia sudah tidak ada waktu untuk bermain. Menanggapi hal itu Rasus mulai renggang dengan srintil, wanita yang disukainya.



Konflik semakin dimunculkan pada bab dua dan 4.



Konflik



tiga. Konflik utama dikembangkan dengan kuat pada bab tiga, yaitu ketika Srintil harus menyelesaikan



syarat terakhir menjadi seorang ronggeng, syarat terakhir yang harus dipenuhi itu bernama bukakklambu. Sebuah syarat yang akan menggoyahkan hubungan Rasus dan Srintil. Hal itu memunculkan kebencian yang mendalam bagi Rasus atas semua kebudayaan yang ada di Dukuh Paruk.



Puncak permasalahan terjadi ketika srintil telah menjadi seorang ronggeng Dukuh Paruk. Itu tandanya 5.



Klimaks



srintil menjadi milik orang banyak dan rasus sebagai seorang laki-laki yang menyukainya harus merelakan.



Penyelesaian bagian pertama novel Ronggeng Dukuh Paruk yaitu ketika Rasus pergi meninggalkan Dukuh. Rasus merasa Dukuh Paruk bertindak semenamena dan hanya menciptakan kesengsaraan baginya. 6.



Penyelesaian



Sebagai seorang anak yang menghubungkan diri emaknya dengan diri srintil, Dukuh Paruk membuat noda dalam hidupnya. Kepergian Rasus untuk menentukan pilihan-pilihan. Pilihan-pilihan itulah yang nantinya akan mengubah segalanya, tentang Srintil, asal-usul ibunya, dan juga tujuan hidupnya.



Analisis Tokoh, Penokohan, dan Perwatakan No



Tokoh



Penokohan



Perwatakan



Bukti dari Novel



1.



Rasus



Bersahabat,



Protagonis



Bukti bahwa Rasus bersahabat “



penyayang,



Di tepi kampung, tiga orang



pendendam,



anak laki-laki sedang bersusah



pemberani



payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4) Bukti bahwa Rasus penyayang “ Suatu saat ku bayangkan emak ingin pulang ke Dukuh Paruk.” (Tohari,Ahmad, 2008:49) Bukti bahwa Rasus pendendam “ Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap Dukuh Paruk......” (Tohari,Ahmad, 2008:47) Bukti bahwa Rasus pemberani “ Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum juga muncul. Karena tidak sabar menunggu, maka timbul keberanianku” (Tohari,Ahmad, 2008:61)



2.



Warta



Bersahabat,



Protagonis



Bukti bahwa Warta bersahabat “



Perhatian



Di tepi kampung, tiga orang



dan



anak laki-laki sedang bersusah



Penghibur



payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4) Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh cemburu. Tetapi selagi kau tak



mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya menjadi siasia.” (Tohari,Ahmad, 2008:37) “Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada yang salah pada diriku. Aku terharu. Suaramu memang bisa membuat siapa pun merasa begitu terharu.” (Tohari,Ahmad, 2008:37)



3.



Dursun



Bersahabat



Protagonis



Bukti bahwa Dursun bersahabat Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)



4.



Srintil



Bersahabat,



Protagonis



Bukti bahwa Srintil bersahabat “



seorang



Sebelum berlari pulang. Srintil



ronggeng,



minta jaminan besok hari Rasus



agresif,



dan dua orang temannya akan



dewasa



bersedia kembali bermain bersama.” (Tohari,Ahmad, 2008:4) Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng “ ......., Srintil mulai menari. Matanya setengah terpeja. Sakarya yang berdiri di samping Kartsreja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia ingin membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang ronggeng.” (Tohari,Ahmad, 2008:10)



Bukti bahwa Srintil agresif “ aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku, menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat.” (Tohari,Ahmad, 2008:38) Bukti bahwa Srintil dewasa “ dia tidak mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia mulai berceloteh tentang bayi, tentang perkawinan.” (Tohari,Ahmad, 2008:53)



5.



Sakarya



Penyayang,



(Kakek



tega



Antagonis



Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak yang



Srintil)



bersinar redup. Sakarya, kamitua di pedukuhan kecil itu masih merenungi ulah cucunya sore tadi.” (Tohari,Ahmad, 2008:8) Bukti bahwa Sakarya tega “Jangkrik!” sahutku dalam hati. “kamu si tua bangka dengan cara memperdagangkan Srintil.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)



6.



Protagonis



Buktinya adalah “hanya Sakarya



Ki



Nenek



Secameng



moyang asal



yang cepat tanggap. Kakek



gala



Dukuh



Srintil itu percaya penuh Roh Ki



Paruk



Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja.....” (Tohari,Ahmad, 2008:27)



7.



Kartareja



Mistis,



dan Nyai



egois



Kartareja



Antagonis



Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu hal disembunykan oleh Nyai



Kartareja terhadap siapa pun. Itu ketika dia meniuokan mantra pekasih ke ubun-ubun Srintil.” (Tohari,Ahmad, 2008:9) “Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar, laki-laki itu memberi abaaba....” (Tohari,Ahmad, 2008:26)



8.



Sakum



Hebat



Protagonis



Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secata seksama pagelaran ronggeng.” (Tohari,Ahmad, 2008:9)



9.



Nenek



Linglung



Protagonis



Bukti bahwa Nenek Rasus pikun “ Ah, semakin tua nenekku.



Rasus



Kurus dan makin bungkuk. Kasian, Nenek tidak bisa banyak bertanya kepadaku. Linglung dia.” (Tohari,Ahmad, 2008:62) 10. Santayib



Bertanggun



Protagonis



Bukti bahwa Santayib



(Ayah



gjawab,



bertanggungjawab “ Meski



Srintil)



keras kepala



Santayiborang yang paling akhir pergi tidur, namun dia pulalah pertama kali terjaga di Dukuh Paruk.....” (Tohari,Ahmad, 2008:12) Bukti bahwa Santayib keras kepala “Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu, ini Santayib! Aku telah menelan seraup tempe bongrek yang kalian katakan beracun. Dasar kalian semua, asu buntung! Aku



tetap segar bugar meski perutku penuh tempe bingrek. Kalian mau mampus, mampuslah! Jangan katakan tempeku mengandung racun......” (Tohari,Ahmad, 2008:15)



11.



Istri



Keibuan



Protagonis



Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang tahu



Santayib



diri. Rupanya dia tahu aku harus melayani sampean setiap pagi.” (Tohari,Ahmad, 2008:12) Bukti bahwa Istri Santayib prihatin “Srintil kang. Bersama siapakah nanti anak kita, kang?” (Tohari,Ahmad, 2008:16)



12. Dower



Pantang



Protagonis



Bukti bahwa Dower mengusahakan “ pada saja baru



menyerah



ada dua buah perak. Saya bermaksud menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok bisa kuperoleh seringgit emas.” (Tohari,Ahmad, 2008:34) “Aku datang lagi kek. Meski bukan sekeping ringgit emas yang kubawa, kuharap engkau mau menerimanya.” (Tohari,Ahmad, 2008:41)



13.



Sulam



Penjudi dan



Antagonis



Bukti bahwa Sulam penjudi dan



berandal,



berandal “ Dia juga kenal siapa



sombong



Sulam adanya; anak seorang



lurah kaya dari seberang kampung. Meski sangat muda, Sulam dikenal sebagai penjudi dan berandal.” (Tohari,Ahmad, 2008:42) Bukti bahwa Sulam sombong “ Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali engkau belum mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah ringgit emas. Bukan rupiah perak, apalagi kerbau seperti anak pecikalan ini.” (Tohari,Ahmad, 2008:42)



14. Siti



Alim



Protagonis



Bukti bahwa Siti alim “hw, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh Paruk. Dia marah karena kau memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan singkong ke arah Rasus) (Tohari,Ahmad, 2008:50)



15.



Sersan



Penyuruh,



Slamet



tegas



Protagonis



Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan dimulai.peti-prti logam serta barang lainnya diangkat ke atas pundak dan kubawa ke sebuah rumah....” (Tohari,Ahmad, 2008:54) Bukti bahwa Sersan Slamet tegas “Katakan; ya! Kami tentara. Kami memerlukan ketegasan dalam setiap sikap,” kata Sersan Slamet tegas



(Tohari,Ahmad, 2008:55)



16. Kopral Pujo



Penakut



Protagonis



Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan. Ternyata Kopral Pujo tidak lebih berani daripada aku......” (Tohari,Ahmad, 2008:60)



Analisis Pandangan Pengarang terhadap Kehidupan dalam Novel 1. Aspek kehidupan budaya Dalam novel ini, banyak terdapat unsur kebudayaan seperti: menari, menyanyi sambil nyawer, memberikan sesaji kepada nenek moyang. 2. Aspek kehidupan seni Demikian, sore itu Srintil menari dengan mata setengah tertutup, jari tangannya melentik kenes. Pandangan pengarang : Srintil yang menari dengan lemah gemulai dan memberi keindahan pada tariannya. 3. Aspek kehidupan social Dalam novel ini, unsur sosial kemasyarakatan lebih cenderung ke arah ronggeng. Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan antar manusia lebih diutamakan untuk ronggeng karena bagi mereka, adanya sosok ronggeng merupakan kebanggaan tersendiri di Dukuh Paruk. Unsur ini kemungkinan besar mengangkat tentang kenyataan hidup yang pernah terekam dibenak pengarang, yang terjadi saat pengkhianatan PKI. Tumbuhnya kesadaran setiap orang Indonesia terhadap nilai-nilai kemanusiaan masih menjadi persoalan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsanya. Banyak orang yang menyuarakan tentang demokrasi dan hak asasi manusia , itu merupakan bukti bahwa masalah kemanusiaan sangat sering terusik/ terjadi. Gambaran nyata terdapat dinovel ini yang terwakili oleh sosok Srintil, Rasus dll, yang berbicara tentang pentingnya kesadaran terhadap masalah kemanusiaan. 4. Aspek kehidupan ekonomi Masalah yang ingin diangakat oleh pengarang diantaranya adalah mengenai masalah ekonomi yang dialami oleh masyarakat, dalam hal ini adalah “Dukuh Paruk”. Ini sering terlihat dalam pergantian judul maupun pergantian bab, yang mana mengggambarkan kemiskinan masyarakat “Dukuh Paruk” yang terletak ditengahtengah pematang sawah. Penggambaran ini tampak jelas terlihat seperti : digambarkan luasnya ribuan hektar sawah yang mengelilingi desa telah tujuh bulan kering kerontang,…. Sampai anak-anak kecil rela bersusah payah mencabut singkong yang terpendam dalam ditanah kapur,,, itulah sedikit gambaran keadaan ekonmi yang



sedang dialami oleh masyarakat “Dukuh Paruk”, dan keadaan itulah yang sebenarnya ingin ditunjukan oleh pengarang kepada pembaca. 5. Aspek kehidupan agama Dalam novel ini, unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karema warga Dukuh Paruk lebih mempercayai adanya nenek moyang dan hal-hal animisme lainnya. 6. Aspek kehidupan moral Nilai yang terkandung dalam novel Ronggeng Dukuh Paruh yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyatrakat, peradaban, atau kebudayaan. Hal ini secara eksplisit disampaikan pengarang sebagaimana tampak pada kutipan berikut. Orang-orang yang sudah berkumpul hendak melihat Srintil menari mulai gelisah. Mereka sudah begitu rindu akan suara calung. Belasan tahun lamanya mereka tidak melihat pagelaran ronggeng. (kutipan novel Ronggeng Dukuh Paruk) Kutipan di atas menggambarkan bahwa Dukuh Paruk begitu erat dengan budaya pertunjukkan ronggeng. Adanya ronggeng merupakan pemersatu masyarakat yang ada di Dukuh Paruk. Nilai budaya yang terdapat dalam novel juga sangat erat dengan adat yang ada di Dukuh paruk. Sedangkan moral yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruh yaitu moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran adat yang menguasai peputaran manusia atau disebut moral terapan. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut. Di belakangku Dukuh Paruh diam membisu. Namun segalanya masih utuh di sana: keramat Ki Secamenggala, kemelaratan, sumpah serapah, irama calung, dan seorang ronggeng. (kutipan novel Ronggeng Dukuh Paruk) Melalui kutipan di atas pengarang melukiskan kehidupan masyarakat yang masih berada dalam alam pikiran mitis, miskin, longgar tatanan moralnya, dan ronggeng. Tingkah laku masyarakat Dukuh Paruk yang biasa dengan sumpah serapah mencerminkan kebiasaan yang dinilai tidak baik. Sehinggan moral yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruh banyak membahas tentang bentuk moral etika, yaitu membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik. 7. Aspek kehidupan etika



Berkata demikian Srintil melangkah ke arah Rasus. Dekat sekali.Tanpa bisa mengelak, Rasus menerima cium di pipi.Warta dan Darsun masing-masing mendapat giliran kemudian. Pandangan pengarang : Srintil yang merupakan anak kecil perempuan yang mencium pipi anak laki-laki yang tidak lazim untuk seumuran anak kecil tersebut 8. Aspek kehidupan keamanan Sesungguhnya aku tidak berharap, sesuatu akan menimpa Dukuh Paruk. Betapapun dia adalah tanah airku yang kecil. Tetapi pada malam kesembilan, ketika cahaya bintang mampu menerangi pedukuhan itu, dari tempat pengintaian kulihat sinar lampu senter mendekat. Kubuka mataku lebar-lebar. Empat lima orang sedang berjalan beriring di atas pematang. Sinar bintang-bintang memungkinkan mataku melihat kelima orang itu masing-masing membawa benda panjang. Tak salah lagi, bedil. 9. Aspek kehidupan politik Unsur ini merupakan unsur yang paling utama terlintas dari benak pengarang, karena pengarang merasa sangat prihatin terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan yang telah menindas orang-orang kecil yang kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu mengenai berbagai persoalan tentang politik, khususnya persoalan mengenai pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI yang terjadi di akhir September 1965.



Analisis Bahasa Majas dalam Novel a. Majas Personifikasi Personifiksi adalah majas kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barangbarang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. 1. Dukuh Paruk masih diam membisu meskipun beberapa jenis satwanya sudah terjaga. Tohari melukiskan proses datangnya pagi hari menjelang cahaya matahari terbit dari timur di Dukuh Paruk. Dukuh Paruk dilukiskan pada suasana pagi yang masih sepi dan belum ada aktifitas manusia. 2. Tetes-tetes embun jatuh menimbulkan suara desahan desahan musik yang serempak. Suasana pagi tampak di segala pepohonan terdapat embun yang secara bergantian menetes, dengan demikian menimbulkan suara-suara bagai musik yang serempak. Tohari menggambarkan kehidupan Dukuh Paruk yang masih alami sama sekali belum tersetuh teknologi modern, setiap pagi hanya dihiasi, dihibur oleh suara musik dari tetestetes embun yang berjatuhan dari atas pohon. 3. Dalam kerimbunan daun-daunnya sedang dipagelarkan merdunya harmoni alam yang melantumkan kesyahduan. Tohari menggambarkan sebuah pohon dengan daunnya yang tampak subur, rimbun, segar sehingga terlihat indah dan asri serta selaras dengan alam. 4. Dukuh Paruk kembali menjatuhkan pundak-pundak yang berat, kembali bersimbah air mata. Di kutipan diatas kita mengetahui bahwa Dukuh Paruk hanyalah sebuah desa yang tidak bisa menjatuhkan sebuah punggung. b. Majas Simile Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada novel yang berjudul “ Ronggeng Dukuh Paruk ditemukan penggunaan gaya bahasa perbandingan/simile. Kalimat yang menggunakan gaya bahasa simile, yaitu: 1. Di bagian langit lain, seekor burung pipit sedang berusaha mempertahankan nyawanya. Dia terbang bagai batu lepas dari ketapel sambil menjerit-jerit sejadinya. 2. Biji dadap yang telah tua menggunakan kulit polongnya untuk terbang sebagai balingbaling. Bila angin berembus tampak seperti ratusan kupu terbang menuruti arah angin meninggalkan poho dadap. 3. Setelah didapat, Rasus memanjat. Cepat seperti seekor monyet.



4. Ibarat meniti sebuah titian panjang berbahaya, aku hanya bisa menceritakannya kembali, mengulas serta merekamnya setelah aku sampai di seberang. 5. Emak sudah mati, ketika hidup ia secantik Srintil, tampilan emak bagai citra perempuan sejati. 6. Dengar, pak. Serintil masih segar seperti kecambah. sambung nyai kartareja sambil menyentuh dada marsusi dengan lembut. 7. Arif seperti sepasang perkutut itu adalah Wirsiter dan Ciplak, istrinya. 8. Latar sejarahnya yang melarat dan udik ibarat beribil. 9. Tetapi Srintil tenang seperti awan putih bergerak di akhir musim kemarau. 10. Matanya berkilat seperti kepik emas hinggap di atas daun. 11. Dia menari seperti mengapung di udara; lincah dan bebas lepas. Kadang seperti burung beranjangan, berdiri di atas satu titik meski sayap dan paruhnya terus bergetar. Kadang seperti bangau yang melayang meniti arus angin. 12. Megap-megap, mulutnya terbuka seperti ikan mujair. 13. Di hadapan mereka Dukuh Paruk kelihatan remang seperti seekor kerbau besar sedang lelap 14. Kadang suara Srintil penuh semangat, garakannya cekatan, seperti seorang ibu yang sedang mengajari anaknya berjalan. 15. Padahal sejak semula Rasus mengerti pekerjaan semacam itu ibarat mendongkel sejarah dengan sebatang lidi. 16. Bila ternyata dirinya masih mewujud, pikir Srintil, itu karena aib adalah salah satu faset kehidupan dan dia harus mewujud disana. Seperti tinja yang harus ada di dalam usus manusia. 17. Dukuh Paruk merambat perlahan seperti akar ilalang menyusuri cadas. 18. Dan bila ditiup menentang arus angin, suara puput jadi muncul tenggelam seperti bulan hilang-tampak di balik awan. 19. Srintil bingung seperti munyuk dirubung orang.



20. Namun setiap kali diurungkannya; batu-batu di atas jalan pegunungan itu bergerak seperti mata gergaji besar yang akan menggorok apa saja yang jatuh ke permukaannya. 21. Dari jauh udara di permukaan tanah kelihatan berbinar seperti riak-riak panas pada telaga yang mendidih. 22. Malam hari berlatar langit kemarau, langit seperti akan menelan segalanya kecuali apaapa yang bercahaya. c. Majas Metafora Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. 1. Di pelataran yang membantu di bawah pohon nangka ketika angin tenggara bertiup dingin menyapu harum bunga kopi yang selalu mekar di musim kemarau Maknanya: Melukiskan keadaan dukuh paruk yang masih asri, ketika malam hari pada musim kemarau angin terasa dingin. 2. Mereka pantas berkejaran, bermain dan bertembang. Mereka sebaiknya tahu masa kanak-kanak adalah surga yang hanya sekali datang. Maknanya: Melukiskan keindahan dunia anak-anak di dukuh kecil yang serba gembira, bebas bermain dan belum memiliki tanggung jawab. Dunia anak-anak merupakan fase kehidupan yang indah dan tidak mungkin terulang kembali pada kehidupan seseorang. 3. Wirsiter bersama istrinya pergi ke sana kemari menjajakan musik yang memanjakan rasa, yang sendu, dan yang melankolik. Musiknya tidak membuat orang bangkit berjoget, melainkan membuat pendengarnya mengangguk angguk menatap ke dalam diri atau terbang mengapung bersama khayalan sentimental. Maknanya: Musik tradisional siter yang kini sudah langka dalam masyarakat, yang dimainkan oleh sepasang suami istri, Wirsiter dan Ciplak. Tohari menempatkan musik yang memanjakan rasa, membuat pendengarnya masuk ke alam khayalan sentimental. Di sinilah Tohari membuat pesan tersirat bahwa musik siter adalah budaya kuno yang harus dilestarikan jangan sampai dilupakan.



d. Majas Metonimia Majas metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang atau hal sebagai penggantinya, kita dapat menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang kita maksudkan ciptaan atau buatannya ataupun kita menyebut bahannya jika yang kita maksudkan barangnya. 1. Di sana di dalam kurung klambu yang tampak dari tempatku berdiri, akan terjadi pemusnahan mustika yang selama ini amat kuhargai Kata mustika pada kutipan di atas artinya sebuah keperawanan seorang gadis. 2. Pelita kecil dalam kamar itu melengkapi citra punahnya kemanusiaan pada diri bekas mahkota Dukuh Paruk itu Kata Citra pada kutipan di atas adalah gambaran kepribadian dari seorang ronggeng yaitu tokoh srintil, citra tersebut telah hilang karena suatu deraan, cobaan hingga muncullah kegoncangan jiwa pada srintil yang semula mendapat sebutan seorang mahkota Dukuh Paruk. e. Majas Hiperbola Majas hiperbola adalah majas yang mengungkapkan sesuatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar besarkan suatu hal. 1. Ini cukup untuk kukatakan bahwa yang terjadi pada dirinya seribu kali lebih hebat daripada kematian karena kematian itu sendiri adalah anak kandung kehidupan manusia. 2. Aku bisa mendengar semua bisik hati yang paling lirih sekalipun. 3. Aku dapat melihat mutiara-mutiara jiwa dalam lubuk yang paling pingit 4. Kedua unggas kecil itu telah melayang berates-ratus bahkan beribu-ribu kilometer mencari genangan air. 5. Dalam pemukiman yang sempit, hitam, gelap, gulita, pekat, terpencil itu lengang sekali, amat sangat lengang. 6. Aku membiarkan Dukuh Paruk tetap cabul, kere, bodoh, dungu dan sumpah serapah. 7. Srintil meratap, meronta, menangis, melolong lolong di kamarnya yang persis bui. 8. Langit dan matahari menyaksikan luka pada lutut dan mata kaki yang bertambah parah serta darahnya mengalir lebih banyak, menetes netes menggenangi batu batu.



f. Majas Sinekdoke Majas sinekdoke adalah majas yang mempergunakan sebagian dari suatu hal yang menyatakan keseluruhan (pars prototo) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro parte). 1. Celoteh di sudut pasar itu berhenti karena kehabisan bahan. Penggambaran majas sinekdoke terdapat pada kata “ di sudut pasar” padahal yang dimaksudkan tidak hanya sudut pasar tetapi seluruh wilayah pasar, ungkapan ini termasuk majas sinekdoke totem pro parte. 2. Sampean hanya memikirkan diri sendiri dan tidak mau mengerti urusan perut orang. Majas sinekdoke pada kutipan tersebut terdapat pada kata “ perut orang” yang maksud sebenarnya adalah seluruh jiwa raga manusia. 3. Dua ekor anak kambing melompat lompat dalam gerakan amat lucu. Majas sinekdoke pada kutipan tersebut terdapat pada kata “ dua ekor anak kambing” padahal yang sebenarnya adalah seluruh jiwa raga kambing bukan hanya ekornya.



g. Majas pertentangan (litotes) Litotes adalah majas yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal kurang dari keadaan sebenarnya atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya. 1. Aku sadar betul diriku terlalu kecil bagi alam. Majas litotes terdapat pada kata diriku terlalu kecil. 2. Aku terkejut menyadari semua orang di tanah airku yang kecil ini memenuhi segala keinginanku. Majas litotes muncul dalam kata tanah airku yang kecil ini. 3. Kita ini memang buruk rupa tapi punya suami dan anak anak. Majas litotes pada kutipan tersebut terdapat pada kata buruk rupa.



h. Majas Penegasan (repetisi) Repetisi adalah majas yang mengandung pengulangan berkali-kali kata atau kelompok kata yang sama. 1. Mereka hanya ingin melihat Srintil kembali menari, menari dan menari. Pada data kutipan di atas majas repetisi ditemukan pada kata kembali menari, menari dan menari, 2. Srintil sedang berada dalam haribaan Dukuh Paruk yang tengah tidur lelap selelap lelapnya, merenung dan terus merenung.



Pada kutipan di atas majas repetisi terlihat pada kata tidur lelap selelap lelapnya, merenung dan terus merenung. 3. Yang kelihatan adalah perempuan perempuan pekerja, perempuan perempuan bergiwang serta perempuan perempuan berkaleng besar. Pada kutipan di atas repetisi tergambar pada kata perempuan perempuan pekerja, perempuan perempuan bergiwang serta perempuan perempuan berkalung besar tersebut dimaksudkan untuk penegasan gagasan tertentu. Dengan gaya bahasa repetisi terciptalah makna yang lebih lugas dan intens.



i. Majas Sindiran (sarkasme) Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Dalam RDP majas sarkasme ditemukan pada kutipan di bawah ini, 1. Dower merasa berat dan mengutuk Kartareja dengan sengit Si tua bangka ini sungguh sungguh tengik !” Majas sarkasme pada kutipan tersebut ada pada kata si tua bangka sungguh tengik” . 2. Kertareja memang bajingan. Bajul buntung, “ jawabku, mengumpat dukun ronggeng itu. Majas sarkasme pada kutipan tersebut ada pada kata bajingan. Bajul buntung” . 3. Kalian mau mampus mampuslah tapi jangan katakan tempeku mengandung racun Majas sarkasme pada kutipan tersebut ada pada kata mampus mampuslah” .